Friday, April 27, 2007

Resensi musik ... :)


Gambar dari wikipedia


Meski 'dikomentarin' Koeniel, tulisan ini tetap harus naik cetak hehehe ... Masih seputar American Idol :)

Kalau kita mengikuti acara ini, ada sebuah lagu yang selalu diputar sebagai pengantar ketika seorang calon bintang dinyatakan gugur (tereliminasi istilahnya yak?), terdengar lambat-lambat di latar belakang .. I’m going home to the place where I belong ...

Mendengar lagu ini – meski cuma sepenggal saja – membuat saya lama-lama jadi penasaran. Lagunya keren dan yang menyanyikannya memiliki suara yang khas, maskulin sekali dan berbau rock ...

Buntut dari rasa penasaran ini, akhirnya saya sempatkan mencari informasi lagu apa dan siapa yang menyanyikannya. Ternyata yang menyanyikannya adalah Chris Daughtry, salah seorang peserta American Idol periode tahun lalu, sedang judul lagunya sendiri adalah Home.

Limewire pun beraksi :-P saya mendownload beberapa lagu Chris. Rupanya dia sudah mengeluarkan satu album. Ternyata enak-enak lho lagu-lagunya!

Akhir dari petualangan ini adalah saya berlabuh di toko musik dan membeli album ini. Setelah mendengar beberapa saat, menurut saya ini salah satu album terbaik tahun ini! Suara khas, maskulin, serak sekaligus bening. Lagu-lagunya enak-enak dan semuanya dikemas dalam nuansa rock! Kalau ada yang boleh saya keluhkan adalah adanya bau pop sedikit, baik dalam suara maupun musiknya :) Kalau ada bau pop biasanya memang enak didengar tapi tidak lama pasti mulai bosan ... :-P


Gambar dari wartajazz.com


Berhubung ke toko CD, saya pun terlanjur (terlanjur nih yeee), beli CD Dave Koz yang terbaru (kalo nggak salah) yang membawakan soundtrack film-film yang terkenal. Titel albumnya At the Movies. Kenapa saya beli album ini? Karena termasuk penggemar saksofon dan tentunya berharap Dave mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk lagu-lagu yang sudah saya kenal ...

Secara keseluruhan album ini cukup enak didengar. Apalagi Dave berkolaborasi dengan berbagai penyanyi top seperti Anita Baker, Barry Manilow, Vanessa Williams dll. Sayang menurut saya Koz tidak cukup mengeksploitasi saksofonnya ... permainannya terlalu datar-datar ... atau ekspektasi saya yang terlalu tinggi karena terbiasa denger saksofon di dunia jazz? Entahlah ... yang pasti ada yang komentar denger saya lagi mutar CD ini .."Bang, kok musiknya seperti musik di toilet di airport ..." :-P

Berita terakhir, yang penasaran dengan kolaborasi Budjana, Tohpati, dan Balawan di album Trisum, udah keluar lho album ini! Atau jangan-jangan udah lama keluar, tapi saya aja yang ketinggalan berita ya ... :-P

Kajian 27 April 2007

Dan katakanlah: "Ya Tuhanku berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling baik." QS Al Mu'minuun 118.

Tuesday, April 24, 2007

Menemukan Apa Yang Paling Penting

Lake ...

Menemukan Apa Yang Paling Penting
Arvan Pradiansyah

Setelah mengikuti pelatihan kepemimpinan mengenai Apa Yang Paling Penting, seorang eksekutif mengirimkan surat ke kantor Franklin Covey di Amerika Serikat. Isinya cukup menggugah, karena itu saya ingin menuliskan kutipannya untuk Anda semua.

"Saya mengikuti pelatihan Anda setahun lalu. Sebelumnya saya tak sadar bahwa apa yang saya lakukan tiap hari haruslah didasarkan pada nilai-nilai saya. Selesai pelatihan saya mulai menyelami nilai-nilai saya dan mencari apa yang terpenting bagi saya. Dalam proses kontemplasi tersebut saya menemukan bahwa yang terpenting adalah anak lelaki saya yang berusia 8 tahun. Saya sadar belum melakukan apa-apa untuknya. Karena itu, sejak tahun lalu saya putuskan untuk mencurahkan perhatian untuknya."

Eksekutif ini kemudian menceritakan beberapa kejadian menyenangkan yang ia alami bersama anaknya. Di halaman ketiga suratnya ia mengatakan, "Minggu lalu, anak saya itu meninggal dunia karena kecelakaan lalulintas. Saya sangat sedih karena kehilangan anak yang tercinta. Tapi saya sama sekali tak merasa bersalah. Untuk pertama kalinya saya merasakan suatu ketenangan batin yang dalam. Terima kasih. Anda telah merubah hidup saya."

Langkah terpenting dalam hidup adalah menemukan apa yang paling penting. Banyak orang yang terlalu sibuk, sampai lupa merenungkan apa yang sebenarnya mereka cari. Mereka melakukan sesuatu yang tak jelas tujuannya.

Mereka melakukan begitu banyak hal yang tak penting dan mengorbankan hal-hal yang penting. Hidup memang penuh kesenangan yang menipu. Karena itu, sebelum berhasil menemukan yang terpenting, Anda akan menganggap semua hal penting. Akibatnya, tak pernah cukup waktu untuk melakukan semuanya.

Orang yang melakukan hal terpenting dalam hidupnya senantiasa merumuskan tujuan dari apapun yang dilakukannya. Lebih dari itu, Anda perlu menuliskan tujuan tersebut dengan jelas. Ini penting, karena banyak hal dapat mengganggu dan membelokkan Anda dari tujuan semula.

Ini salah satu contohnya. Sebagai orangtua Anda mengatakan bahwa semua tindakan Anda adalah demi kebahagiaan sang anak. Karena, tujuan tersebut tak pernah dituliskan secara jelas, akhirnya yang Anda lakukan bukan untuk kebahagiaan mereka, tapi untuk kebahagiaan Anda sendiri.

Ada anak yang berbakat melukis dan ingin menjadi pelukis kenamaan, tapi ayahnya menginginkannya jadi insinyur. "Menjadi pelukis tak bergengsi dan tak menjamin hidupmu kelak," kata ayahnya. Anak ini berhasil lulus, tapi tak berminat belajar dan bekerja di bidang itu. Tanpa disadari sang ayah sudah bergeser dari tujuan semula.

Bahkan untuk berlibur pun kita perlu menuliskan tujuan kita. Mungkin Anda berkomentar, "Kok repot-repot amat sih, bukankah kita ingin santai." Anda salah! Merumuskan tujuan yang jelas justru akan memudahkan Anda menciptakan liburan yang menyenangkan.

Seorang kawan suatu ketika berlibur ke Yogyakarta. Kebetulan ia pernah kuliah disana. Sampai di Yogya ia kemudian menghubungi teman-teman lamanya sehingga ia disibukkan oleh acara "reunian", sementara istri dan anak-anaknya dibiarkan tinggal di hotel. Akhirnya liburan justru menciptakan kesenjangan komunikasi dalam keluarga.

Seorang kawan lain pernah pula mengalami liburan yang tak menyenangkan, karena tergoda oleh "efisiensi." Dengan alasan penghematan, ia tak tinggal di hotel berbintang, walaupun sebenarnya anggarannya cukup memadai. Kepada keluarganya ia bilang, "Buat apa membayar hotel mahal-mahal, paling-paling hanya buat tidur." Suasana liburan menjadi kurang menyenangkan. Tujuan liburan untuk relaksasi dan menciptakan hubungan yang harmonis dalam keluarga semakin jauh dari kenyataan.

Godaan-godaan semacam itu akan senantiasa Anda alami dalam hidup. Karena itu tanpa tujuan yang dirumuskan secara jelas sangat mudah kita berbelok dan malah menjauhi tujuan semula.

Untuk dapat sukses dalam hidup Anda harus menemukan apa yang paling penting. Saya ingin mengajak Anda membayangkan suatu hari yang pasti akan Anda lalui. Di hari itu Anda melihat diri Anda sendiri sedang terbaring di ruangan yang dipenuhi kerabat dan handai tolan. Ini adalah hari pemakaman Anda. Mereka semua memenuhi rumah Anda untuk mengekspresikan penghargaannya kepada Anda.

Masing-masing orang membawa kenangan tersendiri mengenai Anda. Itu tergambar dari wajah mereka masing-masing. Sebelum jenazah Anda dikuburkan beberapa dari mereka diminta menyampaikan ''pidato singkat'' mengenai Anda. Cobalah Anda renungkan dalam-dalam. Apa yang Anda ingin agar masing-masing pembicara itu berbicara mengenai Anda? Orang tua macam apakah Anda? Suami/Istri macam apakah Anda? Anak seperti apa? Saudara macam apa? Rekan kerja seperti apa? Tetangga macam apakah Anda?

Coba renungkan skenario di atas dalam-dalam. Setelah itu rumuskan dan tuliskan apa yang dapat Anda lakukan agar mereka semua memiliki kesan yang mendalam terhadap hidup Anda. Itulah tujuan Anda. Dengan demikian Anda akan paham apa yang penting dan apa yang tidak penting dalam hidup ini.

Kajian 24 April 2007

Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) Arasy yang mulia. QS Al Mu'minuun 116.

Monday, April 23, 2007

Kita adalah Bangsa Bukan-bukan

Watching ...

Kita adalah Bangsa Bukan-bukan
KH A Hasyim Muzadi - Republika

Sungguh agak sulit rasanya, terus melakukan refleksi tapi tidak beranjak dari persoalan yang nyaris sama. Kemarin-kemarin, refleksi selalu berkutat dalam persoalan musibah, cobaan, ujian serta bencana alam yang seperti berkejar-kejaran dalam angka. Bumi tempat kita tinggal ini, mendadak marah besar dalam beberapa tahun terakhir, akibat tindakan kita yang tidak bersahabat secara tulus dengan alam. Karena tindakan segelintir, maka korban yang jatuh diperkirakan nyaris sama dengan jumlah korban perang di Irak.

Bukankah dulu kita dikenal sebagai masyarakat pelindung sejati alam? Kalau ini semua kita kategorikan sebagai ujian atau cobaan, maka ujian apa lagi yang lebih dahsyat dari hempasan gelombang tsunami? Luapan air macam apa lagi yang lebih menakutkan masyarakat Jember dan Trenggalek, Jawa Timur daripada banjir bandang? Lumpur yang biasanya pendiam, mendadak jadi hantu menakutkan di siang bolong bagi masyarakat Sidoarjo, akibat menggenangnya lumpur panas Lapindo.

Musibah, biasanya cuma datang dari atas perut bumi sehingga kita masih bisa bersabar, tetapi sekarang malah menyembur dari dalam perut bumi yang membuat kita hilang kesabaran. Kita tentu tidak sabar menyaksikan kapan berakhirnya derita saudara-saudara kita ini. Dulu, bukankah kita dikenal sebagai bangsa yang penyabar?

Hentakan bumi macam apakah yang lebih mengerikan dibandingkan guncangan gempa yang meluluhlantakkan masyarakat DIY dan sebagian Jawa Tengah? Lalu, kelangkaan apa lagi yang lebih mengharubiru ketimbang menderanya kelaparan di sebagian saudara kita? Tanah yang selama ini menjadi pijakan, mendadak longsor menghempaskan diri karena hutan yang digunduli, sehingga menutupi sebuah masjid dengan sejumlah jamaahnya yang tengah menunaikan ibadah salat subuh di Sijeruk, Banjarnegara, Jawa Tengah. Bukankah dulu kita dikenal sebagai bangsa yang tahan banting sehingga selalu siap untuk bangkit ?

Kecelakaan transportasi? Darat, udara dan laut sama-sama memicingkan mata, mencibir betapa lemahnya kita. Ini semua terjadi di alam bebas. Padahal sampai sekarang, pesawat Adam Air yang menghilang belum juga muncul, tapi kembali kita berkabung karena tenggelam dan terbakarnya kapal KM Senopati dan KM Levina. Lalu menyusul anjloknya kereta serta terbakarnya pesawat Garuda di Yogyakarta. Sepertinya alam tengah menggunakan hak prerogatifnya untuk menentukan di bagian mana lagi yang akan ditimpakan musibah dan bencana. Bukankah dulu kita dikenal sebagai bangsa religius, sehingga sering merasa diselamatkan Allah?

Sejujurnya, serangkaian musibah ini belum juga membuat kita sadar, bahkan kita tengah selangkah lagi menuju negeri dengan kadar musibah yang bisa datang setiap saat. Kita akan segera menggantikan posisi Bangladesh dan India; dua negara di Asia yang selama ini paling akrab dengan bencana. Belakangan, akibat langsung dari bencana alam yang datang secara simultan, bahkan sebelumnya didahului dengan huru-hara politik yang menumbangkan Orde Baru, maka muncul pula bencana lanjutan yang menghentak mental bangsa Indonesia. Roda ekonomi juga belum mampu mengurangi jumlah angka kemiskinan. Bahkan, luas lautan kita, tidak juga mampu kita ikhtiarkan untuk mengangkat harkat kehidupan pelaut kita. Ingatkah kita lagu "nenek moyangku seorang pelaut"? Bukankah dulu kita dikenal sebagai bangsa pelaut dan negara maritim?

Bahkan di dunia politik dan kehidupan ketatanegaraan, kita juga tengah mengalami persoalan serius. Pemerintah sepertinya tengah diikat kaki dan tangannya tetapi dituntut untuk bisa bekerja secara maksimal. Kalangan parlemen berteriak-teriak seakan tugas mereka sekadar paduan suara; suara sumbang yang tentu bukan ciri sebuah koor yang cantik dengan dirigen yang andal. Beberapa menuntut dilakukan pergantian komposisi anggota kabinet, sementara pemerintah sendiri berketetapan bahwa kabinet sudah berjalan on the track. Sejak tumbangnya Orde Lama, kita cuma kenal istilah sistem presidensiil, bukan parlementer. Tetapi mencermati betapa centang perenangnya kehidupan ketatanegaraan kita, maka sulit untuk menyebutkan kita ini tengah berada dalam sistem presidensiil atau parlementer. Tapi bukankah telah kita sepakti bahwa pemerintahan dijalankan secara presidensiil?

Dalam dunia hukum, juga terjadi hal yang membuat alis kita terangkat. Kita cuma mendapat sajian manusia-manusia yang merasa jadi pahlawan hukum dan sok paling pantas menjadi juru bicara. Lalu setiap hari berteriak bahwa hukum di atas semua dan semua diperlakukan sama di depan hukum. Tetapi, tetap saja kehidupan kita seperti tanpa ada aturan dan hukum yang mengikat semua perikehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kalau si miskin terjerat hukum, ia akan ditanya terkena pasal berapa, tetapi begitu si kaya, ia dengan senyum dan kebanggaan akan bertanya, "berapakah harga pasal ini?" Bukankah selama ini negara kita dikenal sebagai negara hukum? Dari fakta kecil ini, jelas sekali menunjukkan bahwa kita, bangsa Indonesia telah terjerembab menjadi "bangsa yang bukan-bukan". Bangsa religius bukan, masyarakat pecinta alam bukan, rakyat yang suka bergotong-royong juga bukan. Negara maritim bukan, negara agraris juga bukan; apalagi belakangan kita sudah gemar mengimpor beras dari negara tetangga. Kegetiran ini bertambah parah, ketika ini semua menyebabkan penyebaran penyakit mental dan jiwa, yang mulai menyerang kehidupan masyarakat kita. Tak terbayangkan seorang ibu yang hopeless karena didera kemiskinan, tega menyudahi kehidupan bersama keempat anaknya yang masih kecil-kecil.

Seorang anggota polisi yang berang hanya karena tak puas dimutasi, malah tega menembak atasannya, seorang perwira menengah. Dulu? Kenapa sekarang atasan gampang disanggah? Lantas, seorang polisi yang karena merasa dikhianati istrinya, sampai hati memuntahkan timah panas yang menyebabkan tewasnya empat anggota keluarganya. Ia sendiri akhirnya bunuh diri. Lalu ada lagi seorang anak berusia 17 tahun yang tega membunuh anak usia di bawahnya, hanya karena dilempar botol. Lalu ada juga seorang guru yang mestinya berhati salju, justru berubah mental menjadi penggebuk karena anak didiknya menolak ikut tes persiapan ujian nasional. Lalu ada lagi seorang bapak yang tega memperkosa putrinya serta anak lelaki bermoral bejat tega memperkosa ibu kandungnya sendiri.

Kini, kita benar-benar menjadi bangsa dengan kelamin ganda. Penyabar sekaligus pemberang. Religius sekaligus durjana. Penyayang sekaligus pendendam. Pemberi sekaligus pemeras. Bangsa dengan label hermaprodit dalam banyak sisi kehidupan. Di satu sisi bangga dengan semboyan "gotong royong" tetapi sekaligus disebut "raja tega". Kita bukan lagi bangsa yang utuh. Mari segera kembali berjuang menemukan muru'ah kita sebagai bangsa yang sesungguhnya. Mari mengaku bahwa selama ini kita terlalu memikirkan diri, keluarga serta kelompok kita sendiri. Mari menyadari bahwa kemiskinan yang lahir di tengah-tengah kita adalah akibat dari tindakan serta kebijakan yang kita ambil. Sesungguhnya kita memiliki modal yang cukup untuk menjadi besar dan utuh dan bukan menjadi bangsa yang bukan-bukan. Wallaahu A'lamu Bishshowaab.

Kajian 23 April 2007

Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? QS Al Mu'minuun 115.

Thursday, April 19, 2007

Reality Show (was American Idol)

she ...


Tergelitik (lagi-lagi) oleh komentar Harrie soal posting American Idol ...

Kalo saya nonton Indonesian/ American Idol, bukan untuk cari idola, untuk melihat para penyanyi yang bonek..hi.hi.hi lucu banget

Memang menarik sih menyaksikan episode-episode awal American Idol. Kita terpingkal-pingkal melihat orang-orang yang sudah jelas ndak bisa nyanyi ngotot jadi vokalis termahsyur. Cuma - kalau saya sih - lama-lama jadi trenyuh melihat mereka. Begitu sulitnya mengukur diri dan kemampuan dan begitu mudahnya mempermalukan diri di depan umum (seluruh dunia kali yak!). Tidak itu saja, seusai audisi di dalam, mereka kemudian mengomel di luar, memaki-maki dst dst ...

Kejadian lain adalah melihat mereka memelas dan menangis di depan para juri. Kalo pake bahasa Inggris, "This is my only hope ... please ... please ... please ..." dengan ekspresi yang tak tergambarkan oleh kata-kata.

Kalau udah nonton begini lama-lama jadi mikir, jangan-jangan ini semua cerminan hidup pada diri sendiri. Tidak bisa mengukur diri, terlalu percaya pada kemampuan diri sendiri, terlalu mudah kecewa dalam menghadapi tantangan, dan terlalu bergantung pada sesuatu yang fana, entah pekerjaan, seseorang, jabatan, dan yang sejenis itu semua ....

Kalau ditarik (emang tali ya ditarik .. :-P ) lebih jauh, sebenarnya lebih banyak lagi ya reality show di televisi. Umumnya sih bertujuan menguras air mata, membuat kita turut prihatin, bersyukur atas yang kita miliki saat ini, setidaknya begitu kata produsennya :) Dalam kenyataan sehari-hari, mungkin yang sebenarnya terjadi ini semua hanya salah satu tontonan kita, seperti kita menonton acara flora dan fauna atau misalnya acara pertandingan olahraga. Menonton penderitaan orang lain, kita menggangguk-angguk mencoba meresapi, dan setelah itu memencet remote untuk pindah ke saluran lain.

Buat sang produsen sendiri, mungkin yang sebenarnya terjadi adalah yang penting iklan banyak masuk, TV-nya makin beken, namanya juga makin beken, dan ujungnya yang penting untung ... tung ... tung ...

Terlalu sinis ya pemikiran saya? :) Memang sih, perilaku kita seharusnya tidak tergantung pada input yang masuk, tetapi sepenuhnya bergantung pada kita sendiri (jadi ingat tulisan lama soal Social Mirror). Tapi kalau saya sendiri rasa-rasanya mending cari acara yang lain. Atau sekalian matikan TV-nya dan melakukan kegiatan lain, membaca, menulis, dengerin musik, atau ngelamun di blog ini ... :)
Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui." QS Al Mu'minuun 114.

Tuesday, April 17, 2007

Batas Syukur dan Keengganan Merubah Nasib

Time is not money


Komentar menarik dari zee ...

Di mana ya batas antara "selalu bersyukur akan apa yg kita miliki" dengan "tidak mau merubah nasib"? Kalau kita bersyukur atas apa yang ada, kita akan lebih mudah merasa nyaman dalam keadaan apapun.

Misalnya kekeringan setiap musim kemarau & kebanjiran setiap musim hujan, kalau ditanggapi dengan "bersyukur" krn kita masih hidup & punya tempat berteduh..., bakal kayak begitu terus setiap tahun? =P


Apa ya batasnya? Jadi garuk-garuk kepala nih ... :) Kalau boleh menanggapi (ya boleh dong ... ini kan forum rame-rame :-P) rasa syukur itu setelah usaha dan doa tuntas kita kerjakan. Urutannya, berusaha, berdo'a, ikhlas, dan apapun hasilnya kita syukuri ...

Jadi kalau setiap tahun kekeringan dan kebanjiran, artinya kita harus berusaha supaya tidak terjadi lagi. Pindah, gotong royong membersihkan saluran air, berhemat dan disiplin menggunakan air, mengajari masyarakat untuk lebih disiplin buang sampah atau penggunaan air, dan banyak lagi. Setelah usaha, berdo'a. Kekuatan do'a itu sering kita lupakan. Padahal betapa banyak peristiwa di dunia ini yang terjadi di luar nalar dan logika kita. Ada yang Maha Kuasa yang mengatur ini semua. Setelah itu ikhlas, siap menerima apapun hasilnya, yang lagi-lagi di luar kekuasaan kita. Hasilnya muncul, apapun itu, kita syukuri ... ambil hikmahnya, dan melangkah lagi untuk berusaha ... hari esok harus lebih baik dari hari ini, dan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin ...

Kalau belum berusaha dan berdo'a ... ya tidak masuk kategori bersyukur kali ya ... pasrah ... atau sudah cuek aja? :)

Bagaimana kalau menggugat pemerintah? Kalau kata Covey, usaha kita sebaiknya difokuskan pada Circle of Influence. Pemerintah, kaya'nya ada di Circle of Concern, sesuatu yang di luar kontrol kita. Usaha-usaha kita menggugat pihak-pihak di Circle of Concern kemungkinan besar akan berakhir dengan kekecewaan dan frustasi ... jadi ingat tulisan lama soal ini ... :)

Bagaimana pendapat anda? :)

Kajian 17 April 2007

Sesungguhnya, ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdoa (di dunia): "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik. QS Al Mu'minuun 109.

Monday, April 16, 2007

American Idol


Gambar dari http://ellegedly.typepad.com


Acara ini udah kembali rame di televisi ya ... pertama sih ndak terlalu pusing dengannya. Maklum kalau 'sepenglihatan' telinga yang kadang nguping ketika ibu dan anak-anaknya nonton, sepertinya tidak ada yang serius sebagai calon bintang baru. Begitu-begitu saja ... suara pop, penampilan pop, so what gitu loh ... :-P

Sampe suatu ketika saya iseng nonton acara ini, mau giliran nonton bola soalnya hehehe ... pas Melinda Doolittle menyanyikan lagu As Long As He Needs Me. Wah ... terpukau diriku! Pengkhayatannya luar biasa. Kelihatan sekali dia menikmati saat ia menyanyi, tidak ada kelihatan wajah stress ... psst jadi ingat seperti melihat diri sendiri yang puas banget kalau habis mengutak-ngutik foto atau habis mencurahkan hasrat menulis ... :-P

Suaranya? Luar biasa ... dari nada rendah sampai tinggi terjaga dengan baik ... bergetar tapi tidak berlebihan ... membuat cengkok-cengkok baru ... membuat lagu itu jadi miliknya ... olah vokalnya keren banget, menyanyi tidak lurus-lurus saja tapi juga tidak jadi norak ... desahan nafas yang menjadikan lagunya berkarakter ... hingga senyum kebahagiaan di akhir nyanyian ... nonton dan mendengarnya pun puas banget jadinya ... :)

Begitu lagu selesai, saya pun kembali ke komputer dan langsung nyalain Limewire, cari mp3 si Melinda ini ... :)

Siapa favorit anda untuk American Idol kali ini? :)

Kajian 16 April 2007

Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya? QS Al Mu'minuun 105.

Friday, April 13, 2007

Menjadi Manusia Haji (bagian 3)

Sang Waktu / the TIME


Seperti sebelumnya, kali ini saya mencoba mengutip beberapa bagian dari buku Menjadi Manusia Haji karangan Ali Syari'ati. Tiada tujuan kecuali sebagai catatan buat saya sendiri dan semoga juga bermanfaat buat yang lain. Yang pasti buku ini telah banyak membantu menguatkan niat berhaji untuk saya ... :)

Teguhkan Niat

Sebelum memasuki miqat yang merupakan titik awal perubahan dan revolusi besar ini, engkau harus mengukuhkan niatmu. Apa saja yang harus engkau kukuhkan?

Niat.

Ya, niat meninggalkan rumah untuk menuju rumah bersama, rumah umat manusia, meninggalkan hidup sehari-hari yang melupakan untuk menggapai cinta; meninggalkan keakuan untuk berserah diri kepada Allah SWT; meninggalkan penghambaan untuk memperoleh kemerdekaan, meninggalkan diskriminasi rasial untuk mencapai persamaan, ketulusan, dan kebenaran; meninggalkan pakaian untuk beroleh kesucian; meninggalkan kehidupan sehari-hari yang fana untuk memperoleh kehidupan yang abadi, dan meninggalkan sikap mementingkan diri sendiri dan hidup yang hampa untuk menjalani kehidupan yang penuh bakti dan tanggung jawab. SIngkatnya: peralihan total ke keadaan 'ihram'.

Jadi, niatmu harus engkau tegaskan. Seperti pohon kurma yang tumbuh dari sebuah biji, demikian pula dengan dirimu. Karena, pada dasarnya, dengan sadar engkau tahu bahwa engkau mempunyai keyakinan dalam hatimu. Dengan api cinta terangilah hatimu sehingga ia bersinar. Lupakan segala sesuatu mengenai dirimu! Di masa sebelumnya hidupmu penuh dengan 'kelengahan' dan 'kebodohan'. Engkau tidak berdaya dalam segala aspek eksistensi. Bahkan dengan pekerjaanmu sendiri engkau menjadi budak dengan bekerja keras karena dorongan kebiasaan atau terpaksa! Sekarang tinggalkanlah pola kehidupan yang demikian! Milikilah 'kesadaran' yang sebenarnya mengenai Allah Yang Maha Besar, manusia, dan dirimu sendiri! Ambillah tugas yang baru, arah yang baru, dan 'keakuan' yang baru!

Kajian 13 April 2007

Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahanam. Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. QS Al Mu'minuun 103-104.

Thursday, April 12, 2007

Why Leaders Can't Lead

Crocus


Di harian Kompas Selasa kemarin ada tulisan Eep Saefulloh Fatah. Saya termasuk penggemar beliau, jadi tulisan beliau ini tidak saya lewatkan. Cuma kali ini saya tidak membahas mengenai tulisan beliau, tetapi mau mengutip paragraf terakhir dari tulisan beliau sebagai pengantar lamunan saya ... :)

Berikut adalah paragraf terakhir itu:

Pada titik itulah, peringatan Warren Bennis, ahli pembangunan organisasi, kepemimpinan dan perubahan dalam Why Leaders Can't Lead menjadi relevan. Ia menulis, pemimpin adalah seseorang yang melakukan sesuatu yang benar. Manajer adalah seseorang yang mengerjakan sesuatu secara benar. Kedua peran itu krusial, tetapi keduanya berbeda secara tegas. Saya sering menemukan seseorang yang berada di posisi puncak yang mengerjakan sesuatu yang salah secara baik.

===

Hmmm jadi ingat kutipan lama di blog ini soal Leadership and Management. Berikut kutipannya ... :)

Management is a bottom-line focus: How can I best accomplish certain things? Leadership deals with the top line: What are the things I want to accomplish? In the words of both Peter Drucker and Warren Bennis, "Management is doing things right; leadership is doing the right things." Management is efficiency in climbing the ladder of success; leadership determines whether the ladder is leaning against the right wall.

You can quickly grasp the important difference between the two if you envision a group of producers cutting their way through the jungle with machetes. They're the producers, the problem solvers. They're cutting through the undergrowth, clearing it out.

The managers are behind them, sharpening their machetes, writing policy and procedure manuals, holding muscle development programs, bringing in improved technologies, and setting up working schedules and compensation programs for machete wielders.

The leader is the one who climbs the tallest tree, surveys the entire situation, and yells, "Wrong jungle!"

But how do the busy, efficient producers and managers often respond? "Shut up! We're making progress."

===

Saya yakin setiap kita adalah seorang pemimpin. Membaca tulisan Eep di atas, saya jadi termangu-mangu dan berpikir. Apakah selama ini saya lebih berfokus pada cara yang benar dan melupakan kebenaran itu sendiri? Atau sebaliknya tegas bulat pada kebenaran dan menaruh sisanya antara selembar kertas putih atau kertas hitam? Atau - mudah-mudahan - terus berusaha menuju kebenaran dengan cara yang benar?

Kajian 12 April 2007

Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. Barang siapa yang berat timbangan (kebaikan) nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. QS Al Mu'minuun 101-102.

Wednesday, April 11, 2007

Mari Kita Bersyukur!

life


Mari Kita Bersyukur!
Arvan Pradiansyah

Begitu memasuki mobil mewahnya, seorang direktur bertanya pada supir pribadinya, "Bagaimana kira-kira cuaca hari ini?" Si supir menjawab, "Cuaca hari ini adalah cuaca yang saya sukai" Merasa penasaran dengan jawaban tersebut, direktur ini bertanya lagi, "Bagaimana kamu bisa begitu yakin?"

Supirnya menjawab, "Begini, pak, saya sudah belajar bahwa saya tak selalu mendapatkan apa yang saya sukai, karena itu saya selalu menyukai apapun yang saya dapatkan."

Jawaban singkat tadi merupakan wujud perasaan syukur. Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tenteram, dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tak bahagia.

Ada dua hal yang sering membuat kita tak bersyukur. Pertama, kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki. Katakanlah Anda sudah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang baik. Tapi Anda masih merasa kurang.

Pikiran Anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas, kita ingin yang lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta yang kita miliki, kita tak pernah menjadi "kaya" dalam arti yang sesungguhnya.

Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang "kaya". Orang yang "kaya" bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki.

Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnya hidup.

Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-sifat baik atasan, pasangan, dan orang-orang di sekitar Anda. Mereka akan menjadi lebih menyenangkan. Seorang pengarang pernah mengatakan, "Menikahlah dengan orang yang Anda cintai, setelah itu cintailah orang yang Anda nikahi." Ini perwujudan rasa syukur.

Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yang mengeluh karena tak dapat membeli sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat seseorang yang tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria. Saat itu juga si kakek berhenti mengeluh dan mulai bersyukur.

Hal kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita.

Saya ingat, pertama kali bekerja saya senantiasa membandingkan penghasilan saya dengan rekan-rekan semasa kuliah. Perasaan ini membuat saya resah dan gelisah. Sebagai mantan mahasiswa teladan di kampus, saya merasa gelisah setiap mengetahui ada kawan satu angkatan yang memperoleh penghasilan di atas saya. Nyatanya, selalu saja ada kawan yang penghasilannya melebihi saya.

Saya menjadi gemar berganta-ganti pekerjaan, hanya untuk mengimbangi rekan-rekan saya. Saya bahkan tak peduli dengan jenis pekerjaannya, yang penting gajinya lebih besar. Sampai akhirnya saya sadar bahwa hal ini tak akan pernah ada habisnya. Saya berubah dan mulai mensyukuri apa yang saya dapatkan. Kini saya sangat menikmati pekerjaan saya.

Rumput tetangga memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan sendiri. Ada cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakit jiwa. Pasien pertama sedang duduk termenung sambil menggumam, "Lulu, Lulu." Seorang pengunjung yang keheranan menanyakan masalah yang dihadapi orang ini. Si dokter menjawab, "Orang ini jadi gila setelah cintanya ditolak oleh Lulu." Si pengunjung manggut-manggut, tapi begitu lewat sel lain ia terkejut melihat penghuninya terus menerus memukulkan kepalanya di tembok dan berteriak, "Lulu, Lulu". "Orang ini juga punya masalah dengan Lulu?" tanyanya keheranan. Dokter kemudian menjawab, "Ya, dialah yang akhirnya menikah dengan Lulu."

Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat menikmati apa yang kita miliki. Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati yang tertinggi. Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan cerita mengenai seorang ibu yang sedang terapung di laut karena kapalnya karam, namun tetap berbahagia. Ketika ditanya kenapa demikian, ia menjawab, "Saya mempunyai dua anak laki-laki. Yang pertama sudah meninggal, yang kedua hidup di tanah seberang. Kalau berhasil selamat, saya sangat bahagia karena dapat berjumpa dengan anak kedua saya. Tetapi kalaupun mati tenggelam, saya juga akan berbahagia karena saya akan berjumpa dengan anak pertama saya di surga."

Kajian 11 April 2007

"Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku." QS Al Mu'minuun 98.

Tuesday, April 10, 2007

Kejar Tayang ... oh Kejar Tayang ...

Land of Gods (Negeri Dewa Dewa)


Ngilang 1.5 minggu ternyata tidak banyak hasilnya ... :-P Tulisan baru maju 3 paragraf lagi sementara banyak hal lain yang menyita waktu dan energi. Heran memang, mungkin ini kali ya contoh hidup kita yang sering kali lupa arah dan tujuan, karena sibuk mengurusi hal-hal kecil. Kalau saya catat, hampir semuanya hal sepele. Sepele tetapi harus dikerjakan dan ternyata menyita waktu juga. Belum lagi urusan stok foto yang benar-benar 'menggelitik' saya 'tuk melupakan urusan menulis dan alih-alih menenggelamkan diri di dunia foto ... :)

Akhir minggu kemarin yang panjang pun 'gagal' saya manfaatkan. Kami sekeluarga malah berlibur ke Pangalengan ... :). Sangkin asyiknya, sampe lupa juga kalau harus nulis. Padahal laptop udah dibawa. Baru ingat pas nyampe rumah kemarin ... :-P

Apa kabar semuanya? Kemana akhir minggu kemarin? Semoga bisa beristirahat dan berekreasi ..

Kajian 10 April 2007

Dan katakanlah: "Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. QS Al Mu'minuun 97.