Salah satu kebiasaan saya sejak dahulu ialah senang 'membaca' orang dari wajah dan gerak-gerik tubuhnya. Sejak SMP, saya harus banyak berinteraksi dengan orang, yang membuat lambat-laun rasa-rasanya saya cukup sering bisa 'membaca' orang.
Menurut saya unsur yang paling penting dari seorang wajah adalah raut bibir serta matanya. Keduanya bisa menggambarkan pribadi orang tersebut. Ditambah dengan kerutan di dahi, alis, pipi, dan keseluruhan wajah, rasanya bahan yang ada sudah cukup komplit untuk 'dibaca'.
Memang ada orang-orang yang tidak bisa dibaca. Entah bagaimana, namun wajah mereka tidak menampilkan karakter mereka. Dan setelah berkenalan dan mengenal orang tersebut, kadang saya menemukan bahwa mereka memang 'belum' memiliki karakter tertentu, alias masih mencari bentuk.
Ini kok jadi ngelantur ya ... sebenarnya saya mau cerita kalau pelan-pelan saya 'seperti' menemukan cara 'membaca' seseorang dari foto yang ia hasilkan. Seperti halnya membaca wajah, dengan meneliti hasil karya seseorang, rasa-rasanya kita menemukan lapisan antara foto itu sendiri dan kita, yaitu bagaimana ia 'membaca' dan 'menampilkan' hasil karyanya itu. Bergurau dengan teman, dia memberikan istilah depth of feeling untuk menggambarkan bagaimana kita 'membaca' dan 'menampilkan' hasil karya kita .. (Red. Istilah fotografi yang lazim adalah depth of field atau lazim disingkat DOF).
Memahami dan menikmati lapisan atau depth of feeling ini ternyata sangat menarik. Kita bisa belajar bagaimana orang itu menafsirkan fotonya yang kalau benar kita bisa tarik lebih jauh, bagaimana ia menafsirkan hidup ini. Selain kita bisa mengenalnya, yang mungkin lebih penting lagi adalah dengan memahami sudut pandangnya, kita bisa memahami langkah-langkah, keputusan-keputusan yang ia buat di hidup ini ...
Hal yang paling terasa, ialah ketika kita pergi bersama-sama hunting foto. Seusai perjalanan, kita akan menemukan bahwa masing-masing peserta perjalanan ternyata membuat penafsiran sendiri mengenai obyek (atau lebih tepatnya subyek) yang kita 'tangkap' melalui kamera kita. Menarik, mengasyikkan, sekaligus sekali membuktikan kalau memang benar setiap orang memiliki pemahaman dan interpretasi yang tidak pernah sama.
Akhirnya, ini semua barulah teori awal saya. Harus banyak riset lagi sebelum bisa lebih yakin dengan analisis di atas. Yakin ... hmm, manusia dengan segala keterbatasannya ... :)
2 comments:
waaah menarik pak..kalo baca saya menurut pak zuki kira2 apa ya bunyinya...hehehe,
jellyjuice
Manusia memang mahluk yang PALING sempurna bang,, saking sempurnanya ada kalanya dia bisa membaca apa yang telah ditunjukkan padanya, baik itu alam dan seisinya, manusia lain seutuhnya, baik itu wajah, tubuh maupun fungsi tubuhnya, makanya ada dokter.
Sama dengan dokter, ada kalanya diagnosa mereka salah, malah fatal. Betul sekali manusia dengan keterbatasannya, bagi saya tanpa ilmu yang benar dan memang ditujukan untuk itu, janganlah mengambil tanggung jawab terlalu banyak, apalagi memberikan inputan, cukuplah untuk diri sendiri.
Untuk urusan fotographi, saya mah enggak pernah pinter, jadi masih jauh untuk bisa menilai apakah itu DOF dengan feeling atau dengan field. Belon sampe situ, bisanya baru enjoying the result atas keindahan ciptaanNYA. Pasti bang ZH bisa jelas melihat dari hasil-hasil foto-foto saya ya? TFS, TJ.
Post a Comment