Monyet, menjadi contoh sang ustad ketika bercerita tentang cobaan. Beliau bercerita tentang seekor monyet yang naik pohon. Ketika angin menerjang pohon itu, sang monyet tidak jatuh karena ia berpegang dengan erat ke pohon itu. Begitu juga ketika angin itu berubah menjadi badai. Si monyet makin mengencangkan pegangannya ke pohon itu, sehingga ia tak terjatuh. Namun ketika badai telah usai dan berganti dengan kesejukan dan angin sepoi-sepoi, sang monyet pun pelan-pelan terlena. Sampai pada akhirnya ia terjatuh ... bukan karena angin keras, tapi karena angin sejuk yang meninabobokan ...
Apakah sang monyet bisa naik kembali ke atas pohon? Apakah sang monyet lantas memetik pelajaran dari kejadian yang baru ia alami?
Sang ustad mengingatkan bahwa kesulitan itu murid kehidupan. Kita memerlukan itu agar kita bisa menghargai pegangan kita pada iman, taqwa, islam(buat si monyet - pohon), baik saat kita sulit, terlebih lagi ketika hidup kita dalam kemudahan.
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS 3:14)
Apa hikmah dari suatu kesulitan/cobaan?
Yang pertama, itu semua terjadi karena izinNya. Tiada sesuatu di alam ini yang terjadi tanpa izinNya
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz). (QS 6:59)
Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS 64.11)
Yang kedua, kita harus ridho pada takdirNya, keputusanNya
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (QS 2:286)
Minta tolonglah kepada Allah dan janganlah merasa payah. Bila suatu perkara menimpamu, maka katakanlah "Allah telah mentakdirkan. Dan apa saja yg Dia kehendaki, terjadilah." Dan janganlah kamu mengatakan "Kalau aku melakukan ini, tentulah seperti ini." Karena mengatakan kata 'kalau saja' akan membuka usaha setan (hadits)
Yang ketiga, meyakini sepenuhnya bahwa kesulitan yang kita terima itu sudah diukur, sesuai dengan kekuatan iman kita. Jalani, karena bersama kesulitan ada kemudahan
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS 94:5-6)