Monday, March 31, 2008

Kualitas Pemimpin Sejati (bagian 20)

in the middle


Tulisan ini berdasarkan buku karangan John C Maxwell, The 21 Indispensable Qualities of a Leader. Tiada maksud untuk menulis ulang buku ini (takut kena urusan copyright hehehe ...), tapi lebih berupa ringkasan berdasarkan pemahaman saya .. :-O

20. Sikap Mau Diajar: Untuk Terus Memimpin, Teruslah Belajar

Yang penting adalah apa yang anda pelajari setelah mengetahui semuanya - John Wooden, pelatih basket yang masuk Hall of Fame

Anda pasti tahu Charlie Chaplin kan? Maxwell mengulas tokoh ini dalam menceritakan kualitas pemimpin yang ini. Menurut Maxwell, meski Chaplin memiliki talenta besar dan dorongan yang luar biasa, kesuksesan ditunjang oleh sikap mau diajar. Ia terus berupaya untuk tumbuh, belajar, dan menyempurnakan aktingnya.

Di masa Chaplin sebetulnya ada tokoh lain, Ben Turpin. Namun karena Chaplin terus belajar, karirnya terus naik dari aktor, sutradara, dan akhirnya eksekutif film. Ia lalu melanjutkan dengan mendirikan studio dan membangun jaringan distribusi dengan nama United Artists, perusahaan yang masih ada sampai sekarang di kancah perfilman.

Jadi bagaimana menurut Maxwell untuk mengembangkan sikap untuk mau diajar?

1. Obatilah penyakit tujuan kita
Ada orang keliru yang percaya kalau jika mereka sudah mencapai sasaran tertentu, mereka tak perlu bertumbuh lagi. Padahal seperti kata Ray Kroc: "Selama anda tetap hijau, anda akan tetap bertumbuh. Begitu anda matang, anda akan mulai membusuk".

2. Atasilah sukses anda
Harus diakui, kesuksesan menghambat kita untuk mau diajar. Para pemimpin yang efektif tahu bahwa yang membantu mereka sampai ke suatu tempat takkan membantu mereka bertahan di tempat itu.

3. Jangan ambil jalan pintas
Kata Nancy Dornan, "Jarak terjauh di antara dua titik adalah jalan pintas". Ini adalah benar, demi apapun yang berharga dalam hidup ini, ada harga yang harus kita bayar.

4. Tukarkanlah harga diri kita
Sikap mau diajar akan menuntut kita untuk mengakui bahwa kita tidak mengetahui segalanya, dan itu bisa membuat harga diri kita terluka. Selain itu, jika kita belajar, kita harus juga terus-menerus membuat kekeliruan. Namun seperti kata seorang penulis dan pengrajin ahli, Elbert Hubbard, "Kekeliruan terbesar yang dapat dibuat seseorang dalam hidupnya adalah terus-menerus takut membuat kekeliruan".

5. Jangan pernah membayar kekeliruan yang sama 2 kali
Sebagai pemimpin yang mau diajar, kita akan membuat kekeliruan. Namun kita perlu ingat akan pelajaran apa yang kita dapat darinya. Jika tidak, kita akan membayarnya lebih dari sekali.

Kata Maxwell, ketika ia kecil, ia melihat tanda di sebuah toko di Ohio "Jika anda tidak suka panen yang anda tuai, periksalah benih yang anda tabur".

Panen seperti apakah yang kita tuai? Apakah hidup dan kepemimpinan kita tampaknya semakin baik setiap harinya, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun? Atau, apakah kita terus saja berjuang hanya untuk mempertahankan diri? Kapankah terakhir kalinya anda melakukan sesuatu untuk pertama kalinya?

Sunday, March 30, 2008

To Padang with Love ... :)



Ada teman milis yang menanyakan perjalanan ini. Supaya lebih bermanfaat, sekalian aja saya pasang di sini ya ... :). Alhamdulillah pas liburan hari kepepet kemaren, 20-23 Maret kami sekeluarga diberikan kesempatan, kesehatan, dan nikmat iman untuk maen ke Padang, Bukittinggi.

Jadwal perjalanan kami cukup padat, dan sang supir mobil yang kami sewa sangat semangat mengantar kami, jadi ya ... lumayan capek juga. Capek tapi seneng hehehe ....

Jadwal perjalanan:
Hari I: Padang - Lembah Anai - Sate Mak Syukur (ga terlalu enak buat saya)- Kerajinan Pandai Sikek - Puncak Lawang- Danau Maninjau - Bukittinggi
Hari II: Lembah Harau - Istana Pagaruyung (udah ga ada istananya) - Koto Gadang (kerajinan songket) - balik ke Bukittinggi
Hari III: Ngarai Sianok - Danau Singkarak - Pantai Air Manis - Pantai Padang - Padang
Hari IV: Belanja di Padang - balik ke Jakarta

Yang terasa pertama adalah jalan di sana itu bervariasi, tapi ada beberapa jalan yang relatif kecil dan berlubang-lubang. Akibatnya, meski berjarak 30 km misalnya, waktu tempuh bisa 1.5 jam, bolak balik sudah 3 jam. Seperti ke danau Maninjau, entah berapa jam kami habiskan untuk ke sana ... :-P

Yang agak mengecewakan adalah tempat parawisata di Padang hampir semuanya belum dikelola dengan baik. Kurang terawat, kurang dioptimalkan potensinya (seperti tempat makan, wisata perahu di pantai/danau, suvenir yang unik, dll itu nyaris ga ada), juga kurang bersih.

Seperti Danau Maninjau. Dilihat dari Puncak Lawang, Subhanalloh indah sekali. Namun setelah menempuh kelok 44, terus menelusuri pinggir danau sampai ke tempat pariwisatanya, kami agak kecewa. Kotor, tidak terawat, yang berjualan juga tidak serius, tidak ada wisata naik perahu, dan lain sebagainya.

Padahal, potensi alamnya luar biasa. Bahkan ketika sekedar menyusuri jalan dari satu tempat ke tempat yang lain, saya tidak ada habis-habisnya mengagumi indahnya alam. Mulai dari langit yang biru, sawah, topografi yang menakjubkan, pegunungan yang tiada habisnya, Bukit Barisan yang berlapis-lapis, birunya pegunungan ... belum bicara pantai yang indah, lengkap dengan sunsetnya ... :)

Ini belum bicara soal wisata kuliner ... . Setiap tempat kami berhenti, kami selalu mencoba makanan yang belum pernah kami coba. Yang pasti jadi harus olahraga ekstra untuk mengimbangi yang kami makan selama 4 hari itu ... :)

Bicara biaya makan, cukup murah. Kami berlima, alhamdulillah tidak pernah makan yang biayanya sampai 100 ribu rupiah. Padahal segala udah dimakan ... :-P Untuk mobil dan supir, biayanya 300 ribu/hari, mobil kijang, belum termasuk penginapan di Bukittinggi (rumah dia di Padang) 60 ribu/hari.

Cerita lebih detilnya lihat koleksi foto-foto di flickr aja ya .. :)

Wednesday, March 26, 2008

a dream

a dream


a bridge
await us to across
a bridge
await us to reach new hope

it's a dream
and dream do come true

Photo taken @ Chatfield State Park, Denver

Tuesday, March 25, 2008

Bersyukur

autumn in colorado ...

Bersyukur
Jamil Azzaini - Kubik

Saya memiliki tukang pijat langganan di rumah. Dia seorang tunanetra, namanya Agus. Walau istrinya juga tunanetra namun ketiga anaknya sehat dan lincah. Anak pertamanya kini sudah sekolah SMP sambil ”nyantri” di salah satu pesantren besar di Bogor. Sejak kecil Agus dan istrinya sudah tidak mampu melihat indahnya dunia. Menurut pengamatan saya, kehidupan sosial ekonomi keluarga Agus di atas kebanyakan tetangganya.

Dalam kehidupan dunia kita semua memiliki dua lingkaran. Lingkaran pertama adalah lingkaran yang menguasai kita. Pada lingkaran ini kita tidak punya peran atau andil sedikitpun, semua sudah given. Contohnya, kita tidak bisa memilih siapa orang tua kita, bentuk wajah kita, buta sejak lahir, warna kulit dan rambut kita. Sejak lahirpun kita sudah dibekali memiliki kebutuhan jasmani dan naluri.

Lingkaran kedua adalah lingkaran yang kita kuasai. Kitalah yang menentukan kemana kita pergi, memilih makanan yang kita santap, mengambil atau tidak harta yang bukan milik kita. Kita juga boleh memilih pekerjaan yang sesuai dengan hati nurani kita atau tetap bekerja di perusahaan atau instansi yang sebenaranya tidak cocok dengan prinsip hidup kita. Di lingkaran ini, hidup adalah pilihan.

Di lingkaran pertama, sikap kita seharusnya adalah bersabar dan kita terima apa adanya, tak perlu disesali. Sementara di lingkaran kedua, sikap kita adalah bersyukur yakni dengan cara mengoptimalkan semua potensi yang kita miliki untuk menebar kebaikan dan manfaat kepada banyak pihak.

Bila seseorang memberikan sesuatu kepada kita dan kemudian kita berucap terima kasih, menurut saya belum bisa dikatakan bersyukur. Mengapa? Boleh jadi sesuatu yang kita terima itu kemudian tidak kita manfaatkan. Makna bersyukur yang sesungguhnya adalah ucapan terima kasih yang disertai memanfaatkan secara optimal pemberian tersebut.

Begitu pula Tuhan telah memberikan banyak nikmat dan karunia baik di alam semesta maupun yang melekat pada diri kita. Kita dikatakan bersyukur bila semua yang telah Tuhan berikan kita manfaatkan seoptimal mungkin untuk menebar kebaikan dan manfaat.

Agus terlahir buta, dia harus bersabar menerima kondisi itu. Namun Agus harus bersyukur karena masih memiliki indera lain yang bisa dimanfaatkan. Bentuk syukurkanya dia tuangkan dalam bentuk membuat usaha pijat. Dia menyediakan kamar di rumah yang dia bangun dari hasil usahanya sendiri, bahkan dia juga merekrut temannya yang juga buta untuk bekerja dengannya. Saya sering memanggil Agus untuk datang ke rumah. Selain memijat saya, kami sering berdiskusi tentang banyak hal.

Hidup adalah pilihan. Kita bisa diam saja di rumah, bermalasan-malasan, menyiapkan seribu alasan untuk tidak aktif di berbagai kegiatan, menyalahkan kondisi, bergantung pada orang lain, menjadi beban bagi orang lain, berputus asa dari berbagai ujian hidup yang kita jalani, mengharapkan keajaiban datang. Kita boleh memilih itu semua, tapi itu adalah pilihan orang yang tidak bersyukur kepada Tuhan.

Pilihan orang bersyukur adalah, proaktif, selalu mencari alternatif dan ide-ide baru, selesai satu pekerjaan beralih ke pekerjaan lainnya, selalu ingin berprestasi dan memberi yang terbaik, keberadaannya selalu ingin memberi manfaat, selalu ingin punya kader yang berilmu dan berkualitas.

Orang yang bersyukur nikmat hidupnya akan selalu ditambah oleh Sang Maha Pemberi. Contohnya Agus, karena dia bersyukur maka kehidupan sosial ekonominya jauh lebih baik dibandingkan para tetangganya. Jadi, bersyukurlah...

The Duo

the duo


the green and the blue
standing there
talking to
the nature

Photo taken @ Depok beach, Central Java, Indonesia

Wednesday, March 19, 2008

Yuk libur .... :)

it is on Nowata Rd ...


Saatnya untuk beristirahat, sejenak melepas penat, tuk menyongsong hari depan dengan semangat baru ... :)

Tetap semangat!

Tuesday, March 18, 2008

he

he


he and his reflection
fishing for life
in the middle of
rain and high tide

Photo taken @ Parangtritis beach, Central Java, Indonesia

Monday, March 17, 2008

Mengejar Impian

playing

Mengejar Impian
Andrew Ho - pembelajar.com

“When the legends die, the dreams end; there is no more greatness. – Ketika legenda sudah mati, tentu impian-impian itu juga sudah berakhir; tak akan ada lagi kejayaan.”
~ Tecumseh of the Shawnees

Setiap orang mempunyai impian. Masing-masing orang tentu memiliki impian berbeda-beda. Ada yang mempunyai impian menjadi miliarder papan atas di dunia, mempunyai bisnis yang besar, mempunyai yayasan sosial yang besar dan canggih, berpengaruh dan terkenal di seluruh jagat, menjadi profesor ternama, menemukan mesin spektakuler, menjadi pelawak terkenal di seluruh dunia, mendapatkan pasangan hidup yang kaya dan terkenal dan lain sebagainya.

Impian itu merupakan hal besar yang mungkin mustahil diwujudkan bila dilihat dalam kondisi Anda sekarang ini. Tetapi sebenarnya impian merupakan langkah menuju sukses yang teramat penting. Tentang apakah impian tersebut terwujud atau tidak semuanya ada di tangan Anda sendiri.

Ada yang lebih cepat mewujudkan impian, ada pula yang lambat, bahkan ada yang tidak berhasil karena tidak melakukan langkah apa pun untuk mewujudkan impian tersebut. Ibarat Anda mengendarai mobil menuju sebuah tujuan yaitu impian tadi, terkadang lebih cepat sampai atau lebih lambat karena kondisi jalan berkelok, bergelombang atau banyak batu sandungan. Tak jarang diantara kita tak pernah sampai ke tempat tujuan karena hanya menggerutu dan mengutuk kondisi medan jalan yang sulit ditempuh atau terlalu lama tidur di tepi jalan.

Umumnya setiap proses menuju impian terasa tidak begitu mudah dilalui. Ada saja tantangan meskipun Anda sudah melakukan yang terbaik, sehingga membutuhkan usaha yang berulang-ulang, perhatian dan perjuangan ekstra. Tantangan tersebut bukanlah kegagalan. Bahkan bila kita cermati, tantangan itu membentuk diri Anda menjadi lebih baik dalam berbagai hal.

Jadi jangan mudah putus asa dan kehilangan keberanian untuk mencoba lagi mewujudkan impian. Tingkatkan kemauan Anda. Maka pintu kesempatan untuk mewujudkan impian akan selalu terbuka lebar.

Jonathan, teman saya semasa SMA begitu mencintai dunia bisnis dan bermimpi untuk mengabdikan hidupnya di dunia tersebut. Beberapa tahun kemudian usahanya berkembang pesat dan menggurita. Hidupnya bergelimang kesuksesan.

Namun di usia 40 tahun ia tersadar akan impiannya mengabdi di dunia pendidikan. Sehingga ia memutuskan untuk kembali menempuh pendidikan. Kemudian ia berhasil menyelesaikan pendidikan S2 dan S3. Saat ini ia sudah menjadi seorang profesor di sebuah universitas ternama di Malaysia. “Setelah mengelilingi seputaran, baru aku temui diriku yang sebenarnya. Kini aku memulai kehidupanku yang baru,” katanya.

Sebenarnya masih banyak lagi contoh orang-orang yang sudah berhasil meraih impian. Jika mereka berhasil, lalu mengapa sebagian besar diantara kita belum mencapainya? Seperti yang sudah saya singgung tadi, jawabannya adalah karena kita belum melaksanakan tindakan untuk menjemput impian tersebut.

Tindakan yang saya maksud adalah melakukan sesuatu untuk mendekatkan diri pada tujuan. Jika tidak dapat melakukan tindakan secara lebih cepat, Anda dapat memulainya secara perlahan. Tetapi pastikan Anda selalu melakukan sesuatu untuk tiba pada impian itu.

Belajar dari salah seorang teman saya yang bermimpi suaminya kelak adalah pria yang sukses dalam karir dan mencintai dirinya sepenuh hati. Oleh sebab itu ia sangat berhati-hati memilih teman dekatnya. Sampai-sampai mayoritas teman-teman dan kerabatnya pesimis, karena di usia sudah memasuki 30 tahun ia belum menemukan pendamping.

Tetapi kemauannya begitu kuat dan tidak pernah putus asa mencari sekaligus menunggu. Di usia 35 tahun barulah ia berhasil menemukan pria yang dia impikan. Meskipun agak terlambat, tetapi ia berhasil mendapatkan apa yang sangat ia dambakan. Bahkan sekarang kebahagiaannya semakin lengkap setelah dikaruniai seorang anak lelaki.

Selain tindakan, untuk sampai kepada impian juga butuh sikap konsisten. Artinya Anda siap menghadapi tantangan dalam proses pencapaian impian, sekalipun Anda harus keluar dari zona nyaman. “In Dreams Begin Responsibilities. Tanggung jawab bermula dari sebuah impian,” kata Delmore Schwartz. Sekali Anda bersikap konsisten, maka Anda akan selalu menemukan kekuatan untuk terus melanjutkan perjuangan hingga tiba pada tujuan.

Seperti teman saya lainnya sebut saja Desi, meskipun baru berusia 30 tahun ia mempunyai karir sangat cemerlang dan mempunyai keluarga yang harmonis. Hidupnya sukses dan bahagia. Tetapi ia masih mempunyai impian untuk menyelesaikan pendidikan sarjana yang tertunda sejak 7 tahun yang lalu.

Demi mengejar impian tersebut ia tidak segan keluar dari zona nyaman. Sebagaimana Jiminy Cricket menyatakan, “When your heart is in your dreams, no request is too extreme. – Ketika impian itu tertanam di hati Anda, tak kan ada yang terasa berat untuk dilakukan.” Oleh sebab itu, Desi justru menikmati aktivitasnya belajar di sebuah universitas swasta di Jakarta dua kali dalam satu minggu. Sesampainya di rumah ia juga masih menyempatkan diri untuk belajar. Motivasinya semata-mata hanya ingin mengejar impian yang tertunda, bukan sekedar mencari selembar ijasah atau tergiur posisi lebih strategis di kantor setelah mendapatkan gelar sarjana nanti.

Impian mungkin hanya merupakan khayalan belaka. Tetapi jika impian tersebut disertai dengan tindakan, sikap konsisten, dan kemauan untuk berjuang keras meskipun harus keluar dari zona nyaman ditambah dengan rasa syukur dan doa maka akan menjadikan diri kita lebih pintar, kreatif dan kehidupan kita lebih terarah. Jika Anda ingin meningkatkan produktivitas diri dan kualitas kehidupan, maka pastikan Anda mempunyai impian dan berusaha maksimal untuk mengejarnya.

Sunday, March 16, 2008

Resensi Musik: Bread



Dalam perjalanan ke mancanegara akhir tahun kemarin, selain berburu foto, saya menyempatkan diri mampir di toko CD. Kali ini target saya adalah musik jazz, terutama yang sulit dicari di Indonesia ... :) Namun, niat ini agak melenceng sedikit ketika saya menemui CD kumpulan lagu-lagu Bread. Teringat lagu Aubrey, tangan saya - tanpa sadar lho - mengambil CD dan mengantarkan ke kasir. Tangan yang sama pula mengelurkan dompet untuk membayar CD tersebut ... :-P

Dengar-dengar di rumah, lagu-lagunya Bread agak mirip-mirip. Enak-enak sih hehehe .... . Peralatan musiknya masih sederhana, maklum band tahun 70-an :). Suaranya empuk, harmonisasinya cukup indah dan nikmat. Namun yang terutama bikin saya tercengang adalah kualitas lirik-lirik lagunya. Sungguh puitis ... menurut ini salah satu kekuatan band ini ... lirik lagu yang sederhana, puitis, dan menyentuh ... :)

Ini lagu sangat populer jaman saya masih muda :-P .. met menikmati ...

If
Bread

If a picture paints a thousand words,
Then why can't I paint you?
The words will never show the you I've come to know.

If a face could launch a thousand ships,
Then where am I to go?
There's no one home but you,
You're all that's left me too.

And when my love for life is running dry,
You come and pour yourself on me.

If a man could be two places at one time,
I'd be with you.
Tomorrow and today, beside you all the way.

If the world should stop revolving spinning slowly down to die,
I'd spend the end with you.
And when the world was through,

Then one by one the stars would all go out,
Then you and I would simply fly away

Friday, March 14, 2008

Khutbah 15 Feb 2008 - Kekasih / Wali Allah SWT

resting boats


Khutbah 15 Feb 2008 - Kekasih / Wali Allah SWT

Cirinya: Tidak ada rasa takut atau resah gelisah, seperti dijelaskan pada QS 10:62:
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Hadits Bukhari yang diriwayatkan Abu Hurairah:
"Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman - dalam Hadis qudsi : "Barangsiapa memusuhi kekasihKu, maka Aku memberitahukan padanya bahawa ia akan Ku perangi - Ku musuhi."

Bagaimana supaya menjadi wali Allah SWT:
  • Selalu melaksanakan yg disuruh Allah tanpa kecuali, secara konsisten, tanpa pertimbangan waktu, tempat, atau semata karena ada keinginan2 tertentu. Termasuk yang disuruh Allah SWT ini ibadah (hubungan denganNya), muamalah (hubungan sesama manusia), dan menjaga alam.
  • Selalu menjaga dalam menjalankan ibadah sunnah. Sunnah seperti aksesoris, yang berfungsi melengkapi dan menutupi ibadah wajib kita

Janji Allah SWT terhadap kekasihnya:
  • Allah SWT menjadi lidah, tangan, kaki kita
  • Kalau kita berdoa, diperkenankan. Kalau kita memohon pertolongan, dilindungi

Hidup kebanyakan dari kita:
  • Dipenuhi rasa takut: Contoh, punya anak yang sedang sekolah, takut ga lulus. Sudah lulus, takut ga dapat kerja. Sudah kerja, takut kena PHK, dst. Ini dijelaskan dalam QS Al Baqarah 155:
    Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
  • Dipenuhi rasa gelisah. Sementara bagi wali Allah SWT jika ada yang diambil, berarti amanah sudah diambilNya, tidak ada keraguan apalagi penyesalan. Yang ada justru selalu mensyukuri apa ada yang ada.

Langkah ke depan:
  • Coba laksanakan ibadah wajib dengan konsistensi dan jangan mudah terpengaruh
  • Coba laksanakan ibadah yg sunnah, utk melengkapi dan menutupi yg kurang. Jangan tunda keinginan beribadah sunnah, belum tentu kesempatan itu datang lagi

Thursday, March 13, 2008

Berhitung

the crowd ...


Beberapa waktu yang lalu di ceramah subuh pagi yang saya ikuti, sang penceramah bercerita bahwa ada orang yang matanya tidak bisa mengeluarkan air mata. Sederhana sekali ya. Cuma efeknya sungguh luar biasa. Itu mata kalau secara rutin tidak mendapatkan air mata (dilumasi) niscaya akan kering dan rusak. Sang penceramah bercerita, bahwa orang itu harus membawa alat kemana-mana untuk rutin membasahi matanya ...

Ini baru mata. Belum bicara misalnya kulit kita yang secara rutin berganti, kelenjar di telinga, air liur di mulut dan seterusnya. Lalu mungkin kita mulai berpikir tentang peletakan alis yang di atas dan bukan di bawah mata, telinga yang sejajar dengan hidung, lubang hidung yang posisinya di kiri dan kanan, ah banyak lagi ...

Jeffrey J Fox - pendiri sebuah konsultan manajemen terkemuka, duduk di posisi atas di berbagai perusahaan seperti Loctite, Pillsbury, Heublein, Inc, juga sebagai pengajar di Harvard Business School - dalam bukunya How to Become CEO, menulis 75 tips, dan salah satunya adalah keharusan untuk berfikir 1 jam sehari. Ya untuk menjadi CEO, kita harus menyediakan waktu khusus 1 jam, setiap hari.

Lalu apa revelansi dengan paragraf pertama? Menurut saya, kembali pada tema merenung, tema berhenti, tema untuk selalu bersyukur. Kita memang perlu dan dituntut untuk berhenti secara rutin. Apalagi jika kehidupan kita sudah sedemikian biasanya, sedemikian rutinnya, sehingga tanpa berfikirpun kita sudah bisa membawa diri melewati waktu.

Apa yang kita kerjakan pada saaat berhenti, saat merenung? Kita lepaskan diri dari dunia yang fana ini dan menghitung diri. Benarkah langkah kita hari ini? Apa saja hal yang kita musti syukuri hari ini? Apakah kita menyakiti hati orang lain? Apakah ada kata-kata yang terlepas dari mulut ini yang tidak kehendaki? Apa ada suratan di hati yang menjadikan kita jadi iri, benci, berprasangka pada orang lain? Apakah kita sudah berbaik sangka kepadaNya? Apakah kita sudah berbuat baik kepada keluarga kita, teman kita, tetangga kita, orang yang kita temui di jalan? Apakah kita hari ini lebih baik dari kemarin? Apa rencana kita besok? Apa rencana hidup kita, sudahkah kita memilikinya?

Air mata kita mungkin kan menetes. Hati kita mungkin kan guncang menyaksikan betapa buruknya perlakuan kita pada diri kita sendiri hari ini. Kita pun mungkin kan mulai menyesali kejadian yang terlepas dari kontrol kita.

Kita manusia biasa yang sangat dekat dengan kealpaan dan kesalahan. Air mata, keguncangan hati, penyesalan itu, semoga menjadi pertanda penerimaan kita terhadap kesalahan-kesalahan kita dan semoga menjadi titik tolak untuk menjadi hari esok menjadi lebih baik.

Apa yang terjadi pada cermin yang tidak pernah dibersihkan? Dari hari ke hari, debu yang menempel di cermin itu makin tebal. Semakin tebal sehingga kita semakin sulit berkaca Sebaliknya, bagaimana dengan cermin yang selalu diseka, diseka dengan hati-hati sehingga tidak ada setitik debu pun yang tertinggal? Niscaya dengan mudah kita bisa bercermin, melihat diri kita sebaiknya-baiknya.

Berhenti, merenung, mensyukuri hidup ini bak membersihkan cermin, hati kita. Makin sering kita bersihkan, makin mudah kita untuk melihat diri kita, dan makin mudah bagi kita untuk melihat kesalahan-kesalahan kita dan memperbaiki diri. Kalau tidak diperbaiki, bukankah kita akan malu melihat kesalahan itu lagi esok hari, ketika kembali bercermin pada hati kita?

Semoga kita senantiasa termasuk orang-orang yang selalu menyempatkan diri untuk mehitung dan memperbaiki diri ...

Wednesday, March 12, 2008

Kualitas Pemimpin Sejati (bagian 19)

relaxing afternoon


Tulisan ini berdasarkan buku karangan John C Maxwell, The 21 Indispensable Qualities of a Leader. Tiada maksud untuk menulis ulang buku ini (takut kena urusan copyright hehehe ...), tapi lebih berupa ringkasan berdasarkan pemahaman saya .. :-O

19. Kepelayanan: Agar Maju, Dahulukan Orang Lain

Pemimpin sejati melayani. Melayani orang lain. Melayani kepentingan mereka, dan dalam melakukannya takkan selalu populer, takkan selalu mengesankan. Namun karena pemimpin sejati itu dimotivasi oleh keprihatinan yang penuh kasih ketimbang hasrat mencapai kemuliaaan pribadi, mereka rela membayar harganya - Eugene B Habecker, penulis

Dalam menceritakan kualitas ini, Maxwell mengambil 1 contoh peristiwa yang melibatkan Jenderal Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, Norman Schwarzkopf. Kejadian itu terjadi di Vietnam, tepatnya di tempat yang dikenal dengan nama Semenanjung Pinansula. Daerah ini telah menjadi medan pertempuran selama 30 tahun, dan penuh dengan ranjau yang telah memakan banyak korban.

Pada 28 Mei 1979, seorang tentara terluka karena ranjau, dan Schwarzkopf pun terbang ke lokasi. Sementara helikopter sibuk mengevakuasi serdadu yang terluka itu, satu lagi serdadu menginjak ranjau, sehingga kakinya luka parah. Serdadu ini berguling-guling di tanah kesakitan. Saat itulah baru semua orang sadar, bahwa saat itu mereka sedang berada di ladang ranjau.

Schwarzkopf percaya kalau serdadunya itu bisa selamat - namun hanya jika ia tak berguling-guling di atas tanah. Hanya 1 hal yang bisa ia lakukan, mengejarnya dan menghentikannya. Ia menulis:
"Saya berjalan melalui lapangan ranjau itu, selangkah demi selangkah, sambil mengamati tanah, kalau-kalau ada gundukan yang tersembul dari bawah tanah. Lutut saya gemetar keras setiap kali saya melangkah, sehingga saya harus mencengkramnya dengan kedua tangan saya sebelum saya melangkah lagi ... rasanya seperti 1000 tahun sebelum akhirnya saya berhasil menyusul serdadu itu"

Kata Maxwell, kualitas yang diperlihatkannya di sini bisa digambarkan sebagai tindakan kepahlawanan, keberanian, bahkan kenekadan. Namun menurut Maxwell, kata yang paling tepat adalah kepelayanan. Di hari itu, satu-satunya cara agar ia efektif sebagai seorang pemimpin adalah melayani serdadu yang mengalami kesulitan.

Jadi, bagaimana cara agar kita bisa memiliki kualitas ini? Menurut Maxwell:

1. Dahulukan kepentingan orang lain ketimbang agenda diri sendiri
Ini tidak cukup dengan rela menunda kepentingan diri, tapi lebih dari itu, dengan sengaja mencari tahu kebutuhan orang lain, sengaja menawarkan diri untuk membantu, dan dapat menerima bahwa keinginan mereka itu penting.

2. Memiliki keyakinan untuk melayani

3. Menginisiatifkan pelayanan bagi orang lain
Boleh dikata, semua orang akan melayani jika terpaksa atau dalam keadaan krisis. Namun sungguh kita bisa melihat orang yang melakukan ini dengan hati tulus ikhlas, tanpa mengharapkan balasan.

4. Tidak terlalu mementingkan posisi
Ketika Schwarzkopf melangkah ke lapangan ranjau, pangkat tidak dipikirkannya sama sekali. Yang ada hanya seseorang yang berusaha menolong orang lain. Kalaupun ada, posisinya sebagai pemimpin justru memberinya rasa tanggung jawab lebih besar untuk melayani.

5. Melayani atas dasar kasih dan sayang

Jadi, bagaimana kita bisa memulai mengembangkan kualitas ini? Berikut langkah-langkah yang dianjurkan oleh Maxwell:
- Berhentilah memerintah orang, dan mulailah mendengarkan mereka
- Berhentilah bersandiware demi kemajuan karir, dan mulailah mengambil resiko demi kepentingan orang lain
- Berhentilah bersikap suka-suka, dan mulailah melayani orang lain
- Lakukan/mulailah dari yang kecil-kecil
- Bertindak, dari sekarang juga

Sunday, March 09, 2008

Tersenyum

Smile


Kata ini mengingatkan saya pada salah satu saran (feedback) yang saya terima di penghujung 2006 (waktu berlalu begitu cepat ya ...). Katanya saya kurang sering tersenyum ... . Wah, sempet kaget juga dapat saran seperti ini? Rasanya udah sering ah, dibanding masa lalu (berarti sebelum 2006, waktu benar-benar cepat berlalu) ... saya sempat protes dalam hati.

Tapi saran adalah saran. Kalau mau protes mah, mending ga usah minta saran ... :-P Berbekal saran itu, di 2007 lalu saya memantapkan tekad, untuk mencoba senantiasa tersenyum, mencoba tuk melonggarkan otot pipi ini, agar mudah dan tulus dalam tersenyum.

Di akhir 2007, kembali saya minta saran, kritik balik. Alhamdulillah, salah seorang teman kantor kali ini mengatakan kalau kini saya murah senyum. Alhamdulillah ... senyum mengembang membaca komentar beliau ... :)

Yang baru saya sadari belakangan ini, ternyata tersenyum itu sangat menyenangkan. Sangat menyenangkan :) Bukan hanya tersenyum itu, tapi seluruh prosesnya. Mulai dari proses belajarnya, bagaimana otot-otot pipi yang tadinya kaku ini (namanya juga orang Batak hehehe) menjadi rileks dan secara alamiah bisa menarik pipi dan bibir ini untuk tersenyum. Lalu bagaimana otot ini secara perlahan-lahan mendesak dan mendorong hati ini untuk turut tersenyum dan memancarkannya di wajah kita. Oh ya, ini perlu perjuangan lho ... apalagi buat saya yang sudah sekian tahun terbiasa dengan wajah serius bin tegang ... :-P

Proses lain ialah bagaimana kita melemparkan senyum itu. Saya belajar tersenyum pada tukang parkir, pada petugas saat bayar parkir, pada keamanan yang mau memeriksa mobil, pada supir angkot, pada tukang ojek, pada tukang yang sedang bekerja di rumah tetangga, pada tukang nasi goreng cek-cek (atau dok-dok buat sebagian daerah hehehe), pada teman kantor, pada orang yang saya temui di lift, pada kasir dan pelayan tempat saya makan siang, pada istri, pada anak-anak, pada tetangga, pada para bapak-bapak di mesjid ...

Dimulai dari kesulitan saya untuk mulai tersenyum, perlahan-lahan saya mulai (dan sangat) menikmati reaksi balik dari orang-orang yang saya temui. Ada yang segera membalas dengan tulus, ada yang heran (siapa sih ini orang, kok senyam-senyum), ada yang ragu-ragu (eng ... ini bapak kerja di sini kaya'nya deh), sampai ada yang diam saja (kaya'nya karena bingung ....).

Sekarang, saya sangat menikmati untuk tersenyum. Setiap kali saya tersenyum, rasanya saya baru saja membuang keletihan dan ketegangan dari diri saya. Tentu saja saya tidak membuang ke orang yang saya senyumi (bener ga nih bahasanya? :) ). Keletihan dan ketegangan itu menguap saja di udara. Lalu, ketika mendapat senyuman balik, saya seperti mendapat energi baru, mendapat tepukan di bahu yang mengatakan, hidup ini indah, teruskan semangatmu!

Jadi ... tersenyumlah. Sebanyak mungkin. Ke siapa saja. Tersenyum. Setiap saat ... :)

Wednesday, March 05, 2008

is it going to be a storm?

is it going to be a storm?


we stood by the lake
is it going to be a storm? I asked
yes, he answered
while nodded his head

Photo taken @ Rawa Pening, Central Java, Indonesia

Sunday, March 02, 2008

Di Balik Mendung



Rute rumah - mesjid yang hanya memakan waktu kurang dari 2 menit, memberikan hikmah yang seakan tidak ada habisnya. Siang Sabtu kemarin, saya dan anak saya berangkat untuk sholat dhuhur. Sewaktu berangkat, sudah agak ragu-ragu, perlu bawa payung ga ya? Akhirnya kami ga bawa payung ... biasa, kaya'nya kurang keren kalau bawa payung :-P

Sampai di mesjid sambil menunggu orang-orang sholat sunnat, kami sempat melongok langit yang kian kelam dari lantai dua mesjid. Awan tebal, berlapis, putih, hitam, putih. Sempat kami hitung, ada 14 lapis. Lalu ada pula awan gelap yang bergerak cepat di angkasa ... seakan takut akan kehujanan ...

Anak saya terus bersemangat melihat awan sementara saya lantas teringat ayat yang baru saja dibahas di kantor ... subhanalloh ... saya terpukau adalah nuansa dan kekuatanNya pada tumpukan awan itu ...

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. QS Al Baqarah 164.

Saat sholat tiba, kami pun sholat. Di tengah sholat, hujan lalu turun dengan derasnya. Ditemani angin yang cukup kencang pula. Namun seiring dengan selesainya kami sholat, sang hujan dengan perlahan menurunkan temponya. Subhanalloh ... sungguh mudah bagi Ia untuk mengatur ini semua ....

Seusai sholat, kamipun asyik menonton langit dan alam sambil menunggu hujan reda. Awan berlapis-lapis telah lenyap digantikan oleh butiran air yang turun dan langit yang kelabu. Lalu perlahan suasana lain menyeruak sekeliling kami, hati kami, jiwa kami ....

Kami seperti sedang di Kopeng. Keheningan yang nyaman di udara, kabut di puncak-puncak genteng rumah, butiran air yang sampai ke tanah, ke genteng, ke pohon, ke rumput dengan irama yang tetap, binar-binar di air yang menggenang. Air yang bergerak seperti mesin berjalan di genteng sebelum akhirnya jatuh ke tanah, tetesan yang berbelok dahulu di ujung genteng sebelum akhirnya harus jatuh ....

Siang itu indah sekali. Hujan, titik air yang jatuh, air yang menggenang di sana sini, tanah, ranting, rumput yang basah, angin sepoi-sepoi ... suasana sepi tenggelam bersama alam ... sampai akhirnya di kejauhan istri terlihat datang untuk menjemput kami. Subhanalloh ... Sungguh kita harus senantiasa bersyukur ...

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. QS Al Baqarah 152.

Kebahagiaan itu tidak ada dimana-mana ... ia ada di hati ini ... ada di hati ini ... bukalah hati kita tuk menemukannya ... :)