Wednesday, February 25, 2009

sunset


the time is simply stopped
let you to take a break
and recollect what you're missing
if any

Photo taken from Uluwatu temple, Bali

Tuesday, February 24, 2009

Willingness to Be More

a flower

detail, delicate, and colorful
fragile yet, strong
it's God creation
The Most Gracious, Most Merciful

Photo taken @tea plantation, Puncak

Willingness to Be More
Paulus Bambang W.S.

Trying to do more make you busy and to have more make you lousy but to be more make you easy.

Salah satu petuah sakti yang sering didengungkan atasan pada bawahan adalah ”Willingness to do more”. Artinya, mau kerja lebih banyak. Itu menyiratkan suatu tugas bahwa bawahan harus mau menerima pekerjaan bukan berpatokan pada deskripsi pekerjaan atau tolok ukur kinerja, melainkan pada kemauan untuk bekerja apa saja seperti yang diperintahkan atasan.

Bila ada bawahan menolak tugas karena tidak sesuai dengan keahlian, kompetensi atau ruang lingkup pekerjaannya, ia akan dianggap memiliki sikap kurang bagus. Dalam bahasa dimensi para psikolog, sering disebut sebagai kandidat yang memiliki willingness to do more kurang. Bahasa awam akan berbunyi: siapa yang mau mengerjakan lebih banyak, dari segi kuantitas, dianggap memiliki sikap dan karakter yang lebih baik dibandingkan dengan kandidat yang berani memilah atau menolak tugas.

Paradigma itu seharusnya tidak dilanjutkan di zaman ini. Tidak selalu do more itu baik buat perusahaan. Do more bisa berarti ketidakefisienan sistem kerja dan pembagian kerja sehingga muncul kegiatan di luar struktur tugas. Itu bisa berarti tidak ada perencanaan tugas yang baik. Atau lebih jelek lagi, do more berarti menutupi kekurangan tenaga kerja karena alasan efisiensi dan penghematan biaya. Apalagi, kalau ini dilakukan oleh karyawan yang tidak memiliki status pekerja jalur lembur. Ini trik penghematan yang tidak etis dan paksaan dari atas yang tidak mendidik.

Do more yang baik kalau itu dikerjakan untuk menyelesaikan tugas buat memuaskan pelanggan karena mau going an extra mile. Bukan soal kerja lebih banyak, tapi mau memberikan nilai dan kontribusi lebih banyak sehingga menjadi keunggulan kompetitif perusahaan. Dalam bahasa pasar pagi, ”tidak hitung-hitungan pada jangka pendek”. Memberi nilai lebih disertai penurunan ongkos karena melakukan going an extra mile. Ini adalah do more yang cerdas dan tidak manipulatif. Bukan banyaknya jumlah jam dan tugas, melainkan banyaknya tambahan nilai yang dikontribusikan.

Do more, yang buruk ataupun yang baik, akan beriringan dengan have more. Di zaman yang serba komersial ini, selalu ada hitungan untuk setiap langkah lebih. Insentif dan what’s in it for me seakan-akan sudah menjadi dua sisi mata uang yang harus disediakan oleh setiap pemimpin. I want to do more to get more. More sudah berarti menjadi tuntutan atas return on investment dari segi waktu dan tenaga.

Have more akan menjadi mantra yang mengerikan kalau itu dijadikan simbol sebuah kinerja yang disebut kesuksesan. Entah itu dalam bentuk uang, jabatan, kepemilikan kebendaan, sampai jumlah piala hasil ajang penghargaan dari berbagai instansi mulai dari yang terhormat sampai gurem sekalipun. Bagi yang mempunyai paradigma semacam ini, memiliki menjadi lebih penting daripada menikmati. Ketenangan jiwa disandingkan dengan kepemilikan kebendaan. Semakin banyak berarti semakin tenang. Semakin atas berarti semakin dihormati.

Tidak mengherankan, para pengidap virus ini justru mengalami ketidaktenangan dan ketidaknyamanan terhadap apa yang dimiliki sekarang. Selalu terasa kurang, karena cukup adalah musuh virus have more. Api, dunia orang mati dan keserakahan tak mengenal arti kata cukup. Titik berhenti ada pada titik asimtotis yang berada pada ujung tak terhingga. Dalam bahasa matematikawan, have morea little bit more berujung pada dunia infinity. Tak akan bisa terkejar oleh siapa pun karena dunia ini sebenarnya cukup untuk semua orang, tapi tidak cukup untuk satu orang yang serakah.

Have more menyebabkan pebisnis menggurita di luar kompetensinya. Apa saja yang dilihat sebagai kesempatan menjadi pohon uang akan selalu ditanamnya. Tak peduli risiko jangka panjang, apalagi jangka pendek masyarakat sekitar. Ia membuat pengusaha tidak peka terhadap persoalan komunitas di sekitarnya dan berlindung di dalam dalil legal formalistis tanpa melihat fakta realistis. Kalau ia memberi artinya, dia akan terkena hasil have less. Akibatnya, memberi adalah kalimat yang paling ditakuti. Ia takut kehilangan sesuatu akibat pemberian yang tidak menghasilkan return.

Bersyukurlah, masih banyak pemimpin yang mampu mengendalikan do more dan have more, serta bergelut menjadi be more. Be more berarti berupaya menjadi pribadi yang lebih baik. Hari ini lebih baik dari kemarin dan besok lebih baik dari hari ini. Pribadi yang mementingkan human being dibandingkan dengan human doing atau human having.

Semakin manusia tidak berani menolak do more, ia akan tenggelam pada tugas yang secara fakta tak akan pernah berkurang. Dalam zaman kompetisi yang hiperkompetitif seperti ini, do more seakan menjadi satu-satunya jawaban. Do more dalam jangka panjang akan menyebabkan orang burn out. Habis terbakar oleh banyaknya aktivitas sehingga menjadi mesin pekerjaan tanpa tahu bagaimana menikmati enaknya pekerjaan itu sendiri. Ia menciptakan manusia mesin yang hanya berhalusinasi akan output yang akhirnya berujung pada uang, pada kondisi have more.

Kalau kedua more ini -- do dan have -- tidak dikelola dengan baik, ia akan be more dangerous than the devil. Ia kehilangan jati diri yang seharusnya dikembangkan bersama pekerjaan dan kekayaan. Sebaliknya, pekerjaan dan kekayaan telah menenggelamkan dirinya dalam kuburan maniak yang membuat ia tidak menjadi pribadi manusia seutuhnya.

Kalau gejala ini ada, kita harus segera ganti haluan. Carilah pekerjaan dan pemimpin yang mampu membuat kita menemukan kembali jati diri seperti yang dirancang Sang Pencipta Agung. Bukankah pekerjaan, kekayaan, keluarga dan segala atribut ini hanyalah alat untuk membuat kita menjadi semakin segambar dengan-Nya? Hanya orang yang berorientasi be more yang mampu berkata tidak pada do dan have more yang membuat hakikatnya menjadi berantakan. Hidup memang tidak sekadar kerja untuk menghasilkan uang. Carilah kehidupan dalam be more, maka kita akan menemukan do dan have more yang pas untuk menikmati hidup ini.

Q & A

Q&A


Looks like you're ready for the jump ...
No, not yet. Hold me, please.

Photo taken @Situ Babakan, Jakarta

Sunday, February 22, 2009

Tiga Pondasi Umat

morning moisture


Tiga Pondasi Umat
Dr. Attabiq Luthfi, MA - dakwatuna.com

“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat ihsan, serta memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (An-Nahl: 90).

Ayat ini merupakan diantara sekian ayat yang terbilang paling akrab di telinga kaum muslimin karena biasa dijadikan ayat penutup yang dibaca oleh khatib sebelum mengakhiri khutbah jum’at atau khutbah hari raya. Secara cermat ditemukan bahwa redaksi ayat ini bersifat umum, karena perintah Allah dalam ayat ini tidak ditujukan kepada sasaran tertentu, misalnya “Ya’murukum” (memerintah kalian) seperti dalam ayat-ayat yang lain, tetapi cukup dengan kata “Ya’muru” (memerintah). Sehingga ayat ini harus dipahami sebagai ayat universal yang mengikat seluruh hamba Allah tanpa ada beban fanatisme golongan, ideologi, suku bangsa dan sebagainya. Karena secara fithrah memang manusia dilahirkan membawa prinsip-prinsip kebaikan yang diperintahkan dalam ayat ini dan membenci perilaku keburukan yang dicegah dalam ayat ini. Bahkan dengan tegas -karena melihat kandungan yang terangkum di dalam ayat ini- Abdullah bin Mas’ud ra sampai menyimpulkan bahwa ayat ini adalah ayat yang paling komprehensif (yang paling luas cakupannya) di dalam Al-Qur’an tentang kebaikan-kebaikan yang diperintahkan dan keburukan-keburukan yang harus dicegah.

Bagi Utsman bin Madh’un, ayat ini memiliki keistimewaan dan kesan tersendiri. Pada mulanya, ia memeluk Islam hanya karena malu dengan Rasulullah saw. Namun ketika ia berada di sisi Rasulullah saw dan ikut menyaksikan peristiwa saat ayat ini turun, ia merasakan satu kekuatan iman yang menembus ke dalam hatinya. Ia mulai yakin akan keagungan prinsip-prinsip hidup dan kehidupan yang akan ditegakkan oleh Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bahkan berbangsa dan bernegara.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad mengenai sebab turun ayat ini, bahwa Abdullah bin Abbas menceritakan, “Ketika Rasulullah saw sedang duduk di halaman rumahnya, tiba-tiba Utsman bin Madh’un melintas di depan. Maka Rasulullah memanggilnya dan mengajaknya duduk bersama. Namun ketika sedang berlangsung pembicaraan diantara keduanya, tiba-tiba Rasulullah menengadahkan pandangannya ke langit beberapa saat, kemudian menundukkan kepalanya dan bergeser dari tempat duduknya ke sebelah kanan. Beliau menganggukkan kepala seakan-akan mengiyakan apa yang disampaikan kepadanya. Selang beberapa saat, beliau kembali mengangkat pandangannya ke langit seperti yang terjadi pada kali pertama, lantas beliau kembali ke tempat duduknya di samping Utsman bin Madh’un. Maka melihat kejadian yang tidak biasa tersebut, Utsman bertanya kepada Rasulullah saw, “Hai Muhammad, kenapa aku melihat engkau tadi mengangkat pandanganmu ke langit dan mengangguk-anggukan kepala seakan-akan mengiayakan sesuatu dan engkau bergeser menjauh dariku?”. Rasulullah balik bertanya, “Apakah engkau tadi memperhatikan apa yang terjadi?”. Utsman menjawab singkat, “Ya”. Rasulullah berkata, “Telah datang kepadaku tadi seorang Rasul Allah”. Dengan nada terkejut Utsman bertanya, “Seorang Rasul Allah?”. Rasulullah menjawab, “Benar”. Utsman bertanya lagi, “Apakah yang ia sampaikan kepadamu?”. Rasulullah menjelaskan, “Ia datang membawa wahyu kepadaku” Lantas Rasulullah membacakan surah An-Nahl ayat 90″.

Dalam riwayat Al-Qurthubi, setelah kejadian ini, dengan modal keyakinan yang mendalam Utsman bin Madh’un lantas membacakan ayat ini kepada Al-Walid bin Al-Mughirah, seorang yang sangat dikenal piawai dalam dalam bidang sastra di kalangan orang-orang Arab pada masa itu. Demi mendengar ayat tersebut dibacakan kepadanya, spontan keluar dari lisannya pernyataan yang memeranjatkan semua orang, termasuk para pemuka Quraisy yang memang menaruh dendam kepada Rasulullah, “Demi Allah, sungguh Al-Qur’an ini memiliki kelezatan dan keindahan. Di atasnya berbuah dan di bawahnya berakar, dan ini bukanlah kata-kata manusia”. Bahkan diriwayatkan bahwa Al-Walid meminta Utsman untuk mengulangi bacaan ayat ini.

Berdasarkan komprehensifitas kandungan ayat ini, terdapat tiga prinsip yang terangkum di dalamnya yang ditawarkan oleh Al-Qur’an agar dijadikan landasan dalam upaya membangun umat dan menata sebuah masyarakat, yaitu prinsip keadilan, prinsip ihsan dan prinsip takaful yang dicontohkan dalam skala mikro dengan memberi bantuan kepada kaum kerabat. Ketiga sendi ini merupakan landasan aplikatif untuk membendung dan mengantisipasi gerak Al-Fahsya’ yaitu segala perbuatan yang didasarkan pada pemenuhan hawa nafsu, seperti zina, minuman yang memabukkan dan sebagainya. Al-Munkar, yaitu perbuatan buruk yang bertentangan dengan akal sehat, seperti mencuri, merampok dan tindakan aniaya lainnya. Al-Baghyu, yaitu tindakan yang mengarah kepada permusuhan, seperti kezaliman, tindakan sewenang-wenang dan sebagainya. Ketiga kekuatan perusak ini merupakan penyakit masyarakat yang akan senantiasa merongrong keutuhan dan eksistensi umat. Karenanya, sebuah masyarakat tidak mungkin bisa tegak di atas dasar kekejian, kemungkaran dan permusuhan. Demikian juga, sebuah masyarakat yang telah tersebar di tengah-tengahnya perbuatan keji dengan segala warna dan kemasannya, kemungkaran dengan segala daya tariknya dan permusuhan dengan segala bentuknya tidak akan mungkin bangkit dari keterpurukan dan senantiasa berada dalam kesengsaraan.

Ibnu Katsir mengomentari bahwa dalam ayat ini Allah memerintahkan semua hamba-hambaNya agar menjunjung tinggi nilai keadilan dan keseimbangan dalam semua urusan dan selanjutnya menganjurkan bersikap ihsan dalam setiap perbuatan. Maka ayat ini merupakan dalil akan perintah berlaku adil dan anjuran untuk bersikap ihsan. Sedangkan hubungan yang ketara antara adil dan ihsan adalah bahwa keadilan merupakan sebuah kewajiban syariat, sedangkan ihsan merupakan sikap yang lebih di atas sikap adil. Karenanya berusaha mencapai derajat ihsan dalam semua perbuatan merupakan satu hal yang sangat dianjurkan.

Berbeda dengan Syekh Abu Hamid Al-Ghozali. Ia menuturkan pandangannya tentang konsep adil dan ihsan sebagai sebuah perintah yang harus dilaksanakan secara bersamaan. Ia menyatakan bahwa melalui ayat ini, Allah memerintahkan hambaNya agar bersikap adil dan ihsan secara bersamaan. Karena sikap adil hanya akan membawa kepada keselamatan. Seperti halnya dalam aktifitas perniagaan, hanya mengembalikan modal. Sedangkan sikap ihsanlah yang akan memberikan kemenangan dan kebahagiaan. Yaitu keuntungan yang lebih dari modal dalam konteks perniagaan. Sehingga, sepatutnya seorang hamba Allah tidak cukup berpuas hati karena hanya mampu melaksanakan adil tanpa dibarengi dengan ihsan. Oleh karenanya, Allah menggandengkan kedua sikap ini dalam ayatNya. Bahkan, Allah justru banyak memuji sikap ihsan di dalam ayat-ayatNya. Diantaranya, “Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan ihsan”. (Al-Kahfi: 30). “Dan berbuat ihsanlah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat ihsan kepadamu”. (Al-Qashash: 77)

Dalam konteks ini, Sayid Qutb memaparkan pemahaman tafsirnya dengan pendekatan ijtima’i yang menjadi ciri khas tafsirnya, bahwa di ayat inilah Al-Qur’an datang dengan membawa mabadi’ (prinsip-prinsip) yang akan menguatkan simpul-simpul yang terjalin di dalam sebuah masyarakat yang akan menjadi penenang bagi setiap individu, umat dan bangsa. Allah mengawalinya dengan prinsip Al-Adl yang harus dijadikan penopang sebagai kaidah yang baku dalam pergaulan sehari-hari. Terlebih lagi, prinsip Al-Adl di dalam ayat ini digandengkan dengan Al-Ihsan untuk melembutkan ketajaman keadilan yang solid. Karena kata Ihsan lebih luas penunjukannya. Maka ihsan mencakup seluruh sendi-sendi kehidupan dari hubungan seorang hamba dengan Rabbnya, hubungan dengan keluarganya, masyarakatnya dan dengan kemanusiaan dalam arti yang luas.

Menurut susunan kalimat dalam ayat ini, penyebutan “Ita’idzil Qurba” (memberi kepada kaum kerabat) setelah Al-Adl dan Al-Ihsan adalah untuk menunjukkan bentuk konkret salah satu dari perbuatan ihsan. Penyebutan khusus kalimat ini hanyalah dalam konteks ta’dzim (pengagungan) terhadap hubungan dengan kaum kerabat dan sebagai ta’kid (penegasan) terhadap konsep ihsan tersebut yang bisa dilakukan secara bertahap, dari wilayah yang paling dekat sampai ke wilayah yang jauh yang meliputi seluruh anggota masyarakat.

Betapa paksi keadilan, ihsan dan takaful dalam struktur bangunan masyarakat ini terasa semakin lenyap dan hilang dari kesehariannya, baik dalam skala pribadi, keluarga maupun masyarakat. Kalaupun ada, masih sangat terbatas dan sangat rapuh. Sedangkan tiga kekuatan penghancur yang tampil dalam kemasan kekejian, kemungkaran dan permusuhan justru semakin menunjukkan eksistensi kekuatannya di tengah umat yang sedang berusaha bangkit dari keterpurukan. Tiga kekuatan ini muncul serentak dalam beragam bentuk dan warnanya. Cukuplah ayat ini menjadi wejangan yang sangat berharga untuk mengembalikan izzatul Islam wal Muslimin. “Dia (Allah) memberi pengajaran kepadamu (dengan ayat ini) agar kamu dapat mengambil pelajaran.” Allahu a’lam

Tuesday, February 17, 2009

Sabar ya ...

be together

Photo taken sunset time @ Seminyak beach, Bali


Berjuang antara kesibukan kantor, urusan jok mobil, dan laptop Lenovo, bikin blog ini agak tak terurus ... sabar ya ... :)

Friday, February 13, 2009

Berani Berubah, Mengubah, dan Diubah

the lake


Berani Berubah, Mengubah, dan Diubah
Arvan Pradiansyah - Majalah Swa Online

Bagaimana cara menjadi orang yang menarik untuk diajak bercakap-cakap? Edward De Bono dalam bukunya How to Have a Beautiful Mind mengemukakan dua cara untuk menjadi orang yang menarik. Pertama, jangan selalu setuju dengan apa yang dikatakan lawan bicara Anda. Kedua, jangan selalu tidak setuju dengan apa yang dikatakan lawan bicara Anda. Selalu setuju bisa diartikan menjilat. Lebih jauh lagi kalau dua orang yang berbicara selalu setuju dengan apa pun yang dikatakan lawan bicaranya, maka sebetulnya tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Kondisi yang sebaliknya juga sulit. Kalau dua orang yang berbicara selalu tidak setuju mengenai topik apa pun, maka tak ada lagi yang bisa diperbincangkan.

Jadi bagaimana cara menjadi orang yang menarik? Menurut De Bono, Anda harus berada di antara kutub Selalu Setuju dan Selalu Tidak Setuju. Namun menurut saya, perbedaan pendapat bukanlah hanya bermanfaat untuk membuat percakapan lebih hangat dan menarik. Perbedaan pendapat dibutuhkan karena hanya dengan perbedaan pendapatlah kreativitas, ide dan pengetahuan baru akan bermunculan.

Ketika semua orang sepakat, maka tidak akan pernah lahir pengetahuan (knowledge) yang baru. Padahal, tantangan dan perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis senantiasa menghendaki kreativitas dan ide brilian. Sebuah ide akan benar-benar siap ketika ide itu telah diperdebatkan, dibahas, dan dijajaki secara sungguh-sungguh. Namun menjajaki sebuah ide bukanlah hal yang mudah dilakukan.

Hambatan utamanya terletak pada ego kita masing-masing, yaitu keinginan untuk menjadi yang paling benar dan paling hebat. Betapa banyaknya pembahasan ide yang kemudian berkembang menjadi ajang pertempuran antarego. Dan ketika ego kita terlibat, sebenarnya kita tengah mengebiri ide itu sendiri. Kita bukan lagi menjajaki ide, kita malah sibuk membuktikan bahwa kita benar dan orang lain salah. Ketika serang-menyerang terjadi tak ada lagi yang membicarakan ide. Ide itu sudah selesai, dan tak akan berproses menjadi lebih baik.

Untuk mencapai kemajuan, sebenarnya kita benar-benar perlu menggodok gagasan itu sendiri. Bukankah sebuah gagasan hanya merupakan hasil pemikiran satu orang? Hanya mewakili satu sudut pandang? Bukankah akan lebih lengkap bila ada orang lain yang dapat memberi masukan mewakili sudut pandang yang berbeda?

Lebih jauh lagi, kita sebenarnya perlu menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini bersifat relatif. Yang mutlak hanyalah Tuhan. Karena itu, kebenaran yang kita kemukakan sebenarnya hanyalah kebenaran relatif, kebenaran yang pasti tidak lengkap karena sebagai manusia kita memiliki kecenderungan untuk melihat dari sudut pandang kita sendiri. Maka, bila ada orang yang menyerang gagasan kita, sebetulnya orang ini sedang berusaha melihat gagasan itu dari sudut pandang yang berbeda. Bila ini yang terjadi, bukankah berarti orang ini sedang melengkapi dan memperkaya gagasan kita?

Kalau demikian, ketika kita berlaku defensif terhadap ide orang lain, ada dua hal yang mungkin terjadi pada kita. Pertama, kita melihat bahwa kebenaran versi kita adalah kebenaran yang mutlak, kebenaran yang final sehingga tidak bisa dibicarakan dan dipersoalkan oleh siapa pun. Kalau ini yang terjadi, kita sebenarnya sedang mempertuhankan diri kita sendiri.

Kedua, kita mengidentifikasi diri dengan gagasan kita. Padahal keduanya sangatlah berbeda. Orang yang bijak adalah orang yang mampu melepaskan gagasan dari si pemiliknya. Orang yang bijak menyadari bahwa sebelum sebuah gagasan dilempar ke pasar, gagasan itu perlu diuji, diserang, dieksplorasi lebih dulu sampai benar-benar matang dan teruji.

Semakin kita mampu melepaskan diri dari gagasan kita semakin bebaslah kita. Dengan kemampuan ini kita dapat melakukan dialog dan diskusi tanpa beban apa pun. Keinginan kita untuk mendapatkan gagasan yang benar-benar brilian telah membuat kita mampu mengalahkan ego kita sendiri. Dan karena itu, kita akan siap untuk berubah, mengubah dan bahkan diubah.

Tanpa kemampuan seperti ini, tidak akan pernah terjadi sebuah diskusi yang menghasilkan pertukaran gagasan dan pemikiran. Tidak pernah ada peningkatan pemahaman terhadap topik yang dibicarakan ataupun pemahaman terhadap individu-individu yang terlibat. Ketika kita belum dapat melepaskan diri dari gagasan kita, maka yang akan tercipta adalah perdebatan, pertahanan diri, dan keinginan menjatuhkan pihak lawan.

Dalam situasi seperti ini kemenangan yang akan kita peroleh sebenarnya merupakan kemenangan semu, sebab ide kita tidak memperoleh pengayaan, pengembangan dan peningkatan apa pun. Maka, menang dalam hal ini sebenarnya tak jauh berbeda dari kalah.

Kemenangan yang hakiki baru bisa kita dapatkan bila kualitas ide yang berkembang jauh di atas kualitas ide ketika pertama kali dikemukakan. Akan tetapi, bila hal ini terjadi biasanya sudah tidak jelas lagi siapa yang paling banyak memberi kontribusi terhadap ide itu. Stephen Covey memberi ilustrasi menarik untuk menggambarkan hal ini, ”This is not my way, this is not your way, this is the better way.

Hal ini sudah tentu bertentangan dengan kemauan ego. Bukankah ego ingin dikenal, dianggap lebih pandai dan lebih hebat? Padahal ketika seseorang sudah meniti tangga kearifan, faktor “apa” akan jauh lebih penting ketimbang faktor “siapa”? Dan bukankah kebahagiaan yang tertinggi hendak kita peroleh ketika kita berhasil meninggalkan kebaikan di dunia ini? Adapun mengenai faktor “siapa”, bukankah sebaiknya kita serahkan saja pada perhitungan Tuhan?

Wednesday, February 11, 2009

nature tenderness

nature tenderness

by the lake

by the lake


it is beautiful, isn't it?
but believe me, this isn't real
don't get deluded into it
find the real one, the truth

which is beautiful indeed
you just simply need to seek and find it
first

Photo taken @ Ranca Upas, Ciwidey

Sunday, February 08, 2009

astonishing land

blue


a land where every morning is a magic morning
when the nature shows how great
is the Greatest Creator
The Most Gracious, Most Merciful

Photo taken @ Ciwidey, South of Bandung

Tuesday, February 03, 2009

WALL-E


Foto dari www.sciencemetropolis.com/2008/07/


Kemarin anak saya sempet cerita kalau film kartun Bolt, Kungfu Panda, dan WALL-E masuk nominasi pemilihan film anak-anak terbaik. Alhamdulillah sempet lihat semua filmnya (nemenin anak-anak lhoo ... :-P) jadi bisa jadi kritikus alias ikut-ikutan menilai ... :D

Kalau dari penilaian umum, kelihatannya sih Kungfu Panda yang bakal menang ya. Sosok-sosoknya menarik, lincah. Aksi kungfunya memukau, ceritanya seru, sang musuh mumpuni (tapi masih mumpuni jago kita), dan penuh dengan hikmah dan falsafah hidup.

Tapi ... menurut saya WALL-E memberikan perspektif baru dunia perfilman (keren nih banget nih ngomongnya :-P). Minim kata-kata, tapi sangat bercerita. WALL-E bercerita dari gerak-gerak si WALL-E, interaksi dengan temannnya si kecoak, dengan lingkungan sekitarnya yang 100% benda mati. Bagaimana WALL-E membereskan gunung sampah dan menemukan barang-barang tak berguna namun menarik. Bagaimana interaksinya dengan EVE, dengan manusia bumi yang sudah sedemikian malas, dengan robot-robot yang lain. Visualisasi dunia masa depan, ruang angkasa, cahaya matahari, beningnya antariksa. Suasana kota yang sepi yang tidak sepi ...

Film ini memvisualisasikan hal-hal sepele. Seperti bagaimana film ini bisa bercerita tentang perasaan hati WALL-E - seorang robot - dengan memperlihatkan reaksinya ketika menonton film yang diputar lewat sebuah ipod (?) usang. Bagaimana kita bisa memvisualisasikan rasa hati WALL-E dengan hanya sekedar melihat jemari tangannya yang nota bene cuma 2 jari dan 2 ruas jari pada setiap tangannya.

Film ini banyak bercerita tentang persahabatan, kegigihan, dan pantang menyerah. Tanpa perlu banyak bercerita ... :)

Belum nonton? Sok atuh ...

Lulus Ujian Akhir? Bidadari Surga Menantimu, Akh…

live peacefully


Lulus Ujian Akhir? Bidadari Surga Menantimu, Akh…

Oleh : Ayat Al Akrash - Hudzaifah.org

Hidup penuh ujian. Allah SWT berfirman bahwa Ia memberi ujian agar mengetahui siapakah yang terbaik amalnya. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan bagimu, agar kami menguji mereka siapakah di antara mereka terbaik perbuatannya." (QS. al-Kahfi: 17)

Sesungguhnya ritme ujian hidup tak ubahnya seperti ujian akhir yang dihadapi para mahasiswa. Sebelum ujian tiba, mahasiswa harus mengikuti perkuliahan reguler dengan tekun dan menyimak apa yang diajarkan dosen agar mendapat ilmu yang bermanfaat dan lulus ujian. Mahasiswa yang terbaik persiapan belajarnya, maka niscaya akan mampu menghadapi ujian itu dengan baik pula. Suka atau tidak, mahasiswa harus menghadapinya, sehingga wajib baginya untuk menyiapkan perbekalannya, sebelum, menjelang, saat dan sesudah ujian. Demikian pula seorang muslim, ia harus menyiapkan bekal untuk menghadapi ujian hidup agar sukses memasuki surga.


Sebelum Ujian Tiba


Setidaknya ada 5 hal yang harus disiapkan seorang muslim sebelum menghadapi ujian hidupnya, yaitu :

1. Kenali sang pemberi ujian, Allah SWT.

Sebagai mahasiswa, kita harus mengenali tipe dosen yang mengajar dan mengetahui cara mengajarnya, pun dalam memberikan nilai. Apa yang dinilai dan bagaimana ia menilai. Seorang dosen tentu memiliki bobot penilaian sekian persen untuk nilai uts, uas, kehadiran, quiz dan tugas.

Allah SWT memiliki 99 asmaul husna. Rasulullah SAW bersabda, "Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa memperhitungkannya dia masuk surga.(Artinya, mengenalnya dan melaksanakan hak-hak nama-nama itu)." (HR. Bukhari). Ia Maha Pengasih dan Penyayang, tetapi jangan lupa, Ia juga Maha Keras Siksanya.

2. Simak apa yang diajarkan sang pemberi ujian

Dosen biasanya memberi kisi-kisi ketika mendekati ujian, bahkan jauh hari, saat tengah mengajar, dengan kata-katanya, "Catat ini, karena biasanya akan keluar dalam soal ujian." Kisi-kisi ujian itu difirmankan Allah SWT, "Sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dan sedikit ketakutan, penyakit, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar". (QS. Al Baqarah : 153 )

3. Banyak latihan

Mahasiswa harus berlatih dengan mengerjakan soal-soal dan banyak membaca. Ini akan memudahkan ketika menghadapi ujian.

Seorang muslim pun demikian, ia harus menempa dirinya dengan ibadah harian, dan tidak memanjakan diri dengan kesenangan duniawi. Orang beriman, mereka telah dilatih oleh-Nya untuk hanya bergantung pada-Nya melalui shalat, doa dan zikir. Mereka dilatih untuk hidup Zuhud (dunia ditangannya namun tidak di hati) melalui zakat, infaq dan shodaqoh. Mereka dilatih untuk bersabar, menahan hawa nafsu melalui puasa. Mereka dilatih untuk bersatu antar sesamanya, kaum mu'minin, melalui haji. Semua itu adalah bekal untuk mempersiapkan pejuang sejati.

4. Jangan absen untuk menghadap-Nya.

Mahasiswa absen lebih dari 4 kali di kelas? Dapat dipastikan, tidak akan bisa mengikuti ujian akhir.

Shalat wajib Anda tinggalkan? Maka kesempatan untuk berkompetisi hilang sudah. Shalat adalah tiang agama. "Yang pertama-tama dipertanyakan (diperhitungkan) terhadap seorang hamba pada hari kiamat dari amal perbuatannya adalah tentang shalatnya. Apabila shalatnya baik maka dia beruntung dan sukses dan apabila shalatnya buruk maka dia kecewa dan merugi." (HR. Annasa’i dan Attirmidzi)

5. Kerjakan tugas-tugas dari Allah SWT.

Dosen memberi tugas? Kerjakan, karena jika tidak, kita tidak akan bisa mendapat nilai A.

Apa yang ditugaskan Allah SWT pada kita?
"Dan hendaklah ada diantara kamu orang-orang yang mengajak kepada kebaikan, dan menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran: 104)

"Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik." (QS. An-Naml : 120)

6. Bertanya jika ada yang tidak diketahui.

Mahasiswa belajar sendiri, mungkin bisa saja dilakukan, namun belum tentu sempurna hasilnya karena terkadang ada catatan yang tak lengkap atau ada ilmu yang diketahui teman, tetapi tak diketahui oleh kita. Bertanya, adalah kunci pembuka ilmu.

Seorang muslim dapat saja belajar sendiri dengan membaca buku-buku Islam, tetapi ia tetap harus bertanya pada teman yang lebih paham ataupun kepada para ulama. "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui."(QS.16 : 43)


Menjelang Ujian

Waktu ujian tengah semester maupun akhir semester, telah ditetapkan waktunya. Dalam hidup, tidak bisa tidak, cepat atau lambat, ujian pasti terjadi. Ada 4 hal yang harus dipersiapkan ketika ujian semakin dekat, yaitu :

1. Persiapkan ilmu, analisa ujian

Analisa ujian yang dihadapi, jangan reaktif. Siapkan jurus-jurus untuk menghadapi ujian, karena setiap soal berbeda bobotnya.

Bekal ilmu untuk menghadapi ujian hidup, sangat penting. Dengan ilmu, kita dapat mengetahui mana jalan yang diridhai-Nya dan mana yang tidak. "Sedikit ilmu lebih baik dari banyak ibadah. Cukup bagi seorang pengetahuan fiqihnya jika dia mampu beribadah kepada Allah (dengan baik) dan cukup bodoh bila seorang merasa bangga (ujub) dengan pendapatnya sendiri." (HR. Athabrani).

2. Belajar dari soal-soal sebelumnya

Mahasiswa harus rajin mencari foto kopi soal di semester sebelumnya, karena soal ujian biasanya mirip.

Pelajarilah ujian yang dihadapi para nabi, ambil hikmah dari setiap ujian. Bagaimana ending penderitaan yang dialami para nabi? Semuanya ada di dalam Al Qur’an. "Apakah kamu mengira akan masuk surga padahal belum datang kepadamu (ujian) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kami. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, diguncang (dengan berbagai cobaan). Sehingga Rosul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, "Kapankah datang pertolongan Allah?" Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat." (QS. al-Baqarah: 214)

3. Belajar dari buku wajib dan buku tambahan

Ada buku wajib kampus dan buku tambahan.

Buku wajib seorang muslim adalah Al Qur’an dan Hadits. Dan untuk buku tambahan adalah buku-buku Islam kontemporer agar wawasan bertambah. "Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan sunnah Rasulullah saw." (HR. Muslim).

4. Berdoa

Berdoalah kepada Allah SWT semoga Ia memudahkan dalam mengerjakan soal-soal ujian.

Senjata orang-orang beriman adalah doa. "Doa adalah senjata seorang mukmin dan tiang (pilar) agama serta cahaya langit dan bumi." (HR. Abu Ya’la)


Saat Ujian


1. Hadapi dengan tenang dan sabar.

Saat memasuki ruang ujian, hadapilah dengan tenang dan sabar, jangan tergesa-gesa.

Pun di dalam menghadapi ujian hidup, wajib sabar ketika ujian itu datang. Rasulullah SAW bersabda, "Sabar yang sebenarnya ialah sabar pada saat bermula tertimpa musibah." (HR. Al Bukhari)
2. Konsentrasi pada soal ujian, jangan curang.

Soal telah dibagikan. Konsentrasilah pada soal ujian dan jangan coba-coba menyontek!

Saat ujian datang, seorang muslim jangan justru lari dari-Nya dengan cara bermaksiat kepada-Nya. Berapa banyak kita saksikan manusia yang ditimpa ujian dan cobaan, bukannya mendekat kepada-Nya, tetapi justru bermaksiat dengan lari dari jalan da’wah ataupun memisahkan diri dari barisan. "syaghalatna amwaluna waahluna : kami telah dilalaikan oleh harta dan keluarga" (QS. 48:11)

3. Selesaikan yang mudah dahulu.

Menghadapi ujian dari dosen, membutuhkan strategi, jangan mengerjakan soal-soal yang sulit dahulu, tetapi kerjakan yang mudah.

Jangan memasuki bidang ujian yang kita tidak mampu memasukinya. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak semestinya seorang muslim menghina dirinya. Para sahabat bertanya, "Bagaimana menghina dirinya itu, ya Rasulullah?" Nabi saw menjawab, "Melibatkan diri dalam ujian dan cobaan yang dia tak tahan menderitanya."(HR. Ahmad dan Attirmidzi)

4. Jangan mengeluh bila soalnya sulit.

Ujian kita sangat sulit? Jangan mengeluh. Karena percuma saja, toh ujian tak akan selesai dengan keluhan.

Seorang muslim janganlah sampai mengeluh ketika ujian menimpa, karena Rasulullah SAW bersabda, "Ada 3 hal yang termasuk pusaka kebajikan, yaitu merahasiakan keluhan, merahasiakan musibah dan merahasiakan sodaqoh (yang kita keluarkan)." (HR. Athabrani).


Sesudah Ujian


1. Evaluasi

Apakah ujian itu dapat kita lalui dengan baik? Ucapkan hamdalah bila berhasil melaluinya. Seorang muslim ketika telah melewati ujian berupa penderitaan dan kesedihan, hendaknya tetap istiqomah di jalan-Nya. Dari Abu Hurairah ra katanya, sabda Rasulullah saw, "Tidak disengat seseorang mukmin itu dua kali dalam satu lubang."

2. Ambil hikmahnya.

Ada hikmah di setiap kejadian. Karena khasanah kebaikan kembali kepada-Nya. Bahkan ketika tertusuk duri, ada hikmahnya. "Tiada seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, kecuali Allah mencatat baginya kebaikan dan menghapus darinya dosa." (HR. Al Bukhari)

3. Bersiap menghadapi ujian selanjutnya.

Ujian mahasiswa tentu tidak hanya satu mata kuliah, tetapi ada beberapa macam.
Selama hayat masih dikandung badan, maka bersiaplah menghadapi ujian-ujian yang beraneka ragam bentuknya. "Apakah kamu mengira kamu akan dibiarkan saja mengatakan ‘kami beriman’ sedang mereka tidak di uji lagi?" (QS. Al Ankaabut: 2-3)


Untuk Apa Ujian Itu?


Untuk apakah ujian itu Allah SWT berikan kepada hamba-hamba-Nya?

Ujian adalah sunnatullah dari Allah untuk memisahkan orang-orang munafik dari barisan orang-orang beriman, memisahkan antara loyang dengan emas. "Allah menguji hamba-Nya dengan menimpakan musibah sebagaimana seorang menguji kemurnian emas dengan api (pembakaran). Ada yang ke luar emas murni. Itulah yang dilindungi Allah dari keragu-raguan. Ada juga yang kurang dari itu (mutunya) dan itulah yang selalu ragu. Ada yang ke luar seperti emas hitam dan itu yang memang ditimpa fitnah (musibah)." (HR. Athabrani)

Ujian adalah tarbiyah dari Allah untuk meningkatkan derajat hamba-Nya, sebagai wujud kasih sayang-Nya. "Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapainya dengan amal-amal kebaikannya maka Allah menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu." (HR. Athabrani).

Ujian adalah sunntullah untuk orang-orang yang berada di jalan Al Haq. Jika kita tidak merasakan adanya ujian yang berat, maka patut dipertanyakan apakah jalan yang kita lalui adalah jalan yang benar. Saad bin Abi Waqqash berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah saw, "Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujian dan cobaannya?" Nabi saw menjawab, "Para nabi kemudian yang meniru (menyerupai) mereka dan yang meniru (menyerupai) mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamanya tipis (lemah) dia diuji sesuai dengan itu (ringan) dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu (keras). Seorang diuji terus-menerus sehingga dia berjalan di muka bumi bersih dari dosa-dosa." (HR. Al Bukhari)

Dalam menghadapi ujian, seorang mu’min harus selalu berprasangka baik kepada Tuhannya. "Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah ‘Azza wajalla bila menyenangi suatu kaum Allah menguji mereka. Barangsiapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barangsiapa murka maka baginya murka Allah." (HR. Attirmidzi).

Allah SWT menghibur orang-orang beriman dalam menghadapi ujian dengan firman-Nya, "Dan janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman." (QS. 3 : 139).

Penutup

Ujian hidup tidak selamanya berbentuk penderitaan dan kesedihan hati, tetapi bisa juga dalam bentuk kenikmatan dan kesenangan. Bila ujian itu dalam bentuk kesenangan, apakah sang hamba dapat bersyukur? Bila dalam penderitaan, apakah sang hamba bersabar? Syukur dan sabar adalah keistimewaan orang-orang yang beriman, yang dikagumi oleh sang nabi.

Surga memiliki kriteria (muwashofat) untuk orang-orang yang akan memasukinya. Nilai A, B, C, D, atau E, adalah hak prerogatif Allah SWT. Tugas manusia adalah berdoa, berikhtiar dan bersabar. Dan tentu saja, untuk mengetahui apakah kita benar-benar lulus atau tidak, jawabannya ada di hari akhir nanti.

Lulus ujian, akan menaikkan derajat kita di sisi-Nya dan tiada lain balasannya adalah ridha-Nya, surga-Nya, dan bidarari yang bermata jeli. Allah SWT berfirman, "Dan (di dalam Surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik." (QS. Al Waqiah : 22-23).

Bidadari menantimu, akh… Selamat ujian.


Di waktu ujian badai terus melanda
Engkau tetap gigih berjuang
Membenarkan sabda junjungan
Terus memburu menuntut janji,
Pastilah Islam gemilang lagi
Ujian bukan batu penghalang
Karena itulah syarat dalam berjuang
Ujian adalah tarbiyah dari Allah
Apakah kita kan sabar ataupun sebaliknya


- The Zikr -

Monday, February 02, 2009