Hari itu hari terakhir kami berada di tanah suci. Pagi itu kami melakukan tawaf wada, tawaf perpisahan. Istri saya dan anak yang yang pertama kedatangan ‘tamu rutin’, sehingga pagi itu kami melakukannya bertiga, saya, ibu saya, dan anak saya yang kedua.
Tiga generasi. Ibu saya naik kursi roda, saya berjalan kaki, anak saya harus ada temannya. Tiga generasi.
Setelah berdiskusi, akhirnya kami putuskan kalau Yusuf berjalan persis di belakang kursi roda, dilindungi oleh badan saya dan kedua tangan yang mendorong kursi roda. Tujuannya agar ia tetap bisa bersama kita dan tidak terbawa oleh arus tawaf jamaah yang lain.
Sambil berputar, bertawaf, otak berpikir, “Apa ini lagi hikmah dari perjalanan kali ini? Kalau sudah lewat saatnya menikmati hidup sendirian, dan saatnya untuk berfikir dalam kerangka yang lebih besar?”
Tawaf selesai, kami pun terbawa oleh arus rutinitas pulang. Bergegas kembali ke hotel, sarapan, menurunkan koper, naik ke bis, Jeddah, belanja, mesjid terapung, menunggu imigrasi, naik pesawat. Berangkat jam 9 pagi dari hotel, akhirnya pesawat kami meluncur dari Jeddah pukul 10 malam.
Umrohpun usai ... meninggalkan berbagai kenangan ... kenangan yang dalam ....
===
Berbagai hikmah perjalanan ini sempat saya catat. Namun banyak lagi yang terlewat namun mengendap dalam kepala dan hati. Saya yakin jika saatnya tiba, ia akan muncul dan memberikan pencerahan.
Mas Harrie sempat bertanya di blog ini, “Kok umroh masih sempat nulis?” Aneh memang, namun karena sudah terbiasa menulis, saya merasakan arus keinginan menulis yang sedemikian besar, yang mau tak mau harus saya salurkan. Untung saya memakai HP yang memiliki fasilitas keyboard yang kumplit .... ;)
Apa kabar semua? :)
1 comment:
Welcome back. Hikmah pertama yang harus segera terwujudkan adalah apa yang telah diperbuat untuk sekeliling? Baik benda yang kita kira mati atau makhluk hidup dan tetangga sekitar? Ahhhh,,,sepertinya masih banyak untuk saya...entah untuk yg lain...TJ.
Post a Comment