Sunday, November 30, 2008

Niat dan Sabar

somewhere out there


Om blog, mohon maaf ga sempat-sempat nulis. Kebanyakan acara wiken, waktu jadi habis dan ga tersisa buat nulis ... :D Apa kabar om dan teman-teman? Semoga senantiasa dalam ridhoNya, senantiasa berjuang untuk selalu memperbaiki diri, meluruskan niat bahwa pada akhirnya hidup ini tak lain tak bukan hanya untuk mencari ridhoNya ...

===
Dalam salah satu pengajian pagi yang saya 'ikuti' sang penceramah mengingatkan 2 hal sederhana. Beliau mengutarakannya hanya dalam tempo yang singkat, namun sungguh membekas di hati ... semoga, amiiin ...

Yang pertama, setiap kali kita mau melakukan sesuatu, periksa dulu niatnya. Apa karena dan untuk Allah atau untuk yang selain Allah?

Yang kedua, sabar adalah kata yang simpel. Namun, ia adalah ibadah yang sulit, sangat sulit. Kita diminta mengekang keinginan, hasrat kita. Dengan ganjaran dan harapan akan sesuatu yang baik - menurut agama - menunggu kita di akhir. Padahal kita adalah manusia, zat yang penuh dengan keinginan.

===
Sederhana namun sungguh tidak mudah melakukannya ...

Wednesday, November 26, 2008

autumn

autumn

silent in harmony
peace in the sky, earth, in the heart

time is stopped
allowing you to appreciate
how beautiful life is

Photo taken @ Chatfield State Park, Denver

Monday, November 24, 2008

Menjadi Yang Paling Dicintai

fresh


Menjadi Yang Paling Dicintai

Muhammad Nuh - dakwatuna.com

”Bukan daging-daging unta dan darahnya itu yang dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya…” (Al-Hajj: 37)

Maha Agung Allah yang Menciptakan kehidupan dengan segala kelengkapannya. Ada kelengkapan pokok, ada juga yang cuma hiasan. Sayangnya, tak sedikit manusia yang terkungkung pada jeratan kelengkapan aksesoris.

Berkurbanlah, Anda akan menjadi yang paling kaya
Logika sederhana manusia kerap mengatakan kalau memberi berarti terkurangi. Seseorang yang sebelumnya punya lima mangga misalnya, akan berkurang jika ia memberikan dua mangga ke orang lain. Logika inilah yang akhirnya menghalangi orang untuk berkurban.

Jika bukan karena iman yang dalam, logika ini akan terus bercokol dalam hati. Ia akan terus menenggelamkan manusia dalam kehidupan yang sempit, hingga ajal menjemput. Sulit menerjemahkan sebuah pemberian sebagai keuntungan. Sebaliknya, pemberian dan pengorbanan adalah sama dengan pengurangan.

Rasulullah saw. mengajarkan logika yang berbeda. Beliau saw. mengikis sifat-sifat kemanusiaan yang cinta kebendaan menjadi sifat mulia yang cinta pahala. Semakin banyak memberi, orang akan semakin kaya. Karena kaya bukan pada jumlah harta, tapi pada ketinggian mutu jiwa.

Rasulullah saw. mengatakan, “Yang dinamakan kekayaan bukanlah banyaknya harta benda. Tetapi, kekayaan yang sebenarnya ialah kekayaan jiwa (hati).” (HR. Abu Ya’la)

Berkurbanlah, Anda akan menjadi orang sukses

Sukses dalam hidup adalah impian tiap orang. Tak seorang pun yang ingin hidup susah: rezeki menjadi sempit, kesehatan menjadi langka, dan ketenangan cuma dalam angan-angan. Hidup seperti siksaan yang tak kunjung usai. Semua langkah seperti selalu menuju kegagalan. Buntu.

Namun, tak sedikit yang cuma berputar-putar pada jalan yang salah. Padahal, rumus jalan bahagia sangat sederhana. Di antaranya, kikis segala sifat kikir, Anda akan menemukan jalan hidup yang serba mudah.

Allah swt. berfirman, “Ada pun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan ada pun yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” (Al-Lail: 5-10)

Kalau jalan hidup menjadi begitu mudah, semua halangan akan terasa ringan. Inilah pertanda kesuksesan hidup seseorang. Semua yang dicita-citakan menjadi kenyataan. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “…dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang sukses.” (Al-Hasyr: 9)

Berkurbanlah, Anda akan sangat dekat dengan Yang Maha Sayang
Sebenarnya, Allah sangat dekat dengan hamba-hambaNya melebihi dekatnya sang hamba dengan urat lehernya. “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya.” (Qaaf: 16)

Namun, ketika ada hijab atau dinding, yang dekat menjadi terasa sangat jauh. Karena hijab, sesuatu menjadi tak terlihat, tak terdengar, bahkan tak terasa sama sekali. Dan salah satu hijab yang kerap menghalangi kedekatan seorang hamba dengan Penciptanya adalah kecintaan pada harta.

Islam tidak mengajarkan umatnya untuk tidak berharta. Atau, menjadi miskin dulu agar bisa dekat dengan Allah swt. Tentu bukan itu. Tapi, bagaimana meletakkan harta atau fasilitas hidup lain cuma di tangan saja. Bukan tertanam dalam hati. Dengan kata lain, harta cuma sebagai sarana. Bukan tujuan.

Karena itu, perlu pembiasaan-pembiasaan agar jiwa tetap terdidik. Dan salah satu pembiasaan itu adalah dengan melakukan kurban. Karena dari segi bahasa saja, kurban berasal dari kata qoroba-yaqrobu-qurbanan artinya pendekatan. Berkurban adalah upaya seorang hamba Allah untuk mengikis hijab-hijab yang menghalangi kedekatannya dengan Yang Maha Sayang.

Berkurbanlah, Anda akan menjadi yang paling dicintai
Setiap cinta butuh pengorbanan. Kalau ada orang yang ingin dicintai orang lain tanpa memberikan pengorbanan, sebenarnya ia sedang memperlihatkan cinta palsu. Cinta ini tidak pernah abadi. Cuma bergantung pada sebuah kepentingan sementara.

Allah swt. Maha Tahu atas isi hati hamba-hambaNya. Mana yang benar-benar mencintai, dan mana yang cuma main-main. Dan salah satu bentuk keseriusan seorang hamba Allah dalam mencari cinta Yang Maha Pencinta adalah dengan melakukan pengorbanan. Bisa berkorban dengan tenaga, pikiran, dan harta di jalan Allah. Dan sebenarnya, pengorbanan itu bukan untuk kepentingan Allah. Allah Maha Kaya. Justru, pengorbanan akan menjadi energi baru bagi si pelaku itu sendiri.

blue

blue

life is simply beautiful, isn't it?

Photo taken @ a garden, Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Thursday, November 20, 2008

fresh

fresh


if we ever wondering
what's the purpose of things created
one of it, is to remind us
to appreciate, how beautiful life is

Photo taken @ a garden in Bandung, West Java, Indonesia

Wednesday, November 19, 2008

along the journey

along the journey


along the journey
you see horizon, rice field,
mountain, clouds,
blue sky

it reminds you to one thing,
only one thing
the Most Gracious, Most Merciful

Photo taken from a moving car @ Padang, West Sumatra, Indonesia

Sunday, November 16, 2008

the beauty

the beauty


harmony and peace
in the air

Photo taken @ Keraton Jogjakarta, Indonesia

Thursday, November 13, 2008

no entry

no entry


is it bad or good news?

Photo taken @ Kampung Naga, Tasikmalaya, West Java, Indonesia

Monday, November 10, 2008

harvest time

harvest time ...


those who plant rice
will harvest rice

what do you plant
throughout your life?

Photo taken @ Kampung Naga, Tasikmalaya, West Java, Indonesia

Thursday, November 06, 2008

Sadar dengan Sebuah Kehilangan

littlehouse on the prairie


Sadar dengan Sebuah Kehilangan
Muhammad Nuh - dakwatuna.com

“Orang yang pandai adalah yang senantiasa mengoreksi diri dan menyiapkan bekal kematian. Dan orang yang rendah adalah yang selalu menurutkan hawa nafsu dan berangan-angan kepada Allah.” (At-Tirmidzi)

Maha Besar Allah Yang menghidupkan bumi setelah matinya. Air tercurah dari langit membasahi tanah-tanah yang sebelumnya gersang. Aneka benih kehidupan pun tumbuh dan berkembang. Sayangnya, justru manusia mematikan sesuatu yang sebelumnya hidup.

Tanpa terasa, kita sudah begitu boros terhadap waktu
Trend hidup saat ini memaksa siapapun untuk menatap dunia menjadi begitu mengasyikkan. Serba mudah dan mewah. Sebuah keadaan dimana nilai kucuran keringat tergusur dengan kelincahan jari memencet tombol. Dengan bahasa lain, dunia menjadi begitu menerlenakan.

Tidak heran jika gaya hidup perkotaan menggiring orang menjadi manja. Senang bersantai dan malas kerja keras. Di suasana serba mudah itulah, waktu menjadi begitu murah. Detik, menit, jam, hingga hari, bisa berlalu begitu saja dalam gumulan gaya hidup santai.

Sebagai perumpamaan, jika seseorang menyediakan kita uang sebesar 86.400 rupiah setiap hari. Dan jika tidak habis, uang itu mesti dikembalikan; pasti kita akan memanfaatkan uang itu buat sesuatu yang bernilai investasi. Karena boleh jadi, kita tak punya apa-apa ketika aliran jatah itu berhenti. Dan sangat bodoh jika dihambur-hamburkan tanpa memenuhi kebutuhan yang bermanfaat.

Begitulah waktu. Tiap hari Allah menyediakan kita tidak kurang dari 86.400 detik. Jika hari berganti, berlalu pula waktu kemarin tanpa bisa mengambil waktu yang tersisa. Dan di hari yang baru, kembali Allah sediakan jumlah waktu yang sama. Begitu seterusnya. Hingga, tak ada lagi jatah waktu yang diberikan.

Sayangnya, tidak sedikit yang gemar membelanjakan waktu cuma buat yang remeh-temeh. Dan penyesalan pun muncul ketika jatah waktu dicabut. Tanpa pemberitahuan, tanpa teguran.

Allah SWT berfirman, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (dari Allah SWT).” (QAS Al-Anbiya’: 1)

Tanpa terasa, kita kian jauh dari keteladanan Rasul dan para sahabat
Pergaulan hidup antar manusia memunculkan tarik-menarik pengaruh. Saat itulah, tanpa terasa, terjadi pertukaran selera, gaya, kebiasaan, dan perilaku. Semakin luas cakupan pergaulan, kian besar gaya tarik menarik yang terjadi.

Masalahnya, tidak selamanya stamina seseorang berada pada posisi prima. Kadang bisa surut. Ketika itu, ia lebih berpeluang ditarik daripada menarik. Tanpa sadar, terjadi perembesan pengaruh luar pada diri seseorang. Pelan tapi pasti.

Suatu saat, orang tidak merasa berat hati melakukan perbuatan yang dulunya pernah dibenci. Dan itu bukan lantaran keterpaksaan. Tapi, karena adanya pelarutan dalam diri terhadap nilai-nilai yang bukan sekadar tidak pernah dicontohkan Rasul, bahkan dilarang. Sekali lagi, pelan tapi pasti.

Anas bin Malik pernah menyampaikan sebuah ungkapan yang begitu dahsyat di hadapan generasi setelah para sahabat Rasul. Anas mengatakan, “Sesungguhnya kamu kini telah melakukan beberapa amal perbuatan yang dalam pandanganmu remeh, sekecil rambut; padahal perbuatan itu dahulu di masa Nabi SAW kami anggap termasuk perbuatan yang merusak agama.” (Bukhari)

Tanpa terasa, kita jadi begitu asing dengan Islam
Pelunturan terhadap nilai yang dipegang seorang hamba Allah terjadi tidak serentak. Tapi, begitu halus: sedikit demi sedikit. Pada saatnya, hamba Allah ini merasa asing dengan nilai Islam itu sendiri.

Ajaran Islam tentang ukhuwah misalnya. Kebanyakan muslim paham betul kalau orang yang beriman itu bersaudara. Saling tolong. Saling mencintai. Dan, saling memberikan pembelaan. Tapi anehnya, justru nilai-nilai itu menjadi tidak lumrah.

Semua pertolongan, perlindungan, pengorbanan kerap dinilai dengan kompensasi. Ada hak, ada kewajiban. Ada uang, ada pelayanan. Tiba-tiba seorang muslim jadi merasa wajar hidup dalam karakter individualistik. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, seorang dai merasa enggan berceramah di suatu tempat karena nilai bayarannya kecil. Sekali lagi, tak ada uang, tak ada pelayanan.

Firman Allah SWT “Dan sesungguhnya jika Kami menghendaki, niscaya Kami lenyapkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, dan dengan pelenyapan itu, kamu tidak akan mendapatkan seorang pembela pun terhadap Kami, kecuali karena rahmat dari Tuhanmu….” (Al-Isra’: 86-87)

Tanpa terasa, kita tak lagi dekat dengan Allah SWT

Inilah sumber dari pelunturan nilai keimanan seorang hamba. Kalau orang tak lagi dekat dengan majikannya, sulit bisa diharapkan bagus dalam kerjanya. Kesungguhan kerjanya begitu melemah. Bahkan tak lagi punya nilai. Asal-asalan.

Jika ini yang terus terjadi, tidak tertutup kemungkinan, ia lupa dengan sang majikan. Ketika seorang hamba melupakan Tuhannya, Allah akan membuat orang itu lupa terhadap diri orangnya sendiri. Ada krisis identitas. Orang tak lagi paham, kenapa ia hidup, dan ke arah mana langkahnya berakhir.

Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Al-Hasyr: 19)

Tuesday, November 04, 2008

morning time

morning time


a time when
you refresh your life
with spirit and thankfulness
to the Most Gracious, Most Merciful

Photo a view of Tasikmalaya area, West Java, Indonesia, taken @5:16AM using freehand :)

Sunday, November 02, 2008

Capek

glowing ...


Minggu malam atau Senin pagi tuh biasanya saat yang sulit ... :-P Senin pagi "harus" kembali beraktivitas. Entah ke kantor atau tempat kerja, kuliah, sekolah, dan lain-lain. Sementara rasa bosan, capek mungkin akan muncul. Kalau di wiken kita bisa melupakan itu semua, maka di Senin pagi, suka tidak suka, harus kita hadapi ... :)

Biar semangat, mungkin ini tips sederhana (maap kalau ternyata ga sederhana huehehehe ... )

Pertama, apa tujuan kita beraktivitas di atas? Cari uang? Kewajiban? Terpaksa? kalau masih seputar urusan dunia, ujung-ujungnya pasti memang capek dan bosan. Yang terbaik adalah mengembalikan semua urusan dengan tujuan penghambaan padaNya. Hanya untukNya, IA yang tak pernah mengecewakan kita.

Kedua, karena niatnya hanya untukNya, kita lakukan semuanya dengan sebaik-baiknya. Mungkin situasi di sekeliling kita kurang kondusif, mungkin rekan kerja kita kurang mendukung, tapi tetap, kita lakukan semuanya dengan sebaik-baiknya. Insya Allah jika kita berbuat kebaikan, kebaikan itu akan kembali pada kita.

Ketiga, bersabar dalam mengerjakan setiap aktivitas kita. Ini memang sulit. Namun kalau niat kita memang hanya untukNya, kan IA menyuruh kita sabar. Lah kalau ga mau dengerin IA, siapa lagi yang mau kita dengerin? :D

Terakhir, kita ridho dan ikhlas pada setiap hasil yang kita kerjakan. Kalau IA menghendaki, tidak ada yang sulit. Dan karena semua kita kerjakan untuk Pemilik Alam Semesta ini, ya pantas dong kalau kita ikhlas pada setiap putusanNya ... :)

===
Mungkin kita lantas bertanya-tanya, kenapa kita harus berusaha hanya untukNya? Sungguh, ada imbalan tak terkira yang menunggu kita ... amiiin ...

Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam surga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal, (yaitu) yang bersabar dan bertawakal kepada Tuhannya. (QS 29:58-59)