Di hari Minggu kemaren saya dan keluarga sempat berolahraga seperti biasa. Salah satu kegiatan rutin yang biasa kita lakukan adalah bersepeda di seputar Depok. Untuk membuat acara ini menarik, biasanya kita akan mengakhiri kegiatan olahraga ini dengan mampir di warteg langganan kami. Anak-anak pesen indomie + teh manis, sementara ibu bapaknya melahap makanan warteg ... :-P
Warteg ini berlokasi di dekat pasar Kelapa Dua, Depok. Kecil, tapi cukup bersih. Yang membuat kami menyenangi tempat ini adalah karena ibu pemiliknya. Telaten, sabar, menyenangi anak-anak, dan ramah. Makanannya juga enak. Favorit saya biasanya telur, sayur sop, krupuk, .... dan sambel ... :-P
Lalu apa hubungannya neh ama judul tulisan ini? :) Seperti saya utarakan (ceile resmi bener bahasanya ...) di atas, suasana dan perlakuan sang ibu membuat kami kerasan di warteg ini. Beliau tidak sekedar berjualan, tapi beliau mengatur wartegnya ini dengan penuh hasrat, penuh rasa cinta.
Tadi, kami menyaksikan beliau memotong-motong tempe yang akan dimasak. Beliau meletakkan tempe-tempe itu dengan rapi dan penuh hati-hati. Merobek plastik yang membungkus tempe dengan tenang, tanpa ketergesaan, dan dengan pola yang tetap. Masih dengan ketenangan dan ketelitian, beliau mengukur setiap potong tempe dengan kesabaran sebelum mulai memotongnya.
Setiap potongan tempe yang telah dipotongnya, beliau susun dengan hati-hati. Potongan tempe yang akan dibuat bacem atau sayur kecap, disisihkannya di satu tempat dan lalu beliau mulai membuat potongan-potongan tempe tipis untuk digoreng. Seperti menyaksikan seorang maestro, kami menikmati - yang saya amat yakin beliau juga sangat menikmati - melihat setiap irisan pisau membelah potongan tempe, untuk potongan tempe yang tipis. Hasil potongan inipun disusun dengan rapi.
Kami tidak hanya menyaksikan 'upacara' pemotongan tempe. Kami menyaksikan seorang maestro beraksi. Kami menyaksikan seorang ibu pemilik warteg yang mengajarkan kami untuk mencurahkan segenap hasrat dan cinta terhadap pekerjaannya. Kami menyaksikan bagaimana dengan mencurahkan hasrat dan cinta, kita kan mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan terhadap apa yang kita kerjakan.
Saya menyaksikan sang ibu sambil termangu-mangu. Betapa banyak dari kita yang masih saja sibuk mencari. Mencari, mencari, ... dan mencari. Sementara betapa banyak dari kita yang sibuk menggapai sesuatu yang di luar jangkauan kita dan melupakan untuk menghargai, mencurahkan hasrat, dan mencintai apa yang ada pada kita ....
Mari ... mari ... kita temukan dan maknai makna yang tersembunyi pada setiap hal yang kita kerjakan. Buang jauh-jauh sifat ketergesaan, nikmati setiap saat yang kita lalui. Temukan, maknai, hargai, hasrati, cintai ...
2 comments:
saya seneng baca tulisan abang
mantaaaabbb !!!
banyak ilmu hidupnya..
terimakasih jendral !!
makasih pak dah diingetin
setuju banget pak, kita harus mencintai pekerjaan kita. bekerja dg ikhlas dan dari hati akan memberikan hasil yang terbaik
btw, apa kabar pak? kok baru nongol?
Post a Comment