Wednesday, January 30, 2008

Tour de Java 2007-2008 (bagian 3)

a light


1 Jan07 .... anak-anak setelah subuh tertidur lagi kecapean .... :-P Akhirnya saya putuskan untuk menjelajahi kota Semarang, berjalan kaki ... :) Berbekal payung pemberian hotel, saya pun menyusuri emper-emper toko, pertokoan, rumah-rumah. Semarang masih tertidur, mungkin kelelahan setelah semalamnya berpesta semalam suntuk memperingati .... apa ya yang diperingati? 31 Des? 1 Jan? Entahlah ... :-P

Di sela-sela hujan yang turun rintik-rintik saya bertemu dengan orang yang tidur di jalanan, pemulung, pengemis – ibu-ibu tua – yang berteduh di emperan toko, sampai tukang becak yang terlelap dibuai angin pagi hari.

Berjalan terus, saya sempat menemukan pasar (pasar Depok?). Di tengah kota yang tertidur ini roda kehidupan sudah sibuk berjalan di pasar ini. Tukang becak yang hilir mudik, penjual yang membereskan jualannya, sampai para pembeli yang sudah mulai menyusuri sudut-sudut pasar. Sempat berpikir untuk masuk ke dalam pasar ini, namun becek dan payung yang besar mengurungkan niat saya. Ini mau belanja atau pamer payung? :-P

Pulang ke hotel, lelah, ngantuk, agak kedinginan, namun dengan hati yang segar. Sungguh melihat kehidupan manusia di jalan membuat kita senantiasa mensyukuri nikmat yang tiada putus dariNya.

Sampai hotel, menemui keluarga yang tersenyum penuh semangat sambil sarapan. Alhamdulillah ... :) Kami pun makan, beberes, check-out, dengan tujuan Kopeng!

Sebelum berangkat ke arah Kopeng, kami menyempatkan diri untuk mengunjungi 2 tempat, Lawung Sewu dan Sam Poo Kong. Eh kelupaan, 1 tempat lagi, toko oleh-oleh khas Semarang ... :)

Lawang Sewu, saya lenyap di antara tembok-tembok, melayang ke masa lampau. Cahaya disela-sela kegelapan, tembok yang membisu, pintu yang meranggas, kesepian yang menjerit. Sungguh bangunan yang menakjubkan. Sayang seribu sayang, pas nyampe sana langit mendung sekali .... memfoto jadi kurang maksimal ... Namun alhamdulillah saya sempat disangka fotografer professional. Gaya sih boleh ... hasil? :-P

Kuil Sam Poo Kong buat saya agak mengecewakan. Bangunannya sudah direvonasi total, sayang sekali ...

Dari situ kami sempat mencoba melongok Candi Gedong Songo. Terletak arah Selatan Semarang. Wah ... ternyata tinggi banget! Mana mobil saya lumayan gede, takut tiba-tiba meluncur ke bawah. Kabut, cahaya kelabu, angin, hujan rintik-rintik, mistis! Karena tanjakannya semakin lama semakin parah, akhirnya kami tidak meneruskan sampai ke lokasi candinya. Dari pada dari pada .. mending mending kan? :)

Tempat selanjutnya yang kami tuju adalah Rawa Pening. Parkir 2 ribu perak, dengan petugas yang sudah sangat tua. Di sini kami sempat berhenti cukup lama, menunggu saya yang larut pada suasana Rawa Pening yang ... yang .... ah lihat sendirilah fotonya ya! :)

Dari Rawa Pening, hari sudah menjelang senja, jam 5 lebih. Tujuan terakhir hari itu, Kopeng. Menyusuri jalan-jalan kecil menanjak penuh liku-liku benar-benar tantangan. Apalagi mencari Kopeng dan hotel yang disarankan teman kami, lebih tantangan lagi!

Kami sempat berhenti di depan Taman Wisata Kopeng, dan bertanya kepada dua orang ibu tua yang berjualan jagung rebus. Meski kami sama sekali tidak membeli jualan mereka, mereka sangat amat sigap membantu menunjukkan jalan. Subhanalloh ... jadi malu sendiri. Hati kita memang perlu senantiasa dibersihkan dari segala syak wasangka dan bergantung semata-mata padaNya.

Hotel Catalina, kira-kira 100 meter dari Taman Wisata Kopeng, sebelah kiri jalan. Hotelnya naik ke atas, kamar isi 3 tempat tidur 275 rb/malam, air panas, handuk bersih, teh hangat ... :) Mereka juga menyediakan makan malam (kami sampai sekitar 7.30 malam), nasi goreng yang agak aneh rasanya hehehe ...

Kopeng, dingin, angin, kabut!

Semarang - Candi Gedung Songo - Rawa Pening - Kopeng @1 Januari 2008

Tuesday, January 29, 2008

faces

faces


it was raining and cloudy
and yet my heart was full of joy
seeing these beautiful girls
happiness is written everywhere

Photo taken @ Kopeng, Central Java, Indonesia

Thursday, January 24, 2008

Telah berpulang: Ny Kastian Indriawati (istri Hidayat Nur Wahid)

Inna lillahi wa inna ilaihi ro'jiun ....

Turut berduka cita, telah berpulang ke rahmatullah, Ny Kastian Indriawati, istri pak Hidayat Nur Wahid pada usia 45 tahun. Membaca beritanya di detik.com, ribuan orang ingin mensholatkan beliau.

Terlepas pada rasa duka cita ini, menurut saya ada beberapa pelajaran dari ini:

- Berita ini tidak menjadi liputan besar di media massa
Mungkin seperti itulah nasib pejuang-pejuang besar yang berjuang di jalanNya. Meskipun media massa tidak ramai memberitakannya, Allah jua yang tahu garis apa yang almarhumah coretkan semasa hidupnya, amien.

- Usia 45 tahun
Sudah berapa usia kita? Seberapa jauh kita dari angka 45? Sudahkah kita menyiapkan diri untuk mati?

- Ribuan orang yang mensholatkan
Pemakaman dilakukan di Klaten, kota kecil, bukan Jakarta atau Bandung. Bisa kita bayangkan betapa banyaknya orang yang datang. Dan bayangan saya, orang yang datang itu kebanyakan orang kecil, yang ikhlas, yang mengenal almarhumah dari kontribusinya pada masyarakat banyak.
Sekarang coba kita bayangkan pemakaman kita sendiri, berapa kira-kira orang yang akan datang? Dan apakah mereka datang karena perjuangan dan keikhlasan kita atau karena sebab yang lain?
Bayangkan pula, apa yang akan mereka bicarakan mengenai kita? Budi baik kita, atau segala kesalahan dan keburukan kita?

Semoga berita ini bisa menjadikan kita untuk terus berjuang sebaik-baiknya dalam mengemban amanahNya di muka bumi ini, amien ...

Wednesday, January 23, 2008

Sombong

ducks on dream lake ...


Siang itu saya mengikuti sholat dhuhur, alhamdulillah tepat waktu. Kebetulan pada saat itu saya duduk di shaf depan, di sebelah kiri salah seorang pemuka mesjid. Iqomat dikumandangkan, semua berdiri. Sang pemuka menolehkan wajahnya kepada saya dan sambil tersenyum, ia mempersilahkan saya untuk menjadi imam. Merasa tidak pantas, saya mempersilahkan beliau kembali. Beliau menawarkan kembali, dan kembali saya tawarkan balik. Begitu terus sampai 4 kali, untuk kemudian akhirnya beliau melangkah ke depan, untuk menjadi imam dhuhur siang itu.

Pada saat itu ada beberapa saat terbersit rasa senang dan bangga di dalam hati saya. Kenapa saya ditanya sampai 4 kali? Apa karena penampilan saya? Reputasi saya? Raut wajah saya?

Namun saya lantas sadar dan sempat berucap astagfirullah ... siapa diri saya ini. Kenapa saya jadi bangga begini ama diri sendiri. Reputasi apa yang saya punya, saya yang bukan siapa-siapa ini. Wajah saya ... itu pinjamanNya, apa yang saya mau banggakan?

Seperti sering dikatakan Aa Gym, jangan merasa bangga jika dipuji orang. Itu semata-mata karena Allah masih berkenan menutupi keburukan dan borok kita. Kita beruntung karena Allah masih mencurahkan kasih sayangNya dan memberikan tabir untuk menutupi siapa diri kita sebenarnya.

Siapa kita, kita sendiri dan Allah jualah yang tahu. Dan kita tahu, bahwa kita sering kali alpa, sering kali lupa, sering kali berdosa, jarang bersyukur, malas menjalankan perintahNya, tidak ridho padaNya. Lalu apa yang mau kita banggakan, bahkan diri kita ini dari ujung rambut sampai ujung kaki adalah milikNya.

Astagfirullah ... saya pun lalu memulai sholat, berimam, dengan hati yang terantuk-antuk memohon ampunanNya.

Tuesday, January 22, 2008

Tour de Java 2007-2008 (bagian 2)

She


Hari kedua, bangun pagi, semua penuh semangat. Hujan, mendung tak menghalangi niat kami tuk meneruskan perjalanan maha dahsyat. Duh ... maha dahsyat ... :-P Memang sang fotografer agak murung ... maklum matahari masih sibuk saja bersembunyi di balik awan ... hehehehe

Hari itu kami mulai dengan menjelajah kota tua Semarang. Setelah sempat memutari daerah ini 2 kali, mobil kami parkir di kantor karcis kereta. Kami pun meneruskan penjelajahan kami dengan berjalan kaki. Jalan kaki melulu ... gimana ya, emang asyik tuh jalan kaki :)

Kami sempat melihat 2 orang bapak yang sibuk mancing, para pengumpul barang bekas yang sedang sibuk berdiskusi, kami juga menemukan kios ikan hias di depan pabrik rokok, melihat pabrik-pabrik tua dan berakhir di gereja Blenduk. Tukang becak sempat melintas dan menawarkan jasanya ... :)

Kota tua Semarang cukup dan sangat menarik. Cuma seperti yang lainnya, kita tidak pernah serius menjaga barang-barang kita. Kata menjaga bahkan mungkin sudah mulai lenyap dari kamus kita. Adanya instan ... instan ... instan ... instan populer, instan kaya, instan mahsyur ... :(

Dari situ kami berjalan balik untuk kemudian mampir sebentar di stasiun kereta Tawang. Bangunannya cukup menarik, namun yang luar biasa adalah adalah di situ adalah adanya 1 toko yang menjual oleh-oleh super lengkap! Namanya Bina Cafe, yang dijual seperti jenang kudus, dodol garut, brem, enting-enting Salatiga, intip goreng Jogja, kremes ubi, nopia purworkerto, spekkoek suparman, bakpia, bandeng presto, ledre pisang, wajik ... wah banyak lagi. Dan rapi banget nyusunnya! Luar biasa ....

Selesai kota tua Semarang, kami lalu meneruskan perjalanan dengan tujuan Demak dan Kudus. Penuh semangat deh pokoknya ... :) Namun karena jalan utama ke Demak banjir, kami lalu diputar ... entah kemana diputarnya ... :-P Yang pasti kami sempat menelusuri jalan kecil sekitar 1 jam. Jalannya udah berubah berapa kali, dari aspal, lalu aspal namun bolong-bolong, semi tanah, beton, lalu balik lagi ke aspal, begitu seterusnya. Di sisi jalan itu ada sungai yang setia menemani, yang dalam perjalanan kami itu sudah agak meluap ke jalan. Pas udah balik di Jakarta, baru dengar kalau berita di media massa Kudus sudah mulai banjir. Alhamdulillah kami tidak mendapat kesulitan pada hari itu ...

Yang menarik dari perjalanan di jalan kecil itu adalah hampir semua rumah bangunan berbentuk joglo. Unik dan khas sekali. Kalau lain kali tiba-tiba saya ‘ditaruh’ di jalan itu, rasanya bisa langsung bilang, ini daerah Demak!

Sampai Demak, kami langsung menuju Mesjid Agung Demak. Ah banyak sekali nikmat yang Ia berikan. Kemarin kemarin kami diberikan kesempatan berjamaah pas magrib di Mesjid Agung Demak, kali ini pas waktu Dhuhur. Subhanalloh, mesjidnya nikmat sekali, air juga melimpah ruah ... ah nikmat sekali.

Habis dhuhur, udah nyetir beberapa jam, jelas lapaaarrr ... :) Tanya ama orang di mesjid, kami berlabuh di rumah makan tak jauh dari mesjid. Nasi asem-asem dan nasi terik jadi santapan kami. Fuiih ... nasi asem-asem kelihatannya penuh dengan kolesterol ... :-P

Lepas dari Demak, kami meluncur ke Kudus. Sempat mampir di Menara Kudus (jalan-jalan di Kudus sempit-sempit yakh), dan sempat ketemu tukang parkir sekaligus udtadz. Hehehe ... habis keren banget tampangnya, baju, peci, kaca mata ... sempat mau permisi eh dia malah ngatur posisi mobil kami :-P

Dari Menara Kudus, kami mampir ke pasar tradisional Kliwon. Ceritanya mau belanja (lagi) :-P Istri beli macem-macem (macem-macem?? :-P ), ga tahu persisnya apa aja, tapi yang pasti cakep-cakep dan cantik-cantik ... :)

Perjalanan pulang, terutama Demak – Semarang cukup menyiksa. Jalannya besar beraspal, mengundang untuk mengemudi dengan leluasa (baca: ngebut), namun jalannya bergelombang dan berlubang. Benar-benar menyiksa, penumpang, mobil, dan supirnya ...

Malam hari – malam tahu baru – kami putuskan untuk diisi dengan berjalan-jalan di Simpang Lima Semarang. Sayang sorenya hujan turun lumayan lebat, sehingga tempat ini lumayan becek. Dan barangkali karena malam ini malam tahun baru, Simpang Lima penuh sesak! Ditambah dengan harga makanan yang lumayan mahal di warung-warung pinggir jalan (nasi + ayam goreng 18 ribu rek!) menjadikan malam itu agak rusuh ... untung kami berkendara becak dari/ke hotel, jadi hiburan untuk anak-anak ... :)

Malam itu akhirnya kami beristirat setelah hari yang sibuk, sesibuk tulisan ini hehehe - Capek? Jelas ... Besoknya mau jalan lagi? Jelas! :-P

Semarang - Demak - Kudus - Semarang @31 Desember 2007

Solitude

solitude


in loneliness
you can enjoy the silence
it's peaceful
in this corner of this world

Photo taken in sunrise time @ Price Rd Lake, Bartlesville

Sunday, January 20, 2008

Tour de Java 2007-2008 (bagian 1)


Mesjid Agung Semarang ba'da magrib


Alhamdulillah, akhirnya punya kesempatan menulis perjalanan berlibur kemarin ... :) Kemana sih kemaren? Naik mobil bersama keluarga dengan jalur Jakarta – Semarang – Kopeng – Jogja – Garut – Jakarta ... 9 hari ... supirnya cuma satu dan agak suka ngebut ... :-P

Hari pertama, kami meninggalkan rumah, ba’da subuh, pukul 5 pagi. Perjalanan berlangsung biasa, jalan tidak terlalu ramai. Kami masuk tol Cirebon pukul 8.45 dan terus tancap gas sepanjang tol ... :-P

Selepas Brebes, kami berhenti sebentar meluruskan badan sekalian sarapan pagi. Wisata kuliner yang pertama, sarapannya soto Tegal. Nasi sekaligus satu mangkuk dengan sotonya. Sementara sotonya sendiri ber-‘saus’ tauco (?). Tidak pedas, namun nuansanya jelas berbeda. Anak-anak cukup menikmati juga meski rasanya agak asing buat mereka. Buat saya? Enak-enak aja hehehe ...

Setelah kami melewati Pemalang, lebar jalan agak berkurang. Namun ini ditimpali oleh pemandangan yang berbeda. Sangat indah. Nuansa warna yang berbeda, warna daun padi, awan putih berarak, birunya langit, pepohonan yang tertiup angin, orang-orang yang menuai padi. Ah indah sekali .... subhanalloh, begitu indah lukisanNya. Udara cerah, horizon yang luas membentang, seakan terus mengingatkan saya kalau hidup ini indah, dan bahwa Ia Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Sayang sekali, meski indah namun saya tidak berhenti. Karena saya tahu, kalau berhenti, saya ga bisa cuma 5-10 menit, bisa-bisa 1-2 jam mencari sudut-sudut alam yang bisa dinikmati lewat ruang bidik kamera ... :)

Alhamdulillah kami bisa menerobos lalu lintas pantura (satu hal yang saya pelajari, ialah di jalan ini kalau mau nyalip justru dari kiri!!) untuk mencapai Pekalongan menjelang pukul 11 siang. Sempat agak terharu juga melihat stasiun kereta Pekalongan, mengingat nostalgia tahun lalu ... :-P, lalu kami menanyakan kepada orang-orang lokasi pasar Banjarsari. Menurut buku Lonely Planet, inilah pasar batik utama Pekalongan.

Anehnya, sepertinya orang Pekalongan ga tahu dimana pasar ini. Setiap orang memberikan petunjuk arah yang berbeda. Putar-putar ... akhirnya saya kapok nanya orang dan mobil saya arahkan ke tengah kota. Tiba-tiba anak saya berseru, “Itu pasar Banjarsari!” Ternyata pasar Banjarsari itu pasar yang ada di tengah kota, dekat stasiun kereta. Kok bisa ya orang Pekalongan sendiri ga tahu? :-P

Masuk pasar ngapain? Ya belanja lah ... :-P Kami belanja beberapa potong pakaian batik. Harga sangat menarik dengan motik yang sangat khas. Setelah sempat tersesat di satu kios (tersesat = mahal, kaya’ harga Jakarta), kami berlabuh di kios ketiga. Kiosnya kecil, namun penjualnya sangat tangkas dan gesit. Tanpa kesan terburu-buru, dia berhasil menenangkan kami untuk melihat satu per satu jualannya. Mulai dari daster, setelen wanita, kemeja pria, pakaian anak-anak, sampai kaos batik. Luar biasa ... saya sangat menikmati penampilan beliau. Menurut saya, kita bisa belajar mengenai kata profesional dari gerak-geriknya. Atau istilah lainnya, saya menemukan seorang maestro di belantara kios pasar Banjarsari Pekalongan ... :)

Selepas Pekalongan, terlihat perbedaan jalan yang kami lalui. Dari horison datar membentang, kami mulai menemui jalan naik turun, perbukitan, pohon-pohon tinggi yang biasanya kita temui di pegunungan. Sungguh menakjubkan menemui perbedaan ini. Mungkin seperti perjalanan hidup ya, tiba-tiba kita dihadapkan pada tantangan yang berbeda. Fokus kita bukan mempertanyakan perubahan itu, tapi menerimanya dan menjalani dengan penuh semangat dan keikhlasan ... :)

Alhamdulillah kami masuk Semarang pukul 2.45. Check-in di hotel, alhamdulillah saya bisa istirahat sejenak setelah menyetir cukup lama, sekitar 9-10 jam ... :)

Setelah istirahat sejenak, sore hari kami memutuskan untuk mencicipi es krim toko Oen. Wezzzz .... alhamdulillah enak banget! Dilarang ngiler ya ... sempat foto toko ini, tapi ternyata lensa saya set di manual, jadi fotonya ga ada yang jadi ... :-P

Karena banyak tempat menarik di seputar toko Oen ini seperti Chinatown, pasar, Mesjid Agung Semarang, akhirnya kami putuskan untuk melanjutkan sore itu dengan berjalan kaki. Udah seharian nginjak gas, rem, dan kopling mobil, sekarang jalan pula .... untung udah biasa genjot sepeda heheheh ...

Mutar-mutar sepanjang sore akhirnya kami magrib di mesjid Agung Semarang. Subhanalloh, nikmat sekali. Mesjidnya cukup besar, air banyak, bersih sekali. Serasa lagi di tanah suci ... :) Apalagi suara sang imam magrib yang empuk-empuk garing mengingatkan saya pada suara imam Masjidil Haram .... ah begitu banyak kenikmatan yang Ia limpahkan pada kami di hari itu.

Usai magrib, kami lalu memutuskan menelusuri jalan yang berbeda. Suasana jalannya seperti di seputar Mesjid Sunan Ampel, Surabaya. Jalan kecil, banyak toko-toko di kiri kanan yang berjualan tasbih, sajadah, kitab-kitab, kopiah, jilbab dan lain-lain.

Sempat hujan dan anak-anak agak panik karena payungnya cuma satu hehehe ... Alhamdulillah hujannya cuma sebentar. Kami lalu meneruskan perjalanan, tapi agak ragu-ragu karena jalannya bercabang ... :-P

Singkat kata, kami agak nyasar hehehe ... Jadi sempat ngomongin soal cara baca peta, cara memperhatikan tanda-tanda di jalan maupun di alam dan soal arah angin. Untung nyasarnya ga kejauhan, dan kami muncul di jalan dekat hotel.

Hari itu berakhir dengan makan sate ayam yang beken di sepanjang jalan tempat hotel kami. Satenya enak, lontongnya gede-gede, harganya OK, cuma 30 detik pula dari hotel. Alhamdulillah ... sungguh perjalanan yang sangat asyik!

Jakarta – Semarang @ 30 Januari 2008

Thursday, January 17, 2008

Menjadi Tua

subtle detail


Kalau saya sempat ke mesjid, saya sering kali menemui sosok itu. Selalu berada di shaf pertama, di sisi kiri. Selalu sudah berada di situ, jauh melewati saya yang baru bergegas ketika adzan sudah berakhir dikumandangkan.

Karena tempat favorit saya juga di kiri, cukup saya sering saya akhirnya sholat di samping beliau. Setiap kali habis sholat, ia selalu mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Tentu saja saya salam tangannya dan setiap kali saya selalu terkesan.

Meski sudah tua, namun penampilannya sangat mengesankan, berwibawa. Raut wajahnya, lintasan di matanya, senyum samarnya, dan jabatan tangannya sangat membekas di hati, tanpa ada kesan ketuaan sama sekali. Rasanya seperti habis jabat tangan ama pembesar ... :)

Namun terakhir kali saya bertemunya, ada kenyataan lain yang baru saya sadari. Mungkin karena saat itu ia sedang sakit, setiap kali ruku', sujud, dan bangun dari sujud, terasa benar oleh saya betapa sukarnya dan menderitanya ia melakukan gerakan-gerakan itu.

Penampilan yang sangat mengesankan dan berwibawa seketika terhapus dan gambaran ketuaan yang begitu terpancar. Seusai sholat, ia bahkan tidak menunjukkan minat untuk bersalaman dengan orang di kiri dan kanannya.

Kita semua saat ini rasa-rasanya masih dalam masa keemasan kita. Masih muda, masih kuat, masih penuh semangat. Sudahkah kita isi masa-masa ini dengan hal-hal berguna? Atau kita terus saja terlena dan tiba-tiba saja kita sudah menjadi tua, yang bahkan untuk membungkukpun sulit?

Atau kita senantiasa lupa bahwa hidup ini hanya memiliki satu pilihan dalam segi usia, yakni menjadi tua. Apakah kita mau membiarkan waktu itu berlalu tanpa kita manfaatkan sebaik mungkin, di jalan yang diridhoiNya? Kita sendiri yang memutuskan pilihan yang mana yang kita mau ambil, dan kita sendiri yang memikul segala konsekuensi keputusan kita.

Buat saya, kehadiran sosok itu senantiasa mengingatkan saya bahwa saya akan menjadi tua. Tinggal kembali kepada saya sendiri, mau saya apakan sisa hidup ini.

Wednesday, January 16, 2008

5 Perkara Sebelum 5 Perkara

it's flying!


“Rebutlah lima perkara sebelum datang lima perkara lain, yaitu masa muda engkau sebelum datangnya hari tua, masa sehat engkau sebelum dilanda sakit, masa kaya engkau sebelum masa miskinmu, masa lapang engkau sebelum datangnya waktu sibuk, dan masa hidup engkau sebelum datangnya saat kematian.” (Hadith Riwayat Muslim dan Tirmizi dari Amru bin Maimun r.a.)

Penceramah di kuliah subuh mengingatkan akan hadits ini ketika ada yang bertanya, bagaimana agar ia bisa konsisten dalam beribadah, terutama pada masa liburan ini.

Rebutlah 5 perkara sebelum datang 5 perkara yang lain. Jangan kita terlena, terutama pada saat kita muda, sehat, kaya, lapang, dan pada saat kita masih hidup. Terus kuatkan diri, terus perbaiki diri, kita harus lebih baik hari ini dari kemarin dan esok harus lebih baik dari hari ini.

Sang penceramah melanjutkan ceramahnya dengan mengingatkan pentingnya sistem untuk membantu kita agar tetap konsisten dan istiqomah. Sistem ini bisa berupa tugas-tugas rutin yang perlu kita kerjakan, hal-hal yang harus terus kita baca dan pahami, ataupun adanya teman yang terus saling mengingatkan.

Sang penceramah menutup tausiahnya dengan mengingatkan kembali pada pentingnya teman, saudara yang saling mengingatkan. Mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.

Yuk ... tetap konsisten ... terus berusaha untuk memperbaiki diri, dan saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran ... :)

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. QS 103.1

Tuesday, January 15, 2008

me

me


if only I could choose
i prefer to sit on the bench
forget everything
just me and open horizon

if only I'm the one who makes all decision
i much prefer to enjoy life
with wind breeze
and blue sky above me

but life is not like that
life is not always as simple and positive like that
yet i am still alive
yet i am stronger every
day, hour, minute, second

now i know
it's not the matter on what I choose
nor
what decision is made

it's my destiny
to go through them
and still can fulfill my beautiful life
with hope and fatefully

it's my destiny
and i am thankful for that

The Beneficent, the Merciful.
Thee (alone) we worship; Thee (alone) we ask for help.
Show us the straight path


Photo taken @ Riverwalk, Tulsa, OK

Sunday, January 13, 2008

Cintailah Apa yang Anda Kerjakan


Foto diambil di Ketep Pass, Kopeng, Jawa Tengah


Di hari Minggu kemaren saya dan keluarga sempat berolahraga seperti biasa. Salah satu kegiatan rutin yang biasa kita lakukan adalah bersepeda di seputar Depok. Untuk membuat acara ini menarik, biasanya kita akan mengakhiri kegiatan olahraga ini dengan mampir di warteg langganan kami. Anak-anak pesen indomie + teh manis, sementara ibu bapaknya melahap makanan warteg ... :-P

Warteg ini berlokasi di dekat pasar Kelapa Dua, Depok. Kecil, tapi cukup bersih. Yang membuat kami menyenangi tempat ini adalah karena ibu pemiliknya. Telaten, sabar, menyenangi anak-anak, dan ramah. Makanannya juga enak. Favorit saya biasanya telur, sayur sop, krupuk, .... dan sambel ... :-P

Lalu apa hubungannya neh ama judul tulisan ini? :) Seperti saya utarakan (ceile resmi bener bahasanya ...) di atas, suasana dan perlakuan sang ibu membuat kami kerasan di warteg ini. Beliau tidak sekedar berjualan, tapi beliau mengatur wartegnya ini dengan penuh hasrat, penuh rasa cinta.

Tadi, kami menyaksikan beliau memotong-motong tempe yang akan dimasak. Beliau meletakkan tempe-tempe itu dengan rapi dan penuh hati-hati. Merobek plastik yang membungkus tempe dengan tenang, tanpa ketergesaan, dan dengan pola yang tetap. Masih dengan ketenangan dan ketelitian, beliau mengukur setiap potong tempe dengan kesabaran sebelum mulai memotongnya.

Setiap potongan tempe yang telah dipotongnya, beliau susun dengan hati-hati. Potongan tempe yang akan dibuat bacem atau sayur kecap, disisihkannya di satu tempat dan lalu beliau mulai membuat potongan-potongan tempe tipis untuk digoreng. Seperti menyaksikan seorang maestro, kami menikmati - yang saya amat yakin beliau juga sangat menikmati - melihat setiap irisan pisau membelah potongan tempe, untuk potongan tempe yang tipis. Hasil potongan inipun disusun dengan rapi.

Kami tidak hanya menyaksikan 'upacara' pemotongan tempe. Kami menyaksikan seorang maestro beraksi. Kami menyaksikan seorang ibu pemilik warteg yang mengajarkan kami untuk mencurahkan segenap hasrat dan cinta terhadap pekerjaannya. Kami menyaksikan bagaimana dengan mencurahkan hasrat dan cinta, kita kan mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan terhadap apa yang kita kerjakan.

Saya menyaksikan sang ibu sambil termangu-mangu. Betapa banyak dari kita yang masih saja sibuk mencari. Mencari, mencari, ... dan mencari. Sementara betapa banyak dari kita yang sibuk menggapai sesuatu yang di luar jangkauan kita dan melupakan untuk menghargai, mencurahkan hasrat, dan mencintai apa yang ada pada kita ....

Mari ... mari ... kita temukan dan maknai makna yang tersembunyi pada setiap hal yang kita kerjakan. Buang jauh-jauh sifat ketergesaan, nikmati setiap saat yang kita lalui. Temukan, maknai, hargai, hasrati, cintai ...

Friday, January 11, 2008

Selamat Tahun Baru 1429 H

Masjid Nabawi - Madinah (4th shoot)

Selamat tahun baru 1429 H!
Semoga kita tetap diberikan kekuatan untuk senantiasa menghitung diri (muhasabah) kita dalam rangka pencarian kita terhadap ridho dan cintaNya ... amien ...


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. QS Al Hasjr 18-19.

Thursday, January 10, 2008

Confidence

confidence ...


don't worry guys
I know the path is narrow
but I know this
very well ...

trust me
I can do it

Photo taken at old harbor, Banten, West Java, Indonesia

Wednesday, January 09, 2008

Menyepi

the world in black and white


Istilah berhenti yang sering saya pakai ketika bepergian ternyata mempunyai perspektif lain. Dalam kajian yang saya ikuti, perhentian ini biasanya dimulai dari kegelisahan kita. Biasanya berasal dari ketidakpuasan terhadap apa yang terjadi dan apa yang kita terima. Kita lantas berhenti dan merenung, kenapa ini semua ini terjadi ...

Dalam perenungan kita, kita bisa memaki-maki dunia. Menyalahkan seluruh orang dan dunia ini, kecuali kita sendiri. Kita bisa pula mengatakan bahwa hidup ini tidak adil. Namun kita bisa pula mengambil sikap yang lain.

Dalam perenungan kita, kita memulai dengan menghitung diri. Siapa diri kita sebenarnya? Apa tujuan hidup kita? Kebaikan-kebaikan apa yang sudah kita lakukan? Keburukan-keburukan apa yang tak mampu kita hindari? Sudah benarkah niat kita selama ini? Apa yang telah kita lakukan dan belum lakukan kepada orang-orang yang kita cintai? Apa kesan orang-orang tentang kita sesudah kita mati? Sudahkah kita siap untuk mati?

Kita berhenti. Kita merenung. Bagaimana hubungan kita selama ini dengan Sang Pencipta? Apakah kita mampu dengan rendah hati mengakui keterbatasan diri kita? Mengakui kita adalah makhluk yang lemah? Mengakui betapa kita tak bisa hidup tanpaNya? Mengakui bahwa kita ridho dengan setiap keputusanNya? Mengakui bahwa cinta kepadaNya yang bisa menyelamatkan kita.

Kita berhenti dan merenung. Kita perlu waktu dan tempat untuk menyepi dan menyendiri. Kita memerlukan ketenangan, terhindar dari ketergesaan dan kesibukan. Kesendirian ini akan membawa kita untuk bisa lebih membebaskan diri dari hikuk pikuk dunia.

Dalam kesepian kita mengasah hati kita, mempertajam kepekaan jiwa ini dengan menghitung diri kita serta pencarian hubungan kita pada Sang Pencipta. Menangislah ... biarkan air mata itu keluar, biarkan hati nurani kita bicara ... Menangislah, untuk dosa-dosa yang kita perbuat, kesalahan kita kepadaNya, kepada orang-orang yang kita cintai, kepada pasangan kita, kepada anak-anak kita, kepada teman kita, kepada tetangga kita, kepada orang orang yang kita temui di jalan, di kantor ... Mohon ampun betapa tidak bersyukurnya kita selama ini ... betapa begitu kita melalaikan tugas kita di muka bumi ini ... Mohon diberikan kesempatan untuk memperbaiki ini semua ...

Buat saya, sholat sunnat, sholat tahajud, sholat dhuha alhamdulillah memberikan kesempatan buat saya untuk berhenti dan berhitung. Dan percaya atau tidak, mendengarkan suara diri sendiri mengaji Al Qur’an di mesjid yang sepi dan tenang sungguh akan membantu menenangkan hati ini.

Semoga dengan terus menegakkan kebiasaan yang baik ini hati kita senantiasa peka, baik kepadaNya maupun kepada ciptaanNya, dunia serta isinya yang fana ini.

Monday, January 07, 2008

Kembali ...

cloudy day @ rawa pening ..
photo taken at Rawa Pening, Central Java, Indonesia


Perjalanan cukup panjang, melelahkan, sekaligus mengasyikkan. Semoga diberikan kelapangan waktu dan umur untuk menuliskan kesan-kesannya di sini. Sekarang beberes dulu ... :)