Tuesday, October 30, 2007

Masih Soal Berhenti ...

a corner of a lake ...


Duduk-duduk di pinggir danau ini ternyata memberikan nafas baru. Terduduk di sore hari, ditemani udara sejuk, beningnya air, bersihnya udara, dan keheningan sore hari. Bebek-bebek dan angsa-angsa yang sibuk hilir mudir ... suara kwek-kwek-kwek terasa sangat merdu.

Saya sempat mengeluarkan laptop dan duduk bersila di salah satu bangku di pinggir danau ini. Rencananya sambil 'menekuni' dan mereguk alam ini, mau sekalian mengeluarkan unek-unek, pemikiran-pemikiran, atau apalah dalam bentuk tulisan-tulisan. Sayang ... lama-lama udaranya terlalu dingin ... brrr ... ga jadi deh ... :)

Sore yang indah, meski hanya ada diriku dan kamera kesayanganku ... :)

Kajian QS Asy Syu'araa' 119-121

Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang besertanya di dalam kapal yang penuh muatan. Kemudian sesudah itu Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. QS Asy Syu'araa':119-121.

Monday, October 29, 2007

Berhenti ...

a view of morning time ...


Sudah saya alami tahun lalu, tapi tetap saja susah untuk belajar ... :). Kalau bepergian itu ternyata susah ya untuk berhenti, baik secara fisik dan mental. Yang terjadi adalah terus-menerus memacu diri. Akhirnya yang terjadi adalah kelelahan yang mendera diri, baik secara fisik dan mental. Hmmm ... *menghela nafas* ... padahal tahun lalu saya sudah mendapat maknanya ... bepergian dan merenung. Rupanya belum sampai tahap memaknainya ... :).

Hari ini saya sempat berhenti sejenak, besok harus mulai lagi. Blog ini belum sempat diisi, hati ini juga agak tercecer diberikan makanan yang bergizi ... ah ... semoga bisa tetap fokus dan ikhlas.

Seperti melihat foto di atas, kenapa setiap saat harus bergegas dan melewati rumah itu begitu saja? Apa salahnya untuk sesekali untuk berhenti dan menikmati udara dan cahaya pagi? :)

Tetap semangat!

Thursday, October 25, 2007

Syukuran Idul Fitri

an american house in pawhuska ...


Syukuran Idul Fitri
A Mustofa Bisri - Kompas

Seperti agenda rutin, selalu heboh menyambut Ramadhan. Ingar-bingar saat Ramadhan. Gegap gempita di televisi, termasuk kuis-kuis keagamaan. Keributan merembet ke tempat lain, saat penetapan Ied, ramai wacana THR, hiruk-pikuk arus mudik. Dahsyat benar "ritual keberagamaan" kita.

Meski demikian, kehebohan itu tidak mampu menggeser "kegiatan rutin" seperti amuk massa, penggusuran lapak pedagang kaki lima, suap, jihad membela kepentingan sendiri, pertikaian dengan sesama saudara, kegaduhan pencalonan menduduki kursi- kursi kekuasaan, sindir-menyindir politis, dan seterusnya.

Bangsa religius
Boleh jadi, bangsa kita disebut bangsa religius karena "marak"-nya ritual keberagamaan seperti itu. Apalagi tempat ibadah bertebaran di mana-mana dan terus dibangun. Tidak ada bangunan masjid yang kecil, tidak ada masjid yang jelek, dan jumlahnya terus bertambah. Maklum, hampir semua orang ingin dibangunkan istana di surga.

Setiap masjid dan mushala hampir pasti memiliki pengeras suara dengan empat corong menghadap empat penjuru mata angin untuk meneriakkan syiar agama, meski tak pernah ada yang menjelaskan maknanya.

Meski masjid sudah banyak, rupanya belum cukup. Orang masih perlu menjadikan kantor dan studio sesekali untuk tempat ibadah. Luar biasa.

Pertanyaannya, mengapa kedahsyatan keberagamaan seperti itu tidak mampu menggeser kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan oleh umumnya kaum beragama juga? Jangan-jangan justru karena terlalu resmi, rutin, dan gegap gempitanya ritual keberagamaan itu, religiusitasnya jadi tersisih atau terabaikan.

Kedatangan Ramadhan disambut dan dihormati seperti kedatangan pejabat tinggi. Ritual Ramadhan dilakukan seperti melaksanakan seremoni penuh basa-basi dengan pejabat. Di akhir acara ada hiburan dan makan-makan, lalu bubar.

Tentu ada mukmin — semoga masih banyak — yang memperlakukan Ramadhan sebagai bulan ibadah, bulan perenungan, dan penggemblengan diri. Tempat khalwat setelah 11 bulan sibuk dengan dunia. Bersendiri, dengan diri dan Tuhannya; memperhitungkan sikap perilaku dan mempertanyakan capaian sebagai hamba dan khalifahNya. Memperkuat dan berlatih menahan diri, melawan nafsu dan setan yang selalu ingin menghambat perjalanan menuju ridhoNya.

Diharapkan, setelah usai, si mukmin kembali menjadi manusia baru. Hamba yang sebenarnya di hadapan Tuhan sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Mukmin sejati yang hanya menyembah Allah tidak hanya mencintai-Nya, tetapi juga mencintai — atau paling tidak, tidak membenci — hamba-hambaNya yang lain. (Adalah tidak logis mengaku mencintai Allah, tetapi membenci hamba-hambaNya).

Syukuran
Maka, Idul Fitri adalah syukuran. Mensyukuri karunia Allah yang telah menolongnya memberi kesempatan untuk kembali menjadi hambaNya yang fitri. Apalagi janji Allah melalui RasulNya, barangsiapa yang jungkung ibadah di bulan Ramadhan semata-mata karena Allah dan hanya mengharap pahala dariNya, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lampau.

Tinggallah memperbaiki sikap pergaulan dengan sesama hamba. Berbagai tanggungan dan kesalahan dengan sesama hamba, baik yang menyangkut harta maupun kehormatan, diselesaikan dengan saling memaafkan dan saling menghalalkan.

Mukmin seperti itulah yang diharapkan mampu melaksanakan ajaran mulia Nabi dalam membina pergaulan hidup. Diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sahabat Anas Ibn Malik RA, Nabi bersabda, "Laa yu’minu ahadukum hattaa yuhibba liakhiihi maa yuhibbu linafsihi" (Tidak benar-benar beriman seseorang di antara kamu sampai dia mampu menyukai sesuatu untuk saudaranya, sebagaimana dia menyukai sesuatu untuk diri sendiri).

Apabila dirinya suka dihargai, dia juga suka bila saudaranya dihargai. Jika dia tidak suka dilecehkan, dia juga tidak suka bila saudaranya dilecehkan. Apabila dirinya suka diperlakukan dengan baik, dia juga suka bila saudaranya diperlakukan dengan baik. Apabila dirinya tidak suka dilalimi, dia tidak suka bila saudaranya dilalimi.

Selamat Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin.

Kajian QS Asy Syu'araa' 106-110

Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku". QS QS Asy Syu'araa' 106-110.

Wednesday, October 24, 2007

(masih soal) Mencari atau Memaknai Hidup ...

Thank you ...


melati said... :-? berat.. mengunyahnya ... untuk tulisan soal mancari atau memaknai hidup ini ... :)

Maksud saya sederhana sebenarnya. Alih-alih mencari makna hidup, kita harus bisa lebih dari itu. Makna hidup itu ada dimana-mana, tidak perlu dicari. Yang kita harus lakukan adalah menjadikannya sesuatu yang nyata, sesuatu yang kita harapkan, yang kita pelajari, yang kita ambil hikmahnya, dan sesuatu yang kemudian makin menguatkan semangat kita dalam hidup ini.

Contoh soal? Kita mengunjungi rekan/saudara yang meninggal dunia. Makna hidupnya? Semua yang bernyawa pasti mati, hanya masalah waktu. Memaknai hidup dengan peristiwa ini? Memanfaatkan waktu yang tersisa sebaik-baiknya dan memohon ampun, menyesali, dan berjanji untuk tidak membuat kesalahan seperti yang kita lakukan di masa lalu.

Tidak mendapat makna hidup? Bisa-bisa anda sudah sedemikian tenggelam dengan rutinitas hidup ini ... berbahaya ...

Monday, October 22, 2007

Berikan Jiwa Anda

Bartlesville downtown ...

Berikan Jiwa Anda
Arvan Pradiansyah

Suatu ketika ada seorang dokter terkenal yang selain pandai dalam mengobati, juga sangat jujur, baik dan disayang masyarakat. Ketika raja jatuh sakit, dokter ini diundang secara khusus ke istana untuk mengobatinya. Raja telah lama mendengar namanya, tetapi baru kali ini bertemu muka. Ia berkata pada si dokter, "Saya harap Anda dapat mengobati saya lebih baik daripada saat mengobati orang lain."

Mendengar hal itu, sang dokter meminta maaf, "Hal itu tidak mungkin saya lakukan," katanya. "Karena untuk saya, setiap pasien adalah seorang raja."

Pembaca yang budiman, apa komentar Anda membaca cerita di atas? Inilah yang saya maksud dengan bekerja sebagai ibadah. Inilah tingkatan tertinggi dalam bekerja. Tentu saja, harus saya akui bahwa konsep ini masih sulit dipahami sebagian besar profesional kita.

Mengapa saya berani mengatakan demikian? Ini tentu saja didasarkan pada pengalaman saya berinteraksi dengan para profesional dari beragam bidang industri dan berbagai tingkatan, mulai dari karyawan biasa sampai presiden direktur.

Bermacam-macam respons yang sering mereka kemukakan. Respons pertama menganggap bekerja sebagai ibadah adalah konsep yang mustahil. Penganut pendapat ini berpandangan bahwa kerja dan ibadah adalah dua konsep yang tak ada hubungannya. Pekerjaan adalah sesuatu yang harus kita lakukan untuk mendapatkan imbalan. Adapun beribadah adalah kegiatan individual yang hanya berkaitan dengan hubungan antara Tuhan dan makhluk-Nya. Para profesional yang menganut konsep ini memahami ibadah sebagai kegiatan ritual. Ibadah adalah shalat, puasa, naik haji atau pergi ke gereja, pura dan wihara. Ibadah berarti melakukan pekerjaan yang berorientasi akhirat, sementara pekerjaan semata-mata berorientasi duniawi.

Profesional jenis kedua adalah orang yang percaya bahwa bekerja adalah ibadah, tetapi memahami konsep ini secara salah. Bagi mereka, bekerja adalah usaha untuk menafkahi keluarga, untuk menghidupi dan membesarkan anak-anak. Dengan demikian, bekerja adalah sesuatu yang mulia dan bermakna ibadah.

Saya ingin mengatakan bahwa konsep tersebut baik-baik saja. Namun, saya harus menyampaikan juga bahwa bukan seperti ini yang saya maksud dengan "bekerja sebagai ibadah." Selama alasan Anda bekerja masih berkisar pada menghidupi dan menafkahi keluarga, Anda sebenarnya masih berada pada tingkatan terbawah. Jadi, terlepas dari betapa mulianya tugas yang Anda emban itu, tujuan dan motivasi Anda bekerja sebenarnya hanyalah mencari uang. Anda bekerja untuk survival. Dalam fase ini, kepuasan dan kenikmatan yang Anda dapatkan dari bekerja hanya bersumber dari kemampuan Anda memenuhi kebutuhan fisik belaka. Dengan demikian, Anda masih gagal menemukan makna dan keindahan bekerja itu sendiri.

Padahal, kepuasan tertinggi dari bekerja haruslah kita dapatkan dari melakukan pekerjaan itu sendiri. Pekerjaan pada hakikatnya mengandung banyak sisi yang dapat mencerahkan kita. Pekerjaan dapat melahirkan kenikmatan yang luar biasa bagi orang yang melakukannya. Pekerjaan juga mendatangkan kepuasan lahir-batin yang tak terhingga ketika kita menemukan bahwa banyak orang yang terbantu dengan pekerjaan kita, banyak yang merasa termudahkan, banyak yang tercerahkan. Kebahagiaan tertinggi yang kita dapat dari pekerjaan adalah menemukan bahwa pekerjaan kita memiliki makna dan arti yang luar biasa bagi siapa pun yang menikmati hasil pekerjaan kita.

Inilah konsep "bekerja sebagai ibadah" dalam pengertian yang sesungguhnya. Di sini kebahagiaan yang kita dapatkan bersifat intrinsik, melekat pada pekerjaan itu sendiri. Ini sangat berbeda dari bekerja untuk menafkahi keluarga, di mana kita masih melihat kepuasan bekerja sebagai sesuatu yang bernilai ekstrinsik.

Bekerja sebagai ibadah membutuhkan bukan hanya kaki dan tangan Anda, tetapi juga pikiran dan jiwa Anda. Orang yang telah menghayati konsep ini akan mengalami apa yang disebut Mihaly Csikszentmihalyi sebagai flow. Dalam bukunya, Good Business: Leadership, Flow and The Making of Meaning (2003), Csikszentmihalyi menyebutkan konsep flow sebagai perasaan nikmat luar biasa yang tak terbayangkan. Sebuah perasaan yang benar-benar terserap ke dalam pekerjaan Anda. Sebuah perasaan di mana Anda sendiri terasa menghilang, dan waktu seakan-akan berhenti berputar.

Nah, para pembaca yang budiman, pernahkah Anda merasakan situasi seperti yang saya gambarkan tadi? Bila belum, mungkin Anda baru mencapai tahap terbawah dari pekerjaan, yaitu bekerja semata-mata demi uang. Di atas itu, barangkali Anda bekerja karena ingin membina hubungan atau untuk tumbuh. Bila demikian halnya, Anda hanya akan mencapai kesuksesan, bukan kebahagiaan. Kebahagiaan hanya akan dapat dicapai kalau Anda benar-benar sadar bahwa tugas Anda adalah melayani orang lain dan memberikan yang terbaik yang Anda miliki. Untuk itu, tak ada cara lain, Anda harus memberikan jiwa Anda.

Kajian QS Asy Syu'araa' 83

(Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh. QS Asy Syu'araa' 26:83

Thursday, October 18, 2007

Memaknai Hidup atau Mencari Makna Hidup?

Paduan angklung


Memaknai Hidup atau Mencari Makna Hidup?

Buat sebagian orang, kegiatan iktikaf di akhir Ramadhan kemarin bisa ditafsirkan macam-macam. Ada yang melihat dan ikut terlibat di dalamnya sebagai bagian dari trend 'kembali ke Islam' yang belakangan ini marak. Ada pula yang tidak tertarik dan mengganggapnya hanya suatu ritual yang sebagian orang lain menjalankannya. Ada pula yang melakukan iktikaf karena merasa gelisah dengan kehidupan ini dan mencoba mencari maknanya.

Buat saya, kegiatan kemarin bukanlah dalam rangka pencarian makna hidup ini. Rasanya lebih tepat dikatakan sebagai usaha untuk memaknai hidup. Apa maksudnya?

Makna hidup ini sudah tergambar dimana-mana, dari pengalaman indah kita, dari pengalaman buruk, dari hubungan kita dengan istri/suami, anak-anak, dari cara kita bekerja sehari-hari, dari cara kita berkendara, dan banyak lagi. Namun karena hampir semua ini sifatnya rutin, seringkali maknanya terlewati oleh kita dan oleh karena kita perlu kita cari, mencari makna hidup.

Lalu apa bedanya dengan memaknai hidup? Seperti ide saya di atas, makna hidup ini ada dimana-mana. Yang perlu kita lakukan bukanlah sekedar mencari mencari, tapi menjadikannya sesuatu yang nyata, sesuatu yang kita harapkan, yang kita pelajari, yang kita ambil hikmahnya, dan sesuatu yang kemudian makin menguatkan semangat kita dalam hidup ini. Kita maknai hidup ini ... :)

Kembali ke soal iktikaf. Saya tahu (tepatnya diberitahu) kalau dalam iktikaf itu biasanya ada berbagai macam kajian, sholat malam bersama, muhasabah, hingga terbentuknya grup-grup kecil yang hidup bersama selama 10 hari terakhir itu. Semua ini ada hikmahnya. Berbagai macam kajian, maknanya bisa berarti banyaknya ilmu baru yang kita belum tahu. Sholat malam bersama, maknanya bisa berupa pentingnya menyeimbangkan kesibukan dunia dan akhirat, dan seterusnya.

Sekarang bagaimana memaknainya? Menurut saya, dari kajian bersama itu, kita harus punya komitmen untuk melaksanakan hal-hal baru yang kita pelajari sekaligus juga berbagi dengan orang lain. Komitmen saja tidak perlu, kita perlu membuat rencana kerja (action plans) yang terukur, lengkap dengan sangsi-sangsi jika kita gagal melaksanakannya. Selanjutnya rencana kerja itu kita laksanakan, dan kita ambil hikmahnya.

Begitu juga soal sholat malam. Kita harus punya komitmen melaksanakannya, sangsi jika tidak melaksanakannya. Menjadi semakin tunduk sebagai hambaNya dan tawadhu kepada manusia. Dari situ kita semakin menjadi manusia yang istiqomah (persisten, konsisten, residen) yang membawa kita ke satu tingkat lagi dalam penghambaan padaNya.

Dengan 2 contoh di atas, kita bisa lihat kalau proses memaknai hidup ini seperti berjalan di satu lingkaran, yang terus berulang tetapi dengan pembelajaran yang terus berbeda. Satu hal yang insya Allah akan semakin meningkatkan kualitas, semangat, sekaligus mengingatkan kita akan tujuan hidup ini.

Kesimpulannya, kita tidak bisa berhenti pada pencarian makna hidup. Makna hidup itu ada, dimana-mana. Tugas kita adalah memaknai hidup ... menjadikan makna hidup itu sebagai penguat semangat dan kualitas hidup kita ... :)

Wednesday, October 17, 2007

Oh Amerika ...

Nikmat ...


Malam pertama, cari makan malam. Karena lapar, pesen makanan pembuka, onion ring. Ternyata menu utamanya sudah termasuk 2 menu tambahan. Karena lapar, ya ayuk aja ...

Minuman datang. Gelas besar, besar banget ... 2 kali ukuran gelas McD yang paling besar ... :-P.

Makanan datang ....

Onion ring cukup utk 6 org! Untung ukuran saladnya cukup. Steaknya? Kalau di rumah, cukup buat bikin rendang persediaan sebulan. Kentang goreng banyaknya hampir 3 kali paket kentang goreng McD yang jumbo size. Ini masih ditambah dengan udang bakar gede-gede 6 buah. Penyajinya belum cukup 'mengerjai' saya, ini semua masih ditambah roti. Rotinya hangat, cuma gueeede juga ..... :-P

Kapok dah ... Beneran kapok .. Besok beli salad aja kali ... :-P

Monday, October 15, 2007

Bepergian (lagi) ...

Boats and a bird ....


Tak lama setelah pesawat mengudara, siap melintasi samudra Pasifik .... salah seorang pramugari yang berwajah Asia menyapa saya ...

P: Mr Harahap, are you Indonesian?
Z: Yes, I am *tersenyum*

P: Are you moslem *gantian senyum*?
Z: Ehm ... yes, I am ... *mulai heran*

P: This is lebaran right *ga mau kalah, wajahnya juga heran*?
Z: Definitely, this is the 2nd day ... *bersemangat, sampai mengacungkan 2 jari tangan*

P: Then why you are here *wajah antara heran plus simpati*?
Z: *glek* ... well ... what I can say ... business trip ... I know ... 2nd day of Lebaran ... *wajah memelas*

P: *tersenyum menyemangati*

Z: *gantian nanya* are you Indonesian?
P: *masih tersenyum* no, I am Malaysian .... *lalu sambil masih senyum simpati meninggalkan saya yang terbengong-bengong di interogasi begini* ...

Emang sih ... ngapain juga ya berkeliaran di negeri orang pas lebaran begini ... :-P

Sunday, October 14, 2007

Bepergian ...

angkot ...


Pagi ini, sekitar jam 7 pagi, di hari kedua lebaran, saya sudah nongkrong di airport. Yes ... di airport, sendirian ... ngapain?? Tugas kantor ... :-P. Jangan tanya enak atau nggak ... mending do'akan saya aja ya agar bisa selamat dalam perjalanan, bisa menyelesaikan tugas, dan kembali selamat ke tanah air ... :)

Seperti biasanya kalau bepergian, apalagi sendirian, banyak lamunan yang bermuncratan di kepala, di angan-angan, dan di dalam hati ini. Ya semoga tetap sehat dan bisa meluangkan waktu untuk menggoreskannya di blog ini ... :)

Begitulah ... semoga niat kita tetap lurus, amal ibadah kita bisa konsisten (bahkan lebih baik!) seperti di bulan Ramadhan, semoga ikhlas, sabar ... dan semoga mendapat ridhoNya ... :)

Tetap semangat!

Thursday, October 11, 2007

Idul Fitri 1428 H

Idul Fitri 1428 H


Taqobalallahu Minna Wa Minkum ... Syiyamana Wa Syiamakum

Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian dan puasaku dan puasa kalian semua ....

Amien ....

Tuesday, October 09, 2007

Muhasabah ...

Jabal Uhud


Musahabah/introspeksi diri dimulai pukul 3.30, seusai qiyamul lail. Desak tangis yang sudah mewarnai malam itu semakin terdengar mengisi relung-relung mesjid. Suara ustad yang kadang menggelegar, kadang menangis, kadang berbisik, ayat-ayat Allah yang yang dibacakan yang mempertanyakan niat dan apa-apa yang sudah kita lakukan, mempertanyakan siapkah kita bertanggung-jawab, membuat rasa malu dan takut yang sejadi-jadinya.

Badan bergetar seperti tersetrum, menangis sejadi-jadinya, mengerang dan menyesali, kemana umur dipakai selama ini. Jangankan melihat ke depan, atau menunduk, kepala dan wajah diripun sampai harus menyamping. Malu dan tak sanggup 'melihat' perjalanan hidup yang lalu, tak sanggup melihat wajah-wajah orang di mesjid itu, tak pantas memiliki seraut wajah ini. Sungguh tak sanggup mendengar ayat-ayatNya, malu, dan kata-kata yang keluar berulang kali hanyalah ampun ya Allah ... ampun ya Allah ... ampun ya Allah ...

Ketika doa dipancangkan, tak ada lagi permintaan yang sanggup dikeluarkan. Yang ada hanya rasa minta ampun dan mohon belas kasihan, karena mengharap ridho dan surgaNya dan takut pada neraka, tapi hanya dengan modal amal yang sangat sedikit - yang belum tentu ikhlas - namun dengan dosa yang sedemikian menggunung ...

Sang ustad mengajak kita masing-masing untuk menghisab, menghitung kesiapan diri sendiri dengan menjawab 5 buah pertanyaan:
  • Pertama, apa yang mau kau katakan pada orang-orang yang kau cintai - istri, anak, teman, saudara - pada saat-saat maut menjelang, pada saat nyawa sudah di tenggorokan dan sebentar lagi keluar dari tubuh?

  • Kedua, umur berapa engkau mau mati? Umur selama ini, kemana kau habiskan?

  • Ketiga, apa yang kau sudah lakukan untuk keluargamu? Istri/suami dan anak-anakmu? Betapa banyak permintaan yang kau lontarkan dan berapa banyak tanggung jawab kau sudah yang ambil? Apakah selama ini engkau hanya mengambil hakmu dan melupakan tanggung jawabmu?

  • Keempat, apa yang kau sudah lakukan untuk orang tuamu? Apakah mereka ridho padamu? Kapan engkau terakhir menemui mereka?

  • Kelima, siapkah kau untuk mati sekarang? Sudah cukupkah bekalmu untuk pergi?
====
Ramadhan hampir usai ... tiada waktu untuk bersedih dan menyesali yang telah terjadi. Sebaliknya, mari kita jadikan ramadhan kali ini sebagai titik awal babak baru hidup kita. Mari, kita saling mengingatkan dalam kebaikan dan persaudaraan dan kita kejar tujuan akhir kita, yakni menjadi orang-orang yang bertaqwa.

Kajian QS Asy Syu'araa' 63-67

Lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah lautan itu dengan tongkatmu". Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukjizat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman. QS Asy Syu'araa'26:63-67

Sunday, October 07, 2007

Pengenalan Diri

Masjid Nabawi


Tulisan kali ini ringkasan dari bab I buku Aa Gym yang berjudul Jagalah Hati yang bercampur aduk dengan sumber lain, seperti Stephen Covey, Maxwell, kursus-kursus di kantor, maupun pikiran diri sendiri ... :-P

Kata si Aa, langkah pertama menjaga hati adalah dengan mengenal diri. Bagaimana caranya?

1. Mencermati potensi diri
Untuk mengetahui potensi diri, langkah pertama tentunya adalah mulai dengan melakukan refleksi diri. Aa memberikan beberapa pertanyaan yang sangat bagus, yang ditujukan pada diri sendiri ...
  • Siapakah aku sebenarnya?
  • Untuk apa aku ada di dunia ini?
  • Siapa yang menciptakan aku?
  • Untuk apa Dia menciptakan aku?
  • Apa yang bisa aku perbuat untuk kehidupan duniaku?
  • Apa yang bisa aku perbuat untuk kehidupan akhiratku?
  • Apa kelebihanku?
  • Apa kelemahanku?
Ini menarik, karena dalam salah satu pelatihan kepemimpinan yang saya ikuti, ada 3 pondasi untuk menjadi seorang pemimpin (leader). Yang pertama dan paling penting adalah justru mengetahui diri sendiri.

Langkah kedua adalah melibatkan orang lain. Keluarga, teman, rekan kerja, tetangga. Bagaimana caranya? Dengan meminta feedback atau umpan balik. Umpan balik ini bentuknya bisa sapaan yang menyemangati kita ketika berbuat yang benar, dan teguran kritik ketika kita berbuat salah.

Dalam pelatihan kepemimpinan yang saya ikuti, umpan balik secara kontinyu adalah salah satu alat yang penting dalam pencapaian kemajuan yang berarti. Lebih jauh lagi, umpan balik berupa kritik haruslah yang sifatnya pedas dan jelas dan bukan sekedar basa-basi. Mengapa? Karena hanya dengan begitulah kita akan segera tersadar dengan kekeliruan kita. Menurut sang pengajarnya, bagi kita yang menerima, kritik haruslah kita terima sebagai suatu pemberian berharga (gift), sehingga hati kita bisa menerimanya secara terbuka.

Satu hal yang tidak boleh kita lupakan, adalah selain menangani kelemahan diri, yang juga tak kalah penting adalah mengolah kelebihan kita. Kalau kata Maxwell fokuskan 75% usaha kita pada kekuatan kita, 25% pada hal-hal baru, dan hanya 5% pada kelemahan kita. Dalam pelatihan lain yang saya ikuti pula, ditekankan pada pentingnya mengolah kelebihan dan fokus pada kelemahan hanyalah jika itu sifatnya fatal. Misalnya apa? Bekerja di perusahaan multinasional tapi tidak bisa bahasa Inggris .... :)

Langkah ketiga dalam mencermati potensi diri adalah ini semua harus berawal dengan niat yang kuat untuk mengubah diri. Dan sebaik-baik niat adalah dalam rangka makin mendekatkan diri padaNya.

2. Fokus pada diri sendiri
Sederhana sekali, sebaiknya kita mengurusi diri sendiri sebelum mencoba mengurusi orang lain. Kata Aa, "Mulai dari diri sendiri,mulai dari yang kecil, mulai dari sekarang" sementara kata Covey, "Be proactive". Maxwell? Dalam bukunya mengenai sifat 21 pemimpin sejati, sifat pertama adalah karakter, jadilah batu karang.

Harapan kita tentunya dengan terus mengurusi diri sendiri, semoga kita semakin terasah dan lambat laun bisa menjadi pusat kebaikan, pusat solusi, pusat motivasi. Jika kita bisa mencapai ini, kata Aa, kehadiran kita akan menjadi buah kerinduan bagi orang-orang yang mendambakan kebaikan, solusi, dan motivasi.

3. Ubah persepsi
Di awal buku 7 Habitsnya Covey cukup panjang lebar membahas ini. Salah satu contohnya sempat saya kutip di blog ini. Maxwell juga menekankan ini pada sifat yang ke 13: Sikap Positif: Jika Anda Percaya Bisa, Anda Pasti Bisa. Menurut Aa - dan juga keyakinan saya - kita harus percaya bahwa kita bisa selalu lebih baik dan Tuhan Yang Maha Penyayang akan menolong hambaNya yang senantiasa memohon kepadaNya.

===
Siapkah kita mengenali diri dan potensi diri kita? :)

Kajian QS Asy Syu'araa' 9

Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. QS Asy Syu'araa' 9.

Saturday, October 06, 2007

Hujan bulan Juni

Masjidil Haram


Seuntai puisi untuk istri tercinta di bulan Ramadhan ini. Seperti kata beliau, kurengkuh bayangmu dengan segenap rindu tak bertepi ...


Hujan bulan Juni
Sapardi Djoko Damono

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

Kajian QS Asy Syu'araa' 8

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat suatu tanda kekuasaan Allah. Dan kebanyakan mereka tidak beriman. QS Asy Syu'araa' 8.

Friday, October 05, 2007

Perbedaan Kebudayaan (2/2)

frozen lake ...


Yang pertama adalah soal cara berkomunikasi, yang menurutnya terbagi dua. Yang pertama content communication, simpel, sederhana, langsung pada sasaran, jelas, tegas (Amerika, Jerman, Belanda, Norway, Inggris) sementara yang kedua context communication, situasi seperti umur, posisi, lokasi, dan hubungan mempengaruhi cara berkomunikasi (kebanyakan negara di Asia, tentunya termasuk Indonesia). Contoh sederhana mungkin ialah di Jerman orang terbiasa memanggil orang dengan namanya, bahkan jika itu ayahnya. Sementara di Indonesia kita terbiasa dengan tutur, tatakrama, hingga perilaku masyarakat tempat kita hidup. Jangankan bapak kita, manggil orang yang lebih tua aja pake nama kali bakal diomelin habis-habisan hehehe ...

Yang kedua yang cukup menarik adalah soal tugas dan hubungan kerja. Di negara-negara seperti Kanada dan Amerika, setiap orang fokus dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara individualis. Jarang ditemui orang yang bersahabat di kantor sekaligus di luar kantor. Sementara di sisi lain, Indonesia misalnya, kita sangat mementingkan unsur kerjasama. Gotong-royong, RT/RW, dan banyak lagi. Kita sangat mementingkan hubungan yang baik yang bersifat jangka panjang, baik di kantor maupun di luar kantor.

Yang paling menarik adalah ketika kita membahas soal tradisi dan modern. Lagi-lagi negara seperti Amerika, ada di sisi ekstrim modern yang senantiasa mementingkan aspek perubahan untuk yang lebih baik, fokus pada masa kini dan masa depan, serta mengenyampingkan tradisi-tradisi lama. Di sisi lainnya berdiri Indonesia yang masyarakatnya masih mementingkan sejarah dan tradisi. Paling mudah soal menikah, melahirkan, kematian, kita masih banyak mengikuti tradisi, entah agama atau suku kita.

Di akhir sesi ini, sang pengajar menekankan bahwa untuk soal tradisi/modern, pada akhirnya semua negara mau tak mau akan lari ke arah modernisasi, karena kuatnya gelombang globalisasi. Kepala sempat mengangguk-angguk, tapi otak dan hati perlahan-lahan berontak ...

Jadi mikir, apa ini yang namanya perang pemikiran? Kita digiring perlahan-lahan untuk meninggalkan peradaban kita untuk bergabung kepada budaya modern yang bersifat cepat, penuh persaingan, ukuran utama adalah uang dan kekayaan, dan lain-lain? Kita diminta melupakan sejarah kita yang telah ada ratusan tahun dan yang membentuk bangsa ini untuk kemudian bergabung dengan ratusan juta manusia (red. Dibaca robot) menyembah kebudayaan modern?

Memang, tidak semua warisan nenek moyang kita benar dan tepat. Jangan lupa kita pun punya tuntutan hidup dari agama kita. Melupakan ini semua sama saja dengan mengkhianati diri sendiri.

Malam itu saya baru sadar (lagi) kenapa para budayawan kita sering mengutarakan kecemasannya mengenai kemana bangsa ini bergerak. Udah gatel banget mau unjuk tangan, memprotes arah dari sesi ini. Tapi akhirnya saya batalkan, sudahlah ... saya tidak mau merusak malam itu dengan pemikiran yang mungkin bisa bikin suasana jadi panas dan rame. Udah jam 9 malam soalnya ... :)

Kajian QS Asy Syu'araa' 7

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? QS QS Asy Syu'araa' 7.

Wednesday, October 03, 2007

Perbedaan Kebudayaan (1/2)

Monkey business ...


Masih meneruskan cerita pelatihan kepemimpinan, kemarin kami juga belajar soal perbedaan kebudayaan. Maklum, perusahan tempat saya bekerja ini adalah perusahaan multinasional. Kantor-kantornya ada di banyak negara, dan karyawannya juga berasal dari berbagai kebangsaan.

Cukup menarik, karena ternyata perbedaan budaya ternyata bisa memberikan efek yang luar biasa. Sang pengajar memberi contoh dengan menampilkan 2 buah foto. Foto pertama menampilkan bunga-bunga Sakura yang mekar di musim semi, sementara yang kedua memperlihatkan pemandangan di suatu sungai yang tenang, dengan sebuah perahu yang bersandar dengan damai, keduanya suatu lokasi di Jepang. Ia lalu menanyakan kepada kami, apa yang kami 'lihat' dari kedua foto ini.

Banyak lah yang terlontar dari peserta pelatihan. Kebanyakan temanya tak jauh dari musim semi, kelahiran, semangat, suasana damai, dan sejenisnya.

Lalu sang pengajar memutarkan video yang menampilkan seorang wanita muda Jepang yang bercerita tentang apa yang ia 'lihat' dari foto itu.

Ternyata yang ia lihat adalah peringatan bahwa setelah masa muda akan datang masa tua yang berakhir dengan kematian .... jadi yang ia lihat bukannya keindahan dan kedamaian, tapi justru pertanda kematian dan kesedihan ...

Menarik sekali. Membuka mata semua peserta, apalagi saya, kalau apa interpretasi kita terhadap apa yang kita lihat, dengar, rasakan, ternyata bisa jauh berbeda dibandingkan dengan orang lain yang berasal dari kebangsaan (suku) lain.

Kami lalu belajar mengenai kaidah dasar setiap bangsa. Misalnya Amerika yang selalu tentang SAYA (you got to look out for Number One), Australia yang menekankan persamaan (you are no better than me), Inggris yang berfalsafah pikir dulu sebelum bertindak (the best advise is found on the pillow), India yang pentingnya bertanya kepada orang tua, Vietnam yang mementingkan keturunan, dan seterusnya.

Dari pembahasan di atas, sang pengajar lalu mengajak kami untuk menjelajahi perbedaan-perbedaan yang utama antar suatu bangsa.

Bersambung ...

Kajian 3 Oktober 2007

Dan sekali-kali tidak datang kepada mereka suatu peringatan baru dari Tuhan Yang Maha Pemurah, melainkan mereka selalu berpaling daripadanya. QS Asy Syu'araa' 5.