Jika Punya Kesempatan, Membacalah!
Muhammad Nuh
dakwatuna.com - “Siapa merintis jalan mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (Muslim)
Ada posisi khusus untuk mereka yang berilmu
Ada kemuliaan tersendiri yang Allah berikan buat orang yang berilmu. Di dunia dan akhirat. Ia bisa lebih mulia dari mereka yang banyak harta dan tinggi jabatan. Bahkan, lebih mulia dari ahli ibadah sekalipun.
Rasulullah saw. bersabda, “Kelebihan seorang alim (ilmuwan) terhadap seorang ‘abid (ahli ibadah) ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang.” (Abu Dawud)
Bahkan, Alquran menjelaskan bahwa orang yang paling takut pada Allah adalah para ulama. Tentunya, mereka yang memahami kebesaran dan kekuasaan Allah swt. “…Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama…” (Fathir: 28)
Begitu tingginya penghargaan buat mereka yang berilmu. Khusus mereka yang tergolong pakar dalam Alquran, ada kemuliaan tersendiri. Dan kemuliaan itu mereka dapat saat bertemu Allah kelak di hari pembalasan.
Rasulullah saw bersabda, “Seorang mukmin yang pandai membaca Alquran akan bersama malaikat yang mulia lagi berbakti….” (Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits lain Rasulullah saw. mengatakan kepada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, kamu pergi mengajarkan ayat dari Kitabullah lebih baik bagimu dari shalat (sunnah) seratus rakaat. Dan, pergi mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan, dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik dari shalat seribu rakaat.” (Ibnu Majah)
Seperti apapun kita hidup, tak ada yang tanpa ilmu
Hidup dan pengetahuan nyaris tak bisa dipisahkan. Sulit membayangkan jika kehidupan ditelusuri tanpa pengetahuan. Ruang-ruang kehidupan menjadi begitu gelap. Dan jalan yang akan ditempuh pun tampak bercabang-cabang.
Itulah kenapa Islam mewajibkan umatnya menuntut ilmu. Rasulullah saw. mengatakan, “Menuntut ilmu wajib buat tiap muslim (laki dan perempuan).” (Ibnu Majah)
Dari situ bisa dipahami bahwa Islam menginginkan umatnya hidup bahagia. Dunia dan akhirat. Karena tak satu kebahagiaan pun di dunia ini yang bisa diraih tanpa ilmu. Mulai dari profesi yang menghasilkan uang, hingga pada pengokohan status hidup sendiri. Keberadaan sebuah keluarga misalnya, sulit bisa harmonis jika tanpa ilmu seni berkeluarga. Begitu pun pada yang lain: sebagai manusia, mukmin, warga negara, dan warga dunia. Jika status-status ini tidak disertai ilmu, orang akan menjadi korban pembodohan dan penzaliman.
Belum lagi persiapan menyongsong kehidupan akhirat. Tentu lebih banyak butuh ilmu. Karena kehidupan tak lain sebagai ladang amal buat akhirat. Gagal hidup di dunia bisa menggiring kecelakaan di akhirat. Na’udzubillah.
Jika mau, selalu ada cara
Persoalan sukses-tidaknya seseorang mencari ilmu ternyata bukan sekadar masalah biaya. Bukan juga kesempatan. Tapi, lebih pada kemauan. Inilah kendala berat siapa pun yang ingin sukses.
Rasulullah saw. mengajarkan para sahabat untuk selalu berlindung pada Allah dari sifat malas. “Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari rasa sesak dada dan gelisah, dari kelemahan dan kemalasan….”
Inilah di antara penyakit mental umat Islam saat ini yang sangat bahaya. Malas bukan hanya merugikan diri si pelaku, melainkan juga orang lain. Bisa anggota keluarga, bawahan, dan lain-lain. Karena malas, seseorang atau sebuah kumpulan masyarakat bisa kehilangan momentum perubahan yang Allah pergilirkan.
Dalam pola konsumsi misalnya, orang lebih senang mengalokasikan uangnya buat jajan ketimbang ilmu. Harga bakso di Jakarta bisa lima kali harga koran. Tapi, tetap saja tidak sedikit yang lebih memilih bakso daripada menyisihkan dana jajannya buat pengetahuan.
Jangankan yang dengan biaya. Majelis taklim mana di Indonesia yang ikut harus dengan biaya. Semua gratis. Dapat ilmu, pahala, bahkan hidangan konsumsi; tapi tetap saja majelis taklim sepi peminat.
Jadi, yang mahal dalam modal perubahan adalah kemauan. Dari sinilah Allah memberikan jalan keluar. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69)
Jika ada kesempatan, membacalah
Ketika ada kemauan mengejar target sesuatu, kadang terbayang cara-cara yang jelimet. Sulit. Dan akhirnya tidak terjangkau. Begitu pun dalam mengejar ilmu pengetahuan. Yang biasa terbayang adalah kursus, beli referensi, privat, dan bentuk program lain yang enak dilalui tapi sulit ditempuh. Apalagi berhubungan dengan biaya.
Padahal, pintu ilmu yang paling dasar adalah membaca. Dan persoalan membaca tidak melulu berhubungan dengan biaya. Memang, buku di Indonesia masih tergolong mahal. Tapi, masih banyak cara agar membaca tidak menyedot isi kantong. Bisa lewat perpustakaan, patungan beli buku bersama teman, diskusi majalah, dan sebagainya.
No comments:
Post a Comment