Musahabah/introspeksi diri dimulai pukul 3.30, seusai qiyamul lail. Desak tangis yang sudah mewarnai malam itu semakin terdengar mengisi relung-relung mesjid. Suara ustad yang kadang menggelegar, kadang menangis, kadang berbisik, ayat-ayat Allah yang yang dibacakan yang mempertanyakan niat dan apa-apa yang sudah kita lakukan, mempertanyakan siapkah kita bertanggung-jawab, membuat rasa malu dan takut yang sejadi-jadinya.
Badan bergetar seperti tersetrum, menangis sejadi-jadinya, mengerang dan menyesali, kemana umur dipakai selama ini. Jangankan melihat ke depan, atau menunduk, kepala dan wajah diripun sampai harus menyamping. Malu dan tak sanggup 'melihat' perjalanan hidup yang lalu, tak sanggup melihat wajah-wajah orang di mesjid itu, tak pantas memiliki seraut wajah ini. Sungguh tak sanggup mendengar ayat-ayatNya, malu, dan kata-kata yang keluar berulang kali hanyalah ampun ya Allah ... ampun ya Allah ... ampun ya Allah ...
Ketika doa dipancangkan, tak ada lagi permintaan yang sanggup dikeluarkan. Yang ada hanya rasa minta ampun dan mohon belas kasihan, karena mengharap ridho dan surgaNya dan takut pada neraka, tapi hanya dengan modal amal yang sangat sedikit - yang belum tentu ikhlas - namun dengan dosa yang sedemikian menggunung ...
Sang ustad mengajak kita masing-masing untuk menghisab, menghitung kesiapan diri sendiri dengan menjawab 5 buah pertanyaan:
- Pertama, apa yang mau kau katakan pada orang-orang yang kau cintai - istri, anak, teman, saudara - pada saat-saat maut menjelang, pada saat nyawa sudah di tenggorokan dan sebentar lagi keluar dari tubuh?
- Kedua, umur berapa engkau mau mati? Umur selama ini, kemana kau habiskan?
- Ketiga, apa yang kau sudah lakukan untuk keluargamu? Istri/suami dan anak-anakmu? Betapa banyak permintaan yang kau lontarkan dan berapa banyak tanggung jawab kau sudah yang ambil? Apakah selama ini engkau hanya mengambil hakmu dan melupakan tanggung jawabmu?
- Keempat, apa yang kau sudah lakukan untuk orang tuamu? Apakah mereka ridho padamu? Kapan engkau terakhir menemui mereka?
- Kelima, siapkah kau untuk mati sekarang? Sudah cukupkah bekalmu untuk pergi?
Ramadhan hampir usai ... tiada waktu untuk bersedih dan menyesali yang telah terjadi. Sebaliknya, mari kita jadikan ramadhan kali ini sebagai titik awal babak baru hidup kita. Mari, kita saling mengingatkan dalam kebaikan dan persaudaraan dan kita kejar tujuan akhir kita, yakni menjadi orang-orang yang bertaqwa.
3 comments:
jadi tercekat membaca postingan ini...jadi malu...jadi merasa bersalah...Duh Gusti...akhh...(Ga tau musti ngomong apa lagi)
Met' Lebaran ya Babe Zuki... Met'makan ketupat.. Mohon maaf lahir & Bathin...
MET LEBARAN JUGA, BANG ZUKI.......
Post a Comment