Kami masuk kota Mekkah pukul 10 malam. Sampai di hotel langsung makan dan kemudian masuk kamar, beberes sedikit. Berhubung sedang dalam keadaan ihram, tak banyak yang harus disiapkan. Paling banter memasukkan koper dan mengamankan barang berharga.
Pukul 11 malam kami berangkat ke Masjidil Haram. Sempat menunggu sejenak untuk mendapatkan kursi roda bagi ibu saya. Wah! Sang peminjam kursi roda cekatan sekali membawa ibu hingga ke pelataran mesjid. Gaya bawanya seperti kombinasi tukang ojek dan taksi, gesit dan lumayan nekad ketika menelusuri kontur jalan yang menurun.
Mata terpancang pada Ka'bah, benda hitam di tengah mesjid. Kata sang udztad, "Mari kita mulai tawaf. Kita masuk perlahan ke arus orang yang berputar. Tidak perlu tergesa ataupun terburu-buru ...."
Kami pun perlahan-lahan masuk. Berkecamuk perasaan yang ada di dalam hati. Akhirnya kami sudah menyatu dengan arus manusia yang memutari Ka'bah. Air matapun mengalir tanpa dapat saya cegah. Hisak tangis mewarnai putaran-putaran. Gambar perjalanan hidup terputar jelas. Dosa, kesalahan, takabur, sombong, sibuknya mengejar dunia ....
Benar kata Ali Syari'ati dan sang udztad. Tawaf adalah arus manusia, berputar, dengan irama yang tetap, penuh dengan kesabaran dan ketekunan. Tawaf adalah hilangnya identitas diri, membaur dalam sosok-sosok yang bergerak dalam putaran tiada henti ... kaki saya melangkah, tangan mendorong kursi roda, tangan sesekali membereskan kain ihram. Tapi jiwa dan hati lenyap larut dalam putaran dahsyat ini ... setapak-demi setapak ... Bismillahi Allahu Akbar ... setapak demi setapak ... berputar ... larut ....
Banyak orang bergerak dengan arah yang berbeda. Ada yang menerobos langsung dari pinggir menuju Ka'bah, ada yang bergerak terbalik, ada yang berhenti di tengah jalan sehingga mengganggu arus orang. Buat saya, dengan menceburkan diri ini, ternyata ini semua mengabur, hanya menjadi bentuk-bentuk tak bermakna. Sesekali memang saya berbenturan ... Tapi itu cuma lewat saja ... Setelah itu kembali setapak demi setapak ... berputar ... larut ...
Kali harus begitu kali ya kita menghadapi hidup ... Melebur dan menyatu dengan hidup tanpa membuat jarak ... Dan jangan terlalu lama pada satu hal, karena hal lain sudah menunggu ... Begitu kata salah satu teman karib saya ... (Beliau mengutip salah satu ayat Al Qur'an)
Usai tawaf, kami lalu sholat dua rakaat di depan Multazam yang diteruskan dengan berdoa. Subhanalloh ... Meski orang ramai sekali hilir mudik, saya merasakan seperti berdua saja denganNya. Sulit melukiskannya, tapi seperti ada terowongan khusus antara hati ini denganNya. Ya Allah begitu banyak dosa dan pintaku ... dan Ia mendengarkan dengan tangan terbuka ... Dalam keheningan tiada tara di sela-sela keramaian ... nikmat sekali ...
===
Tulisan ini saya buat sambil duduk menatapi Ka'bah. Misteri apa gerangan di balik benda ini? Kenapa jiwa ini begitu merasa tenang dengan melihatnya? Mengapa kita harus sholat dengan arah menujunya?
*menjelang subuh, Masjidil Haram,, 16 juli 2007*
3 comments:
Om, koq masih sempet sih bikin tulisan sambil umroh.
Tulisannya bagus..untuk mengingatkan kita semua agar kita menyempatkan diri untuk wisata hati...mumpung masih sehat dan ada duit.
Assalamualaikum....
Lagi goggling jd nyasar kesini.. :D
Cuman mau share 'memories' ajah tentang Ka'bah. Benar, Subhanallah, kita gak pernah tau misteri apa dibalik 'benda hitam kotak' itu. Sama juga saat last year wkt saya umroh, after thawaf wada, saya duduk depan Ka'bah. Nggak tau kenapa, pikiran totally blank, tatapan mata kosong tapi airmata bercucuran terus nggak bisa berhenti...
By the way, saya nyuri2 gambar tapak kaki nabi Ibrahim SAW, dua kali, pas di shoot gak ada looh di camera ku... Subhanallah....
Wassalamualaikum
Assalamualaikum....
Subhanallah tulisannya, tergetar hati saya seakan-akan ikut tawaf. tiba-tiba wangi kabah hadir dihadapan saya. Subhanallah
Post a Comment