Ceramah hari ini ba’da dhuhur bercerita tentang peperangan. Kata sang ustad, sebenarnya kita ini setiap saat dalam keadaan berperang. Setiap saat, yang hak dan batil bergantian mengisi relung jiwa kita, ada kalanya kita memilih yang hak dan kadang pula kita memilih yang batil. Dan peperangan ini terjadi setiap saat, makan dulu atau sholat dulu, sabar atau marah, diam atau berkata-kata, tegur atau biarkan, ikhlas atau berharap ... betul-betul kita setiap saat dalam peperangan.
Sang ustad lantas mengutip QS An Nisa 76 yang artinya: Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah.
Nah, yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana kita tahu kita menang? Apa kriterianya? Kalau dilihat dalam peperangan fisik, kemenangan biasanya bersangkut paut dengan matinya musuh, adanya tawanan perang, dan bertebarnya harta pampasan perang. Namun, bagaimana dengan peperangan yang setiap saat kita alami ini, apa kriterianya?
Lanjut sang ustad, ada 3 kriteria.
1) Komitmen dengan kebenaran.
Secara fisik mungkin kalah, mungkin kita dipenjara, kalau kita partai, mungkin perolehan kursi sedikit. Namun semua ‘kekalahan’ ini tidak menyurutkan langkah, tidak membuat kita lantas menghalalkan cara. Karena kita tahu dan yakin, bahwa arti kemenangan itu adalah seberapa komitmen kita pada kebenaran.
2) Kemenangan dakwah yang menyebar kemana-mana
Secara fisik mungkin kita kalah, tapi dakwah kita, prinsip, keyakinan yang kita perjuangkan masuk ke hati teman-teman, rekan-rekan, masyarakat dan mereka yang akan menggantikan kita dalam memperjuangkan prinsip, keyakinan dan iman terhadap Islam. Inilah tolak ukur seberapa kita menang dalam pertarungan ini
3) Allah selamatkan dari tipu daya musuh
Ketika Nabi Muhammad dipaksa keluar dari Mekkah dan hijrah ke Madinah, secara kasat mata kita akan melihatnya sebagai sesuatu kekalahan. Dan sungguh ini adalah tipu muslihat musuh yang membuat kita mempercayai, kalau Rasulullah harus hijrah, maka agama Allah telah kalah dalam perjuangannya. Padahal, justru setelah hijrah, Islam berkembang pesat, melebihi bayangan setiap orang dan tidak butuh lama bagi Islam untuk kembali dan menaklukkan Mekkah. Bukan cuma secara fisik, tetapi juga hati-hati penduduk Mekkah yang mendapat hidayahNya.
Firman Allah dalam surat At Taubah 40: Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Apa pelajaran di sini buat kita? Pertama, bahwa kita ini sebenarnya selalu dalam pertarungan, peperangan. Kedua, bahwa kemenangan dan kekalahan dalam setiap peperangan yang kita hadapi bukanlah sesuatu yang kasat mata, tetapi yang lebih tepat adalah seberapa jauh kita mendapat 3 nilai di atas. Dan ketiga, sesungguhnya pada akhirnya semuanya bermuara pada nilai-nilaiNya, pada nilai dakwah, dan pada seberapa keridhoanNya pada setiap yang kita usahakan.
===
Jadi, perang di Gaza ... siapa yang menang?
No comments:
Post a Comment