Wednesday, December 31, 2008

a portrait

a portrait

a portrait would tell thousand stories
about someone and her life
a portrait of you
what it will tell to the world?

Picture taken during Idul adha celebration, Jakarta

Thursday, December 25, 2008

Agungkan Allah, Semua Jadi Kecil

ied mubarak 1429H

Agungkan Allah, Semua Jadi Kecil
Ulis Tofa, Lc - dakwatuna.com

“Hasbunallah wa ni’mal wakiil, Cukuplah bagi kami Allah, dan Dia sebaik-baik penolong”. Ungkapan diatas disenandungkan oleh kekasih Allah swt, Ibrahim as, saat penguasa dan pengikutnya mengeroyok dan menceburkan dirinya dalam bara api, namun Ibrahim selamat dan menjadi pemenang.

Ungkapan itu juga yang dilantunkan oleh nabiyullah Muhammad saw. tatkala mendapat pengkroyokan dan penganiayaan dari pasukan Ahzab. Rasul pun keluar sebagai pemenang. HR. Bukhari.

“(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka perkataan itu justru menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. QS. Ali Imran: 173

Sudah menjadi sunnatullah dalam dakwah, bahwa jalan dakwah tidaklah bertabur kenikmatan, kesenangan dan kemewahan. Dakwah diusung menghadapi penentangan, konspirasi, persekongkolan, isolasi, pengkroyokan, bahkan ancaman pembunuhan. Oleh karenanya dakwah hanya bisa diemban oleh mereka yang mewakafkan diri dan hidupnya untuk Allah swt semata. Dakwah tidak mungkin akan dipikul oleh mereka yang mengharapkan kemewahan dunia, bersantai dengan kesenangan materi.

Rasulullah saw didalam memulai perjuangan menyeru kerabat dan kaumnya, mendapatkan taujihat Robbaniyyah – arahan Allah swt - agar menguatkan keimanan, kepribadian dan kesabaran: yaitu arahan untuk senantiasa mengagungkan Allah, membersihkan jiwa, mejauhkan diri dari maksiat, mengikhlaskan kerja, dan sabar dalam perjuangan.

Berikut taujihat rabbaniyyah dalam surat Al Muddatstsir ayat 1-7 untuk Muhammad saw dan tentunya untuk umatnya semua. Allah swt berfirman:

”Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan!. Dan Tuhanmu agungkanlah!. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” QS. Al Muddatstsir: 1-7.

Bekal pertama, Agungkan Allah.
Allah swt menanamkan dalam persepsi dan keyakinan Muhammad agar hanya mengagungkan Allah swt semata, selain-nya kecil tiada berarti. Baik dalam konteks tawaran kenikmatan duniawi, pun dalam konteks siksaan, penolakan dan pembunuhan di dunia yang dilakukan musuh-musuh dakwah, maka jika dibandingkan dengan pemberian, keridloan dan surga Allah swt sungguh tiada ada artinya.

Pengagungan Allah swt dalam qalbu, lisan, fikiran dan perilaku. Dalam setiap kesempatan dan kondisi Rasulullah saw selalu berdzikir dan mengagungkan Allah swt, sehingga inilah rahasia do’a Nabi saw ketika kelur dari buang hajat: “Ghufranaka: Aku mohon ampunan-Mu Ya Allah.”. Hasil penelitian para ahli hadits menyimpulkan bahwa Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan dzikir dan pengagungan Allah swt, namun karena tidak diperkenankannya berdzikir di saat buang hajat, maka ungkapan pertama saat keluar dari buang hajat adalah, mohon ampun karena beliau tidak melakukan dzikir pada saat buang hajat.

Dengan sikap inilah, ma’iyatullah –kebersamaan Allah- dalam bentuk pertolongan-Nya selalu datang pada saat dibutuhkan.

Inilah rahasia dikumandangkannya kalimat takbir “Allahu Akbar wa lilLahil Hamd, Allah Maha Besar dan bagi-Nya segala pujian”.

Bekal kedua, Bersihkan Hati.
Dalam upaya mengagungkan Allah swt dalam setiap kesempatan, maka dibutuhkan hati yang bersih dan jiwa yang suci. Hati adalah panglima dalam tubuh seorang manusia. Jika panglima itu baik, sudah barang tentu tentaranya akan menjadi baik, sebaliknya jika panglima buruk, maka buruklah semua tentaranya.

Mayoritas ahli tafsir sepakat bahwa perintah mensucikan pakaian disini kinayah atau kiasan, bukan makna dzahir. Artinya perintah pembersihan hati dan pensucian jiwa. Penampilan fisik tidak akan berarti, apabila apa yang dibalik fisik itu busuk.

Hati senantiasa dijaga kefitrahannya dan dibersihkan dari beragam penyakit hati, seperti sombong, iri, riya, adu domba, meremehkan orang, dan yang paling berbahaya adalah syirik, menyekutukan Allah swt dengan makhluk-Nya.

“…..dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kamu sedikitpun….” (QS. At Taubah : 25-26).

Bekal ketiga, Jahui Maksiat.
Agar keagungan Allah swt menghiasi diri, maka diri harus menjauhkan dari dosa dan maksiat. Begitu pun sebaliknya, meninggalkan maksiat akan mewariskan ma’iyyatullah.

Allah swt hanya akan turut campur kepada orang beriman dengan menurunkan pertolongan-Nya, jika orang beriman itu dekat dan taat kepada-Nya. Sebaliknya jika mereka berbuat maksiat dan dosa, maka apa bedanya mereka dengan orang lain? Bedanya orang lain lebih canggih perlengkapannya dan lebih besar jumlahnya. Sehingga secara hitungan rasio manusiawi orang lain mampu mengalahkan orang beriman.

Ada kisah menarik, dalam sebuah peperangan melawan kaum kuffar, kaum muslimin beberapa kali mengalami kekalahan. Sang panglima segera mengevaluasi pasukannya, mengapa kekalahan demi kekalahan bisa terjadi? Tak ada yang kurang. Semua perlengkapan lengkap, pun ibadah-ibadah dilakukan dengan baik. Namun saat pagi menjelang, sang panglima mengamati pasukannya dan baru menyadari bahwa ternyata pasukannya melupakan satu sunah Rasul, yaitu bersiwak! Panglima segera memerintahkan menggosok gigi dengan siwak (sejenis kayu) kepada seluruh pasukannya. Pasukan pengintai dari pihak musuh menjadi takut karena melihat para tentara muslim tengah menggosok-gosok giginya dengan kayu, dan mengira pasukan kaum muslimin tengah menajamkan gigi-giginya untuk menyerang musuh. Pihak musuh menjadi gentar dan segera menarik mundur pasukannya.

Sepele, lupa bersiwak, namun besar dampaknya. Inilah rahasia pertolongan Allah swt.

Bekal keempat, Ikhlaskan dalam Berjuang.
Hidup seorang mukmin adalah untuk prestasi amal dan kontribusi manfaat untuk umat manusia. Kesemuanya itu dilakukan semata-mata dilandasi mencari keredloan Allah swt semata. Balasan Allah swt jauh lebih baik dan lebih mulya, dibandingkan dengan kemewahan dunia berikut kemegahannya. Seorang mukmin akan selalu mengejar mimpinya, yaitu keridloan Allah swt, di dunia dan di akhirat kelak.

Menarik disini seruan Allah swt dalam bentuk ”larangan”, sedangkan yang lainya menggunakan bentuk ”perintah”. ”Jangan kamu memberi untuk mengharapkan mendapat imbalan yang lebih”. Artinya, peringatan keras dari Allah swt agar manusia senantiasa mengikhlaskan amal perbuatan dan perjuangan. Tidak merasa paling berjasa dan juga tidak meremehkan andil orang lain.

Bekal kelima, Sabar Di Jalan Allah.
Sabar dalam kesunyian pengikut, sabar dalam penolakan ajakan, sabar dalam kekalahan, dan sabar dalam kemenangan dan kemewahan.

Ketika Rasulullah saw mengetahui kondisi keluarga sahabatnya, Yasir yang mendapat siksaan berat dan pembunuhan keji, Rasulullah saw langsung memberi kabar gembira kepada mereka:

“Sabar wahai keluarga Yasir, Sungguh surga buat kalian kelak!.”

Sabar dalam berdakwah mencakup segala hal yang positif, seperti banyak ide, solusi, perencanaan, kerja keras, kerja sama, pendelegasian, pemanfaatan sarana dan adanya evaluasi. Sabar bukan dikonotasikan negatif seperti pasrah, nerimo, malas, menunggu dan tidak berusaha.

Dengan bekalan itu terbukti dalam sejarah, Rasulullah saw mampu melewati dua masa sulit sekaligus: Masa sulit mendapatkan tawaran kemewahan, jabatan, pengikut, bahkan wanita. Dan masa sulit tatkala beliau harus berdarah-darah menerima pengkroyokan dan penganiayaan dari kaumnya.

“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”.

Inilah bekalan bagi penyeru kebajikan dan penerus perubahan dari masa ke masa.

Allahu A’lam.

Tuesday, December 23, 2008

Monkey business ...

Monkey business ...

Would you mind us? She asked
We have serious things high up here ...
It's monkey business, nothing to do with you
Take pictures somewhere else, please ...

Taken @ Telaga Warna, Puncak, Jawa Barat, Indonesia

Sunday, December 21, 2008

HIS painting

HIS painting


Behold! In the creation of the heavens and the earth; in the alternation of the Night and the Day; in the sailing of the ships through the Ocean for the profit of mankind; in the rain which Allah sends down from the skies, and the life which He gives therewith to an earth that is dead; in the beasts of all kinds that He scatters through the earth; in the change of the winds and the clouds which they trail like their slaves between the sky and the earth, (here) indeed are Signs for a people that are wise. (QS Al Baqarah 2:164)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS Al Baqarah 2:164)

Photo taken @ Golden City, Colorado

Wednesday, December 17, 2008

Jakarta

Jakarta ... one

In one of those rare clear days in Jakarta ....

Monday, December 15, 2008

La vie est belle

La vie est belle

Natural places can do wonders for your spirit - they can put your mind at ease, inspire inner peace, make you forget about the mundane drudgery that makes up so much of our lives and give you a chance to be transported into a simpler, more beautiful world where things just make sense.

Keindahan alam bisa membawa kita kepada kedamaian hati, ketenangan jiwa, dan memberikan kesempatan yang tulus untuk melihat hidup ini dengan lebih sederhana dan jauh lebih indah.

qouted from article Six Silver Bullets: For Big Impact Scenics! - Outdoor Photography

Sunday, December 14, 2008

Bersihkan jendela anda!

the sweet one


Kalau Anda merasa kurang bahagia, pasti ada yang salah dengan 'jendela' Anda. Solusinya sederhana saja, bersihkan jendela Anda dan ubahlah posisinya menjadi lebih baik. Anda akan langsung merasakan kehidupan yang indah, bahagia dan penuh dengan berbagai keajaiban.

Dikutip dari buku Life is Beautiful - Arvan Pradiansyah

Thursday, December 11, 2008

it's a beautiful day!

it's a beautiful day!

one of those lovely saturday ...

Photo taken @ Depok, Indonesia

3 Langkah Menjadi Manusia Terbaik

can you feel it

3 Langkah Menjadi Manusia Terbaik
Mochamad Bugi - dakwatuna.com

Ada hadits pendek namun sarat makna dikutip Imam Suyuthi dalam bukunya Al-Jami’ush Shaghir. Bunyinya, "Khairun naasi anfa’uhum linnaas." Terjemahan bebasnya: sebaik-baik manusia adalah siapa yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain.

Derajat hadits ini ini menurut Imam Suyuthi tergolong hadits hasan. Syeikh Nasiruddin Al-Bani dalam bukunya Shahihul Jami’ush Shagir sependapat dengan penilaian Suyuthi.

Adalah aksioma bahwa manusia itu makhluk sosial. Tak ada yang bisa membantah. Tidak ada satu orangpun yang bisa hidup sendiri. Semua saling berketergantungan. Saling membutuhkan.

Karena saling membutuhkan, pola hubungan seseorang dengan orang lain adalah untuk saling mengambil manfaat. Ada yang memberi jasa dan ada yang mendapat jasa. Si pemberi jasa mendapat imbalan dan penerima jasa mendapat manfaat. Itulah pola hubungan yang lazim. Adil.

Jika ada orang yang mengambil terlalu banyak manfaat dari orang lain dengan pengorbanan yang amat minim, naluri kita akan mengatakan itu tidak adil. Orang itu telah berlaku curang. Dan kita akan mengatakan seseorang berbuat jahat ketika mengambil banyak manfaat untuk dirinya sendiri dengan cara yang curang dan melanggar hak orang lain.

Begitulah hati sanubari kita, selalu menginginkan pola hubungan yang saling ridho dalam mengambil manfaat dari satu sama lain. Jiwa kita akan senang dengan orang yang mengambil manfaat bagi dirinya dengan cara yang baik. Kita anggap seburuk-buruk manusia orang yang mengambil manfaat banyak dari diri kita dengan cara yang salah. Apakah itu menipu, mencuri, dan mengambil paksa, bahkan dengan kekerasan.

Namun yang luar biasa adalah orang lebih banyak memberi dari mengambil manfaat dalam berhubungan dengan orang lain. Orang yang seperti ini kita sebut orang yang terbaik di antara kita. Dermawan. Ikhlas. Tanpa pamrih. Tidak punya vested interes.

Orang yang selalu menebar kebaikan dan memberi manfaat bagi orang lain adalah sebaik-baik manusia. Kenapa Rasulullah saw. menyebut seperti itu? Setidaknya ada empat alasan. Pertama, karena ia dicintai Allah swt. Rasulullah saw. pernah bersabda yang bunyinya kurang lebih, orang yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Siapakah yang lebih baik dari orang yang dicintai Allah?

Alasan kedua, karena ia melakukan amal yang terbaik. Kaidah usul fiqih menyebutkan bahwa kebaikan yang amalnya dirasakan orang lain lebih bermanfaat ketimbang yang manfaatnya dirasakan oleh diri sendiri. Apalagi jika spektrumnya lebih luas lagi. Amal itu bisa menyebabkan orang seluruh negeri merasakan manfaatnya. Karena itu tak heran jika para sahabat ketika ingin melakukan suatu kebaikan bertanya kepada Rasulullah, amal apa yang paling afdhol untuk dikerjakan. Ketika musim kemarau dan masyarakat kesulitan air, Rasulullah berkata membuat sumur adalah amal yang paling utama. Saat seseorang ingin berjihad sementara ia punya ibu yang sudah sepuh dan tidak ada yang merawat, Rasulullah menyebut berbakti kepada si ibu adalah amal yang paling utama bagi orang itu.

Ketiga, karena ia melakukan kebaikan yang sangat besar pahalanya. Berbuat sesuatu untuk orang lain besar pahalanya. Bahkan Rasulullah saw. berkata, "Seandainya aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi suatu kebutuhannya, maka itu lebih aku cintai daripada Iktikaf sebulan di masjidku ini." (Thabrani). Subhanallah.

Keempat, memberi manfaat kepada orang lain tanpa pamrih, mengundang kesaksian dan pujian orang yang beriman. Allah swt. mengikuti persangkaan hambanya. Ketika orang menilai diri kita adalah orang yang baik, maka Allah swt. menggolongkan kita ke dalam golongan hambanya yang baik-baik.

Pernah suatu ketika lewat orang membawa jenazah untuk diantar ke kuburnya. Para sahabat menyebut-nyebut orang itu sebagai orang yang tidak baik. Kemudian lewat lagi orang-orang membawa jenazah lain untuk diantar ke kuburnya. Para sahabat menyebut-nyebut kebaikan si mayit. Rasulullah saw. membenarkan. Seperti itu jugalah Allah swt. Karena itu di surat At-Taubah ayat 105, Allah swt. menyuruh Rasulullah saw. untuk memerintahkan kita, orang beriman, untuk beramal sebaik-baiknya amal agar Allah, Rasul, dan orang beriman menilai amal-amal kita. Di hari akhir, Rasul dan orang-orang beriman akan menjadi saksi di hadapan Allah bahwa kita seperti yang mereka saksikan di dunia.

Untuk bisa menjadi orang yang banyak memberi manfaat kepada orang lain, kita perlu menyiapkan beberapa hal dalam diri kita. Pertama, tingkatkan derajat keimanan kita kepada Allah swt. Sebab, amal tanpa pamrih adalah amal yang hanya mengharap ridho kepada Allah. Kita tidak meminta balasan dari manusia, cukup dari Allah swt. saja balasannya. Ketika iman kita tipis terkikis, tak mungkin kita akan bisa beramal ikhlas Lillahi Ta’ala.

Ketika iman kita memuncak kepada Allah swt., segala amal untuk memberi manfaat bagi orang lain menjadi ringan dilakukan. Bilal bin Rabah bukanlah orang kaya. Ia hidup miskin. Namun kepadanya, Rasulullah saw. memerintahkan untuk bersedekah. Sebab, sedekah tidak membuat rezeki berkurang. Begitu kata Rasulullah saw. Bilal mengimani janji Rasulullah saw. itu. Ia tidak ragu untuk bersedekah dengan apa yang dimiliki dalam keadaan sesulit apapun.

Kedua, untuk bisa memberi manfaat yang banyak kepada orang lain tanpa pamrih, kita harus mengikis habis sifat egois dan rasa serakah terhadap materi dari diri kita. Allah swt. memberi contoh kaum Anshor. Lihat surat Al-Hasyr ayat 9. Merekalah sebaik-baik manusia. Memberikan semua yang mereka butuhkan untuk saudara mereka kaum Muhajirin. Bahkan, ketika kaum Muhajirin telah mapan secara financial, tidak terbetik di hati mereka untuk meminta kembali apa yang pernah mereka beri.

Yang ketiga, tanamkan dalam diri kita logika bahwa sisa harta yang ada pada diri kita adalah yang telah diberikan kepada orang lain. Bukan yang ada dalam genggaman kita. Logika ini diajarkan oleh Rasulullah saw. kepada kita. Suatu ketika Rasulullah saw. menyembelih kambing. Beliau memerintahkan seoran sahabat untuk menyedekahkan daging kambing itu. Setelah dibagi-bagi, Rasulullah saw. bertanya, berapa yang tersisa. Sahabat itu menjawab, hanya tinggal sepotong paha. Rasulullah saw. mengoreksi jawaban sahabat itu. Yang tersisa bagi kita adalah apa yang telah dibagikan.

Begitulah. Yang tersisa adalah yang telah dibagikan. Itulah milik kita yang hakiki karena kekal menjadi tabungan kita di akhirat. Sementara, daging paha yang belum dibagikan hanya akan menjadi sampah jika busuk tidak sempat kita manfaatkan, atau menjadi kotoran ketika kita makan. Begitulah harta kita. Jika kita tidak memanfaatkannya untuk beramal, maka tidak akan menjadi milik kita selamanya. Harta itu akan habis lapuk karena waktu, hilang karena kematian kita, dan selalu menjadi intaian ahli waris kita. Maka tak heran jika dalam sejarah kita melihat bahwa para sahabat dan salafussaleh enteng saja menginfakkan uang yang mereka miliki. Sampai sampai tidak terpikirkan untuk menyisakan barang sedirham pun untuk diri mereka sendiri.

Keempat, kita akan mudah memberi manfaat tanpa pamrih kepada orang lain jika dibenak kita ada pemahaman bahwa sebagaimana kita memperlakukan seperti itu jugalah kita akan diperlakukan. Jika kita memuliakan tamu, maka seperti itu jugalah yang akan kita dapat ketika bertamu. Ketika kita pelit ke tetangga, maka sikap seperti itu jugalah yang kita dari tetangga kita.

Kelima, untuk bisa memberi, tentu Anda harus memiliki sesuatu untuk diberi. Kumpulkan bekal apapun bentuknya, apakah itu finansial, pikiran, tenaga, waktu, dan perhatian. Jika kita punya air, kita bisa memberi minum orang yang harus. Jika punya ilmu, kita bisa mengajarkan orang yang tidak tahu. Ketika kita sehat, kita bisa membantu beban seorang nenek yang menjinjing tak besar. Luangkan waktu untuk bersosialisasi, dengan begitu kita bisa hadir untuk orang-orang di sekitar kita.

Mudah-muhan yang sedikit ini bisa menginspirasi.

Tuesday, December 09, 2008

fresh air

fresh air

imagine you are there
standing right here
and taking a deep breath
of mountain's fresh air

Photo taken somewhere @ Puncak, West Java, Indonesia

Monday, December 08, 2008

Happy Eid Adha 1429H

ied mubarak 1429H


Pada khutbah Idul Adha pagi ini, sang ustad mengingatkan, bahwa jemaah haji yang sedang wukuf di arafah, sebenarnya seperti kita saat ini. Hanya mampir sebentar untuk terus melanjutkan perjalanan. Subhanalloh ... jadi ingat posting tulisan lama pak Nadirsyah Hosen ... Semoga kita bisa memanfaatkan waktu kita yang sebentar, yang hanya mampir, di dunia ini ... semata mencari dan berharap ridhoNya ... amiiin.

Dan Umarpun menangis
Nadirsyah Hosen

Pernahkah anda membaca dalam riwayat akan Umar bin Khatab menangis? Umar bin Khatab terkenal gagah perkasa sehingga disegani lawan maupun kawan. Bahkan konon, dalam satu riwayat, Nabi menyebutkan kalau Syeitan pun amat segan dengan Umar sehingga kalau Umar lewat di suatu jalan, maka Syeitan pun menghindar lewat jalan yang lain. Terlepas dari kebenaran riwayat terakhir ini, yang jelas keperkasaan Umar sudah menjadi buah bibir di kalangan umat Islam. Karena itu kalau Umar sampai menangis tentulah itu menjadi peristiwa yang menakjubkan.

Mengapa "singa padang pasir" ini sampai menangis?

Umar pernah meminta izin menemui rasulullah. Ia mendapatkan beliau sedang berbaring di atas tikar yang sangat kasar. Sebagian tubuh beliau berada di atas tanah. Beliau hanya berbantal pelepah kurma yang keras. Aku ucapkan salam kepadanya dan duduk di dekatnya. Aku tidak sanggup menahan tangisku.

Rasul yang mulia bertanya, "mengapa engkau menangis ya Umar?" Umar menjawab, "bagaimana aku tidak menangis. Tikar ini telah menimbulkan bekas pada tubuh engkau, padahal Engkau ini Nabi Allah dan kekasih-Nya. Kekayaanmu hanya yang aku lihat sekarang ini. Sedangkan Kisra dan kaisar duduk di singgasana emas dan berbantalkan sutera".

Nabi berkata, "mereka telah menyegerakan kesenangannya sekarang juga; sebuah kesenangan yang akan cepat berakhir. Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang yang bepergian pada musim panas. Ia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian berangkat dan meninggalkannya."

Indah nian perumpamaan Nabi akan hubungan beliau dengan dunia ini. Dunia ini hanyalah tempat pemberhentian sementara; hanyalah tempat berteduh sejenak, untuk kemudian kita meneruskan perjalanan yang sesungguhnya.

Ketika anda pergi ke Belanda, biasanya pesawat akan transit di Singapura. Atau anda pulang dari Saudi Arabia, biasanya pesawat anda mampir sejenak di Abu Dhabi. Anggap saja tempat transit itu, Singapura dan Abu Dhabi, merupakan dunia ini. Apakah ketika transit anda akan habiskan segala perbekalan anda? Apakah anda akan selamanya tinggal di tempat transit itu?

Ketika anda sibuk shopping ternyata pesawat telah memanggil anda untuk segera meneruskan perjalanan anda. Ketika anda sedang terlena dan sibuk dengan dunia ini, tiba-tiba Allah memanggil anda pulang kembali ke sisi-Nya. Perbekalan anda sudah habis, tangan anda penuh dengan bungkusan dosa anda, lalu apa yang akan anda bawa nanti di padang Mahsyar.

Sisakan kesenangan anda di dunia ini untuk bekal anda di akherat. Dalam tujuh hari seminggu, mengapa tak anda tahan segala nafsu, rasa lapar dan rasa haus paling tidak dua hari dalam seminggu. Lakukan ibadah puasa senin-kamis. Dalam dua puluh empat jam sehari, mengapa tak anda sisakan waktu barang satu-dua jam untuk sholat dan membaca al-Qur'an. Delapan jam waktu tidur kita....mengapa tak kita buang 15 menit saja untuk sholat tahajud.

"Celupkan tanganmu ke dalam lautan," saran Nabi ketika ada sahabat yang bertanya tentang perbedaan dunia dan akherat, "air yang ada di jarimu itulah dunia, sedangkan sisanya adalah akherat"

Bersiaplah, untuk menyelam di "lautan akherat". Siapa tahu Allah sebentar lagi akan memanggil kita,dan bila saat panggilan itu tiba, jangankan untuk beribadah, menangis pun kita tak akan punya waktu lagi.

Friday, December 05, 2008

pathway

pathway


although it was a cloudy day
yet the path was so cheerful ... :)

Photo taken @ a restaurant in Garut, West Java, Indonesia

Tuesday, December 02, 2008

6 Tips Penting untuk fotografi di luar ruangan

if ...


Pssst ini ringkasan dari artikel Six Silver Bullets for Big Impact Scenics di majalah Outdoor Photography edisi November 2008 .... : ) Bagus banget, jadi saya ringkas (dan dimodifikasi dikit-dikit hehehe) Mudah-mudahan bisa diingat-ingat kalau mau foto lagi ... :)

Apa ya hal-hal yang perlu kita perhatikan, camkan, dan resapi dalam 'perjalanan' kita di dunia fotografi? Kata sang penulis, ada 6 hal sebagai berikut:

1. Keluar dan carilah, lebih sering lagi
Sering kali kita merasa dengan melakukan satu perjalanan ke tempat, kita sudah merekam tempat itu. Padahal ini bukan jaminan. Kita tahu bahwa keadaan suatu tempat sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca (hujan, terang, gelap, kering, cerah, mendung, berawan, dsb), situasi tempat (kering, basah, embun, gugur, lebat, dsb), komponen pendukung (banyak orang, sepi, banyak binatang, kucing, sapi, burung, lebah, kupu-kupu, dsb), suasana hati (riang, sedih, gembira, lagi stress, dsb), teman (rame, sedikit, jago semua, lagi belajar semua, dsb), dan banyak lagi. Lalu bagaimana kita bisa yakin kalau kita sudah merekam tempat itu sebaik-baiknya lewat kamera kita?

Kita tidak bisa menentukan kapan hal yang unik akan terjadi, kita tidak bisa memesan suatu kondisi pencahayaan yang cantik, maupun menginstruksikan agar terjadinya langit yang dramatis, kata tulisan ini. Jadi, keluar dan carilah, lebih sering lagi ... temukan keunikan tempat itu, keunikan yang hanya ‘milik’ kita.

2. Serius yaaa ....
Temukan obyek anda dengan serius, gunakan kamera dengan serius, dan – yang paling penting – anda sendiri kudu’ serius! Percayailah diri anda, bahwa anda bisa membuat foto yang bagus, percayailah bahwa kamera yang anda pegang bisa menghasilkan foto yang bagus, dan percayailah bahwa anda akan menemukan obyek yang bagus.

Kalau kita menemukan obyek yang kita rasa bagus, tenanglah dan gunakan waktu anda untuk mempelajarinya. Tanyalah pada diri sendiri, “Foto apa yang bisa saya buat?” “Komposisi apa yang terbaik?” Dan percayalah, pertanyaan ini sama sekali tidak berhubungan dengan kamera apa yang sedang anda pakai. Juga tidak berhubungan apakah anda sudah berjalan 1 jam ke lokasi ini, atau obyek ini anda temukan di halaman rumah anda.

Kalau anda mau memfotonya, maka fotolah dengan baik! Tidak ada yang tahu, jangan-jangan dari situasi sederhana anda akan menghasilkan foto yang gemilang ... : )

PS. Tips dari editor alias saya, serius tapi fun ya ... :)

3. Riset, riset, riset
Di tips pertama kita dah lihat banyaknya faktor di luar kontrol kita. Namunnnnn ... masih banyak yang kita bisa lakukan agar lebih optimal dalam perburuan kita. Pengetahuan tempat (enaknya dikunjungi pagi atau sore, musim kemarau atau hujan, dsb), pengetahuan mengenai daerah tersebut (sejarahnya, pola cuaca, tanaman/bunga yang tumbuh, dst) akan sangat membantu. Persiapan logistik yang juga disesuaikan dengan kondisi tempat yang akan kita kunjungi akan sangat membantu kita untuk berkonsentrasi pada acara jepret dan bukan pada yang lainnya (makan dimana ya? Beli air minum deket ga? Eh, kita sholatnya di jalan atawa dimana? :) )

4. Peralatan bagus, sekedar peralatan bagus
Peralatan kita sangat mendukung kesiapan kita dalam mengambil foto. Namun, jangan lupa, peralatan itu hanya akan mendukung sampai titik tertentu. Peralatan bagus akan mendukung kita mengambil foto yang baik secara teknis. Namun dia tidak akan membuat foto kita menjadi suatu kenangan indah, dia tidak akan meningkatkan komposisi maupun pencahayaan. Dan tidak akan menjadikan foto kita menjadi lebih baik.

Jadi belilah peralatan yang cukup ... yang cukup ... saja ... :)

5. Jangan maksa cing ...
Cukup sering kita sudah sampai ke tempat yang kita tuju dan ternyata situasinya tidak seperti yang kita bayangkan dan impikan. Katakan saja, hujan ... atau mendung .. atau penuh sesak dengan orang ... atau ... atau ... hehehe. Kata tulisan ini, situasi ini jangan sampai membuat kita frustasi.

Ingatlah bahwa tujuan awal kita memfoto tempat ini karena keindahannya. Dan seharusnya situasi yang ada tidak menutupi keindahan ini.

Jadi bagaimana? Yang penting, kita harus melupakan niat kita untuk berusaha sekerasnya mencari keindahan itu lewat bidikan kita. Alih-alih, kita biarkan badan dan jiwa kita menyatu dengan alam. Temukan iramanya, biarkan alam itu bicara, biarkan keindahannya – baik secara landscape maupun makro/detil – perlahan menyentuh jiwa ... uhuuiiii ... hehehe.

Yakinlah, alam perlahan akan memperlihatkan wujudnya bagi jiwa yang sabar. Jiwa yang dengan santun menikmati hembusan angin, mendungnya langit, riuhnya keramaian, mata yang menelusuri garis-garis alam, lengkung dedaunan, corak awan, hati yang tersenyum dengan warna-warni kehidupan ... yang akhirnya pada titik tertentu memperlihatkan pada kita, bahwa menikmati ini semua jauh lebih penting dari mencoba menangkap ini semua lewat bidikan kamera itu.

Kata tulisan ini, pada akhirnya, sebuah foto akan sangat bertalian erat dengan emosi dan perasaan kita. Kalau kita tidak bisa menangkap emosi sebuah situasi, maka kemungkinan besar kita tidak akan bisa mengekspresikannya lewat foto kita. Dan akhirnya foto kita akan menjadi ‘kering’. Indah secara teknis mungkin, tetapi tak bercerita tentang perasaan dan emosi kita mencermati alam itu.

Keindahan alam bisa membawa kita kepada kedamaian hati, ketenangan jiwa, dan memberikan kesempatan yang tulus untuk melihat hidup ini dengan lebih sederhana dan jauh lebih indah. Kata orang bule, La vie est belle ... gitu loh kira-kira ... :D

Buatlah tujuan utama adalah untuk tenggelam dalam pengalaman ini. Jangan paksakan diri dengan pikiran bahwa kita harus menemukan sesuatu untuk difoto. Ingat, kita ada di tempat itu untuk menemukan pemandangan yang indah. Maka temukan itu dahulu, baru kita berfikir untuk ‘memindahkannya’ ke sebuah foto ...

6. Hidup tidak berakhir dengan bunyi shutter kita ... :)
Katakan kita sudah melakukan semuanya. Persiapan, perjalanan, pembentukan emosi, menuangkannya, dan yang lalu diakhiri dengan pencetan kita di shutter ... klik ... Apakah ‘hidup’ berakhir di sini? Tidak ... masih jauh dari selesai ...

Masih banyak sekali yang harus ditulis dan ‘ditulis’. Kita sering sekali gagal pada titik mempersembahkan foto kita kepada para penikmat foto. Padahal ini titik paling kritis, ketika seluruh usaha kita, mimpi kita, keahlian kita, peralatan kita yang mahal, dan keinginan kita berbagi dengan dunia ini, terfokus pada persembahan ini ...

Pekerjaan sampe klik! adalah seperti menyiapkan bahan-bahan mentah bagi masakan kita. Pekerjaan kita meja komputer, ruang gelap, adalah sama penting dengan menyiapkan bahan-bahan mentah. Terlepas dari apa yang mau kita bagi – entah keindahan, mimpi, visi, inspirasi, teori, apalah itu – adalah tugas kita untuk menyiapkannya sebaik-baiknya.

Don’t quit before the finish line.

Monday, December 01, 2008

Hardisk rusak

he


Semalam mendadak hardisk macet. Isinya ga banyak sih, cuma koleksi RAW foto-foto saya. Semuanya .... :D

Allah memberi, Allah mengambil ... Inna lillahi wa inna ilaihi ro'jiun ... lagi diusahakan, doakan bisa kembali ya semuanya ... amiiin ... :)

Sunday, November 30, 2008

Niat dan Sabar

somewhere out there


Om blog, mohon maaf ga sempat-sempat nulis. Kebanyakan acara wiken, waktu jadi habis dan ga tersisa buat nulis ... :D Apa kabar om dan teman-teman? Semoga senantiasa dalam ridhoNya, senantiasa berjuang untuk selalu memperbaiki diri, meluruskan niat bahwa pada akhirnya hidup ini tak lain tak bukan hanya untuk mencari ridhoNya ...

===
Dalam salah satu pengajian pagi yang saya 'ikuti' sang penceramah mengingatkan 2 hal sederhana. Beliau mengutarakannya hanya dalam tempo yang singkat, namun sungguh membekas di hati ... semoga, amiiin ...

Yang pertama, setiap kali kita mau melakukan sesuatu, periksa dulu niatnya. Apa karena dan untuk Allah atau untuk yang selain Allah?

Yang kedua, sabar adalah kata yang simpel. Namun, ia adalah ibadah yang sulit, sangat sulit. Kita diminta mengekang keinginan, hasrat kita. Dengan ganjaran dan harapan akan sesuatu yang baik - menurut agama - menunggu kita di akhir. Padahal kita adalah manusia, zat yang penuh dengan keinginan.

===
Sederhana namun sungguh tidak mudah melakukannya ...

Wednesday, November 26, 2008

autumn

autumn

silent in harmony
peace in the sky, earth, in the heart

time is stopped
allowing you to appreciate
how beautiful life is

Photo taken @ Chatfield State Park, Denver

Monday, November 24, 2008

Menjadi Yang Paling Dicintai

fresh


Menjadi Yang Paling Dicintai

Muhammad Nuh - dakwatuna.com

”Bukan daging-daging unta dan darahnya itu yang dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya…” (Al-Hajj: 37)

Maha Agung Allah yang Menciptakan kehidupan dengan segala kelengkapannya. Ada kelengkapan pokok, ada juga yang cuma hiasan. Sayangnya, tak sedikit manusia yang terkungkung pada jeratan kelengkapan aksesoris.

Berkurbanlah, Anda akan menjadi yang paling kaya
Logika sederhana manusia kerap mengatakan kalau memberi berarti terkurangi. Seseorang yang sebelumnya punya lima mangga misalnya, akan berkurang jika ia memberikan dua mangga ke orang lain. Logika inilah yang akhirnya menghalangi orang untuk berkurban.

Jika bukan karena iman yang dalam, logika ini akan terus bercokol dalam hati. Ia akan terus menenggelamkan manusia dalam kehidupan yang sempit, hingga ajal menjemput. Sulit menerjemahkan sebuah pemberian sebagai keuntungan. Sebaliknya, pemberian dan pengorbanan adalah sama dengan pengurangan.

Rasulullah saw. mengajarkan logika yang berbeda. Beliau saw. mengikis sifat-sifat kemanusiaan yang cinta kebendaan menjadi sifat mulia yang cinta pahala. Semakin banyak memberi, orang akan semakin kaya. Karena kaya bukan pada jumlah harta, tapi pada ketinggian mutu jiwa.

Rasulullah saw. mengatakan, “Yang dinamakan kekayaan bukanlah banyaknya harta benda. Tetapi, kekayaan yang sebenarnya ialah kekayaan jiwa (hati).” (HR. Abu Ya’la)

Berkurbanlah, Anda akan menjadi orang sukses

Sukses dalam hidup adalah impian tiap orang. Tak seorang pun yang ingin hidup susah: rezeki menjadi sempit, kesehatan menjadi langka, dan ketenangan cuma dalam angan-angan. Hidup seperti siksaan yang tak kunjung usai. Semua langkah seperti selalu menuju kegagalan. Buntu.

Namun, tak sedikit yang cuma berputar-putar pada jalan yang salah. Padahal, rumus jalan bahagia sangat sederhana. Di antaranya, kikis segala sifat kikir, Anda akan menemukan jalan hidup yang serba mudah.

Allah swt. berfirman, “Ada pun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan ada pun yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” (Al-Lail: 5-10)

Kalau jalan hidup menjadi begitu mudah, semua halangan akan terasa ringan. Inilah pertanda kesuksesan hidup seseorang. Semua yang dicita-citakan menjadi kenyataan. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “…dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang sukses.” (Al-Hasyr: 9)

Berkurbanlah, Anda akan sangat dekat dengan Yang Maha Sayang
Sebenarnya, Allah sangat dekat dengan hamba-hambaNya melebihi dekatnya sang hamba dengan urat lehernya. “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya.” (Qaaf: 16)

Namun, ketika ada hijab atau dinding, yang dekat menjadi terasa sangat jauh. Karena hijab, sesuatu menjadi tak terlihat, tak terdengar, bahkan tak terasa sama sekali. Dan salah satu hijab yang kerap menghalangi kedekatan seorang hamba dengan Penciptanya adalah kecintaan pada harta.

Islam tidak mengajarkan umatnya untuk tidak berharta. Atau, menjadi miskin dulu agar bisa dekat dengan Allah swt. Tentu bukan itu. Tapi, bagaimana meletakkan harta atau fasilitas hidup lain cuma di tangan saja. Bukan tertanam dalam hati. Dengan kata lain, harta cuma sebagai sarana. Bukan tujuan.

Karena itu, perlu pembiasaan-pembiasaan agar jiwa tetap terdidik. Dan salah satu pembiasaan itu adalah dengan melakukan kurban. Karena dari segi bahasa saja, kurban berasal dari kata qoroba-yaqrobu-qurbanan artinya pendekatan. Berkurban adalah upaya seorang hamba Allah untuk mengikis hijab-hijab yang menghalangi kedekatannya dengan Yang Maha Sayang.

Berkurbanlah, Anda akan menjadi yang paling dicintai
Setiap cinta butuh pengorbanan. Kalau ada orang yang ingin dicintai orang lain tanpa memberikan pengorbanan, sebenarnya ia sedang memperlihatkan cinta palsu. Cinta ini tidak pernah abadi. Cuma bergantung pada sebuah kepentingan sementara.

Allah swt. Maha Tahu atas isi hati hamba-hambaNya. Mana yang benar-benar mencintai, dan mana yang cuma main-main. Dan salah satu bentuk keseriusan seorang hamba Allah dalam mencari cinta Yang Maha Pencinta adalah dengan melakukan pengorbanan. Bisa berkorban dengan tenaga, pikiran, dan harta di jalan Allah. Dan sebenarnya, pengorbanan itu bukan untuk kepentingan Allah. Allah Maha Kaya. Justru, pengorbanan akan menjadi energi baru bagi si pelaku itu sendiri.

blue

blue

life is simply beautiful, isn't it?

Photo taken @ a garden, Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Thursday, November 20, 2008

fresh

fresh


if we ever wondering
what's the purpose of things created
one of it, is to remind us
to appreciate, how beautiful life is

Photo taken @ a garden in Bandung, West Java, Indonesia

Wednesday, November 19, 2008

along the journey

along the journey


along the journey
you see horizon, rice field,
mountain, clouds,
blue sky

it reminds you to one thing,
only one thing
the Most Gracious, Most Merciful

Photo taken from a moving car @ Padang, West Sumatra, Indonesia

Sunday, November 16, 2008

the beauty

the beauty


harmony and peace
in the air

Photo taken @ Keraton Jogjakarta, Indonesia

Thursday, November 13, 2008

no entry

no entry


is it bad or good news?

Photo taken @ Kampung Naga, Tasikmalaya, West Java, Indonesia

Monday, November 10, 2008

harvest time

harvest time ...


those who plant rice
will harvest rice

what do you plant
throughout your life?

Photo taken @ Kampung Naga, Tasikmalaya, West Java, Indonesia

Thursday, November 06, 2008

Sadar dengan Sebuah Kehilangan

littlehouse on the prairie


Sadar dengan Sebuah Kehilangan
Muhammad Nuh - dakwatuna.com

“Orang yang pandai adalah yang senantiasa mengoreksi diri dan menyiapkan bekal kematian. Dan orang yang rendah adalah yang selalu menurutkan hawa nafsu dan berangan-angan kepada Allah.” (At-Tirmidzi)

Maha Besar Allah Yang menghidupkan bumi setelah matinya. Air tercurah dari langit membasahi tanah-tanah yang sebelumnya gersang. Aneka benih kehidupan pun tumbuh dan berkembang. Sayangnya, justru manusia mematikan sesuatu yang sebelumnya hidup.

Tanpa terasa, kita sudah begitu boros terhadap waktu
Trend hidup saat ini memaksa siapapun untuk menatap dunia menjadi begitu mengasyikkan. Serba mudah dan mewah. Sebuah keadaan dimana nilai kucuran keringat tergusur dengan kelincahan jari memencet tombol. Dengan bahasa lain, dunia menjadi begitu menerlenakan.

Tidak heran jika gaya hidup perkotaan menggiring orang menjadi manja. Senang bersantai dan malas kerja keras. Di suasana serba mudah itulah, waktu menjadi begitu murah. Detik, menit, jam, hingga hari, bisa berlalu begitu saja dalam gumulan gaya hidup santai.

Sebagai perumpamaan, jika seseorang menyediakan kita uang sebesar 86.400 rupiah setiap hari. Dan jika tidak habis, uang itu mesti dikembalikan; pasti kita akan memanfaatkan uang itu buat sesuatu yang bernilai investasi. Karena boleh jadi, kita tak punya apa-apa ketika aliran jatah itu berhenti. Dan sangat bodoh jika dihambur-hamburkan tanpa memenuhi kebutuhan yang bermanfaat.

Begitulah waktu. Tiap hari Allah menyediakan kita tidak kurang dari 86.400 detik. Jika hari berganti, berlalu pula waktu kemarin tanpa bisa mengambil waktu yang tersisa. Dan di hari yang baru, kembali Allah sediakan jumlah waktu yang sama. Begitu seterusnya. Hingga, tak ada lagi jatah waktu yang diberikan.

Sayangnya, tidak sedikit yang gemar membelanjakan waktu cuma buat yang remeh-temeh. Dan penyesalan pun muncul ketika jatah waktu dicabut. Tanpa pemberitahuan, tanpa teguran.

Allah SWT berfirman, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (dari Allah SWT).” (QAS Al-Anbiya’: 1)

Tanpa terasa, kita kian jauh dari keteladanan Rasul dan para sahabat
Pergaulan hidup antar manusia memunculkan tarik-menarik pengaruh. Saat itulah, tanpa terasa, terjadi pertukaran selera, gaya, kebiasaan, dan perilaku. Semakin luas cakupan pergaulan, kian besar gaya tarik menarik yang terjadi.

Masalahnya, tidak selamanya stamina seseorang berada pada posisi prima. Kadang bisa surut. Ketika itu, ia lebih berpeluang ditarik daripada menarik. Tanpa sadar, terjadi perembesan pengaruh luar pada diri seseorang. Pelan tapi pasti.

Suatu saat, orang tidak merasa berat hati melakukan perbuatan yang dulunya pernah dibenci. Dan itu bukan lantaran keterpaksaan. Tapi, karena adanya pelarutan dalam diri terhadap nilai-nilai yang bukan sekadar tidak pernah dicontohkan Rasul, bahkan dilarang. Sekali lagi, pelan tapi pasti.

Anas bin Malik pernah menyampaikan sebuah ungkapan yang begitu dahsyat di hadapan generasi setelah para sahabat Rasul. Anas mengatakan, “Sesungguhnya kamu kini telah melakukan beberapa amal perbuatan yang dalam pandanganmu remeh, sekecil rambut; padahal perbuatan itu dahulu di masa Nabi SAW kami anggap termasuk perbuatan yang merusak agama.” (Bukhari)

Tanpa terasa, kita jadi begitu asing dengan Islam
Pelunturan terhadap nilai yang dipegang seorang hamba Allah terjadi tidak serentak. Tapi, begitu halus: sedikit demi sedikit. Pada saatnya, hamba Allah ini merasa asing dengan nilai Islam itu sendiri.

Ajaran Islam tentang ukhuwah misalnya. Kebanyakan muslim paham betul kalau orang yang beriman itu bersaudara. Saling tolong. Saling mencintai. Dan, saling memberikan pembelaan. Tapi anehnya, justru nilai-nilai itu menjadi tidak lumrah.

Semua pertolongan, perlindungan, pengorbanan kerap dinilai dengan kompensasi. Ada hak, ada kewajiban. Ada uang, ada pelayanan. Tiba-tiba seorang muslim jadi merasa wajar hidup dalam karakter individualistik. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, seorang dai merasa enggan berceramah di suatu tempat karena nilai bayarannya kecil. Sekali lagi, tak ada uang, tak ada pelayanan.

Firman Allah SWT “Dan sesungguhnya jika Kami menghendaki, niscaya Kami lenyapkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, dan dengan pelenyapan itu, kamu tidak akan mendapatkan seorang pembela pun terhadap Kami, kecuali karena rahmat dari Tuhanmu….” (Al-Isra’: 86-87)

Tanpa terasa, kita tak lagi dekat dengan Allah SWT

Inilah sumber dari pelunturan nilai keimanan seorang hamba. Kalau orang tak lagi dekat dengan majikannya, sulit bisa diharapkan bagus dalam kerjanya. Kesungguhan kerjanya begitu melemah. Bahkan tak lagi punya nilai. Asal-asalan.

Jika ini yang terus terjadi, tidak tertutup kemungkinan, ia lupa dengan sang majikan. Ketika seorang hamba melupakan Tuhannya, Allah akan membuat orang itu lupa terhadap diri orangnya sendiri. Ada krisis identitas. Orang tak lagi paham, kenapa ia hidup, dan ke arah mana langkahnya berakhir.

Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Al-Hasyr: 19)

Tuesday, November 04, 2008

morning time

morning time


a time when
you refresh your life
with spirit and thankfulness
to the Most Gracious, Most Merciful

Photo a view of Tasikmalaya area, West Java, Indonesia, taken @5:16AM using freehand :)

Sunday, November 02, 2008

Capek

glowing ...


Minggu malam atau Senin pagi tuh biasanya saat yang sulit ... :-P Senin pagi "harus" kembali beraktivitas. Entah ke kantor atau tempat kerja, kuliah, sekolah, dan lain-lain. Sementara rasa bosan, capek mungkin akan muncul. Kalau di wiken kita bisa melupakan itu semua, maka di Senin pagi, suka tidak suka, harus kita hadapi ... :)

Biar semangat, mungkin ini tips sederhana (maap kalau ternyata ga sederhana huehehehe ... )

Pertama, apa tujuan kita beraktivitas di atas? Cari uang? Kewajiban? Terpaksa? kalau masih seputar urusan dunia, ujung-ujungnya pasti memang capek dan bosan. Yang terbaik adalah mengembalikan semua urusan dengan tujuan penghambaan padaNya. Hanya untukNya, IA yang tak pernah mengecewakan kita.

Kedua, karena niatnya hanya untukNya, kita lakukan semuanya dengan sebaik-baiknya. Mungkin situasi di sekeliling kita kurang kondusif, mungkin rekan kerja kita kurang mendukung, tapi tetap, kita lakukan semuanya dengan sebaik-baiknya. Insya Allah jika kita berbuat kebaikan, kebaikan itu akan kembali pada kita.

Ketiga, bersabar dalam mengerjakan setiap aktivitas kita. Ini memang sulit. Namun kalau niat kita memang hanya untukNya, kan IA menyuruh kita sabar. Lah kalau ga mau dengerin IA, siapa lagi yang mau kita dengerin? :D

Terakhir, kita ridho dan ikhlas pada setiap hasil yang kita kerjakan. Kalau IA menghendaki, tidak ada yang sulit. Dan karena semua kita kerjakan untuk Pemilik Alam Semesta ini, ya pantas dong kalau kita ikhlas pada setiap putusanNya ... :)

===
Mungkin kita lantas bertanya-tanya, kenapa kita harus berusaha hanya untukNya? Sungguh, ada imbalan tak terkira yang menunggu kita ... amiiin ...

Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam surga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal, (yaitu) yang bersabar dan bertawakal kepada Tuhannya. (QS 29:58-59)

Friday, October 31, 2008

if

if ...


if the umbrella is open
I would sit there
instead of
taking this shot ...

:D

Photo taken @Sanur Beach, Bali

Thursday, October 30, 2008

when sunset comes ...

when sunset comes ...


magic is in the air
the color of the sea, the sky, the sun
silhouette of the cliff
sleeping boats, floating

magic is in the air

Photo taken @ Uluwatu temple, Bali

Tuesday, October 28, 2008

Para Perebut Masa Depan

praying


Para Perebut Masa Depan
Eep Saefulloh Fatah - Kompas.com

Pepatah klasik mengatakan bahwa hidup memang bisa dipahami dengan melihat ke belakang, tetapi hanya bisa dijalani dengan melangkah ke depan. Peristiwa sejarah pun, tutur sejarawan Taufik Abdullah, suatu ketika menjadi penting bukan lantaran apa yang terjadi pada saat sang peristiwa berlangsung, melainkan karena apa yang mengikutinya kemudian.

Dalam kerangka semacam itulah, menurut saya, peristiwa 28 Oktober 1908 selayaknya kita posisikan. Benar bahwa peristiwa itu—bersama dengan Manifesto Politik 1925 yang dibuat oleh Perhimpunan Indonesia di Belanda—telah meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi keindonesiaan. Benar bahwa generasi kita sekarang mesti berterima kasih untuk langkah genius para pemuda 80-an tahun lampau itu yang telah menegaskan prinsip persatuan, persamaan, kesetaraan, dan kemerdekaan sebagai sukma Indonesia.

Namun, peristiwa itu menjadi penting dan bermakna manakala dalam masa-masa sesudahnya kita bisa mengelola Indonesia dengan mendamaikan berbagai paradoks kebangsaan.

Persatuan Indonesia mesti ditegakkan tanpa mencederai keberagaman. Persamaan mesti diwujudkan bukan sebagai hadiah dari negara bagi tiap orang, melainkan hasil perjuangan orang per orang dalam kompetisi sehat. Kesetaraan terbangun di tengah tegaknya keadilan.

Kebesaran Sumpah Pemuda 1928 (dan Manifesto Politik 1925) pun tidak ditandai oleh kemeriahan ingatan kita atas peristiwa pada masa lampau itu, melainkan oleh pembuktian sukses kita mengelola bangsa majemuk pada hari-hari ini. Pada titik ini, ada baiknya kita mendaftar sejumlah kekeliruan yang berpotensi membikin kita gagal.

Selama ini, berindonesia lebih kerap kita pahami sebagai titik berangkat, bukan sebagai alamat yang kita tuju. Indonesia kita tempatkan sebagai sesuatu yang sudah selesai, bukan sesuatu yang sedang digapai. Akibatnya, Indonesia yang definisinya sudah final itu melahirkan tuntutan bagi setiap bagian di dalamnya—individu, komunitas, dan lokalitas—untuk menyesuaikan diri dengan ”formula besar” bernama Indonesia.

Kekeliruan sikap dasar itu menjadi ibu kandung dari kekeliruan berikutnya: penyeragaman dan sentralisasi. Penyeragaman dan sentralisasi dipandang sebagai mantra, formula paling ampuh untuk mengelola Indonesia. Anasir-anasir kecil dari bangsa tak diperkenankan tumbuh membentuk karakternya karena dipandang sebagai ancaman bagi rumusan Indonesia yang sudah selesai, final.

Alih-alih dipahami sebagai aset bagi kemajuan kolektif, keberagaman pun kerap disalahpahami sebagai ancaman. Alih- alih dipandang sebagai mekanisme yang penuh manfaat, otonomi individu, komunitas, dan lokalitas kerap kali dipercaya sebagai penggerus integrasi.

Kekeliruan-kekeliruan mendasar itulah yang memfasilitasi musim kering sejarah yang cukup panjang dalam kehidupan kebangsaan kita. Dari baliknya terbangunlah manusia-manusia Indonesia dengan karakter-karakternya yang khas.

Sentralisasi mengajari kita berserah diri kepada pemilik otoritas di pusat-pusat kuasa politik dan ekonomi. Sentralisasi mendidik kita untuk menjadi ”penunggu”, bukan ”penjemput” masa depan.

Penyeragaman mengubur toleransi dan mendidik kita menjadi pemaksa kehendak. Penyeragaman membikin kita kehilangan kekayaan kebangsaan yang terpokok: semangat merebut kemajuan melalui ”kebenaran” yang tersebar dan tak tunggal. Penyeragaman mendidik kita mematikan karakter dan menggantinya dengan topeng- topeng palsu kebersamaan.

Suka atau tidak, kita masih mewarisi kekeliruan-kekeliruan di atas beserta segenap konsekuensi kebudayaannya yang sungguh serius. Demokratisasi yang gegap gempita selama sekitar satu dasawarsa terakhir memang telah membikin kita menjadi demokrasi elektoral yang sibuk dengan segenap tata cara bernegara yang rumit dan makan ongkos.

Pada tataran ini, kemajuan- kemajuan besar memang kita raih. Namun, mesti diakui bahwa demokratisasi itu masih harus bergulat dengan agenda pembugaran budaya seusai kekeliruan-kekeliruan gawat dalam musim kering sejarah panjang itu.

Kelompok kreatif
Namun, sejarah kita tentu saja tak sepenuhnya berupa cerita kelam. Dalam setiap zaman selalu tumbuh sedikit orang yang melawan. Merekalah yang oleh Arnold Toynbee, sejarawan Inggris yang masyhur itu, disebut sebagai ”minoritas kreatif”.

Mereka memiliki energi besar di tengah masyarakat yang sudah kepayahan, punya gagasan- gagasan besar di tengah lingkungannya yang tersesat, dan terus memelihara daya hidup yang menyala-nyala di tengah masyarakat yang sudah putus asa.

Merekalah yang sesungguhnya menjadi perebut masa depan itu. Mereka memosisikan dirinya bukan sebagai penonton, tetapi sebagai pelaku utama. Mereka memelihara optimisme tentang Indonesia yang gilang-gemilang ketika banyak orang di sekitarnya lebih senang mengolok-olok bangsanya sendiri sebagai kapal yang hendak karam.

Pembaca, pada 28 Oktober ini ada baiknya kita becermin. Mudah-mudahan kita termasuk di antara para perebut masa depan itu.

Monday, October 27, 2008

Mengapa Sulit Melihat ke Dalam Diri?

side


Mengapa Sulit Melihat ke Dalam Diri?
Arvan Pradiansyah - Majalah Swa

Empat murid yang sedang belajar meditasi saling berjanji untuk menjalankan tujuh hari dalam keheningan. Pada hari pertama dan kedua semuanya diam. Meditasi mereka berlangsung dengan khusyuk. Namun, ketika malam ketiga tiba dan nyala lampu menjadi remang-remang, salah seorang murid tidak bisa menahan diri dan berseru kepada pelayan, ”Tolong perbaiki lampu itu!”

Murid kedua heran mendengar suara temannya. ”Kita tidak boleh berbicara,” komentarnya. Melihat hal ini murid ketiga merasa jengkel, ”Kalian bodoh. Mengapa berbicara?” ia bertanya. ”Sayalah satu-satunya orang yang tidak berbicara,” murid keempat menyimpulkan.

Pembaca yang budiman, apakah yang menarik dari cerita di atas? Ternyata melihat ke luar itu jauh lebih mudah dibandingkan dengan melihat ke dalam. Ini tentu saja tidak mengherankan, melihat ke luar hanya membutuhkan mata lahir, sedangkan melihat ke dalam membutuhkan mata batin. Melihat ke luar dapat kita lakukan di tengah kesibukan, sementara melihat ke dalam hanya bisa kita lakukan dalam keheningan, manakala kita melakukan dialog yang tak terputus dengan diri kita sendiri.

Yang menarik, karena kita hanya dapat fokus pada satu hal di satu waktu, maka ketika fokus ke luar, kita akan lupa untuk melihat ke dalam. Lantas, apa yang membuat kita sulit untuk melihat ke dalam?

Menurut saya, ada tiga alasan mengapa melihat ke dalam diri sendiri itu sulit. Pertama, karena kita sering merasa sudah benar. Kita tidak sadar bahwa kebenaran hanyalah posisi kita pada saat ini, dan sama sekali tidak ada jaminan bahwa kita tetap berada di posisi ini di masa mendatang. Kita lupa bahwa posisi kita bisa berubah seperti bandul yang berayun.

Selain itu, kita kerap menganggap diri kita berada di zona aman. Kita merasa diri kita baik dan bijak. Kita merasa mempunyai kedudukan yang menjamin kita berbuat baik seperti penegak hukum, aktivis antikorupsi, ahli agama, ilmuwan dan sebagainya. Semua posisi dan label ini menciptakan perasaan aman yang pada gilirannya menghasilkan sikap kurang hati-hati, lengah dan longgar. Tanpa disadari kita mengendurkan standar kita sendiri. Inilah yang membuat banyak penegak hukum melakukan aktivitas yang melanggar hukum, aktivis antikorupsi malah melakukan tindakan korupsi, ahli agama melakukan hal-hal yang justru bertentangan dengan agama yang diyakininya.

Kedua, kita lebih mudah melihat ke luar karena kita senang menyalahkan orang lain. Kita acap kali merasa bangga bila kita dapat menunjukkan kesalahan orang lain. Seolah-olah dengan menunjukkan kesalahan orang lain itu kita menjadi lebih baik dan lebih besar. Secara diam-diam dan tanpa disadari, kita masih memiliki penyakit ini dalam diri kita. Kita ingin lebih dibandingkan dengan orang lain. Kita membangun ego kita dengan cara seperti itu.

Ada sebuah cerita inspiratif mengenai tiga orang anak yang dibawa penduduk kampung ke pengadilan dengan tuduhan mencuri buah semangka. Ketiga anak itu sangat ketakutan karena berpikir akan menerima hukuman yang berat.

Ketika sampai di hadapan hakim, hakim yang dikenal sebagai orang yang sangat keras sekaligus bijaksana itu mengatakan, “Kalau di sini ada orang yang ketika masih anak-anak belum pernah mencuri buah semangka, silakan tunjuk jari.” Ternyata tak seorang pun termasuk hakim yang mengangkat jari telunjuknya. Maka, hakim pun langsung berkata, “Perkara ditolak.”

Jadi, sebelum bicara apa-apa, lihatlah diri Anda lebih dulu. Walaupun melihat diri sendiri memang amatlah sulit. Analoginya seperti melihat telinga Anda sendiri. Telinga itu berada sangat dekat dengan diri kita, tapi bisakah kita melihatnya? Tidak bisa, Anda membutuhkan alat, yakni cermin.

Ketiga, kita sulit melihat ke dalam diri karena kita sering merasa bahwa masalah berada di luar, bukan di dalam. Padahal, bukankah semua masalah yang ada di luar itu sebenarnya bersumber dari masalah yang ada di dalam, seperti halnya orang lebih suka mengarahkan telunjuknya ke luar tetapi lupa untuk bercermin. Bukankah semua kejahatan, permusuhan, dan peperangan bersumber pada sesuatu yang ada di dalam – dan bukan di luar – diri kita?

Karena merasa bahwa masalah ada di luar bukannya di dalam, maka perilaku kita seperti perilaku orang yang membaca buku psikologi dan bukan buku kesehatan. Ketika membaca buku psikologi kita akan cenderung menganalisis perilaku orang lain yang ada di sekitar kita. Kita mengatakan, “Ya, saya tahu, rekan kerja saya memang seperti ini, begitu pula dengan pasangan hidup saya.” Ini tentu saja berbeda dari perilaku ketika membaca buku kesehatan. Bayangkan kalau Anda membaca tulisan mengenai gejala diabetes atau jantung koroner. Siapakah yang akan langsung Anda pikirkan? Tentu saja, kita akan melihat ke dalam diri kita sendiri.

Seorang bijak pernah mengatakan, “Orang yang tahu mengenai alam semesta tetapi tidak tahu apa-apa mengenai dirinya berarti belum tahu apa-apa.” Karena itu tepat sekali Ebiet G. Ade dalam sebuah lagunya yang terkenal mengatakan, ”Tengoklah ke dalam sebelum bicara. Singkirkan debu yang masih melekat...” Dalam lagu yang sama ia juga berpesan, ”Bercermin dan banyaklah bercermin. Tuhan ada di sini di dalam jiwa ini. Berusahalah agar Dia tersenyum...”

Thursday, October 23, 2008

listening to nature

listening to nature


it is peaceful out there
somewhere out there

Photo taken @ Batur Lake, Bali

Wednesday, October 22, 2008

tuhan

symmetry


Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat lalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS Al Baqarah 2:165)

Apakah masih banyak yang lain yang mengisi hati ini? Apakah ketika sholat hati kita masih saja berpindah dari urusan dunia yang satu ke urusan yang lain lagi? Apakah sulit bagi kita untuk senantiasa menghadirkanNya dalam sholat kita? Mudah-mudahan tidak demikian ... Amiiiin.

Monday, October 20, 2008

Siapa sih Kita?

alone ... but not lonely


Sabtu pagi, 11 Oktober, Perkemahan Cibubur.

Baju sepeda warna-warni, celana panjang training, helm lekat di kepala, sarung tangan menutupi jari dan telapak, tas kamera di bahu, Nikon kesayangan dalam genggaman.

Pagi ini, lagi asyik jepret-jepret ibu-ibu penyapu yang sedang sibuk menyapu lapangan bola yang mau dipakai salah seorang parpol. Sementara saya sibuk menjepret, mereka menyapa, "Pak, jangan foto saya, jelek ...." "Pak, foto ibu yang itu aja ... " Dst .. sampai ketika ...

"Mas, mas, foto saya ...." Tutur tegas seorang ibu.

Saya bingung, lalu menoleh. Ada 2 ibu-ibu, pakaian putih, kelihatannya simpatisan parpol dan sepertinya anggota paduan suara yang sedang latihan untuk acara parpol pagi itu.

"Ayo mas, foto saya ..." Perintahnya lagi, si ibu yang lebih muda.

Namanya menghadapi orang tua, ya saya jepretlah ... sementara pernak-pernik sepeda masih bertengger pada tempatnya.

"Mas, nanti dicetak kan?" Gelagapan ... "Ya bu" dengan sopan ...

"Ayo mas foto lagi ..." Kali ini kedua ibu itu sudah mengambil posisi siap difoto. Jepret lagi ... Habis gimana, bingung ... hehehe

"Berapa harganya mas?"Wah, kali ini benar-benar gelagapan, "Ya Bu, entar ..."

"Jangan lama-lama ya? Berapa harganya?" Saya pun perlahan ambil langkah menjauhi keduanya, "Ya Bu, entar ..." Dengan wajah antara senyum, bengong, plus rada bingung saya berhasil melarikan diri dari keduanya ..

Sang ibu, sempat mau mengejar, tapi untung panitia memanggil ... ayo mulai latihan paduan suara ...

Fuiiiiih ..... :-P

===
Sempat tergeli-geli sambil naik sepeda pulang. Kok bisa-bisanya dikira tukang foto? Tapi lama-lama mikir. Jangan-jangan beginilah hidup ya. Kita kira diri kita siapa ... orang lain mengira diri kita siapa. Tapi siapakah kita yang sebenarnya? Hanya lubuk hati yang paling dalam dan Allah yang tahu ... baik, buruk, rendah hati, sombong, pemurah, pelit ... hanya hati ini dan Allah yang tahu ...

Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia".
(QS 112:1-4)

Sunday, October 19, 2008

Jika Punya Kesempatan, Membacalah!

Reading newspaper


Jika Punya Kesempatan, Membacalah!
Muhammad Nuh

dakwatuna.com - “Siapa merintis jalan mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (Muslim)

Ada posisi khusus untuk mereka yang berilmu

Ada kemuliaan tersendiri yang Allah berikan buat orang yang berilmu. Di dunia dan akhirat. Ia bisa lebih mulia dari mereka yang banyak harta dan tinggi jabatan. Bahkan, lebih mulia dari ahli ibadah sekalipun.

Rasulullah saw. bersabda, “Kelebihan seorang alim (ilmuwan) terhadap seorang ‘abid (ahli ibadah) ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang.” (Abu Dawud)

Bahkan, Alquran menjelaskan bahwa orang yang paling takut pada Allah adalah para ulama. Tentunya, mereka yang memahami kebesaran dan kekuasaan Allah swt. “…Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama…” (Fathir: 28)

Begitu tingginya penghargaan buat mereka yang berilmu. Khusus mereka yang tergolong pakar dalam Alquran, ada kemuliaan tersendiri. Dan kemuliaan itu mereka dapat saat bertemu Allah kelak di hari pembalasan.

Rasulullah saw bersabda, “Seorang mukmin yang pandai membaca Alquran akan bersama malaikat yang mulia lagi berbakti….” (Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits lain Rasulullah saw. mengatakan kepada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, kamu pergi mengajarkan ayat dari Kitabullah lebih baik bagimu dari shalat (sunnah) seratus rakaat. Dan, pergi mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan, dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik dari shalat seribu rakaat.” (Ibnu Majah)

Seperti apapun kita hidup, tak ada yang tanpa ilmu
Hidup dan pengetahuan nyaris tak bisa dipisahkan. Sulit membayangkan jika kehidupan ditelusuri tanpa pengetahuan. Ruang-ruang kehidupan menjadi begitu gelap. Dan jalan yang akan ditempuh pun tampak bercabang-cabang.

Itulah kenapa Islam mewajibkan umatnya menuntut ilmu. Rasulullah saw. mengatakan, “Menuntut ilmu wajib buat tiap muslim (laki dan perempuan).” (Ibnu Majah)

Dari situ bisa dipahami bahwa Islam menginginkan umatnya hidup bahagia. Dunia dan akhirat. Karena tak satu kebahagiaan pun di dunia ini yang bisa diraih tanpa ilmu. Mulai dari profesi yang menghasilkan uang, hingga pada pengokohan status hidup sendiri. Keberadaan sebuah keluarga misalnya, sulit bisa harmonis jika tanpa ilmu seni berkeluarga. Begitu pun pada yang lain: sebagai manusia, mukmin, warga negara, dan warga dunia. Jika status-status ini tidak disertai ilmu, orang akan menjadi korban pembodohan dan penzaliman.

Belum lagi persiapan menyongsong kehidupan akhirat. Tentu lebih banyak butuh ilmu. Karena kehidupan tak lain sebagai ladang amal buat akhirat. Gagal hidup di dunia bisa menggiring kecelakaan di akhirat. Na’udzubillah.

Jika mau, selalu ada cara
Persoalan sukses-tidaknya seseorang mencari ilmu ternyata bukan sekadar masalah biaya. Bukan juga kesempatan. Tapi, lebih pada kemauan. Inilah kendala berat siapa pun yang ingin sukses.

Rasulullah saw. mengajarkan para sahabat untuk selalu berlindung pada Allah dari sifat malas. “Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari rasa sesak dada dan gelisah, dari kelemahan dan kemalasan….”

Inilah di antara penyakit mental umat Islam saat ini yang sangat bahaya. Malas bukan hanya merugikan diri si pelaku, melainkan juga orang lain. Bisa anggota keluarga, bawahan, dan lain-lain. Karena malas, seseorang atau sebuah kumpulan masyarakat bisa kehilangan momentum perubahan yang Allah pergilirkan.

Dalam pola konsumsi misalnya, orang lebih senang mengalokasikan uangnya buat jajan ketimbang ilmu. Harga bakso di Jakarta bisa lima kali harga koran. Tapi, tetap saja tidak sedikit yang lebih memilih bakso daripada menyisihkan dana jajannya buat pengetahuan.

Jangankan yang dengan biaya. Majelis taklim mana di Indonesia yang ikut harus dengan biaya. Semua gratis. Dapat ilmu, pahala, bahkan hidangan konsumsi; tapi tetap saja majelis taklim sepi peminat.

Jadi, yang mahal dalam modal perubahan adalah kemauan. Dari sinilah Allah memberikan jalan keluar. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69)

Jika ada kesempatan, membacalah
Ketika ada kemauan mengejar target sesuatu, kadang terbayang cara-cara yang jelimet. Sulit. Dan akhirnya tidak terjangkau. Begitu pun dalam mengejar ilmu pengetahuan. Yang biasa terbayang adalah kursus, beli referensi, privat, dan bentuk program lain yang enak dilalui tapi sulit ditempuh. Apalagi berhubungan dengan biaya.

Padahal, pintu ilmu yang paling dasar adalah membaca. Dan persoalan membaca tidak melulu berhubungan dengan biaya. Memang, buku di Indonesia masih tergolong mahal. Tapi, masih banyak cara agar membaca tidak menyedot isi kantong. Bisa lewat perpustakaan, patungan beli buku bersama teman, diskusi majalah, dan sebagainya.

Saturday, October 18, 2008

Setiap Saat

smileee .... :)


Setiap saat ... menikmati setiap saat. Kalimat sederhana, namun sungguh jitu jika kita bisa melaksanakannya. Jitu ... emang maen bola ya ... :)

Ketika duduk di mesjid seusai sholat sunnat, banyak sekali yang bisa kita nikmati. Rasa syukur karena kita masih sehat bisa ke mesjid, rasa syukur karena kita bisa datang di awal waktu. Rasa syukur ketika mendengar kesibukan orang sholat sunnat, suara-suara di kejauhan dari mesjid lain. Rasa syukur merasakan dingin namun segarnya pagi. Rasa syukur mata ini melihat saudara-saudara seiman yang lain yang sibuk menyongsongNya.

Subhanalloh ... lantas kenapa kita musti memusingkan apa yang akan terjadi 1 atau 2 jam ke depan? Bakal ada rapat panjang, pekerjaan yang sudah menunggu, dan banyak lagi kesibukan dunia ini. Kalau kata sang ustad, kenapa kita musti khawatir dan cemas terhadap itu semua, apakah kita yakin kita masih hidup 1 atau 2 jam ke depan? Berbuatlah yang terbaik, saat ini.

Tentu ... dalam rasa syukur itu, tak putus-putusnya kita beristigfar, memohon ampunanNya. Ampunan terhadap dosa-dosa kita, yang senantiasa kita kita lakukan. Dan seiring dengan itu, doa agar diberikan yang terbaik ... seperti yang 1 atau 2 jam ke depan itu.

Ketika ini kita bisa lakukan dengan ikhlas, berharap semata padaNya, rasanya hati ini jadi lapang. Sesulit apapun yang akan kita hadapi, insya Allah, Allah akan memberikan yang terbaik. Dan sesungguhnya IA selalu memberikan yang terbaik buat kita, kalau memang kita mau dekat padaNya. Dan semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita ... kita yang lemah ini. Begitu kata sang ustad di pengajian pagi yang saya suka dengar ... :)

Setiap saat ... setiap detiknya ...

Wednesday, October 15, 2008

Manajemen Stress ala Islam

pour ...


Tadi teringat kutipan lama soal Manajemen Stress. Kata Stephen Covey, "Bukan berat beban yang membuat kita stress, tetapi lamanya kita memikul beban tersebut. Lebih lanjut ...

"Jika kita membawa beban kita terus menerus, lambat laun kita tidak akan mampu membawanya lagi. Beban itu akan meningkat beratnya." lanjut Covey. "Apa yang harus kita lakukan adalah meletakkan gelas tersebut, istirahat sejenak sebelum mengangkatnya lagi". Kita harus meninggalkan beban kita secara periodik, agar kita dapat lebih segar dan mampu membawanya lagi.

Jadi sebelum pulang ke rumah dari pekerjaan sore ini, tinggalkan beban pekerjaan. Jangan bawa pulang. Beban itu dapat diambil lagi besok. Apapun beban yang ada dipundak anda hari ini, coba tinggalkan sejenak jika bisa. Setelah beristirahat nanti dapat diambil lagi.

===
Habis ramadhan ini baru sadar, bahwa sebenarnya ada tips yang lebih manjur lagi. Gunakan waktu sholat untuk meninggalkan beban itu, meski sejenak. Lupakan dunia ini beserta seluruh isinya. Lupakan semuanya. Dan ingat hanya pada satu hal, IA, Yang Maha Pencipta. IA, yang penuh kasih sayang, penuh ampunan, tempat satu-satunya untuk menyembah dan minta pertolongan.

Rasanya jika benar-benar bisa melupakan itu semua dan hanya meminta ampunan, mohon pertolongan, mohon keridhoan, minta diri agar ikhlas, berharap kepadaNya, insya Allah pundak, jiwa, dan raga kita akan mendapat semangat dan kekuatan baru.

Yuk ... kita coba terus memaknai setiap detil kehidupan kita ... :)

Tuesday, October 14, 2008

Pertahankan Keberkahan Ramadhan



Pertahankan Keberkahan Ramadhan
Republika.com

Kuncinya antara lain kita harus tetap melakukan amal ibadah dan kebajikan yang kita lakukan selama bulan Ramadhan.


Bulan Ramadhan telah berlalu. Selama sebulan, kita digembleng menjadi insan yang bertakwa. Semangat Ramadhan itu hendaknya bisa kita pertahankan di bulan-bulan selanjutnya. “Puasa adalah sebuah sarana ujian dan ujian ini intinya adalah sabar,” ujar Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Drs KH Amidhan.

Ulama asal Banjarmasin Kalimantan Selatan ini kemudian mengurai apa saja yang harus dilakukan agar keberkahan Ramadhan masih tetap terjaga pada bulan-bulan pasca Ramadhan. Pertama, kita harus tetap melakukan amal ibadah dan kebajikan yang kita lakukan selama bulan Ramadhan. “Itu harus kita lakukan juga di dalam bulan Syawal. Misalnya di dalam bulan Ramadhan kita tidak hanya melakukan ibadah yang wajib tetapi juga melakukan ibadah-ibadah yang sunat,'' ia mencontohkan.

Menurut mantan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Departemen Agama ini, keberkahan itu sebenarnya bisa berlanjut, asal kita mempertahankan keimanan dan ketakwaan kita selama bulan Ramadhan itu. ''Takwa itu artinya kita menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syariah kita. kedua, kita bisa menjaga dari larangan-larangan di dalam syariah agama kita. Kalau dua hal itu bisa kita lakukan terus tanpa batas maka keberkahan itu akan tetap terjaga,'' jelasnya.

Sementara itu Pimpinan Pondok Pesantren Daarul Quran Wisatahati Ustadz Yusuf Mansur menjelaskan Ramadhan tidak akan pernah berhasil tanpa modal. Modal yang pertama ada pada niat. ''Jadi, harus ada niat. Niat itu meliputi tekad, kemauan dan usaha untuk menjaga ibadah-ibadah di bulan puasa sampai ke bulan puasa berikutnya. Kedua, ilmu. Harus ada ilmunya, kalau tidak ada ilmunya kita tidak bisa juga menjaga. Ketiga kesabaran, sabar dalam melaksanakan sesuatu. Keempat keistiqamahan dalam menjalankan riyadhah-riyadhah, pasca-Ied, itu perlu keistikamahan dan keteguhan hati,'' jelasnya kepada Republika, Selasa (7/10).

Menurut ulama asal Betawi ini, ketidakberhasilan orang dalam menjaga Ramadhan disebabkan karena ketidakberhasilan sebelumnya. ''Sebelumnya dia bukan siapa-siapa di dalam beribadah, tiba-tiba dia masuk bulan puasa kebut-kebutan. Jadi, setelah itu ngos-ngosan. Orang yang mampu ibadah puasa sunnah sebelum Ramadhan itu sudah 'jago'. Habis itu ditambah Ramadhan, makin mantap. Tapi kalau yang tidak biasa, dirasakan sangat berat, ada saja alasannya,'' ujarnya menjelaskan.

Ia menambahkan, ''Syawal artinya meningkat, itu tarqiyyah, ada peningkatan dari ibadah kita sebelumnya. Yang dulu nggak shalat jamaah, sekarang shalat berjamaah. Atau yang tadinya nggak melaksanakan shalat sun/nah sekarang dilaksanakan. Dulu nggak ada baca Alquran sekarang rutin. Nah, setelah ada kenapa mesti hilang? Makanya Syawal. Sebenarnya dengan memahami arti bulan Syawal umat Islam termotivasi untuk meningkatkan ibadahnya,'' paparnya.

Menurut dia, tidak ada peraturan Allah yang merugikan manusia. Betapa Allah itu selalu menguntungkan manusia. ''Kalau manusia tahu dengan jalan beribadah dia bisa kaya, bisa senang, bisa sehat, bakalan dia jaga. Saya setelah tahu shalat dhuha 6 rakaat itu fadilahnya Allah akan cukupkan rezeki saya, akan saya jaga daripada saya susah, kerja juga belum tentu cukup, usaha malah terlilit hutang. Dengan menambah 6 rakaat dhuha, semua jadi beres. Nah, itu ilmu. Jadi, niat, ilmu, sabar, istiqamah dan yang paling terakhir sendiri yaitu iman.''

''Sayang, jangan sampai kita termasuk katagori hamba yang tidak bersyukur. Tidak bersyukur itu bukan karena dia maksiat, tetapi dari kebaikan. Kita sebelum kerja, dua rakaat shalat Dhuha, setelah kerja shalat Dhuhanya dua rakaat juga. Ini tidak bersyukur, mestinya nambah,” ujarnya.

Menurut dia, tidak semua orang diberi kesempatan memasuki Ramadhan, karena Allah menjanjikan pengampunan. “Ini juga satu hal yang harus kita syukuri. Wujud syukur antara lain dengan meningkatkan keimanan,'' Ustadz Yusuf Mansur menambahkan.

Sunday, October 12, 2008

Ba'da Ramadhan 1429H

starts the day


Alhamdulillah, kita masih diberikan kesehatan, kekuatan, iman ya ... . Sampai bisa baca tulisan remeh-temeh ini ... Dan tidak terasa umur blog ini sudah 3.5 tahun. Apa hubungannya? Nah itu dia ... ga ada ... :D

Saat ini, saya lagi agak bingung mau ngisi apa di blog ini. Banyak yang bersliweran seperti biasa ... Cuma masih belum tuntas mikirin yang mana yang mau dituangkan di sini. Mungkin saya isi dulu dengan tulisan orang lain dan foto-foto dulu kali ya? Ya biasanya sih suka berubah pikiran ... tahu-tahu mulai lagi berbagai ide tercurah di sini hehehe ... tapi setidaknya itulah rencana saat ini.

Yang pasti, insya Allah tetap semangat. Tetap bersyukur bisa diberikan segala nikmat. Tiada putus mohon ampunanNya. Dan terus berpikir ... bertafakkur dan berzikir, mengingat bahwa hanya Ia satu-satunya tempat kita bergantung, tiada putus-putusnya ...

So ... bagaimana dengan kabar teman-teman semua? Oh ya ... per hari ini saya coba aktifkan kembali fasilitas komentar di blog ini ...

Tetaaaaaap semangaaaaaaaaaaaaaaaaaattt!!!!

Friday, October 10, 2008

lining up

lining up


lining up
in peace and harmony

Photo taken @ Sanur Beach, Bali

Thursday, October 09, 2008

Simply Batur

simply batur


yes, it is batur
indeed it is ... :)

Wednesday, October 08, 2008

Make a stop

make a stop


make a stop
especially when you don't feel you need one
make a stop
you won't regret it

Photo taken @ Senggigi Beach, Bali

Tuesday, September 30, 2008

Selamt Idul Fitri 1429 H.

Taqabbalallah minnaa waminkum shaalihal a'maal, semoga Allah SWT menerima amal ibadah kita dan semoga kita senantiasa dalam kebaikan selama setahun ke depan.

Mesjid (3)

Masjidil Haram


Satu yang tak pernah terlupa
wajah ikhlas para pengurus mesjid
sibuk kian kemari mengurus jamaah
selalu ada, dari tengah malam sampai tengah hari
ya Rabb, berikanlah mereka balasan yang sebaik-baiknya, amiiin

Di mesjid ini
hari-hari akhir ramadhan menjelang
di karpet merah
tumpahkan segala doa dan minta ampunan

Akankah kita bertemu ramadhan kembali?

===
Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fa'fu annii
Ya Allah, Engkau Maha Pengampun, cinta ampunan, maka ampunilah saya

===
...; maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). (QS Yusuf 12:18)

*ba'da magrib, mesjid Elnusa, 29 September 2008*

Sunday, September 28, 2008

Andakah Alumni Universitas Ramadhan?

Jeddah Hajj International Airport at night


Andakah Alumni Universitas Ramadhan?
Ulis Tofa, LC

dakwatuna.com - Ramadhan sebentar lagi memisahkan dirinya dengan kita, tinggal hitungan hari saja. Rasanya begitu cepat hari-hari Ramadhan berlalu, tak terasa. Perlombaan amal kebaikan kita dengan Ramadhan kayaknya tidak seimbang. Ramadhan menghadirkan beragam kemuliaan, keistimewaan dan keutamaan belum bisa terkejar secara optimal, karena kekurangan dan kesibukan duniawi kita, sehingga Ramadhan belum bisa kita taklukkan. Hari-hari akhir Ramadhan ini semoga bisa kita tebus dengan kesungguhan berlipat, konsentrasi ibadah, i’tikaf qalbu, fisik, pikiran hanya kepada Allah swt.

Sehingga ketika Ramadhan memisahkan dirinya dengan kita, kita berbahagia, sekaligus haru, karena kita telah memanfaatkannya dengan sekuat kemampuan kita. Kita keluar menjadi “Alumni Universitas Ramadhan”. Bagaimana model Alumni Unversitas Ramadhan? Sebelum menjawab pertanyaan ini ada baiknya kita renungkan beberapa model alumni “shaum” binatang di sekitar kita. Sebagai contoh: ular, ayam dan ulat.

Binatang ular mempunyai keunikan, merubah diri menjadi muda lagi, berkulit baru lagi, dan semua serba baru. Ternyata perubahan itu di awali dari proses panjang “shaum” alias tidak makan selama hampir satu tahun. Dalam rentang waktu yang panjang itu, ular tidak makan sama sekali, sehingga tubuhnya mengecil, mengecil dan akhirnya ular keluar dari kulit lamanya, mencelma ular baru, serba baru.

Ayam, ketika bertelur dan mau memiliki anak, ia mengeram. Dalam rentang waktu tiga pekan kurang lebih, ayam mengeram telurnya, tanpa makan dan minum. Sampai-sampai mulut ayam selalu menganga dan mengeluarkan suara. Apa yang terjadi setelah tiga pekan? Telur-telur itu menetas, dan subhanallah! Lahir anak-anak ayam yang lucu-lucu, dan warna-warni.

Binatang ulat, boleh jadi binatang ulat adalah binatang yang paling rakus di dunia ini. Ulat hidup hanya untuk makan, bukan makan untuk hidup. Tidurnya pun makan. Sehingga warna tubuhnya nyaris menyatu dengan warna yang ia makan. Semua orang geli bahkan takut sama ulat, terutama kaum perempuan. Namun, apa yang terjadi ketika si ulat memutuskan “shaum” berdiam diri, dalam beberapa minggu, bulu-bulunya mulai rontok, berubah menjadi kepompong. Dari kepompong menjelma seekor kupu-kupu yang cantik nan menawan. Praktis semua orang, terutama kaum perempuan suka yang namanya kupu-kupun.

Itulah model alumni “shaum” binatang, melahirkan sosok baru, yang lebih baik, mempesona dan membawa manfaat. Subhanallah!

Tentu, “Universitas Ramadhan” mampu melahirkan dan meluluskan alumni-alumni manusia yang jauh lebih baik dari makhluk-makhluk lainnya.

“Universitas Ramadhan” menggembleng kita untuk totalitas taat aturan, bayangkan makanan kita sendiri, halal, namun di siang hari haram untuk kita santap, dan kita taat itu. Bagaimana dengan makanan yang jelas-jelas haram atau syubuhat yang berseliweran di sekitar kita di luar Ramadhan? Ada sebuah pesan menarik untuk direnungkan: “Ramadhan, perangi korupsi.” Atau “Ramadhan, jauhi korupsi” bukan berarti di luar Ramadhan praktek korupsi tetap merajalela!?

“Universitas Ramadhan” mengkondisikan kita untuk menjaga telinga, mata dan hati. Menjaga telinga dari mendengarkan gosip, fitnah, dan sesuatu yang tiada guna. Menjaga mata untuk tidak melirik yang tidak dihalalkan, melihat yang tidak diperbolehkan. Menjaga hari untuk tidak dendam, dengki, berprasangka buruk, dan gundah gulana, apalagi putus asa. Menjaga lisan untuk tidak mengumbar fitnah murahan, adu domba, menjelekkan orang lain. Karena Ramadhan mengajarkan kepada kita agar tidak shaum dari makan-minum dan hubungan suami-istri di siang hari saja, jauh lebih dari itu, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits berikut ini:

“Kalian berpuasa maka janganlah berkata kotor dan jangan berteriak, dan jika ada salah seorang yang mencelanya atau mengajaknya bertengkar (berkelahi) maka katakanlah; sesungguhnya aku sedang berpuasa…” (Bukhari)

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرْبِ فَقَطْ. إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ. فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ فَقَلْ : إِنِّى صَائِمٌ
“Bukanlah puasa itu menahan diri dari makan dan minum saja, namun puasa itu adalah menahan diri dari senda gurau dan kata-kata kotor, jika ada seseorang mencelamu atau menyakitimu, maka katakanlah kepadanya: Saya sedang berpuasa, saya sedang berpuasa.” (Hakim dan disahihkan oleh Al-Albani).

“Barangsiapa yang tidak mampu meninggalkan perkataan dosa dan dia melakukannya, maka Allah tidak membutuhkan dia untuk meninggalkan makan dan minum.” (Bukhari)

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الظَّمَأُ ، وَكَمْ مِنْ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلاَّ السَّهَر

“Betapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapatkan pahala dari puasa kecuali hanya dahaga, dan betapa banyak orang yang melakukan qiyam (shalat tarawih) tidak mendapatkan pahala qiyam kecuali letih saja.” (Ad-Darimi, dan Al-Albani berkata: Isnadnya Jayyid)

Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa shaum tidak diterima jika dibarengi dengan perkataan dan tindakan dosa.

Sadarilah, bahwa kerugian besar bagi orang yang tidak mampu membawa jiwanya berpuasa dari dosa-dosa. Ingatlah jika kita merasa haus saat berpuasa, maka haus yang sebenarnya adalah rasa dahaga pada hari kiamat, pada saat itu orang merasa rugi dan menyesal.

Oleh karena itu hendaknya kita menjaga tubuh kita dari kemaksiatan, mengkondisikan akal untuk tidak berfikir kecuali taat kepada Allah, tidak membawa hati kecuali pada kabaikan kaum muslimin dan muslimat, dan mengkondisikan kedua mata atau kedua telinga atau lisan dengan apa yang dicintai Allah swt.

Ramadhan menggembleng kita untuk menjadi manusia baru. Karena mata, telinga, lisan, hati dan perut serta anggota tubuh kita yang lain menjelma menjadi fitri, suci dan lebih taat kepada pemiliknya, Allah swt.

Muttaqin, itulah predikat “Alumni Universitas Ramadhan”, predikat tertinggi dan paling terhormat. Sebuah predikat yang Allah swt. sematkan kepada orang-orang yang benar shaumnya.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Al Baqarah:183

Karena kita tidak boleh menjadi hamba Ramadhani, namun harus menjadi hamba Rabbani, sudah barang tentu ciri-ciri muttaqin harus melekat dalam diri kita, di dalam Ramadhan dan di luar Ramadhan.

Di antara ciri itu adalah sebagaimana yang difirmankan Allah swt.:

“Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” Al Baqarah:2-5

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” Ali Imran:133-136

“Negeri akhirat itu, kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” Al Qashash:83

“Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) syurga-syurga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya.” Al Qalam:34

Semoga kita menjadi bagian “Alumni Universitas Ramadhan” yang sukses, yaitu menjadi pribadi yang ciri-ciri taqwa melekat dalam diri kita, menjadi lebih baik, di bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan, Amin. Allahu a’lam

Mesjid (2)

Masjid Nabawi Madinah


Di hari-hari biasa
tidak pernah sepi dan tak juga ramai sekali
selalu ada orang di mesjid ini
ada yang tafakur, duduk-duduk, sibuk bersih-bersih
sampai tertidur melepas lelah

Namun di hari-hari akhir ramadhan
wajah-wajah letih kurang tidur
penuh keikhlasan silih berganti
mengisi relung-relung mesjid ini

wajah-wajah penuh persaudaraan
senantiasa sibuk dengan Al Qur'an dan tafakur
antri makan dan mandi dalam ketenangan
berbaur dalam kegelapan qiyamul lail
lenyap dalam tangis mohon ampunanNya

wajah-wajah bercahaya bersih
penuh dengan hasrat hanya padaNya
selalu ingin dan rindu tuk merapatkan barisan
dalam kemesraan iman
dan islam

siang itu, sholat dhuhur
seorang anak tertidur pulas di shaf pertama
tak ada yang merasa perlu memindahkannya
kami pun merapatkan barisan
dengan sang anak menghiasi shaf kami

*ba'da dhuhur, mesjid Elnusa, 27 September 2008*

Saturday, September 27, 2008

Mesjid


Mesjid antara Madinah - Mekkah, tengah malam


Ada sebuah mesjid
Tidak besar pula kecil
Tingkat dua, karpet merah di lantai dasar
Dan pepohonan yang menghiasi pelataran

Ada sebuah mesjid
Pemberi penawar bagi yang penat
Bagi yang kelelahan, bagi musafir
Musafir dalam perjalanan hidup ini

Di mesjid ini
Aku, engkau, kami, kita, mereka
Hanya sosok yang hina dimataNya
Hanya sosok manusia di antara sosok yang lain
Berbaur, bersatu, dalam jamaah sederhana

Di mesjid ini
Kutemukan diriku
Lenyap dari diriku
Bahwa ku tak lebih

dari sekedar titik kecil di alam semesta
yang ada hanya untuk satu tujuan
menyembah dan
mengharap ridhoNya

*menjelang dhuhur, 27 September 2008, mesjid Elnusa*

Sunday, September 21, 2008

Puasa dan sabar ...

Masjidil Haram


Diambil dari bab I buku Mukjizat Puasa - Yusuf Qardhawi ...

Puasa adalah proses mendidik kehendak diri dan jihad jiwa, membiasakan sabar, dan revolusi atas kebiasaan diri. Bukakankah manusia itu tidak ada kecuali dengan kehendak? Adakah kebaikan selain pasti mengandung kehendak? Adakah agama selain sabar untuk taat atau sabar menghadapi kemaksiatan? Puasa mewakili dua kesabaran tersebut.

Oleh karena itu, tidak aneh jika Rasulullah menamakan bulan Ramadhan dengan syahr al-shabr (bulan kesabaran), sebagaimana dalam hadis, "Puasa adalah bulan kesabaran. Tiga hari dari setiap bulan akan mengusir kedengkian dalam data."

Nabi juga mengibaratkan puasa sebagai perisai atau pakaian baja yang melindungi diri dari dosa di dunia dan dari neraka di akhirat kelak. Rasulullah bersabda, "Puasa adalah perisai dari api neraka seperti perisainya salah seorang dari kalian dari peperangan."
Dalam riwayat lain Nabi SAW bersabda, "Puasa itu perisai, dan ia merupakan benteng pertahanan seorang muslim."

===
Semalam, kami sekeluarga melaksanakan iktikaf bersama-sama, alhamdulillah. Sungguh luar biasa kekuatan iman itu. Anak-anak bisa dengan semangat mengurangi tidur, penuh semangat mengenai makanan yang berbeda maupun tempat tidur yang lain dari biasanya. Bahkan mereka bisa berdiri tegak selama qiyamul lail ... subhanalloh ... :)