Sunday, December 30, 2007

Libur ...

Insya Allah hari ini saya berangkat liburan bersama keluarga selama kurang lebih seminggu. Belum tahu apakah bisa dan sempat ngisi blog dan foto ... :)

Semoga perjalanan ini berkah, membawa manfaat, dan mendapatkan hikmah serta mampu memaknainya .... amiiin ... :)

Thursday, December 27, 2007

abandoned

abandoned


the walls told us in silence
how great they were
and that this place was
where the king and queen live

but the lichen
has different story
how lonely they are
and that this place is
abandoned for years

the trees,
standing still and tall
however
didn't say a word

but I can hear their voice to the sky
give us rain ..
and their whisper to the cloud
give us shade ...

Photo taken using IR filter @ Kaibon Keraton, Banten, West Java, Indonesia

Wednesday, December 26, 2007

Taubat Menggapai Rahmat Allah SWT

if the goat wasn't there ...

Taubat Menggapai Rahmat Allah SWT
Aa Gym
Padang Arafah, 18 Desember 2007/8 Dzulhijjah 1428 H

Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalaamu'alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh

Saudara-saudaraku, wahai hamba-hamba yang diundang Allah di padang Arafah ini, maha suci Allah yang menggenggam langit dan bumi, yang melintaskan niat di hati kita untuk datang ke tanah suci. Maha suci Allah yang mengaruniakan kita rizki, kekuatan, kesehatan, yang dengan karunia-Nya kita bersimpuh di padang Arafah ini.

ImageWahai saudaraku, tidak ada satupun yang bisa membuat kita berada di tempat yang dirindukan ini, selain karena Allah yang berbuat.

Pernahkah kita melihat orang yang tidak pernah bahagia, karena punya penyakit pada dirinya. Orang yang perilakunya menjadi tidak sempurna, orang yang hidupnya tidak bermanfaat. Mengapa?

Karena tubuhnya penuh racun. Kalau tubuh teracuni saja, hidup tidak bermanfaat, hidup tidak nikmat, apalagi bila iman yang teracuni. Tidak ada yang namanya bahagia, tidak ada hidup yang namanya mulia, tidak ada hidup yang namanya sakinah, mawaddah, warrahmah.

Apa yang membuat hidup ini teracuni adalah dosa. Kalau racun tubuh merusak tubuh, maka dosa merusak iman. Ada yang bertanya mengapa harta ada tapi hidup tidak pernah tenang? Kenapa kedudukan tinggi hidup tidak pernah nyaman? Mengapa ketika segala ada hidup tidak pernah bahagia? Karena iman kita telah teracuni.

Dosa apa yang paling berbahaya?

Yang pertama adalah dosa kepada Allah SWT. Sebuah perumpamaan sederhana, bagaimana jika ada anak-anak di sebuah rumah yang dilimpahi oleh harta yang melimpah. Rumahnya digunakan, makanannya disantap, hartanya dimanfaatkan. Tetapi ketika ditanya, anak itu tidak pernah mengakui ibu bapak yang ada di rumahnya. Padahal ia dijaga, dilindungi, diurusi, diberi, tapi ia tetap tidak mengakui. Bagaimana perasaan kedua orang tuanya?

Kita hidup di dunia yang milik Allah, dicukupi rizki oleh Allah setiap saat. Kita dihormati karena kita diberi akal oleh Allah. Kita dihargai karena kita diberi ilmu, kedudukan, penampian. Bagaimana bisa, kita tidak mengakui Allah sebagai pemberinya.

Saudaraku sekalian. Oleh karena itu orang yang tidak ingat Allah, tidak mengakui Allah, bahkan mencari Tuhan selain Allah. Ada yang menuhankan hartanya, ada yang menuhankan kedudukannya, ada yang menuhankan suaminya, ada yang menuhankan jabatannya. Demi Allah dia tidak akan bahagia, karena dia menghianati Allah swt.

Oleh karena itu saudaraku, bertaubatlah jika kita lebih banyak menyebut manusia daripada menyebut nama Tuhannya. Andaikata kita lebih banyak mengakui manusia yang pasti binasa, daripada yang menciptakan alam semesta. Kenapa kita bergantung dan berharap kepada manusia yang tidak punya apa-apa? Daripada bergantung kepada Pemilik segala-galanya.

Taubatlah orang-orang yang lebih takut kepada manusia yang pasti jadi mayat dan akan hancur lebur kelak, daripada kepada Allah yang maha perkasa. Hati-hatilah saudaraku, hidup ini hanya sekali hanya sebentar. Tiada kebahagiaan kecuali menjadi hamba Allah, bukan menjadi hamba duniawi. Taubatlah dari segala kemusyrikan.

Taubat yang kedua agar kita tidak teracuni kebahagiaan kita adalah minta ampun kepada Allah atas kezhaliman kita kepada Rasulullah saw. Karena kita lebih mengidolakan selain Nabi, mengikuti perkataan selain beliau, banyak mengagung-agungkan manusia selain beliau. Padahal kita merasakan kenikmatan di Arafah ini atas jasa dan pengorbanan beliau. Kenapa kita tidak pernah membaca tentang Nabi. Kenapa tidak ada buku yang menjelaskan tentang Rasul di rumah kita? Padahal kita bisa merasakan nikmatnya Islam dan Iman syariatnya karena perjuangan Rasul. Taubatlah saudaraku. Tidak ada jalan kemuliaan selain sunnah Rasulullah saw.

Yang ketiga taubat kita adalah kepada manusia. Terutama kepada Ibu Bapak kita, yang sudah ditakdirkan Allah, darah dagingnya ada pada tubuh kita. Kita tahu sembilan bulan Ibu mengandung kita. Berjalan susah, berdiri berat, berbaring sakit. Tetapi selalu tersenyum, membelai perutnya, karena mengharap anak yang akan lahir anak yang baik. Ketika lahir Ibu mepertaruhkan nyawa, antara hidup dan mati, bersimbah darah, berurai air mata, mengalir peluh. Tapi tidak pernah mengeluh, dia memeluk, membelai, mencium dan menghitung jari kita. Padahal telah dipertaruhkan nyawanya demi kita.

Ayah membanting tulang mencari nafkah, agar kita lahir menjadi bayi yang selamat. Waktu kita lahir tidak mengenal jijik, walaupun sedang enak makan, membuang kotoran tidak pernah sungkan. Semakin lama kita semakin besar, orang tua kita semakin tua. Tapi apa yang telah kita lakukan? Berapa banyak air susu yang dibalas dengan air tuba? Berapa banyak doa yang dibalas dengan cacian?

Saudaraku, durhaka kepada orang tua akan mengundang petaka seketika. Tidak ada jalan bagi kita untuk bahagia dan mulia bagi orang-orang yang durhaka kepada orang yang telah menjadi jalan nikmat. Tentulah orang tua yang patuh kepada Allah. Jika orang tua belum patuh kepada Allah, jadilah orang yang paling berjuang agar orang tua kita selamat. Bertaubatlah dari segala kezhaliman kepada orang tua. Kita belum tentu masih lama melihat keduanya. Kalau kain kafan sudah membungkus tubuhnya, kita tidak akan lagi bisa mencium tangannya. Taubatlah saudaraku atas kezhaliman kepada orang yang telah berjuang demi kehidupan kita.

Taubat kepada manusia lainnya adalah kepada keluarga kita. Para suami janganlah menyalahi istri jika mendapati kekurangan. Taubat, kita sebagai lelaki yang bertanggung jawab, bukan menuntut tapi menuntun. Daripada kita menuntut, menyalahkan atau merendahkan, kita sebagai kepala keluarga yang ahli taubat mengapa kita belum bisa menjadi jalan? Mengapa kata-kata kita tidak didengar? Karena boleh jadi bagaimana kita bisa mengubah orang lain, mengubah diri sendiri saja kita tidak bisa.

Bagaimana kita merubah istri dan anak-anak kita sementara kita sendiri tidak berubah. Bagaimana kita menuntut anak-anak kita jujur kalau kita sendiri pendusta? Bagaimana kita menuntut keluarga kita benar jika kita pencuri? Bagaimana kita menuntut istri dan anak kita bersih sementara diri kita kotor? Taubatlah para suami, para lelaki? Bagaimana bisa membawa uang haram, meracuni istri dan anak yang tidak tahu apa-apa?

Hai, para istri, bertaubatlah. Sebelum berfikir kekurangan suami, berfikirlah kekurangan diri. Jangan-jangan para suami banyak yang tergelincir karena para istri yang tidak ikhlas mengurus suaminya. Yang tidak benar berada di jalannya. Taubatlah wahai para muslimah, jangan menyalahkan siapapun sebelum menyalahkan dirinya sendiri, bagaimana akan mendapatkan yang terbaik dari Allah jika dia selalu melakukan yang terburuk?

Wahai saudaraku kita harus bertaubat kepada hamba-hamba Allah lainnya. Kepada para ulama, orang-orang yang memberi cahaya. Kita sering menganggap remeh, menertawakan dan mencibir padahal beliau-beliaulah pewaris Nabi. Jangan pernah mengabaikan orang-orang yang kuat iman dan berilmu tinggi. Karena menghina mereka adalah menghina Nabi. Subhanallah, mudah-mudahan kita bisa menjadi sesuai perintah Allah yaitu orang-orang yang bertaubat.

Syarat taubat ada tiga, yang pertama adalah menyesal, kita harus jujur kepada diri kita. Jika diri sendiri sudah ditipu bagaimana kita tidak menipu orang lain? Tidak ada taubatan nasuha sebelum kita benar-benar jujur kepada diri. Ingat baik-baik bahwa kita dihargai dan dihormati orang lain saat ini karena Allah menutupi kekurangan, dosa, kebusukan dan aib kita. Kalau Allah membeberkan kebusukan kita, orang-orang akan mencibir bahkan meludahi kita. Dengan taubatan nasuha kembali ke jalan Allah.

Jadikanlah pasangan hidup kita menjadi cermin, bukanlah kita untuk dipuji. Sebaik-baik orang adalah orang yang mau menceritakan siapa diri kita yang sebenarnya. Ujian itu lebih banyak tipu daya bagi kita. Ujian kadang membuat kita membohongi diri kita sendiri. Kita bangga pada apa yang tidak ada pada kita.

Seharusnya yang kita cari adalah orang-orang yang berani mengkritik. Sepedas apapun itu adalah karunia Allah. Bisa datang dari suami, bisa datang dari istri, bisa datang dari anak, itulah rizki. Orang-orang yang dicintai Allah awalnya adalah orang-orang yang dibukakan pintu hatinya, berani jujur melihat dirinya sendiri. Kita tidak bisa sembunyi dibalik jas yang bagus, dibalik pangkat, karena semua itu adalah topeng. Bukan itu diri kita. Diri kita adalah kelakuan kita ini.

Sepulang haji ini berhentilah memikirkan kesalahan orang lain sebelum diawali memikirkan diri kita sendiri. Bagaimana Allah mengizinkan kita merubah orang lain kalau kita tidak berhasil merubah diri kita sendiri? Kita awali perubahan keluarga, kita awali perubahan masyarakat dengan merubah diri kita sendiri. Dan kita tidak bisa merubah diri sendiri sebelum kita jujur kepada diri kita sendiri.

Yang kedua syarat taubat adalah benar-benar memohon kepada Allah ampunan. Lihatlah Nabi Adam, yang kesalahannya memakan buah yang dilarang. Beliau sampai mengakui bahwa dirinya telah zhalim, sampai bertahun-tahun. Nabi Yunus bertaubat setelah meninggalkah dakwah, diuji dengan tiga kegelapan. Kegelapan perut ikan, kegelapan lautan, dan kegelapan malam. Keluar dengan selamat atas izin Allah setelah beliau bertaubat, benar-benar mengakui kesalahan. Itulah syarat taubat yang kedua.

Sedangkan syarat taubat yang ketiga adalah berhenti berbuat maksiat, berhenti mengulangi kesalahan dan dosa. Kita bukan manusia yang sempurna, kita pasti akan tergelincir atau berbuat dosa. Tapi sebaik-baik orang yang berdosa adalah orang yang bertaubat. Ampunan Allah lebih luas dari sebesar apapun dosa, sepanjang ajal belum ada di kerongkongannya. Allah yang maha tahu isi hati kita, jikala kita menjerit memohon ampun dan kita hijrah dari kemaksiatan tidak akan mengulangi lagi, maka Allah akan mengampuni dosa kita sebesar apapun dosa kita. Allah maha pengampun, mudah bagi Allah menghapus dosa bagi orang-orang yang hidupnya menyusun dosa dari waktu ke waktu. Taubatlah saudaraku, dengan meninggalkan kemaksiatan.

Dan yang keempat, kekuatan dari taubatan nasuha adalah dengan memperbanyak amal shalih. Kalau kita pernah memakan makanan haram, maka perbanyaklah sedekah makanan. Kalau kita pernah menyakiti orang, maka perbanyaklah menolong orang. Kalau kita pernah menzhalimi keluarga, maka muliakanlah keluarga. Memperbanyak kebaikan karena satu dosa dicatat satu. Tapi satu kebaikan dicatat sepuluh kali lipat. Andaikata taubat kita belum dapat menghapus dosa yang kita perbuat, mudah-mudahan kebaikan kita dapat menutupi keburukan kita.

Saudaraku sekalian, sepulang haji ini perbanyaklah mendatangi rumah Allah yang selama ini kita tinggalkan. Padahal tiada tempat yang paling mulia di dunia ini selain masjid. Mengapa kita mementingkan rumah manusia yang pasti binasa? Datanglah ke rumah Allah yang ganjarannya pasti tidak akan mengecewakan.

Taubatlah dengan memperbanyak datang ke rumah Allah, dengan memperbanyak sujud, dengan memperbanyak shodaqoh, dengan memperbanyak kebaikan sekecil apapun dan ikhlas. Barangsiapa yang memperbanyak taubat, maka Allah akan memberikan kelapangan di hatinya jika ada kesempitan, memberi jalan keluar dari segala persoalan, dan Allah akan memberikan rizki dan berbagai pertolongan dari tempat yang tidak diduga-duga.

Mudah-mudahan haji yang mabrur ini akan menjadikan kelapangan hati oleh Allah sebagai buah dari taubat-taubatnya. Akan diberikan jalan keluar dari segala kesempitan hidup yang tidak mungkin bisa kita atasi tanpa pertolongan Allah, dan tidak pernah berputus-asa dalam menghadapi sesulit apapun kenyataan hidup. Karena Allah menjanjikan mendatangkan pertolongan dari tempat yang tidak diduga-duga, yang kuncinya adalah Taubat.

Bangsa yang akan dimudahkan urusannya, Bangsa yang penuh ketenangan, Bangsa yang penuh pertolongan Allah adalah Bangsa yang sangat banyak bertaubat.

Demikian juga keluarga kita, keluarga sakinah hanyalah keluarga ahli taubat. Keluarga yang terjamin segala urusannya adalah keluarga ahli taubat. Keluarga yang kecukupan itu adalah keluarga ahli taubat.

Mudah-mudahan takdir Allah di Arafah ini menjadikan haji kita haji yang mabrur, haji yang ahli taubatan nashuha. Amiin



Wassalaamu'alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh

Tuesday, December 25, 2007

Man and The Sea

Man and the Sea


I never read the novel The Old Man and the Sea by Ernest Hemingway. Nevertheless I amaze with the title. What is comparable between an old man and the sea? Tough, strong, wide perspective, trusted, little bit of stubborn?

This man is not an old man. But seeing him standing there, makes me remember of that novel's title. It surely remind me of what usually the characteristic of a man and a sea:

tough, strong, wide perspective, trusted, stubborn


Some people said though that they can predict the sea better than a man ... and since I am a man, I have nothing to say about this .... :-P

Monday, December 24, 2007

Resolusi Seorang Istri Hari Ini ...

autumn in capitol


Tulisan istri tersayang ... subhanalloh indah sekali ...

Resolusi Seorang Istri Hari Ini ...
Diana

Selasa sore pekan lalu, aku duduk manis di depan radio, menyimak khutbah wukuf Aa Gym. Ada yang menyentak kalbu, teramat banyak malah, terutama ketika beliau mengemukakan soal taubat seorang istri terhadap suami. Aah, aku seolah diingatkan sudah seberapa sempurna dan maksimalnya bakti dan pengabdianku pada suami tercinta selama ini, selama masa pernikahan ini?

Biasanya begitu mudah kita melihat kelemahan maupun kekurangan pasangan hidup kita, sementara kita abai dengan kelemahan diri sendiri. Begitu cermatnya kita melihat sifatnya yang tidak romantis, suka tidur sambil mendengkur, doyan makan, tubuh subur-makmur, asyik dengan hobinya seakan tidak peduli dengan kita, dan sebagainya, sementara kita mengenyahkan sikapnya yang ngemong dan sabar terhadap anak-anak, izinnya yang mudah untuk urusan kita (pengajian, arisan), atau ringan hati membantu menjemur dan mengangkat cucian, juga membuatkan kopi dan membeli sarapan. Sementara mungkin kita yang sudah 'memproklamirkan diri' sebagai istri (dan atau ibu dari anak-anaknya) kurang mau belajar mengurus rumah, menyerahkan segala urusan memasak kepada pembantu, tahu beres, pulang malam akibat asyik dengan pekerjaan kantor, atau justru adu-balap tidak peduli dengan kebutuhan pasangan karena ia juga tidak perhatian terhadap kita. Lantas, di mana tanggung jawab dan kewajiban kita?

Menurut beberapa buku yang pernah kubaca, pernikahan yang sehat tidak dapat dibangun hanya dengan cinta semata, karena cinta kepada makhluk, bukanlah sebentuk cinta hakiki yang kekal abadi, namun bisa sirna ditelan waktu, ketika ada gelombang pasang atau badai menerjang, maka cinta itu pun luruh tak berbekas. Benih-benih niat tulus saat kita memutuskan "bismillah, aku mau menikah denganmu" sepatutnya memang disandarkan pada niat mencari ridha dan cinta-Nya, cinta Ilahi, bukan cinta syahwat antar manusia, bukan karena keterpaksaan, karena dendam, atau seribu satu alasan lainnya. Sehingga ketika ada kerikil-kerikil tajam dalam perjalanan berkeluarga, semua itu dikembalikan ke sana, seraya introspeksi, mungkin salah satu atau kedua belah pihak sudah melenceng dari jalurnya.

Dan dari Mario Teguh, sang motivator, kupetik nasehat/tip bagus, melongoklah kita ke belakang, namun jangan hidup dengan masa lalu. Artinya,kejadian di masa lalu jadikan sebagai pengingat dan sarana introspeksi ketika kita melangkah menuju masa depan. Jangan pernah mengungkit-ungkit keburukan sifat pasangan kita di kala dulu, tapi lihatlah ia di saat sekarang, di masa kini, dan ajak ia berubah ke arah yang lebih bijak.

Insya Allah aku tidak bermaksud menggurui, justru ini akan jadi tonggak untukku senantiasa bersikap lebih arif dari hari ke hari. Biarlah Allah jua yang menilainya...

Sunday, December 23, 2007

Demi Waktu

showtime!


Tadi pagi sempat dengar tausiah singkat Aa Gym yang disampaikan lewat telepon sementara beliau sedang berada di lantai 2 Masjidil Haram, kira kira jam 1.30 pagi waktu Mekkah.

Beliau bercerita tentang seorang ibu yang sudah berumur - kalau tidak salah 80 tahun. Sang ibu semangat sekali menjalankan ibadah haji, semua dikerjakan, termasuk semua yang disunnahkan Rasulullah. Selesai ibadah haji, tanpa sakit yang serius, beliau ternyata dipanggil Allah SWT. Subhanalloh ... sungguh akhir yang indah, khusnul khatimah.

Hikmah dari kejadian ini jelas, bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah siap untuk dipanggil? Aa mencontohkan (maaf) kambing pada hari pemotongan kurban. Meski teman-temannya satu persatu sudah dipotong, si kambing tenang-tenang saja. Malah masih sibuk makan, berkelahi dengan sesama dll. Apa kita menginginkan nasib kita seperti mereka?

Tiada pilihan lain. Kita harus terus memperbaiki diri. Kita harus bertaubat, mohon ampun sebesar-besarnya. Perbaiki terus kualitas amal ibadah kita. Tingkatkan sedekah dan infaq kita. Terus tingkatkan perbuatan baik kita. Jangan terlena, terus perbaiki diri. Siapkah kita untuk dipanggil saat ini? Siapkah kita? Siapkah?

Pesan beliau terakhir sebelum menutup tausiahnya adalah jangan menyiakan-nyiakan waktu ....

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. QS 103.1

===
Sungguh kita orang-orang yang terlena. Begitu banyak yang terlewat dalam hidup ini dengan sia-sia. Masih kurangkah peringatan dan nasihat yang kita terima untuk kembali ingat? Dalam hidup yang tersisa ini - entah berapa lama - marilah kita bersama-sama saling mengingatkan dalam mentaati kebenaran dalam kesabaran ...

Wednesday, December 19, 2007

Selamat Idul Adha 1428 H

it's flying!


Selamat Idul Adha 1428H

Semoga kita senantiasa mampu dan ikhlas dalam berkurban di jalanNya ... Amiiin ...

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
QS 2:218

Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. QS 9.20

Kuku Manusia

the world in black and white


Kuku Manusia
Jakob Sumardjo

Mengapa manusia berkuku? Apa guna kuku-kuku pada manusia? Apa bedanya kuku manusia dengan kuku binatang? Apakah kuku manusia memiliki makna?

Itulah pertanyaan kekanak-kanakan yang sering sulit dijawab orang tua. Namun, anak-anak sering menanyakan hal-hal yang sulit dijawab orang tua. Pertanyaan anak-anak merupakan pertanyaan filsafat. Pa, mengapa mama menangis? Mengapa burung dapat terbang? Dari mana bayi di perut mama? Mengapa? Juga aneka pertanyaan tentang alasan "ada". Biasanya orang tua menjawab sekenanya: adik di perut ibu berasal dari burung bangau. Setelah tua jawaban ini menimbulkan pertanyaan baru: Burung siapa?

Kuku manusia
Mengapa manusia berkuku seperti harimau, beruang, atau burung? Mengapa kuku manusia tidak seperti kuku kerbau, kuda, gajah, atau kambing? Jika diperhatikan, binatang berkuku tunggal seperti kuda, domba, dan rusa adalah binatang-binatang korban. Binatang-binatang ini cenderung tidak membunuh binatang lain, apalagi sesamanya. Mereka ini binatang pemakan tumbuhan.

Namun, manusia, macan, dan beruang menggunakan kuku-kuku untuk mencakar, melukai makhluk lain. Kuku-kuku binatang itu menjadi alat untuk membunuh yang lain. Itulah binatang pemangsa, yang hidup dari memangsa makhluk lain, termasuk "binatang" manusia. Bahkan burung-burung pun menggunakan kuku-cakarnya untuk memangsa binatang lain.

Jika manusia sebagai "binatang" termasuk jenis macan, beruang, elang, maka kodratnya seperti macan dan beruang, suka mencakar, dengan kedua tangan ataupun kedua kaki. Jika tidak demikian, mengapa kuku manusia tidak tunggal seperti kerbau?

Binatang berkuku tunggal menggunakan kukunya hanya untuk pertahanan. Kuda akan menyepak jika disakiti. Binatang-binatang kuku tunggal bukan pemangsa, justru dimangsa.

Manusia dan macan termasuk makhluk agresif. Agresivitas kuku manusia ini masih tampak saat istri tua dan istri muda saling mencakar sampai berdarah-darah. Jadi, secara naluriah, kuku manusia sebagai alat penyerang.

Umumnya, untuk menyembunyikan bahwa manusia termasuk binatang pemangsa, ia selalu memotong kuku-kukunya setiap tiga-empat hari. Pemotongan kuku-kuku itu untuk menyembunyikan karakter aslinya bahwa mereka sebenarnya sejenis makhluk pembunuh. Benarkah manusia yang berkuku plural ini makhluk pembunuh?

Peribahasa
Kesadaran bahwa manusia itu tak lebih dari macan sudah ada di benak nenek moyang bangsa Melayu. Ada sejumlah peribahasa mengambil tema "kuku".

"Belum berkuku hendak mencubit". Maksudnya, belum memiliki kekuasaan sudah sok main kuasa. Karena kuku-kukunya belum tumbuh betul, cubitannya atau cakarannya tidak akan memakan korban.

Berbeda dengan "diberi berkuku hendak mencengkam". Inilah gejala yang membuktikan bahwa manusia itu jenis makhluk pemangsa manusia lain. Semakin tajam dan kuat kekuasaannya, semakin tajam dan dalam cakarannya. Peribahasa ini mengingatkan kaum berkuku di Indonesia agar tidak main-main menggunakan kuku-kuku kekuasaannya.

Peribahasa lain, "belum sekuku lagi". Ini untuk menyatakan manusia-manusia yang sok pamer kelebihan, mirip dengan "belum berkuku hendak mencubit". Kesombongan manusia rupanya tidak disukai di mana-mana. Pengetahuannya belum seberapa sudah berlagak paling tahu. Kekuasaannya belum seberapa. Kekayaannya belum seberapa. Kecantikannya tidak seberapa.

Peribahasa kuku yang positif juga ada, seperti "sebagai kuku dan daging". Inilah dwitunggal, dua orang yang tidak dapat dipisahkan, seperti dua orang sedang jatuh cinta.

Namun, seperti cinta asmara, "bagai kuku dengan daging" ini, pasangan dwitunggal seperti ini tak pernah lama. Bulan madu dwitunggal biasanya berakhir dengan saling cakar sehingga berdarah-darah. Tidak sulit mencari pembuktiannya dalam sejarah bangsa mana pun. Sekali lagi, kuku manusia itu berfungsi untuk agresivitas manusia.

Manusia dan binatang buas
Tidak mengherankan jika manusia Indonesia menggunakan kuku sebagai simbol kekuatan, ancaman, berbahaya, kekuasaan. Mereka yang berkuasa adalah manusia-manusia berkuku tajam, bukan untuk melindungi diri seperti kuda, tetapi untuk menyerang dan membunuh. Kekuasaan atau kuku semacam itu diperoleh secara formal atau informal. Kuku-kuku formal didapat dalam pemilu atau pilkada. Bahkan dalam lembaga pemilihan lebih kecil, sekolah atau universitas. Adapun kuku-kuku informal diperoleh dengan menggalang massa. Tidak mengherankan jika manusia Indonesia sibuk membentuk gerombolan untuk memperoleh ketajaman kukunya.

Manusia berkuku lebih menyerupai macan berkuku yang buas. Tetapi, kebuasan manusia berbeda dengan macan atau beruang. Macan dan beruang hanya memangsa binatang lain yang kebanyakan berkuku tunggal, tetapi manusia memangsa sesamanya. Dalam sejarah manusia, kebuasan manusia dipertunjukkan. Manusia memangsa dan memakan manusia lain. Kebuasan manusia melebihi binatang. Binatang apakah manusia itu?

Kuku manusia tidak untuk melindungi yang lain. Kuku-kukunya tidak hanya untuk pertahanan diri. Dalam hal ini manusia Indonesia rupanya harus lebih banyak belajar kepada kerbau.

Tuesday, December 18, 2007

a solitude song

a solitude song


along the harbor
you find lots of ship
ships like this

broken
abandon
lonely
left behind

the withering twig
sing a solitude song

I was hoping
to get a perfect picture
a perfect boat
a perfect harbor

I get, instead
tough, rough, hard life
in this
old tired port

Photo taken at fish harbor, Banten

Sunday, December 16, 2007

Bersyukur ...

if the goat wasn't there ...


Hari Jum’at kemarin saya dan teman-teman mendapat tugas mengetes peralatan kantor yang berada di luar Jakarta. Lokasinya arah perjalanan ke Bandung, kira-kira 1.5 jam dengan berkendara mobil (dengan sepeda berapa lama ya .... hehehe).

Dalam perjalanan, mata saya tertumbuk pada pemandangan alam di kedua sisi jalan. Sawah membentang, pepohonan, dataran terbuka, pantulan air di sawah, gubuk-gubuk. Hijau. Luas. Terbuka. Saya baru sadar, kalau sudah lama juga saya tidak melihat pemandangan ini. Sudah lama juga saya tidak melepaskan diri pada keriuhan dan kesibukan dunia sehari-hari.

Kerinduan saya pada alam pun mencuat. Kerinduan pada pada udara segar, sinar matahari, cakrawala yang terbuka, dedaunan yang basah oleh embun pagi, bunga yang cantik, jalan tanah, gemercik air sungai, rerumputan yang hijau, alam yang memiliki keramahan dan keaslian, hingga pada penduduk setempat yang senantiasa menyambut para musafir yang melewati kampung mereka. Kerinduan mentadaburi alam. Kembali belajar pada sesuatu yang murni, yang bersih, yang fitrah.

Kehidupan dan kesibukan kota ternyata telah membuat saya melupakan bahwa fisik dan jiwa saya memerlukan makanan lain. Mengingat ini, sesuatu sempat menggenang di ujung mata .... . Saya sepantasnya bersyukur karena saya masih diberi kesempatan untuk mengingat ini semua. Pada saat yang bersamaan saya merasa malu karena saya hampir saja melupakan anugrah Yang Maha Kuasa ini pada kita semua.

====
Pulang dari tugas ini, saya sempat menumpang mobil teman sampai di persimpangan ke arah rumah saya. Dari situ saya naik taksi. Mobilnya sudah lama dan supirnya seorang bapak tua.

Karena sudah capek, saya tak berkata-kata. Sampai dekat rumah, ketika kita melewati keramaian yang tidak biasanya ada (kelihatannya ada konser musik). Sang bapak membuka percakapan, dan kita pun bertukar tutur.

Dari percakapan itu sang pengemudi menuturkan dengan suara letihnya kalau dia tetap optimis menyongsong hari meski sampai saat itu (jam 7.30 malam) ia masih belum bisa memenuhi target setorannya hari itu. Ia pun menuturkan keikhlasannya kalau ternyata harga bensin akan naik.
"Ya, pak kita lihat saja. Kalau masih bisa narik, ya narik. Tapi kalau nanti terlalu berat, ya cari pekerjaan lain," katanya.
Tanya saya, "Mau kerja apa pak selain narik taksi?"
Jawabnya, "Belum tahu pak, lihat nanti saja … " dengan nada suara yang terdengar tenang-tenang saja.

Sampailah taksi itu di rumah saya. Argometer menunjukkan angka 22 ribu. Saya putuskan untuk membayar 30 ribu tanpa kembalian. Sungguh luar biasa senyum beliau. Bahkan istri saya yang membukakan pintu pagar kebagian senyum lebar beliau. Saya sendiri? Tersenyum campur nyengir karena senang sekali bisa menyenangkan seseorang. Rasanya rasa senang yang ada di hati saya jauh melebihi ketika atasan memberi tahu saya kalau saya mendapat bonus perusahaan.

Subhanalloh .... Alhamdulillah ...

Thursday, December 13, 2007

Bersedekah

through ...


Hari-hari pertama berojek+angkot+bis ria saya disibukkan dengan uang kecil. Seribu lima ratus untuk bayar angkot dan tiga ribu rupiah untuk bayar ojek. Setiap pagi saya siapkan uang pas untuk perjalanan pergi dan pulang.

Namun hari-hari ini diisi pula oleh hujan. Perjalanan ojek jadi lebih panjang, karena harus menempuh rute yang lebih panjang, untuk menghindari becek dan banjir lokal. Sementara saya sendiri sibuk memegang tas, payung yang basah, dan melindungi kepala, badan, serta kaki dari terpaan hujan.

Setelah saya sampai, karena perjalanan yang jauh itu saya biasanya jadi tergerak untuk memberikan uang ekstra. Sebenarnya bukan uang ekstra, karena hanya berkisar seribu sampai dua ribu rupiah.

Saya jadi teringat kalau di bulan ini kita dianjurkan banyak bersedekah. Wah tepat sekali dong ya ....

Yang baru terasa oleh saya ialah uang ekstra itu tidak seberapa menurut kita, tapi sangat berarti bagi sang tukang ojek. Tadi pagi ketika saya berikan uang 5 ribu rupiah, ia sampai menanyakan dua kali apakah perlu dikembalikan atau tidak. Pakai bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Senyum pun terulas di bibirnya ketika saya katakan tidak usah ...

Saya lantas teringat orang-orang yang penghasilannya jauh di bawah saya, tetapi semangat bersedekahnya luar biasa. Kenapa saya harus berfikir panjang untuk menambah seribu dua ribu rupiah ya?

Sampai sekarang senyuman sang tukang ojek masih tergambar di benak saya. Semoga semangat bersedekah ini bisa terus terukir dalam hati ...

Wednesday, December 12, 2007

l i f e

l i f e

land of wet sand
ocean of rippled wave
winds of north java sea
blue of endways mountain
sky of swelling white clouds

that is
s i m p l e

that is
b e a u t i f u l

that is
l i f e

Tuesday, December 11, 2007

Smile

Smile


Smile
Nat King Cole

Smile though your heart is aching
Smile even though it's breaking
When there are clouds in the sky, you'll get by
If you smile through your fear and sorrow
Smile and maybe tomorrow
You'll see the sun come shining through for you

Light up your face with gladness
Hide every trace of sadness
Although a tear may be ever so near
That's the time you must keep on trying
Smile, what's the use of crying?
You'll find that life is still worthwhile
If you just smile

That's the time you must keep on trying
Smile, what's the use of crying?
You'll find that life is still worthwhile
If you just smile

Monday, December 10, 2007

Menikmati hari ...

enjoy the autumn


Hari ini hari kedua saya naik bis kantor. Ya ... kantor menyediakan bis ke berbagai jurusan dimana karyawannya bertempat tinggal. Sejauh ini belum bayar ... :-P Buat saya sendiri, ternyata ini memberikan alternatif yang sangat baik dibandingkan membawa mobil sendiri. Sepeda? Tetap dong ... sayang kalau ga sepedaan ke kantor ... :)

Hari pertama naik bis, pulangnya hujan rintik-rintik. Dari bis saya harus nyambung naik angkot. Sewaktu pindah ke angkot kehujanan sedikit. Turun dari angkot, masih nyambung ojek lagi. Karena masih gerimis, saya pun berlindung di balik plastik yang dikenakan sang 'supir'. Keplek ... keplek ... keplek ... bunyi plastik itu bolak-balik menempel di kepala, dahi, pipi, dan mulut saya ... :)

Hari ini hari kedua. Persiapan lebih serius, saya bawa payung lipat. Ternyata hujan lagi, sedikit lebih deras. Pas mau turun dari bis, saya dapat usul dari teman sebis, "Pak, kalau mau turun di situ, jalan sedikit, nah ... cari angkotnya lebih gampang ... :)"

Pikir punya pikir, asyik ya jalan kaki di hari hujan. Jadi jadilah, saya turun sesuai sarannya, dan menelusuri jalan beraspal ditemani hujan rintik-rintik dan si payung lipat.

Alhamdulillah, enak sekali. Menikmati bunyi hujan di payung, kemacetan di tengah hujan, daun-daun yang basah, udara yang segar, sore yang rileks .... saya pun menggerakkan kaki lebih jauh dari yang saya perlukan. Segar ... rileks ... nikmat ...

Asyik jalan, baru sadar sepatu saya mulai basah (mulai berfikir enak banget nih lari atau naik sepeda hujan-hujan begini pada sepatu olahraga). Celana pun mulai basah .. :). Wah udah harus naik angkot kalau begini ...

Di ojek, karena hujannya mulai melebat lagi, mau tak mau celana di bagian lutut dan bawah basah (kuyup). Untungnya kepala terlindungi sang plastik. Cuma celana basah sah sah ... :-P

Alhamdulillah masih diberi kesehatan. Masih bisa menikmati sore, melihat hujan, merasakan butirannya, menghirup udara segar, dan mensyukuri betapa besar nikmatNya ... setiap saat ... setiap kesempatan ...

Sunday, December 09, 2007

Bayu Gawtama: Amanah Lelaki



Udah lama ga resensi buku ... sebenarnya tetap rutin baca buku, cuma belum punya waktu untuk nulisnya .... :) Alasan ... hehehe ... tapi kali ini, saya sempat menulis sedikit. Buku yang mau saya ulas ini karangan Bayu Gawtama. Judulnya Amanah Lelaki: Menjemput Keping Hikmah.

Buku terbitan GIP ini dikemas sederhana, meski tetap menarik. Yang membuat istimewa, adalah tulisannya sendiri. Sederhana, membuka, ramah. Bayu mengajak kita menelusuri perjalanan dan hikmah hidupnya. Serasa akrab, karena banyak hal yang dibahasnya kita temui sehari-hari. Namun juga membuat kita malu, karena begitu banyak hal yang ia buka, sesuatu yang kita terlewat dan terlupakan dalam kehidupan kita. Satu hal yang benar-benar membuat tertegun adalah ketulusan dan keterbukaannya, jika ia dapat berbuat begitu, mengapa kita tidak?

Rekomendasi saya? Belilah buku ini. Bahkan, hadiahkan kepada teman-teman dan orang tersayang anda ....

Jejak yang Tertinggal
Bayu Gawtama


Saat masih aktif di pecinta alam, saya senang meninggalkan jejak berupa tulisan, "Gaw pernah berdiri di sini," menancapkan bendera atau apapun untuk memberitahu kepada pendaki sesudah saya bahwa saya pernah singgah di tempat itu sebelumnya. Atau sekiranya saya kembali ke gunung itu, ingin sekali saya mencari jejak yang dulu saya tinggalkan, senanglah hati saya mengetahui tanda itu masih ada. Pun jika sudah hilang, saya bergegas membuat tanda atau jejak baru.

Tidak hanya di puncak atau perjalanan mendaki, bahkan dinding kereta, bis, dan kapal laut yang saya tumpangi pun saya sempatkan untuk sekedar mencoretkan nama saya, bahwa saya pernah menumpang angkutan itu.

Saya pun pernah menulis nama saya di dinding pesawat kalau saja tak sempat dipelototi seorang pramugari. Bukannya saya mempunyai kebiasaan coret-mencoret di sembarang tempat, niatnya cuma ingin meninggalkan bekas bahwa saya pernah hadir di tempat itu. Kadang, saya sering berangan-angan suatu saat, anak cucu saya pergi ke suatu tempat mendapatkan nama saya masih terukir jelas di atas batu atau dinding angkutan umum.

Beberapa tahun lalu, adik saya yang paling bungsu masuk SMA tempat saya dulu menghabiskan 3 tahun berputih abu-abu. "Tolong sekali-kali lihat ke dinding sebelah utara toilet pria ya, Dik?" Masih ada nama abang nggak di situ?" Pesan saya di hari pertama ia sekolah. Si cantik bungsu cuma nyengir, "Lihat saja sendiri." Memang tidaklah mungkin nama saya masih ada di dinding toilet, toh jarak antara saya lulus dengan adik saya masuk sekolah itu lumayan jauh, hampir 10 tahun. Entah sudah dicat ulang, atau ada mencoretnya dan menggantinya dengan namanya.

Anda juga pernah melakukannya bukan? Tapi sadarkah kita bahwa tanpa harus menuliskan nama, atau menandai suatu tempat dengan bendera, setiap kita memang telah dan sedang terus-menerus meninggalkan bekas di setiap waktu dan tempat yang kita lalui. Di manapun saya singgah, sesungguhnya saya akan meninggalkan bekas dengan kata, tingkah dan perbuatan kita. Yang semestinya saya lakukan adalah meyakinkan bahwa bekas dan jejak yang saya tinggalkan adalah bekas kebaikan, jejak kearifan. Bukan sebaliknya.

Saya ingat, dulu pernah berkata-kata keras di suatu kesempatan, tentu saya akan teramat malu untuk kembali ke tempat itu, karena bekas yang saya tinggalkan adalah keburukan. Saya juga pernah berbuat memalukan di satu tempat, saya pasti akan selalu menangis mengingatnya, dan bekas itu masih sangat jelas membayang di pelupuk mata ini. Seketika bibir ini pun tersenyum, hati berbunga mengingat prestasi yang pernah saya lukiskan di sekolah menengah pertama. Atau di mana pun saya pernah meninggalkan jejak kebaikan. Hanya sebagai pengingat bahwa di tempat itu saya bisa berbuat baik, semestinya di lain tempat dan waktu pun saya bisa melakukannya lebih baik, dan lebih banyak kebaikan.

Masalahnya, sadarkah kita bahwa setiap langkah kita, kapanpun dan di manapun senantiasa meninggalkan jejak dan bekas yang teramat jelas? Lalu, mengapa kita masih senang meninggalkan bekas yang kemudian orang akan mengenal dan mengenang kita bukan dari kebaikan-kebaikan yang pernah kita lakukan?

Saya terus mengingat satu kejadian di kelas satu sekolah menengah pertama, ketika tak sengaja, saya mematahkan salah satu alat olahraga milik sekolah. Dua tahun yang lalu, ketika bertemu kembali dengan guru tersebut, "O ya, bapak ingat kamu, kamu yang dulu mematahkan tongkat lembing sekolah kan?" Oooh ...

Kajian 9 Desember 2007

Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. QS 27:65.

Friday, December 07, 2007

love

love


what do you feel to be in a open field
wind blows gently while the sun bashful
hides behind the clouds
bushes, weeds, grass, here and there
and horses follow you around

they all need to be touched by your hand,
by your heart
they all want to be loved
just like you

an afternoon in a open field
love, care, the beauty of nature
surrounds you, adore you
makes you feel complete
makes you alive

life is full of love
and yet beautiful

a poem to my beautiful wife

Thursday, December 06, 2007

Indahnya ayat-ayat Al Qur'an

wither


Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz). QS 6.59.

Hari ini ketika mengkaji sedang ilmu agama, kebetulan ayat ini muncul. Ketika saya mencoba membacanya, mata, lidah, dan hati tercekat. Bacaan terhenti di tengah-tengah, lidah kelu, dan tanpa terasa ada yang mulai menggenang di sudut mata.

Sungguh indah! Tutur katanya, alunan bahasanya, penekanan pada tiap tarikan nafas sewaktu membacanya, pilihan kata-katanya, tidak terlalu banyak, tidak semuanya, namun entah kenapa terasa lengkap sekali. Begitu banyak tanda-tanda di alam yang kita temui setiap hari (daratan, lautan, sehelai daun, sebutir biji, basah, kering) namun sering kali kita terlupa menjadikannya sebagai pengingat syukur kita kepadaNya.

Ayat mengingatkan kita betapa terbatasnya ilmu kita. Kita sering kali mempertanyakan keputusanNya (sesuatu yang sebenarnya hakNya pada kita), kita sering kali mencoba melihat sesuatu kejadian dari kacamata ilmu kita yang terbatas.

Dan seringkali pula kita memaksa meminta sesuatu kepadaNya, yang kita tak mengetahui sesungguhnya apakah itu baik untuk kita atau tidak. Kita lupa, bahwa kita harus ridho atas segala keputusanNya, dan bahwa sesungguhnya kita tidak punya pilihan kecuali ridho kepadaNya.

===
Dalam pengajian ba'da dhuhur di kantor baru-baru ini sang penceramah menanyakan kepada jamaah, "Dari mana manusia berasal?"
Jawab jamaah (JJ), "Dari Allah"
Tanya penceramah (TJ), "Dari mana bapak/ibu tahu?"
JJ: "Dari Al Qur'an"
TJ: "Kenapa bapak/ibu percaya Al Qur'an?"
JJ: "Karena dari Rasullulah"
TJ: "Kenapa bapak/ibu percaya Rasulullah?"
JJ: "Karena disuruh Allah"
TJ: "Darimana bapak/ibu tahu disuruh Allah?"
JJ: "Dari Al Qur'an"
TJ: "Kenapa bapak/ibu percaya Al Qur'an?"
Jemaah mulai bingung dan bisik-bisik

Sang penceramah lalu menceritakan pengalaman hidupnya yang membawanya menuju jalan dakwah. Kata beliau peristiwa penciptaan dan kematianlah yang menyebabkan ia percaya akan Zat Yang Maha Besar yang mengatur ini semua.

Sungguh tepat kata sang penceramah. Namun kalau boleh saya tambahkan, kalau kita mau mengkaji Al Qur'an, sungguh kita akan menemukan banyak sekali keajaiban di dalamnya.

Keajaiban berupa berisi banyak sekali kebenaran yang sungguh tak terbantahkan oleh akal sehat dan hati nurani. Keajaiban bagaimana isi Al Qur'an ternyata cocok dengan fitrah manusia. Keajaiban berupa bagaimana ayat yang satu menimpali ayat yang lain, saling mengokohkan, saling menguatkan. Keajaiban berupa bagaimana ayat yang satu sama lain tidak berhubungan atau berdekatan bisa saling melengkapi, cocok, meski dengan sudut awal yang sama sekali berbeda.

Ini belum bicara soal tutur kata dll seperti alinea ke 3 di atas. Sungguh ajaib!

Jadi kalau ditanya kenapa mempercayai Al Qur'an? Menurut saya jawabannya adalah karena kitab ini semata-mata berisi kebenaran, yang cocok dengan akal sehat, dengan hati nurani, dan fitrah kita.

Semoga kita termasuk orang yang terus tekun mempelajari Al Qur'an, semoga kita diberikan hidayah dan kemudahan olehNya, dan semoga pembelajaran ini menjadikan kita terus ridho kepadaNya dan menyadari pilihan kita satu-satunya adalah ridho padaNya, Yang Maha Pengasing dan Penyayang ...

Wednesday, December 05, 2007

Rezeki

Inside the candle factory store


Pagi ini sambil jalan dengerin radio, sang penceramah bercerita tentang jenis-jenis rezeki. Tidak ada yang baru ..... tapi saya baru tersadarkan ...

Rezeki itu macam-macam, dari harta, kesehatan, iman, kesempatan, ilmu, dll .... kita - sebagai insan - menerima bermacam variasi rezeki, yang sering kita lupakan.

Beberapa bulan ini saya mendapatkan kesempatan untuk belajar (lagi) dan berbagi ilmu. Baru sadar kalau ini bukan cuma kesempatan, tapi rezeki! Buat saya sendiri, kesempatan ini sungguh nikmat. Menelaah ayat-ayatNya maupun perjalanan Rasullullah SAW, membuka cakrawala yang luar biasa. Mulai dari lezatnya iman, nikmatnya belajar, hingga pentingnya menghitung diri (muhasabah) dan merenung (istilah saya berhenti hehehe) agar tidak lalai dalam hidup ini.

Banyak sekali hikmah dari 'perjalanan' ini ... harus saya tulis lagi di blog ini ... Namun satu hal yang saya lupa, ialah di atas semua kenikmatan di atas, ini adalah rezeki luar biasa yang dilimpahkanNya .... Subhanalloh ....

Jadi ingat surat Tulisan seputar surat Ar Rahmaan ...

Maka Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? ...

Tuesday, December 04, 2007

sinking ...

sinking ...


My photography mentor told us that this trip is 'a journey to the past' .... seeing this boat sinking, alone, in a small harbor, makes me couldn't agree more. brown cold water, trash here and there, old boats, almost no one on the street, truck parking ....

And as you could see the reflection of the sinking boat, you should be able to see reflection of yourself. I do hope that is not singking too ....

Monday, December 03, 2007

when we're still young ...

when we're still young ...


It's a hot day here in fallen palaces, Banten
we wear hat, we sweat, we drink
we use umbrella, we take shelter
it's a hot day here, in Banten ... at fallen palaces

But to these boys, it was an ordinary day
they play, they smile, they laugh
fallen palaces on a hot day
their playground

They make me remember
of the old days
when
I still young

Now I might be like
the fallen palaces
old, broken, pieces
and can't stand the heat of hot days

Kajian 3 Desember 2007

Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar". QS An Naml 27:64

Sunday, December 02, 2007

Dibalur emosi ....

Old train station of Bartlesville


Dua tiga hari ini saya seperti menemukan benua yang hilang. Seusai perjalanan hunting foto ke Banten, seperti biasa saya kembali tenggelam di pekerjaan dan kesibukan sehari-hari. Sampai salah seorang teman baik – TJ – mengingatkan (dan setengah mengomeli) dengan gaya khas Betawinya, "Mana aje .... flickr ga pernah diupdate ... blog kaya’nya setengah hati ...." malu juga waktu beliau berujar begitu, "Ya udah ntar malam dah mulai lihatin foto Banten", begitu pikir saya.

Ternyata saya ‘terjebak’ dengan jepretan saya di Banten! Suasana emosi yang keluar begitu dahsyat, begitu kuat, begitu mengharubiru ... saya pun tercengang membandingkan foto Banten dengan foto perjalanan saya ke Amrik bulan lalu. Kenapa emosi yang meliputi kedua koleksi ini begitu jauh berbeda? Apa karena foto-foto di Amrik lebih foto pemandangan (landscape) sementara foto Banten sangat banyak bersentuhan dengan manusia?

Atau karena saat pengambilan yang berbeda? Di Amrik saya sendiri, dan relatif tenang, tidak tergesa-gesa mengambil foto, dan punya kesempatan memilih waktu yang tepat untuk mengambil foto. Sementara di Banten kemarin saya pergi bersama-sama teman, waktunya terbatas, dan banyak sekali obyek foto yang harus diambil sementara terbatas. Apa karena ini?

Atau mungkin suasana hati yang berbeda? Di Banten, saya relatif full-of-charge, telah bertemu dengan keluarga, dengan teman-teman, dan kembali ke habitat saya. Sementara di Amrik, rasa kesepian dan kesendirian membuntukan mata jiwa saya?

Entahlah ... yang pasti beberapa waktu ke depan blog ini mungkin akan lebih banyak ekpresi diri yang dicuatkan dengan secarik foto dan coretan jiwa saya ....

===
Pagi ini, sebelum membuat tulisan ini, saya sempat memutar DVD konser Andrea Bocelli yang berjudul Under the Desert Sky. Lokasi konser di danau Las Vegas.

Saya sempat menonton bagian awal konser ini di TV. Lokasi konser sungguh cantik. Danau yang tenang, suasana sore menjelang magrib, bangunan klasik Amerika, pantulan di air, pegunungan membentang di latar belakang, pepohonan di sana-sini, lampu-lampu pelabuhan, sampai beberapa kapal yang berlabuh di kejauhan. Sungguh cantik ...

Keindahan ini ditambah pula dengan musik yang sederhana, cermat, dan mengalir sungguh indah mengiringi suara Andrea yang membius panca indera.

Namun pagi ini, saya sengaja memutar DVD ini di sistem audio saya. Tidak ada visual, semata-mata audio. Saya ingin agar telinga saya bisa menikmatinya sepenuhnya dan menuntun panca indera lain, termasuk hati untuk turut mencerna keindahan.

Pada lagu terakhir, Because We Believe - salah satu lagu favorit saya - , saya benar-benar terbius. Nafas tertahan, hati seakan meledak, Andrea benar-benar bernyanyi dengan hatinya.

Dalam hati, saya membayangkan ekspresi Andrea, gerak bibirnya, tangannya, gerakan tubuhnya. Tepuk tangan penonton yang menutup konser, gemerlap kembang api, suasana malam, sampai pada wajah Andrea yang tersenyum menerima penghargaan penonton. Ahhh ... ternyata tanpa menonton pun, kita bisa ‘melihat’ jika kita mau ....


Because We Believe
terjemah dalam bahasa Inggris

Look outside: its morning
This is a day you'll remember
Hurry, get up and go
There are those who believe in you
Don't give up

Once in every life
There comes a time
We walk out all alone
And into the light
The moment won't last but then,
We remember it again
When we close our eyes.

Like stars across the sky
And in order to shine
You will have to win
We were born to shine
All of us here because we believe

Look ahead and never turn your back
On the caress of your dreams,
Your hopes and then,
Turn towards the day that will be
There is a finish line there.

Like stars across the sky
And in order to shine
You will have to win
Like stars across the sky

Don't give up
Someone is with you

Like stars across the sky
We were born to shine
And in order to shine
You will have to win

Thursday, November 29, 2007

sang maestro ...

watch the snow mountain


Beberapa waktu yang lalu dalam perjalanan pulang dari kantor saya sempat mendengarkan wawancara dengan Ireng Maulana sehubungan dengan persiapan Festival JakJazz di salah satu stasiun radio di Jakarta.

Yang pertama-tama menarik hati adalah gaya bicara Ireng. Santai sekali, rileks, tapi dengan penuh semangat dan antusiasme, tanpa adanya kesan ngotot. Sewaktu beliau tertawa, nuansa hasrat (passion) terhadap yang beliau bicarakan terasa sekali, penuh dengan kehangatan.

Saya terkesan. Bagaimana ya caranya berbicara tentang sesuatu yang kita percayai, sesuatu yang kita ingin orang tahu, orang ikut, orang percaya dengan rileks, santai, penuh semangat, tapi tanpa ada kesan ngotot? Bagaimana kita 'melafazkan' keinginan kita itu dengan penuh gembira, kehangatan, dan antusias tanpa ada kesan menggurui? Mungkin beginilah kalau sang maestro sudah bicara ya ....

Kambali ke soal wawancara, Ireng juga menyebut para pemain jazz Indonesia (dia menyebutnya teman-teman) penuh antusias untuk datang. Bukan karena mereka dibayar atau sejenisnya, tapi karena mereka merasakan kegembiraan yang sama. Juga karena mereka ingin main bersama.

Ireng menyebut beberapa nama (orang, grup) yang akan datang dan betapa ia sangat menunggu untuk bermain bersama mereka. Dia kurang lebih bilang, "Ya, saya sudah bilang ke dia, kita harus 'main' sama-sama"

Main bersama ini biasanya berupa main spontan di satu panggung, tanpa latihan terlebih dahulu. Selain para pemainnya harus memiliki keahlian yang tinggi untuk bisa menyesuaikan diri begitu permainan dimulai, yang lebih penting lagi adalah kemampuan berkomunikasi, menyesuaikan diri, dan ngobrol .... tentunya ngobrolnya pakai alat musik ... :)

Buat saya satu pelajaran. Bagaimana suatu lingkungan bisa membuat orang pingin datang, bersilaturahmi, ngobrol, dan bersama-sama bekerja dengan rasa gembira dan sukacita dengan tetap menghargai kebebasan dan kreativitas masing-masing ..

====
Sore itu saya mendapat suatu pelajaran. Bagaimana seorang maestro bicara dan refleksinya bagi diri sendiri. Pelajaran kedua adalah lingkungan yang baik akan melahirkan kemampuan kita yang terbaik dengan tetap mengusung nilai-nilai yang kita percayai bersama.

Bagaimana, anda sudah merasa menjadi maestro? Apakah lingkungan kerja anda seperti di atas dan apa kontribusi anda terhadap lingkungan anda?

Kajian 29 November 2007

Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di daratan dan lautan dan siapa (pula) kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya). QS An Naml 27:63

Tuesday, November 27, 2007

Ada di Mana Kaum Muda?

sit with me ...


Ada di Mana Kaum Muda?
Zaim Uchrowi - Republika

28 Oktober 2007. Ada nuansa yang sedikit berbeda dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun ini. Biasanya, peringatan itu lebih untuk mengenangkan jasa para pemuda dulu. Yakni, para pemuda yang heroik dan bersungguh-sungguh buat memerdekaan bangsa ini dari penjajah: Belanda. Tahun ini kaum muda tak ingin sekadar mengenang.

Tahun ini, sebagian kaum muda mencetuskan sebuah keinginan yang lebih jelas. Yakni, keinginan agar kaum mudalah yang memimpin (bangsa ini). Maka slogan 'Saatnya kaum muda memimpin' pun bertebaran di mana-mana. Ingatan saya pun melayang ke masa 17 tahun silam, saat usia menjelang 30 tahun.

Bersama sejumlah teman, saya meninggalkan kemapanan tempat kerja untuk memulai sesuatu yang baru. Kami meyakini perlunya hadir sebuah koran baru yang dapat menjadi saluran aspirasi kebanyakan masyarakat. Kami pun membangun koran tersebut tanpa perhitungan tak rumit. Tapi kami punya idealisme, tekad kuat, serta kesungguhan untuk bekerja ekstra keras. Tersungkur saat awal tidak menyurutkan langkah. Setelah jatuh bangun, toh rintisan koran tersebut menjadi Republika yang ada sekarang.

Keberanian (kadang juga kenekatan) karena keyakinan seperti menjadi karakter utama kaum muda dalam melangkah. Karakter itulah memang diperlukan untuk mendorong perubahan. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 dipicu oleh ketidaksabaran kaum muda sehingga harus 'menculik' para tokoh nasional. Gerakan Reformasi 1998 yang mengakhiri era Orde Baru terjadi karena kaum muda bersatu padu di barisan Amien Rais. Sulit dibayangkan perubahan-perubahan penting bagi bangsa ini dapat terjadi tanpa kaum muda memainkan peran kunci.

Peran kaum muda yang sangat mendasar menjadi kunci utama melejitnya Korea Selatan pascakrisis moneter (mereka menyebutnya Krisis IMF) 1998. Di seluruh lapisan birokrasi tanpa kecuali, para profesional muda mengambil alih tugas para seniornya. Hasil itu segera terasakan satu dua tahun berikutnya. Dengan bahasa yang sama, yakni bahasa profesionalitas, kaum muda yang mengelola negara ini segera mampu menjadikan kembali Korea Selatan aktif berkompetisi dunia di berbagai bidang. Berbeda dengan Indonesia, reformasi yang mereka lakukan bukan hanya reformasi politik, melainkan juga reformasi ekonomi dan reformasi birokrasi.

Jika dianggap memerlukan perubahan secara mendasar, Indonesia memang perlu energi dan keberanian kaum muda. Persoalannya sekarang, kaum muda ada di mana? Seorang nasionalis senior yang juga Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Ginandjar Kartasasmita, pun menyatakan kerisauannya melihat wajah kaum muda sekarang. 'Hampir semua sibuk berebut kekuasaan. Siapa lagi yang sungguh-sungguh memikirkan bangsa?' Kesedihan serupa diungkapkan Soetrisno Bachir yang dulu membantu kami mengembangkan koran. "Bangsa ini memerlukan solusi, tapi tak banyak yang mau bekerja keras untuk itu."

Rumah bagus, mobil bagus, pakaian bermerek, telepon genggam berganti-ganti, nonton konser Beyonce, nongkrong di Starbucks, 'dugem', bebas bangun siang, punya koneksi kuat di kekuasaan, mendapat uang besar dari komisi proyek, dan berbagai aktivitas happy lainnya kini menjadi harapan umum bangsa kita. Termasuk kaum mudanya.

Sedangkan kaum muda di Cina umumnya terus bekerja keras, jungkir balik untuk dapat mengembangkan bisnis masing-masing agar dapat menembus pasar dunia. Perubahan macam apa yang dapat dilahirkan kaum muda yang lebih suka mengejar 'kemapanan' orang tua ketimbang bersungguh-sungguh menginginkan perubahan bangsa ini? Saat kita becermin di depan kaca pagi hari, pertanyaan itu akan terjawab sendiri.

Saturday, November 24, 2007

Mencari, Menggapai

along the street ...


apa yang kau hendak cari
anak manusia
terseok-seok
bangun di sepertiga malam

apa yang kau hendak gapai
hai insan
berdiri
dan mengingatNya di kesunyian malam

kesendirian, berhenti, sepi
berfikir, tafakkur, merenung
tingkah polah di dunia ini
dosa-dosa dan kesalahan

apa yang kau hendak temukan dan harapkan
wahai makhluk yang lemah
melangkahkan kaki di sela panggilan subuh
menuju rumahNya

menuntun hati dan pikiran
tuk sejenak mengingat siapa diri
sebelum kesibukan hari menyergap
di kala Dhuha

Aku dekat jika engkau dekat
Aku jauh jika engkau jauh
Demikian janjiNya
Ia, Yang Maha Besar, yang tak pernah ingkar janji

kami mencariMu ya Tuhan kami
kami ingin menggapaiMu ya Yang Maha Pembuka Jalan
kami ingin bertemu dan mengharap ampunanMu
ya Yang Maha Pengasih dan Penyayang

kami ingin merasakan lezatnya iman
menundukkan diri kami
menyembah hanya kepadaMu
dan mengharap semata pada cintaMu

Kajian 24 November 2007

Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya). QS An Naml 27:62

Tuesday, November 20, 2007

Komunitas Book Lovers

a moment to reflect ourselves ...


Terima kasih buat Melati yang menanyakan kesehatan saya. Alhamdulillah membaik, meski belum sepenuhnya fit kembali. Masih terus berfikir apa hikmah sakit ini .....

Kali ini saya pingin cerita lain - bukan cerita sakit - tapi cerita kunjungan saya ke pameran buku di Sastra UI minggu lalu. Tahunya dari milis, dan secuplik iklan di salah satu harian ibu kota. Penasaran ... apalagi namanya pameran buku ... sluuuurrrrp ... hehehe ...

Singkat kata saya mengunjungi pameran itu hari Sabtu siang kemarin. Suasana pameran santai, banyak anak mahasiswa (ya namanya di kampus!), lengkap dengan jaket kuningnya (ehm .... saya alumni UI juga lho).

Yang langsung menarik hati ialah stand yang berjualan kaos RA Kosasih. Tahu komik Mahabrata? Kalau ga tahu rasanya agak keterlaluan hehehe ... kisah Mahabrata yang dituangkan beliau dalam salah satu komik legendaris yang saya kagumi waktu kecil dulu. Bahkan saya belajar menggambar dari komik beliau. Singkat kata saya pun beli kaos RA Kosasih ... hitung-hitung mensupport komik dalam negeri ... :)

Bergeser ke stand yang lain, eh jualan buku puisi. Biasanya sukar sekali menemukan buku puisi di toko buku maupun pameran buku. Harganya pun murah, 5-15 ribu rupiah. Wah langsung gelap mata ... :-P Tidak kurang 4-5 buku yang saya beli. Belum sempat baca .... :)

Dari situ saya pun terbawa arus mengikuti talk show "Komunitas Book Lovers". Pembicara dari Paguyuban Karl May Indonesia, Indo-Harry Potter, dan Indonesian Toelkin society. Sempat terkesima melihat semangat teman-teman dari komunitas ini dalam membangun perkumpulannya. Berbagai kegiatan dilakukan, berbagai media digunakan, sampai ruang lingkup masyarakat yang dimasuki pun bermacam-macam. Tujuannya pun bermacam-macam, dari mengumpulkan penggemar buku/pengarang itu, membangun jaringan, sampai turut menyemarakkan semangat membaca buku.

Cuma perasaan saya sedikit miris. Di kantong plastik hitam yang saya pegang ada kaos RA Kosasih. Kemana ya apresiasi kita terhadap pengarang negeri sendiri? Memang di jadwal acara pameran sih acara talkshow khusus RA Kosasih (hari Kamis), cuma ada ga ya komunitas RA Kosasih?

Lebih lanjut melihat semangat teman-teman di perkumpulan itu serta efek keramaian (tempat berkumpul dengan gembira, penuh semangat dan keceriaan, dst) yang mereka hasilkan, membuat saya berangan-angan, apa bisa ya metode perkumpulan itu diimplementasikan untuk sesuatu 'yang lebih serius'? Misalnya perkumpulan untuk mengkaji hidup, kepemimpinan, agama? Jadi bisa sersan, serius tapi santai .....

Bisa ga? Atau saya kebanyakan mengkhayal ya

Kajian 20 November 2007

Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan) nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui. QS 27:61

Sunday, November 18, 2007

Resensi Musik: Dave Brubeck



Udah lama ga ngereview musik :) Kali saya coba mengusung musik yang agak berbeda. Dave Brubeck, pianis yang sudah melegenda di pelataran jazz. Saya 'kenalan' dia secara ga sengaja, yaitu pas menjelajahi toko CD bekas di jalan Surabaya. Saya beli dua album dia, Take Five dan Private Brubeck Remembers. Sungguh album yang mempesona ... yang perlu dicatat kata mempesona ini berbeda dengan kalau kita mendengarkan album pop :) Kita akan dibawa menjelajahi dunia dengan komposisi yang ajaib dan not-not yang berkeliaran bebas, liar, namun entah bagaimana bisa berbaris rapi yang akhirnya menuntun kita untuk untuk mengapresiasinya.

Saya baru membeli satu album lagi, yang bertitel Love Songs. Isinya, seperti biasa cukup rumit namun sekaligus cukup sederhana untuk lebih mudah dicerna. Seperti biasa rekamannya live dan Brubeck ditemani teman lamanya saksofonis alto Paul Desmond.

Dari sekian banyak lagu, yang paling mempesona saya (saat ini) adalah lagu My Romance. Lagu ini dibuka dengan piano Brubeck yang tenang menghanyutkan, membawa kita ke suasana damai tenteram. Apalagi melodinya mudah dicerna. Tidak lama musiknya berubah, seakan mengajak kita dengan santun untuk bertukar kata, bertukar pikiran, bertukar isi hati. Di akhir permainan awal ini, Brubeck seakan menjulurkan tangan, mempersilahkan kita, lengkap dengan wajah yang berseri dan hati yang tulus.

Paul Desmod lalu menyambutnya dengan mulai meniup saksofonnya. Suara saksofon yang bening, dengan hembusan nafas yang terdengar jelas, mengisi udara. Sementara suara piano sesekali terdengar, seperti menanggapi kata-kata Desmod, penuh santun.

Suara perkusi lamat-lamat memberi irama dan tempo percakapan Brubeck dan Desmod. Sementara keduanya saling mengisi, tapi dengan santun, memberi kita - sang pendengar - ruang untuk menikmati percakapan mereka.

Di paruh ketiga lagu ini, Brubeck mengambil alih pembicaraan. Meski mengambil alih, yang terdengar ialah dia menyetujui kata-kata Desmond sebelumnya yang diutarakan oleh suara saksofon. Dan akhirnya ia kemudian menyimpulkan pembicaraan, seperti ia memulainya, dengan tenang menghanyutkan, dengan melodi yang sederhana.

====
Indah sekali. Saya terpukau. Bukan saja oleh permainan musik maupun melodinya. Tapi dengan 'percakapan' mereka yang santun, sopan, dengan hati yang tulus, saling mengerti, saling mengisi, mereka berdua tapi mereka satu.

Ah ... kalau saja kita punya sahabat seperti di atas ya .... saling terbuka, tulus, santun, saling mengerti, saling mengisi, dan kita adalah satu .... punyakah anda?

Kajian QS An Naml 27:60

Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran). QS 27:60

Thursday, November 15, 2007

Tuntut atau Tuntun?

layers of rocky mountain


Dua kata yang mirip dari huruf-hurufnya (cuma beda 1 huruf diakhir) tapi berbeda arti. Telah 2 kali saya mendengar uraian tentang ini di ceramah pagi di radio. Tapi kali ini terasa sekali ceramah itu. Kenapa?

Sering kali kita menghadapi situasi ini. Terhadap bawahan kita, terhadap teman kerja kita, terhadap keluarga kita, adik, abang, anak, istri, suami. Kita menuntut mereka .... menuntut hak kita, menuntut tanggung jawab mereka. Sebaliknya mereka menuntut hak mereka, menuntut tanggung jawab kita ....

Yang terjadi adalah tuntut-menuntut. Ibarat jual beli beli, kedua belah bersikeras mengambil haknya, tanpa membayar. Ibarat berkebun, kita maunya memetik buahnya tanpa mau menanam. Kita meminta gaji padahal kita tidak bekerja.

Mungkin analogi di atas tidak sepenuhnya tepat. Saya sebenarnya ingin mengutarakan alangkah baiknya kita membiasakan menuntun dan tidak semata-mata menuntut. Misalnya kita menuntun bawahan kita agar mencapai target yang kita tuntut darinya. Kita semata-mata hanya memberitahu target yang harus dicapainya. Tapi lebih dari itu kita harus membantunya mencapai targetnya itu, entah dengan duduk bersama mengejarkan tugas itu, memberikan petunjuk/pelatihan, memberikan sumber daya yang diperlukan dan seterusnya.

Apakah artinya kita memanjakan bawahan itu? Pada akhirnya dia yang harus menyelesaikan tugasnya. Namun kita bersamanya, menuntunnya, berjalan bersamanya. Seperti kata pepatah, "a boss says, 'Go!' - a leader says, 'Let's go!'"

Hal yang sama tentunya berlaku pula bagi teman kerja kita, terhadap keluarga kita, adik, abang, anak, istri, suami dan seterusnya. Yang ada bukan aku atau engkau tapi KITA :)

Wednesday, November 14, 2007

Sakit ...

just before the light turned off ...


Pulang langsung dijemput pekerjaan bertubi-tubi .... dan tidak mau mengukur diri sendiri, dilayani pula .... Akhirnya saya jatuh sakit. Sampai diomeli - omelan sayang tapinya hehehe - teman-teman kantor. Praktis kegiatan ngeblog dan upload foto berhenti juga.

Eh, pas lagi nyari artikel di blog ini ketemu tulisan sendiri Make a Life not a Living ..... jadi malu sendiri. Tulisan ini seakan memarahi sendiri yang lalai mengatur diri, mendzalimi diri sendiri.

Hmmm ....

Sunday, November 11, 2007

Menjadi Pemimpin Sejati

what a wonderful world ...


Membaca tulisan ini lumayan lega, menambah bekal perjalanan yang terasa kian berat .... alhamdulillah ... :)

Menjadi Pemimpin Sejati
Andrew Ho - pembelajar.com

“Seorang pemimpin adalah seseorang yang melihat lebih banyak dari pada yang dilihat orang lain, yang melihat lebih jauh dari pada yang dilihat orang lain, dan yang melihat sebelum yang lainnya melihat.” Levoy Eims, penulis buku Be The Leader You Were Meant To Be.

Levoy Eims mencoba memberikan gambaran tentang seorang pemimpin sejati. Kita semua sangat membutuhkan seorang pemimpin sejati guna membangun budaya positif, kemajuan dan prestasi dalam berbagai bidang kehidupan; misalnya dalam bisnis, organisasi atau sosial masyarakat. Melalui kisah tentang dua orang penjelajah kutub selatan berikut ini kita akan mencoba meneladani bagaimana sosok pemimpin sejati yang sesungguhnya.

Dikisahkan bahwa kutub utara telah berhasil ditahklukkan pada tanggal 6 April 1909 oleh kelompok penjelajah pimpinan Robert E. Peary (1856-1920) asal Amerika. Berita tentang keberhasilan penjelajahan tersebut segera tersebar ke seluruh penjuru dunia. Dua orang diantaranya tertarik untuk menahlukkan kutub selatan, yaitu Roald Amundsen (1872-1928) dari Norwegia dan seorang pejabat angkatan laut Inggris, Kapten Robert Falcon Scott.

Scott Polar Research Institute di Universitas Cambridge memamerkan surat-surat Scott kepada khalayak umum pada tanggal 17 Januari 2007. Dalam surat tersebut diketahui bahwa kendala serius mulai muncul ketika kereta luncur bermesin itu rusak pada hari ke-5 penjelajahan dimulai. Scott menulis bahwa cadangan tenaga dari anak-anak kuda tak lagi dapat diandalkan. Pasalnya, anak-anak kuda itu tak mampu bertahan dalam cuaca dingin, sehingga anggota tim Scott terpaksa membunuh anak-anak kuda itu di kaki gunung Transantarctic.

Setelah itu semua anggota tim terpaksa bahu-membahu menarik kereta luncur seberat 200 pon. Sementara pos-pos persediaan makanan yang sudah dipersiapkan ternyata lokasinya sangat sulit dijangkau. Tim Scott benar-benar kesulitan menemukan pos-pos makanan itu. Sehingga tenaga mereka terkuras.

Sedangkan cuaca yang sangat dingin menyebabkan stamina tim penjelajah pimpinan Scott menurun drastis. Terlebih mereka kurang memperhitungkan kesiapan peralatan penjelajahan, terutama kaca mata. Tak mengherankan jika dalam penjelajahan tersebut anggota tim Scott mengalami kendala kesehatan serius, misalnya; dehidrasi, mata hampir buta, kedinginan, kelaparan, dan keracunan dalam darah.

Di sisi lain, Amundsen sebagai pemimpin juga mempunyai visi yang jelas dan tidak berbeda dengan visi yang ingin dicapai tim Scott. Bedanya, Amundsen melakukan perencanaan yang sangat teliti dan persiapan yang matang, termasuk mempelajari metode-metode kaum Eskimo serta penjelajah Arctic lain yang sudah berpengalaman. Salah satu bentuk persiapan mereka antara lain adalah kereta luncur yang ditarik oleh beberapa ekor anjing. Kekuatan anjing-anjing itu dalam sehari maksimal hanya 6 jam atau sekitar 20 mil perjalanan.

Tim pimpinan Amundsen juga menyiapkan pos-pos yang menyediakan makanan dan minuman cukup banyak dan lokasinya mudah dijangkau. Dengan demikian, tim Amundsen tidak kesulitan mendapatkan persediaan makanan di sepanjang perjalanan. Lagipula mereka tak perlu membawa beban terlalu berat. Selain itu, Amundsen melengkapi timnya dengan peralatan penjelajahan terbaik dan lengkap.

Dari sana kita dapat melihat bahwa sudah menjadi tugas pemimpin untuk menentukan arah tim atau organisasi yang ia pimpin. John C. Maxwell mengatakan, “Ibaratnya siapapun dapat mengemudikan kapal, namun hanya pemimpin yang dapat menentukan arahnya.” Sosok pemimpin seperti Amundsen maupun Scott sebenarnya sudah mampu memainkan peran mereka sebagai pimpinan, terbukti mereka berdua sudah mampu merumuskan visi dan misi yang hendak mereka capai.

Tetapi seorang pemimpin tak hanya perlu menciptakan visi dan misi, melainkan merumuskan realita yang ada, termasuk kekurangan dan kekuatan yang ada dalam tim, organisasi, negara dan lain sebagainya. Selain itu, seorang pemimpin ideal akan sangat menghargai perbedaan maupun kekurangan masing-masing fungsi sekaligus menciptakan harmonisasi sehingga elemen-elemen yang ada saling mensinergi kemajuan. Seorang pemimpin juga dituntut untuk peka dan mampu memperhitungkan segenap potensi yang ada untuk menciptakan pertumbuhan dan merealisasikan visi dan misinya menjadi kenyataan.

Scott tidak mempunyai kualitas sebagai pemimpin ideal sebagaimana disebutkan di alinea di atas. Ia tidak peka dan tidak mampu mengharmoniskan potensi yang ada di dalam timnya untuk mencapai visi dan misi. Dikisahkan sesaat sebelum berangkat, Scott secara sepihak memutuskan menambah satu orang, yaitu rekannya sendiri, kedalam tim penjelajahan menjadi 5 orang. Padahal bekal ketersediaan bahan makanan tim tersebut hanya cukup untuk 4 orang.

Meskipun mereka berhasil mencapai kutub selatan pada tanggal 17 Januari 1912, tetapi kondisi kesehatan para anggota tim Scott sangat lemah dan kelaparan. Melihat kondisi seperti itupun Scott masih berkeras agar timnya membawa pulang 30 pon spesimen geologi. Tindakan Scott itu jelas semakin membebani para anggota timnya, sekaligus membuktikan bahwa ia bukanlah pemimpin yang cukup peka. Padahal kepekaan terhadap kerinduan, keinginan, harapan dan kemauan para anggota tim merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam memimpin.

Tindakan Scott yang tidak peka benar-benar fatal hingga menewaskan semua anggota tim termasuk dirinya sendiri. Dalam sebuah cacatan harian, Scott menuliskan penyesalannya, “It is a terrible disappointment, and I am very sorry for my loyal companions. – Ini merupakan kekecewaan yang begitu dalam, dan saya sangat menyesalkan tindakan saya terhadap rekan-rekan yang sudah begitu setia (para anggota dalam tim penjelajahannya).” Tragedi yang menimpa semua anggota tim diakibatkan Scott lebih mengutamakan egonya sendiri. Hal itu mencerminkan ketidakmampuan Scott menjadi pemimpin sejati.

Kesimpulan tentang kualitas pemimpin ideal sebenarnya senada dengan pendapat Patricia Patton, seorang konsultan profesional. “It took a heart, soul and brains to lead a people ……, - Untuk memimpin orang lain dibutuhkan totalitas pengabdian dengan segenap hati, jiwa, dan pikiran,” katanya. Dengan demikian seorang pemimpin sejati tak hanya harus memiliki kecerdasan intelektual, melainkan kecerdasan emosional.

Daniel Goleman kemudian mengelompokkan tipe pemimpin kedalam 6 golongan, yaitu visionary (memiliki visi), coaching (mendidik), affiliate (mengedepankan keharmonisan dan kerja sama), democratic (menghargai pendapat orang lain), pacesetting (memberikan contoh dan tindakan), commanding (tegas dan berani mengambil resiko). Namun tipe pemimpin paling ideal menurutnya adalah mereka yang mampu menerapkan ke-6 tipe tersebut sesuai dengan kebutuhan secara benar dan tepat.

Selama ini kualitas pemimpin sejati dianggap sebagai bakat yang tumbuh dalam diri seseorang secara alamiah. Tetapi sebenarnya kemampuan menjadi pemimpin sejati dapat dilatih, khususnya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, berpikir dan bertindak positif, membangun jaringan dan kerjasama, menetapkan target-target, berempati, dan lain sebagainya. Artinya, siapapun dapat tampil sebagai pemimpin sejati yang menjadi dambaan semua orang dan berperan siginifikan sebagai pelopor untuk membangun kehidupan kita semua, asalkan ada kemauan dan upaya yang sungguh-sungguh untuk melatih diri misalnya melalui seminar, pelatihan, belajar dari pemimpin yang sukses maupun sejarah kebijakan mereka dan lain sebagainya.

Kedua orang tersebut berkeinginan untuk mencapai kutub selatan dari rute yang berbeda. Dikisahkan bahwa tim penjelajah dibawah pimpinan Roald Amundsen berhasil mencapai kutub selatan pada tanggal 14 Desember 1911, atau satu bulan lebih cepat dari tim penjelajah pimpinan Robert Falcon Scott. Selanjutnya tim penjelajah pimpinan Amundsen berhasil kembali pulang dengan selamat. Sedangkan berita menyedihkan datang dari tim penjelajah pimpinan Scott, karena semua anggota tim termasuk dirinya sendiri tewas dalam perjalanan pulang dari kutub selatan.

Mengapa dapat terjadi, dua tim yang sama-sama menghadapi tantangan berat selama menembus kutub selatan mencapai hasil yang bertolak belakang? Banyak kalangan menilai bahwa kegagalam tim Scott maupun keberhasilan tim Amundsen sangat ditentukan oleh pola kepemimpinan masing-masing diantara mereka. Dari sanalah kita mencoba mencermati bagaimanakah pola kepemimpinan masing-masing diantara mereka untuk mengetahui apakah mereka termasuk pemimpin yang ideal atau tidak.

Di Inggris, Scott dikenal mempunyai kemampuan memimpin yang luar biasa. Visi dan misi yang ingin ia capai bersama tim penjelajah juga jelas, yaitu mencapai kutub selatan dan pulang dengan membawa keberhasilan. Untuk mencapai visi dan misi tersebut ia juga melakukan berbagai persiapan.

Diceritakan bentuk persiapan Scott antara lain adalah menyediakan sebuah kereta luncur bermesin ditambah dengan beberapa ekor anak kuda. Ia bersama timnya juga menyediakan pos-pos persediaan makanan di sepanjang rute yang akan mereka lalui. Tetapi bagaimana kelanjutan kisah mereka dan penyebab utama sehingga semua anggota tim termasuk Scott sendiri tewas dalam perjalanan pulang dari kutub selatan?

Semua kisah dan kendala yang harus mereka hadapi terungkap dalam surat-surat tulisan Scott yang diketemukan di dalam tubuhnya beberapa bulan setelah kematiannya. Surat-surat tersebut kemudian disimpan oleh Philippa Scott, putra tunggal Scott. Philippa Scott yang meninggal dunia pada tahun 1989 itu menghadiahkan surat-surat milik Scott kepada Scott Polar Research Institute di Universitas Cambridge.

Kajian QS An Naml 27:1-3

Thaa Siin (Surat) ini adalah ayat-ayat Al Qur'an, dan (ayat-ayat) Kitab yang menjelaskan, untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. QS 27:1-3

Thursday, November 08, 2007

Takut Gagal?

it is next to the Red Barn ...


Pagi ini dengar ceramah sambil berkendara ke kantor. Sang penceramah mengingatkan (kembali) mengenai ukuran suatu keberhasilan. Yaitu bukanlah pujian dari sesama manusia, ataupun pencapaian-pencapaian duniawi, tetapi sesungguhnya adalah bagaimana kita bisa semakin dekat denganNya, adalah bagaimana kita meluruskan niat, berusaha keras dengan mengikuti kaidah-kaidahNya, dan menyerahkan hasil akhir dari setiap usaha kita kepadaNya ....

Lihat-lihat artikel lama di blog ini, ketemu soal Kesedihan, Kebahagian, dan Keheningan ...

Alhamdulillah kedua hal di atas bisa memberikan kesegaran baru buat diri yang sedang gelisah ... kembali berada di suatu persimpangan jalan ... sebelum memutuskan, harus mengumpulkan semangat dulu ... :)

Tetap semangat!

Kajian QS Ali Imran 3:150

Tetapi (ikutilah Allah), Allahlah Pelindungmu, dan Dia-lah sebaik-baik Penolong. QS 3:150.

Tuesday, November 06, 2007

Kembali ke realita ... :-P

the silent lake


Kemarin dalam perjalanan pulang sempat ketemu majalah Tempo di pesawat. Kok ketemu? Iya, biasanya majalah yang disediakan oleh maskapai penerbangan asing itu majalah berbahasa Inggris, jarang ada yang berbahasa Indonesia seperti Tempo ini.

Edisi yang saya baca adalah edisi khusus SBY-JK. Setelah 'capek' membaca ulasan yang berbusa-busa, saya tergelitik dan terperosok membaca satu artikel soal daur ulang kepemimpinan. Isinya ga terlalu menarik sih, cuma saya sangat tertarik dengan artikel itu yang menyatakan sulitnya kita mencari orang muda untuk mengisi kepemimpinan bangsa ini. Yang muncul (dan dimunculkan) yang itu-itu saja ... daur ulang istilahnya ...

Pulang tengah hari pun memberikan saya kesempatan untuk kembali - kembali ke realita - larut dalam kemacetan dan kerusuhan lalu lintas ibu kota kita ini. Jadi sempat membandingkan dengan situasi di Amrik. Rambu-rambu yang sangat jelas dan presisi dan tingkah laku pengendara yang meski tidak 'berkeprimanusiaan'tetapi sangat patuh dalam mengikuti rambu-rambu.

Pikiranpun sempat melayang, mengingat blog teman-teman yang sempat saya baca ketika sedang menunggu kepulangan di airport. Ada 2 blog yang membahas hal yang sama, yaitu krisis di PSSI.

Ah ... saatnya kembali ke realita setelah keluyuran beberapa minggu :) Jadi ingat tugas kita masing-masing sebagai seorang pemimpin ... sudah dimanakah kita dengan tugas itu? Apakah kita sudah menjalankan kata-kata bijaksana yang mengatakan kalau hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini?

Saya juga jadi teringat pentingnya kita bersabar dan terus konsisten. Perilaku kita dijalan maupun krisis di PSSI adalah 2 contoh dari cerminan bangsa ini. Kita mendambakan perubahan, namun perubahan itu tidaklah bisa terjadi sekejap mata. Perlu konsistensi dalam berusaha dan perlu kesabaran. Kita harus membidik kalau perlu, target utama kita adalah generasi setelah kita sementara kita terus berusaha memperbaiki diri kita sendiri.

Selamat datang, selamat bekerja ... tetap semangat! :)

Sunday, November 04, 2007

Dalam Diriku

destiny ...


Dalam Diriku

Sapardi Djoko Damono

Because the sky is blue
It makes me cry
(The Beatles)

dalam diriku mengalir sungai panjang;
darah namanya;
dalam diriku menggenang telaga darah;
sukma namanya;
dalam diriku meriak gelombang sukma,
hidup namanya;
dan karena hidup itu indah
aku menangis sepuas-puasnya

*dalam perjalanan pulang ke pelukan tanah air ... *

Friday, November 02, 2007

A Journey Bring Us Face to Face with Ourselves

Lonely bench in black and white world ...


Kalimat di atas saya temukan di salah satu majalah yang saya baca di pesawat. Menarik juga dan membuat jadi berpikir. Apa betul begitu?

Dari tahun ke tahun, sejauh ini perjalanan saya semakin hari semakin lama. Dua tahun yang lalu, cukup 1.5 minggu, tahun lalu 2 minggu. Tahun ini? Tiga setengah (3.5) minggu … Jika 2 tahun yang lalu, selama perjalanan selalu bersama orang lain, tahun lalu, 1 minggu sendirian. Bagaimana dengan tahun ini? Dari 3.5 minggu ini, hanya 1 minggu yang bersama orang lain.

Artinya, waktu perjalanan semakin lama, dan semakin lama pula 'hidup' sendiri. Lama … padahal baru 3.5 minggu hehehehe ...

Di satu sisi, saya semakin mengerti beratnya hidup orang-orang yang harus selalu berpisah dengan kehidupan kebersamaannya. Entah bersama keluarganya (satu hal yang pasti buat saya), entah bersama teman-temannya, baik di tempat kerja, sekolah, tempat bermain, ataupun di rumah.

Sering kita mendengar cerita tentang seseorang yang berlaku di luar kebiasaannya, misalnya (biar seru!) selingkuh .... . Di satu sisi, saya harus mengakui kalau ini merupakan salah satu konsekuensi logis akibat perpisahan yang terlalu lama, meski di sisi lain tetap saja ini tidak bisa dibenarkan dan harus dicarikan jalan keluarnya.

Yang menarik juga, adalah seperti judul coret-coret ini, kita akan semakin menemukan diri kita. Apakah misalnya, kita akan terus sibuk bergerak – lupa berhenti (seperti saya hehehe)? Bisa-bisa kita lantas lupa siapa sih diri kita ini.

Atau dengan perjalanan ini, kita bisa semakin menemukan waktu untuk mencari tahu, siapa diri kita ... Apakah kita benar seperti prasangka kita? Atau dalam perjalanan ini kita menemukan hal-hal yang ternyata menimbulkan reaksi yang berbeda, sesuatu yang selama ini kita sangka tidak ada? Interaksi kita dengan orang-orang yang berlatar belakang yang berbeda, lingkungan yang berbeda, kehidupan yang tidak sama, apakah seperti yang kita perkirakan, atau justru kita menemukan hal-hal yang baru?

Kemarin, ketika saya meninggalkan hotel saya yang kedua (kedua cing!) setelah tinggal di situ selama 2 minggu lebih, ada perasaan sedih dan sepi. Aneh juga ... bukannya senang, tapi kok malah sebaliknya. Kenapa bisa begitu? Kelihatannya badan dan jiwa saya sudah menyesuaikan diri dengan kamar yang saya tinggali itu. Lokasi lampu, kursi, meja, tempat tidur, tempat pakaian, kamar mandi, wastafel, TV, radio, remote. Mandi, membaca, bekerja, sikat gigi, menyetrika, berolahraga, sholat, tidur. Hidup sudah mulai teratur ... menyesuaikan dengan apa yang ada dan tersedia.

A journey bring us face to face with ourselves ... jadi apa yang (akhirnya kembali) saya temukan dalam perjalanan ini? Apa sebenarnya yang bisa mengikat diri, menghibur kesepian dan kerinduan, serta memberikan petunjuk pola dan keteraturan apa yang cocok buat saya?

Ternyata kerinduan padaNya adalah yang terus memberikan semangat dan konsistensi dalam perjalanan ini. Dengan terus mengingatNya, hidup tidak terasa sendiri, kerinduan terobati dengan banyak 'berdiskusi' denganNya, serta sholat, dan tilawah yang teratur membantu saya untuk konsisten dari hari ke hari ...

Satu hal yang terlupa, adalah pentingnya untuk terus menghitung diri ... menghisab diri ... ini seharusnya akan semakin mengingatkan diri untuk tujuan akhir hidup ini. Ah ... hari ini harus mulai lagi .. insya Allah ... Tolong diingatkan ya teman-teman ... :)

Thursday, November 01, 2007

Polo Grill, Tulsa

it is on Nowata Rd ...


Siang itu kuputuskan untuk makan di tempat ini. Berlokasi di Uttica Square, menurut om google, restoran ini salah satu tempat di Tulsa untuk upscale dining. Dari luar, restorannya tidak terlihat menyolok. Bentuk bangunan klasik dengan satu pintu masuk. Sebelum masuk, kurasakan nuansa yang berbeda. Suasana musim gugur terasa sekali. Udara cerah, dingin. Dedaunan yang berjatuhan, berserakan, kering. Pohon-pohon dengan daun yang kekuningan, keemasan disinari oleh matahari siang. Ketenangan menyapa dan mengajakku masuk.

Masuk ke dalam, sang petugas tamu dengan sopan, sedikit angkuh, menyilahkanku masuk. Dibawanya aku ke meja dan mempersilahkanku untuk duduk. Aku pun duduk. Lalu, sambil melambaikan dan menaruh serbet putih bersih ke pangkuanku, ia pun berguman, "Enjoy your lunch"

Musik klasik mengalun perlahan. Orang-orang yang berpakaian rapi, asyik ngobrol. Bapak-bapak yang berjas, Ibu-ibu dengan perhiasan, tas tangan, baju yang serasi menghiasi ruangan yang bertatakan gaya klasik Amerika, lengkap dengan lampu-lampu yang temaram.

Sang pelayanpun datang. Muda, rapi, ganteng, dengan senyuman yang membuatku serasa anak kampung masuk kota. Sambil memberikan menu, ia pun menawarkan, apakah diriku berminat mendengarkan menu hari ini …

Ya, kataku, sambil siap-siap membuka telinga lebar-lebar. Kata-katanya pun mengalun … lincah seperti musik klasik yang terdengar sayup-sayup. Berbagai istilah pun bermunculan, yang begitu saja masuk telinga kiri dan langsung keluar di telinga kanan …. Sebelum situasi makin tak terkendali, akupun cepat-cepat berujar, "…….. Sup …. Salmon ….."

Ada senyuman aneh sekilas mengambang di wajahnya. Apa aku melanggar tata krama upscale dining? Entahlah, karena seketika itu pula sikapnya menjadi sempurna kembali. Tersenyum anggun, mencatat, membungkuk sedikit, dan langsung menghilang, tanpa ketergesaan.

Sup pun datang. Lengkap dengan beberapa kerat roti dan mentega secukupnya. Suapan pertama … alhamdulillah nikmat sekali. Panas, tapi tidak terlalu panas. Tidak kental, tidakpun encer. Rasanya tepat sekali. Ditemani dengan roti bermentega yang meleleh … sungguh makanan pembuka yang merangsang selera makan …

Sang salmon pun menyusul hadir di meja putih bersih. Wow … ukurannya tepat sekali. Tepat untuk mengisi perut, untuk menghilangkan lapar, tanpa harus berakhir dengan rasa kekenyangan.

Ditata dengan penuh estetika, sang salmon terasa sangat lezat. Keempukannya, rasa yang meresap di setiap potongannya, warnanya yang sedap dipandang mata, hingga kesegarannya yang membuatku lahap menyantapnya.

Aaaaah …. Sup dan salmon sudah berlalu. Dengan kelezatan yang baru saja lewat, rasanya pantas aku dihadiahkan hidangan penutup. Secangkir latte dan sepotong kue? Pintaku.

Saat kutulis ini, kue berlaburkan coklat telah usai. Cangkir kopi besar klasik, coklatnya buih sang latte, dan 2 potong kubus gula menemaniku menyelesaikan coretan ini.

Begitulah, rasanya suatu pengalaman makan yang sukar dilupakan. Pengalaman yang memberikan penganan bagi seluruh indera, rasa, penglihatan, pendengaran, hingga perasaan.

Kalau ada kesempatan, balik lagi aaaaaaahhhh … :-P

Kajian QS Asy Syu'araa' 26:150-152

maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku; dan janganlah kamu menaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan". QS Asy Syu'araa' 26:150-152

Tuesday, October 30, 2007

Masih Soal Berhenti ...

a corner of a lake ...


Duduk-duduk di pinggir danau ini ternyata memberikan nafas baru. Terduduk di sore hari, ditemani udara sejuk, beningnya air, bersihnya udara, dan keheningan sore hari. Bebek-bebek dan angsa-angsa yang sibuk hilir mudir ... suara kwek-kwek-kwek terasa sangat merdu.

Saya sempat mengeluarkan laptop dan duduk bersila di salah satu bangku di pinggir danau ini. Rencananya sambil 'menekuni' dan mereguk alam ini, mau sekalian mengeluarkan unek-unek, pemikiran-pemikiran, atau apalah dalam bentuk tulisan-tulisan. Sayang ... lama-lama udaranya terlalu dingin ... brrr ... ga jadi deh ... :)

Sore yang indah, meski hanya ada diriku dan kamera kesayanganku ... :)

Kajian QS Asy Syu'araa' 119-121

Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang besertanya di dalam kapal yang penuh muatan. Kemudian sesudah itu Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. QS Asy Syu'araa':119-121.

Monday, October 29, 2007

Berhenti ...

a view of morning time ...


Sudah saya alami tahun lalu, tapi tetap saja susah untuk belajar ... :). Kalau bepergian itu ternyata susah ya untuk berhenti, baik secara fisik dan mental. Yang terjadi adalah terus-menerus memacu diri. Akhirnya yang terjadi adalah kelelahan yang mendera diri, baik secara fisik dan mental. Hmmm ... *menghela nafas* ... padahal tahun lalu saya sudah mendapat maknanya ... bepergian dan merenung. Rupanya belum sampai tahap memaknainya ... :).

Hari ini saya sempat berhenti sejenak, besok harus mulai lagi. Blog ini belum sempat diisi, hati ini juga agak tercecer diberikan makanan yang bergizi ... ah ... semoga bisa tetap fokus dan ikhlas.

Seperti melihat foto di atas, kenapa setiap saat harus bergegas dan melewati rumah itu begitu saja? Apa salahnya untuk sesekali untuk berhenti dan menikmati udara dan cahaya pagi? :)

Tetap semangat!

Thursday, October 25, 2007

Syukuran Idul Fitri

an american house in pawhuska ...


Syukuran Idul Fitri
A Mustofa Bisri - Kompas

Seperti agenda rutin, selalu heboh menyambut Ramadhan. Ingar-bingar saat Ramadhan. Gegap gempita di televisi, termasuk kuis-kuis keagamaan. Keributan merembet ke tempat lain, saat penetapan Ied, ramai wacana THR, hiruk-pikuk arus mudik. Dahsyat benar "ritual keberagamaan" kita.

Meski demikian, kehebohan itu tidak mampu menggeser "kegiatan rutin" seperti amuk massa, penggusuran lapak pedagang kaki lima, suap, jihad membela kepentingan sendiri, pertikaian dengan sesama saudara, kegaduhan pencalonan menduduki kursi- kursi kekuasaan, sindir-menyindir politis, dan seterusnya.

Bangsa religius
Boleh jadi, bangsa kita disebut bangsa religius karena "marak"-nya ritual keberagamaan seperti itu. Apalagi tempat ibadah bertebaran di mana-mana dan terus dibangun. Tidak ada bangunan masjid yang kecil, tidak ada masjid yang jelek, dan jumlahnya terus bertambah. Maklum, hampir semua orang ingin dibangunkan istana di surga.

Setiap masjid dan mushala hampir pasti memiliki pengeras suara dengan empat corong menghadap empat penjuru mata angin untuk meneriakkan syiar agama, meski tak pernah ada yang menjelaskan maknanya.

Meski masjid sudah banyak, rupanya belum cukup. Orang masih perlu menjadikan kantor dan studio sesekali untuk tempat ibadah. Luar biasa.

Pertanyaannya, mengapa kedahsyatan keberagamaan seperti itu tidak mampu menggeser kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan oleh umumnya kaum beragama juga? Jangan-jangan justru karena terlalu resmi, rutin, dan gegap gempitanya ritual keberagamaan itu, religiusitasnya jadi tersisih atau terabaikan.

Kedatangan Ramadhan disambut dan dihormati seperti kedatangan pejabat tinggi. Ritual Ramadhan dilakukan seperti melaksanakan seremoni penuh basa-basi dengan pejabat. Di akhir acara ada hiburan dan makan-makan, lalu bubar.

Tentu ada mukmin — semoga masih banyak — yang memperlakukan Ramadhan sebagai bulan ibadah, bulan perenungan, dan penggemblengan diri. Tempat khalwat setelah 11 bulan sibuk dengan dunia. Bersendiri, dengan diri dan Tuhannya; memperhitungkan sikap perilaku dan mempertanyakan capaian sebagai hamba dan khalifahNya. Memperkuat dan berlatih menahan diri, melawan nafsu dan setan yang selalu ingin menghambat perjalanan menuju ridhoNya.

Diharapkan, setelah usai, si mukmin kembali menjadi manusia baru. Hamba yang sebenarnya di hadapan Tuhan sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Mukmin sejati yang hanya menyembah Allah tidak hanya mencintai-Nya, tetapi juga mencintai — atau paling tidak, tidak membenci — hamba-hambaNya yang lain. (Adalah tidak logis mengaku mencintai Allah, tetapi membenci hamba-hambaNya).

Syukuran
Maka, Idul Fitri adalah syukuran. Mensyukuri karunia Allah yang telah menolongnya memberi kesempatan untuk kembali menjadi hambaNya yang fitri. Apalagi janji Allah melalui RasulNya, barangsiapa yang jungkung ibadah di bulan Ramadhan semata-mata karena Allah dan hanya mengharap pahala dariNya, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lampau.

Tinggallah memperbaiki sikap pergaulan dengan sesama hamba. Berbagai tanggungan dan kesalahan dengan sesama hamba, baik yang menyangkut harta maupun kehormatan, diselesaikan dengan saling memaafkan dan saling menghalalkan.

Mukmin seperti itulah yang diharapkan mampu melaksanakan ajaran mulia Nabi dalam membina pergaulan hidup. Diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sahabat Anas Ibn Malik RA, Nabi bersabda, "Laa yu’minu ahadukum hattaa yuhibba liakhiihi maa yuhibbu linafsihi" (Tidak benar-benar beriman seseorang di antara kamu sampai dia mampu menyukai sesuatu untuk saudaranya, sebagaimana dia menyukai sesuatu untuk diri sendiri).

Apabila dirinya suka dihargai, dia juga suka bila saudaranya dihargai. Jika dia tidak suka dilecehkan, dia juga tidak suka bila saudaranya dilecehkan. Apabila dirinya suka diperlakukan dengan baik, dia juga suka bila saudaranya diperlakukan dengan baik. Apabila dirinya tidak suka dilalimi, dia tidak suka bila saudaranya dilalimi.

Selamat Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin.