Siang itu saya mengikuti sholat dhuhur, alhamdulillah tepat waktu. Kebetulan pada saat itu saya duduk di shaf depan, di sebelah kiri salah seorang pemuka mesjid. Iqomat dikumandangkan, semua berdiri. Sang pemuka menolehkan wajahnya kepada saya dan sambil tersenyum, ia mempersilahkan saya untuk menjadi imam. Merasa tidak pantas, saya mempersilahkan beliau kembali. Beliau menawarkan kembali, dan kembali saya tawarkan balik. Begitu terus sampai 4 kali, untuk kemudian akhirnya beliau melangkah ke depan, untuk menjadi imam dhuhur siang itu.
Pada saat itu ada beberapa saat terbersit rasa senang dan bangga di dalam hati saya. Kenapa saya ditanya sampai 4 kali? Apa karena penampilan saya? Reputasi saya? Raut wajah saya?
Namun saya lantas sadar dan sempat berucap astagfirullah ... siapa diri saya ini. Kenapa saya jadi bangga begini ama diri sendiri. Reputasi apa yang saya punya, saya yang bukan siapa-siapa ini. Wajah saya ... itu pinjamanNya, apa yang saya mau banggakan?
Seperti sering dikatakan Aa Gym, jangan merasa bangga jika dipuji orang. Itu semata-mata karena Allah masih berkenan menutupi keburukan dan borok kita. Kita beruntung karena Allah masih mencurahkan kasih sayangNya dan memberikan tabir untuk menutupi siapa diri kita sebenarnya.
Siapa kita, kita sendiri dan Allah jualah yang tahu. Dan kita tahu, bahwa kita sering kali alpa, sering kali lupa, sering kali berdosa, jarang bersyukur, malas menjalankan perintahNya, tidak ridho padaNya. Lalu apa yang mau kita banggakan, bahkan diri kita ini dari ujung rambut sampai ujung kaki adalah milikNya.
Astagfirullah ... saya pun lalu memulai sholat, berimam, dengan hati yang terantuk-antuk memohon ampunanNya.
No comments:
Post a Comment