Thursday, August 31, 2006

Tulisan vs Foto

Seribu lawan satu
Wayang Cina Po Te Hi


Kesibukan saya di sore hari makin ramai saja. Kalau dulu sibuk menyiapkan tulisan untuk lamunan-sejenak, sekarang kesibukan bertambah dengan bertambah banyaknya koleksi foto. Mulai dari urusan penyimpanan, editing, penyiapan untuk publikasi, sampai pengelolaan publikasinya di flickr. Belum lagi keinginan untuk ikutan lomba foto ... wah, makin repot ... lama-lama ini isinya foto doang hehehe ....

Ya santai aja sih. Jangan ngotot. Cuma karena saya punya target 1 tulisan setiap hari kerja di blog ini, ya jadi rada ngejar setoran juga ... :-P

Udah mampir belum ke album foto saya? :)

Kajian 31 Agustus 2006

Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabnya. QS Al Israa' 34.

Wednesday, August 30, 2006

Belajar dari Sang Surya

Mancing di ketenangan pagi hari
Salah satu sudut danau Universitas Indonesia - Depok


Arvan Pradiansyah - dari harian Republika

Di sebuah kota tinggallah dua orang bijak yang sudah hidup bersama selama 30 tahun. Selama itu mereka belum pernah sekalipun bertengkar. Suatu hari seorang dari mereka berkata, ''Tidakkah kau berpikir bahwa inilah saatnya kita bertengkar, paling tidak sekali saja?''

Kawannya menyahut, ''Bagus kalau begitu! Mari kita mulai. Apa yang harus kita pertengkarkan?'' Orang bijak pertama menjawab, ''Bagaimana kalau sepotong roti ini?''

''Baiklah, marilah kita bertengkar karena roti ini. Tapi, bagaimana kita melakukannya?'' tanya orang bijak kedua. Orang bijak pertama lalu berkata, ''Roti ini punyaku. Ini milikku semua.'' Orang bijak kedua menjawab, ''Kalau begitu, ambil saja.''

Para pembaca yang budiman, alangkah damainya dunia ini kalau kita semua berperilaku seperti dua orang bijak tersebut. Coba Anda renungkan, bukankah pertengkaran, perselisihan, dan peperangan yang terjadi di dunia ini bersumber dari keinginan kita untuk meminta sesuatu dari orang lain? Kita suka meminta, tapi sayangnya kita tak suka memberi.

Di rumah kita meminta perhatian pasangan kita, meminta anak-anak memahami kita, meminta pembantu melayani kita. Di tempat kerja, kita meminta bantuan bawahan, meminta pengertian rekan sejawat, dan meminta gaji yang tinggi pada atasan. Di masyarakat, mereka yang mengaku sebagai pemimpin selalu meminta pengertian dan kesabaran masyarakat, meminta masyarakat hidup sederhana dan mengencangkan ikat pinggang.

Bahasa kita sehari-hari adalah ''bahasa'' meminta. Mengapa kita suka meminta tetapi sulit memberi? Ada logika yang sepintas lalu masuk akal. Logika tersebut mengatakan, ''Dengan meminta milik Anda akan bertambah, sebaliknya dengan memberi milik Anda akan berkurang.'' Pikiran semacam ini menimbulkan ketamakan dan perasaan takut untuk berbagi.

Padahal hukum alam menyatakan yang sebaliknya. Justru dengan banyak memberi, kita akan banyak pula menerima. Coba perhatikan orang yang disenangi dalam pergaulan. Merekalah orang yang suka memberi. Sebaliknya orang-orang yang dibenci adalah orang yang pelit dan tak pernah memberi.

Keinginan untuk memberi tak ada kaitannya dengan banyaknya harta yang kita miliki. Ada orang yang kaya raya tapi sulit sekali memberi. Mereka selalu mengatakan, ''Kalau banyak memberi, kapan saya bisa kaya seperti ini?''

Mereka tak mau memberi karena takut miskin. Seolah-olah dengan memberi mereka akan terkuras habis. Mereka sesungguhnya orang yang benar-benar miskin. Karena bukankah ketakutan akan kemiskinan merupakan kemiskinan itu sendiri?

Sebaliknya ada orang yang sederhana tetapi senantiasa mau berbagi dengan orang lain. Mereka inilah orang-orang yang kaya. Yang menjadikan kita kaya sebenarnya bukanlah seberapa banyak yang kita miliki, tetapi seberapa banyak yang kita berikan kepada orang lain.

Sumber kekayaan yang sejati sebenarnya terletak di dalam diri kita sendiri. Sayangnya, banyak orang tak sadar. Mereka sibuk mengumpulkan permata dan berlian, lupa bahwa permata yang ''asli'' sebenarnya ada di dalam diri kita sendiri.

Namun, hal itu tak terjadi begitu saja. Ibarat menggali permata yang ada di dalam bumi, Anda juga harus melakukan penggalian ke dalam diri kita. Nah, begitu Anda melakukan perjalanan ke dalam, Anda akan mulai merasakan efeknya.

Mula-mula, beberapa masalah fisik yang berlarut-larut akan terhapuskan, kemudian masalah-masalah emosi yang pelik akan terselesaikan. Teruskan menggali, Anda akan merasakan hidup yang bermanfaat, dan akhirnya akan timbul suatu kesadaran bahwa kita semua adalah satu dan tak bisa dipisah-pisahkan.

Untuk bisa menggali, Anda perlu menemukan kuncinya. Tanpa kunci ini perjalanan Anda akan sia-sia belaka. Anda ingin tahu kuncinya? Jawabnya adalah: dengan memberi kepada orang lain!

Jangan salah, memberi tak selalu harus berkaitan dengan materi dan uang. Kahlil Gibran mengatakan, ''Bila engkau memberi dari hartamu, tiada banyaklah pemberian itu. Bila engkau memberi dari dirimu itulah pemberian yang penuh arti.

'' Ada banyak sekali kesempatan bagi kita untuk memberi. Anda bisa memberikan perhatian, pengertian, waktu, energi, pemikiran, pujian, dan ucapan terima kasih. Anda bisa memberikan jalan bagi pengendara mobil lain di jalan raya. Anda juga bisa sekedar memberikan senyuman. Hal-hal yang sederhana ini dapat berarti banyak bagi orang lain.

Orang yang enggan memberi adalah mereka yang tak pernah belajar dari kehidupan itu sendiri. Padahal esensi kehidupan adalah memberi. Tuhan sebagai sumber kehidupan adalah Sang Maha Pemberi. Lihatlah, betapa Tuhan telah memberikan segalanya tanpa pilih kasih, tak peduli kita baik ataupun jahat. Inilah unconditional love, sebuah cinta tanpa syarat.

Seorang ibu juga adalah pemberi yang tulus, yang telah memberikan seluruh hidupnya untuk anak-anak yang dicintainya. Sebuah lagu menggambarkan hal ini dengan sangat indah, ''Kasih ibu kepada beta/Tak terhingga sepanjang masa/Hanya memberi tak harap kembali/Bagai sang surya menyinari dunia.''

Kajian 30 Agustus 2006

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. QS Al Israa' 31.

Tuesday, August 29, 2006

Kualitas Pemimpin Sejati (bagian 14)

Tulisan ini berdasarkan buku karangan John C Maxwell, The 21 Indispensable Qualities of a Leader. Tiada maksud untuk menulis ulang buku ini (takut kena urusan copyright hehehe ...), tapi lebih berupa ringkasan berdasarkan pemahaman saya .. :-O

14. Pemecahan Masalah: Jangan Biarkan Berbagai Persoalan Anda Menjadi Masalah

Anda dapat mengukur seorang pemimpin dari persoalan-persoalan yang ditanganinya. Ia selalu mencari persoalan yang setara dengannya – John C Maxwell

Ukuran sukses bukanlah pada apakah anda menghadapi suatu persoalan berat, melainkan pada apakah itu adalah persoalan yang sama yang anda hadapi tahun lalu – John Foster Dulles, Mantan Sekretaris Negara US

Maxwell menulis bagaimana pendiri Wal-Mart, Sam Walton, mampu mengembangkan usahanya dari sebuah toko kelontong di Arkansas menjadi salah satu jaringan pengecer terbesar di Amerika Serikat. Berbagai persoalan menempa perjalanan hidupnya, mulai dari persaingan dengan lawan bisnisnya, peningkatan jaringan toko yang berarti semakin rumitnya pengaturan operasi, kebutuhan akan dana segar yang kian meningkat untuk perluasan usaha dan seterusnya. Dari semua tantangan itu, yang membedakannya Sam dengan para pengusaha kelontong lainnya ialah ia mampu memecahkan masalah-masalah dan berubah ketimbang gulung tikar.

Para pemimpin yang efektif, menurut Maxwell, adalah selalu bangkit menghadapi tantangan. Itulah satu hal yang membedakan pemenang dengan perengek. Sementara pengecer yang lain mengeluh tentang persaingan, perlunya perlindungan dsb, Sam bangkit mengatasi berbagai persoalannya dengan kreativitas dan keuletan.

Para pemimpin yang memiliki kemampuan dalam memecahkan persoalan umumnya memiliki 5 kualitas:

1. Mereka mengantisipasi berbagai persoalan
Karena persoalan-persoalan itu tak terhindarkan, para pemimpin yang baik mengantisipasikannya. Siapapun yang mengharapkan jalan hidup ini mudah akan terus saja mengalami kesulitan.

2. Mereka menerima kebenaran
Orang menanggapi persoalan, dapat menolaknya, menerima dan menanggungnnya, atau menerimanya dan berusaha menjadikan segalanya lebih baik. Para pemimpin harus selalu memilih respons yang terakhir.

3. Mereka melihat gambaran besarnya
Para pemimpin harus selalu melihat gambaran besarnya. Mereka tidak boleh dikuasai oleh emosi atau membiarkan diri terpuruk dengan detil-detil sehingga melupakan hal yang penting.

4. Mereka tangani satu per satu
Ada nasihat sebagai berikut: ”Jangan pernah mencoba memecahkan seluruh persoalannya sekaligus, suruhlah mereka antri satu per satu.” Pemimpin yang paling sering mengalami masalah adalah mereka yang kewalahan akibat besarnya atau banyaknya persoalan mereka, lalu coba-coba mengatasinya.
Jika anda dihadapkan pada banyak persoalan, pastikan anda benar-benar menuntaskan yang sedang anda atasi sebelum pindah ke persoalan berikutnya.

5. Mereka pantang menyerah
Pemimpin yang efektif memahami prinsip puncak-ke-puncak. Mereka mengambil keputusan besar ketika sedang berada dalam kondisi positif, bukan ketika dalam keadaan negatif. Kata seorang pemain NFL, Bob Christian, ”Saya tidak pernah memutuskan apakah sekarang tiba saatnya untuk pensiun ketika latihan.”

Penulis G Matthew Adams menyatakan, ”Apa yang anda pikirkan jauh lebih berarti dari apapun juga dalam hidup anda. Lebih dari seberapa besar nafkah yang anda peroleh, lebih dari dimana anda tinggal, lebih dari posisi sosial anda, dan lebih dari apapun yang dipikirkan orang tentang anda.”

Setiap persoalan memperkenalkan anda pada diri sendiri. Setiap persoalan memperlihatkan bagaimana anda berpikir dan terbuat dari apa anda itu.

Jika menghadapi persoalan, bagaimanakah reaksi anda? Apakah anda mengabaikannya dan berharap persoalan itu akan hilang dengan sendirinya? Apakah anda merasa tidak berdaya untuk mengatasinya? Apakah anda mengalami pengalaman yang sedemikian buruknya ketika berusaha mengatasi berbagai persoalan di masa lalu sehingga anda menyerah? Atau apakah anda mengatasinya dengan penuh kemauan?

Kemampuan untuk mengatasi persoalan dengan efektif tergantung pada pengalaman menghadapi serta mengatasi hambatan. Setiap kali anda atasi suatu persoalan, anda menjadi lebih baik dalam prosesnya. Namun jika anda tidak pernah mencoba, gagal, coba lagi, anda takkan pernah pandai mengatasi persoalan.

Kajian 29 Agustus 2006

Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hambaNya. QS Al Israa' 30.

Monday, August 28, 2006

Orang Bijak

Bermain ...
Anak-anak di Saung Angklung Mang Udjo


Mohamad Sobary
dari Harian Kompas

Di hadapan istrinya, Presiden Franklin Delano Roosevelt pada suatu hari menerima seorang senator yang melaporkan suatu perkara kontroversial. Sang Presiden mengangguk-angguk selama mendengarkan laporan tersebut, dengan sikap simpatik.

"Kau benar senator," jawabnya sesudah senator itu selesai melapor. "Ya, ya, kau benar."

Kemudian datang senator lain, yang juga melaporkan perkara tersebut, dengan sudut pandang dan cara penilaian sebaliknya. Meskipun begitu, Sang Presiden tetap dengan sikap simpatik menjawab:

"Kau benar senator," katanya. "Kau benar...."

First Lady, yang tak sabar menyaksikan sikap suaminya, segera memprotes secara terus terang. Baginya, kelihatannya kebenaran harus lebih diutamakan dalam menyikapi suatu persoalan dalam hidup, apa pun persoalan itu.

"Franklin, kau setuju pada kedua senator yang mengutarakan pandangan yang sangat bertentangan satu sama lain. Kau tidak boleh begitu."

Dan apa lagi jawab Sang Presiden kali ini? Dengan keteguhan hati seperti semula, ia menjawab:

"Kau benar sayang," katanya lembut. "Kau benar...."

Saya memperoleh cerita ini dari buku Mayor Jenderal Audrey Newman, "Ikuti Aku", seri I: Unsur Manusia Dalam Kepemimpinan.

Orang bijak memakai "topi" banyak. Maksudnya ia berganti-ganti "topi", bukan untuk penyamaran, bukan pula tanda kemunafikan dan sikap mencla-mencle. Topi, milik siapa pun, meneduhkan. Apalagi "topi" milik orang bijak: "topi" kearifan hidup.

Presiden Roosevelt bukan filsuf, bukan sufi, dan karena itu dunia juga tak mengenalnya sebagai orang bijak, tetapi jelas tak bisa diragukan, pada hari ketika menerima kedua senator itu ia bersikap sebagai orang bijak.

Seorang pemikir pluralis, yang melihat kompleksitas dunia, termasuk dunia pemikiran, yang rumit dan kompleks, sering memberi kita kesan bahwa sikapnya tak berpola, dan tak mengikuti logika suatu struktur pemikiran baku dan konvensional. Ia memiliki logika yang tak lazimnya bagi banyak kalangan.

Mereka yang melihat dunia ini dengan kacamata hitam-putih, dengan logika benar-salah sesuai ajaran, terutama menurut kitab-kitab yang penafsirannya diseragamkan dan dibakukan oleh otoritas penafsir konvensional, yang menyembunyikan secara rapi kepentingan kelompok, kepentingan gender dan kepentingan pribadi, sering marah-marah melihat sikap pluralis macam itu.

Usaha memahami pilihan-pilihan cara menyelesaikan pertikaian dalam hidup, juga dalam urusan pemikiran, termasuk keagamaan, sering tak dapat disandarkan pada kebenaran sebagai ukuran tunggal. Tak jarang, di sana kebenaran justru menambah sengketa makin parah.

Maka, bukan kebenaran yang kita butuhkan, melainkan "wisdom". Hidup membutuhkan sikap bijak dan orang-orang bijak agar banyak kebenaran yang bertingkat-tingkat, dan berwarna-warni, bisa hidup berdampingan dengan nyaman, dan memberi banyak kalangan kekayaan khazanah cara memahami dan mengolah hidup kita.

Kita sudah lama merdeka, tapi kita tak memerdekakan orang lain untuk berpikir berbeda. Kita memberi kesempatan otonomi daerah dalam pemerintahan, tapi bagaimana otonomi bisa berjalan baik kalau otonomi pemikiran diharamkan, dan segala peraturan, termasuk peraturan daerah, diseragamkan?

Orang bijak memiliki banyak tingkatan pemahaman akan kebenaran dan punya banyak jawaban atas satu pertanyaan, tapi orang "teknis" selalu mengira satu pertanyaan hanya memiliki satu jawaban. Lautan hidup yang dalam diukur hanya dengan meteran.

Kita lupa bahwa kompleksitas dan kedalaman hidup, dengan segenap misterinya, bukanlah urusan matematika. Selain ukuran-ukuran serba pasti: kebijakan publik, hukum, peraturan, dan logika matematika, hidup juga membutuhkan jernihnya hati dan spiritualitas yang mengalir langsung dari sumbernya: cahaya Tuhan.

Gusti Kanjeng Nabi Muhammad SAW sendiri pun pernah kelihatan keliru jika tindakan beliau dilihat dari segi hukum (fikih) semata, ketika suatu sore, menjelang magrib, sesudah selesai acara jamuan makan, mewajibkan semua orang berwudu kembali tanpa menimbang mereka yang sebetulnya masih dalam posisi suci karena terjaga air wudu.

Apa sebabnya? Hari itu ada salah seorang sahabat yang, maaf, kentut, dan baunya tercium Nabi maupun sahabat-sahabat lain. Perbuatan itu pasti tak disengaja. Dan karena itu bisa sangat memalukan. Ini suatu aib, yang justru terjadi di hadapan Kanjeng Nabi yang mulia.

Maka, sekali lagi, beliau mewajibkan semua pihak berwudu lagi. Sehabis makan, kali ini sebaiknya kita berwudu lagi, katanya. Dengan begitu, siapa yang tadi, maaf lagi, kentut, tak ketahuan, dan yang bersangkutan tak merasa malu di depan umum.

Nabi, kepala negara, pemimpin kehidupan, turun tangan mengurus perkara sekecil itu. Kecil? Harga diri, dan rasa malu, karena aib terbuka, dianggap kecil? Bagi etika kenabian, ini urusan besar.

Orang bijak tak bisa membiarkan orang lain malu. Apalagi celaka. Nabi tahu, kalau Tuhan mau membeberkan aib dalam diri setiap orang, dan orang yang kelihatan terhormat dan mulia pun aib-aibnya dibeberkan, maka habislah riwayat setiap umat manusia, karena tiap orang memiliki aib dirinya, yang melekat dalam sejarah hidupnya.

Kita, umat Nabi, yang memuliakannya, dan mengaku taat akan semua ajarannya, dan siap sedia mencontoh segenap tindakan dan perilakunya. Tapi mengapa banyak sekali di antara kita selalu sibuk menelusuri kekurangan dan aib orang lain, untuk dibeberkan kepada publik, untuk menjatuhkannya, dan menghancurkan namanya?

Bumi Sidoarjo kentut, dan saking kuatnya, mengalirlah dari perutnya lahar yang siap menghabiskan kehidupan manusia seisi kota. Urusannya sangat jelas: kentut itu bukan hanya membuat malu, melainkan mengancam kelangsungan hidup manusia.

Tapi mengapa tak ada di antara kita "nabi" dan sikap "ke-nabian" yang rela turun tangan untuk menunjukkan kepada publik bahwa kita bertanggung jawab?

Apa membunuh banyak orang tak membuat kita malu? Mencelakai orang menjadi perkara lumrah, dan tak harus diurus? Negara tak usah mengurus perkara malu karena mungkin kita tak punya malu. Tapi negara wajib mengurus tanggung jawab publik atas suatu peristiwa yang mengancam keselamatan umat manusia.

Tak adanya tindakan apa pun yang kita harapkan ini membuat saya harus tahu, bahwa orang bijak, apalagi sebijak Nabi, mahal sekali. Orang bijak tak ada lagi di negeri ini.

Kajian 28 Agustus 2006

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. QS Al Israa' 27.

Sunday, August 27, 2006

Demis Roussos


Gambar dari Wikipedia


Saatnya untuk resensi musik, setidaknya yang cocok dengan selera saya hehehe ... Kemarin pas lagi mencari sesuatu di mall, saya iseng masuk ke satu toko CD kecil di Depok Town Square. Tokonya ada di lantai bawah. Lihat sekilas, wah boleh juga koleksinya. CD yang dipajang bukan yang umum, beraneka ragam pula. So, meski penjaganya agak masam tampangnya (heran juga ... jualan kok masam begitu, mungkin habis berantem atau lagi ada masalah), saya coba jelajahi koleksinya.

Dari sekian banyak CDnya, mata saya tertumbuk pada satu album dari Demis Roussos. Kaget juga melihatnya. Terakhir saya dengar dan terpincut oleh penyanyi ini pada jaman SMA. Tanpa ragu-ragu langsung tes dan beli hehehe ... ke mall cari apa, dapatnya CD, Demis Roussos pula!

Demis adalah penyanyi kelahiran Yunani. Saya tidak mau panjang lebar soal pribadinya, soalnya nggak tahu juga, tahunya cuma musiknya hehehe ... Gimana ya musiknya? Suaranya khas, musiknya santai mengalun. Seperti ... seperti apa ya? Susah juga melukiskannya. Yang pasti enak banget ... Dibilang musik pop bukan juga, karena ada kekhasan tertentu. Apa seperti ABBA ya?

Menurut saya, coba deh dengerin dan nikmatin musiknya si Demis ini. Meski mungkin ternyata nanti tidak cocok dengan selera anda, setidaknya menambah satu lagi pengetahuan anda akan keanekaragaman musik yang ada.

Sekian dari pojok musik, insya Allah minggu depan ada lagi ... :)

Kajian 27 Agustus 2006

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. QS Al Israa' 26.

Thursday, August 24, 2006

Hobi Cari Gara-gara ...

Kuil Hindu di Kuala Lumpur
Kuil Hindu di Kuala Lumpur


Tadi saya mampir ke salah satu kedubes asing di Jakarta untuk mengurus visa. Seperti biasa sebelumnya harus mengisi formulir, foto dengan latar belakang warna tertentu, surat pengantar, surat sponsor, surat asuransi, dan berbagai hal lainnya.

Sesampai di sana, suasana kedubes sepi. Setelah menyerahkan KTP tanda pengenal, petugas keamanan meminta saya untuk mematikan HP. Kaget juga, baru kali ini masuk kedubes asing harus sampai pakai acara mematikan HP segala (belakangan saya baru dengar kalau kedubes yang satu yang dekat Monas itu peraturannya juga sama).

Lalu terbayang perlakuan petugas-petugas bandara asing yang biasanya ekstra ketat. Laptop harus dinyalakan, ikat pinggang dibuka, sepatu diperiksa, kantong dikosongkan, sampai pemeriksaan dengan berdiri dan tangan terlentang.

Setiap orang punya pendapat sendiri mengenai dunia saat ini dan bagaimana menjadikannya menjadi tempat yang lebih baik. Saya cuma berpikir, kenapa selalu api dibalas dengan api? Perang adalah jawaban dari perang. Ancaman akan dilanjutkan dengan ancaman. Yang terjadi ialah tekanan yang makin tinggi dan akhirnya meledak. Tumpah ruah kemana-mana.

Akhirnya yang menerima akibatnya ialah manusia-manusia biasa. Kita.

Sementara para penguasa memberikan berbagai alasan atas tindakan-tindakan yang dilakukannya. Sementara bukan dia yang menerima akibatnya. Tapi Kita.

Jadi ingat lagunya John Lennon, Imagine. Memang sih lagu itu mencoba memvisualisasikan keadaan ideal tanpa mencoba menggali jawaban yang sebenarnya dari permasalahan dunia ini.

Jadi mikir, apa bisa ya kita sedunia ini hidup atas dasar saling menghargai, saling menghormati, dan bersahabat. Rasanya sederhana sekali bukan?

One friend in a lifetime is much, two are many, three are hardly possible

Kajian 24 Agustus 2006

Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat. QS Al Israa' 25.

Tuesday, August 22, 2006

Aksi Museum (plus kesibukan ...)

Pipa, Kamera, Sepeda Kesayangan
Gambar diambil di pelataran Museum Fatahillah


Di tengah-tengah kesibukan, saya selalu menyempatkan mengisi blog ini. Seperti ada komitmen khusus ... setidaknya untuk diri sendiri. Mau ada yang baca, alhamdulillah, semoga ada manfaatnya. Kalaupun tidak ada yang mampir, buat saya setidaknya menjadi catatan hidup yang terbuka buat siapa saja ... Sayang memang belakangan ini kesibukan sedang memuncak kembali. Kalau ada yang berkomentar, saya biasanya tersenyum senang di dalam hati, namun tak sempat membalasnya. Apalagi mengunjungi situs-situs blog anda ... mohon maaf, secepatnya saya akan mampir kembali.

Saya tergelitik dengan komentar Diah soal posting panci bekas .... Betul, menulis soal museum di blog saja mungkin efeknya kurang optimal. Diperlukan suatu aksi yang lebih serius, lebih fenomenal, lebih substansial. Mungkin perlu aksi ke jalan, pemboikotan mall-mall, insentif bagi yang mau mengunjungi museum (enak bener ya hehehe) dan seterusnya dan seterusnya.

Hanya saja saya lantas teringat dengan salah satu prinsip yang diajarkan oleh Aa Gym, "mulailah dari diri sendiri, mulai dari yang kecil, dan mulai dari sekarang." Jadi? Bagaimana kalau kita masing-masing mulai mengurangi keinginan diri dan keluarga untuk sibuk mengunjungi mall-mall dan mulai meluangkan waktu untuk mengunjungi dan menyemarakkan museum? Katakan 1 kali dalam sebulan misalnya.

Kalau kita bisa konsisten saja 1 kali dalam sebulan mengunjungi museum (atau tempat-tempat lainnya seperti pelabuhan, yayasan yatim piatu, perpustakaan, wisata alam, dsb) serta mengurangi kegiatan yang sifatnya menghabiskan uang seperti ke mall, cafe, saya kira efeknya akan besar sekali. Balik ke soal Aa Gym, saya sangat terkesan dengan program kencleng umat beliau. Setiap pagi kalau ada yang mau nanya, pasti ditanya dulu ada nggak kenclengnya ... :)

Hal lain yang mungkin kita bisa lakukan dengan media blog ialah dengan meng-tag orang untuk menulis artikel soal museum. Atau mungkin bisa minta bantuan Blog Family? Ah udah lama banget nggak mampir ke sini ...

Intinya mungkin bukan soal besar kecilnya, tapi konsistensi dan kerjasama di antara kita.

Bagaimana menurut anda?

Kajian 22 Agustus 2006

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." QS Al Israa' 24.

Monday, August 21, 2006

Bandung di kala liburan akhir minggu yang panjang ...

Air tumpah dari tempayan
Diambil di salah satu FO di Bandung


Memang luar biasa orang Jakarta ... yang namanya Factory Outlet (FO) di Bandung itu penuh sesak, sampai parkir mobil melebar ke jalan-jalan. Mau di sepanjang jalan ke arah Dago, mau di seputar Jl Riau, banjir, tumpah ruah, bejubel, membludak. Makin siang makin panas, makin rame, makin macet hehehehe ....

Ah udah ah, mo ngaso dulu, mijit-mijit kaki dan pinggang yang pegel ... :).

Bagaimana dengan liburan anda? :)

Kajian 21 Agustus 2006

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. QS Al Israa' 23.

Wednesday, August 16, 2006

Panci Bekas Saja Menarik Dilihat ...


Sepeda 'antik' di pelataran halaman museum Fatahillah


Ini dikutip dari kata-kata Kiki Fatmala di Kompas kemarin. Lengkapnya, "Di Eropa panci bekas yang digunakan pada Perang Dunia saja menarik dilihat." Ini komentarnya mengenai perbandingan museum di Eropa dengan di Indonesia.

Saya setuju banget. Pernah berkesempatan melihat-lihat isi museum di Malaysia dan Singapore (nggak usah ngomong yang jauhan kaya' Eropah atau Amrik gitu ...), rasanya sedih banget melihat museum kita.

Dua minggu yang lalu sempat melongok museum Bahari di Sunda Kelapa, dan kemudian minggu lalu museum Fatahillah dan museum Keramik. Koleksi lengkap, bahkan bisa dibilang fantastis. Tapi gelap, kotor, berdebu. Sepi pengunjung. Tidak ada usaha mengemas koleksi yang luar biasa ini agar menarik perhatian.

Di museum Fatahillah karcis masuk dewasa dua ribu rupiah sementara anak-anak enam ratus rupiah. Total kami sekeluarga biayanya lima ribu dua ratus rupiah. Padahal waktu di Malaysia biayanya berempat hampir seratus ribu rupiah. Belum lagi dibandingkan sama museum Eropa. Misalnya museum di London biayanya sekitar 10-15 pounds, 150 ribu lebih seorang!!

Sedih memang. Apalagi kalau mau dikaitkan dengan peringatan kemerdekaan negeri ini ....

Tuesday, August 15, 2006

Sunda Kelapa - Epilog



Kehidupan di Sunda Kelapa terus berjalan. Perjalanan saya di sana yang hanya kurang lebih 2 jam cukup membekas. Mulai dari begitu banyaknya obyek foto, kerasnya kehidupan di sana, panas matahari dan kelembaban yang melelahkan, sampai pada begitu ramahnya orang-orang, meski kehidupan tidaklah mudah.

Kata teman-teman, ada kuli di sana yang meninggal dunia karena kelaparan. Sedih juga mendengarnya. Sempat pula ada pembicaraan mengenai apa yang bisa kita lakukan. Cuma bingung juga, apa ya?


Begitulah, kehidupan terus berjalan ...

Kajian 15 Agustus 2006

Janganlah kamu adakan tuhan yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah). QS Al Israa' 22.

Monday, August 14, 2006

Album Foto ...

Akhirnya pencarian saya berakhir di flickr.com. Baru kemarin mulai mengisi foto-foto di album ini, sambil kelimpungan soal dimana menyimpan foto original, dimana yang sudah dirapihkan, dimana untuk diupload ke internet. Belum soal softwarenya, iPhoto, Picassa, Photoshop, atau Nikon Capture .... refot ... refot ...

But, cakep juga album fotonya ya ... hehehe ... memuji diri sendiri ... :-P

Sunda Kelapa (IV)

Kerja kerja ... ayo kita kerja ...


Matahari beranjak naik. Saatnya memulai hari ini! Para pemuda pun mulai sibuk. Mengangkat kayu dengan rokok di tangan ....


Untuk ditumpuk di darat ...


Orangpun sibuk menyiapkan utas demi utas tali untuk mengikat sang kayu. Dengan rokok tentunya ... :) .


Ada pula yang sibuk mengangkut terigu(?) dari truk ke kapal.


Dengan muka yang dibalut agar tak terkena tepung terigu, berjalan meniti sebatang kayu ...


Bagi yang lelah, tentunya boleh sejenak beristirahat. Baik duduk-duduk di kapal menikmati goyangan dan sejuknya air ...


Maupun sekedar meluruskan pundak dan pinggang sambil tersenyum menatap hari ini.


Kami pun sempat bertemu dengan pak tukang koran. Dengan ramah ia menyapa dan dengan tangkas mengajak kami ngobrol.


"Saya dulu wartawan juga, bahkan sempat jadi pemimpin redaksi. Sekarang kembali jadi tukang korannya," tuturnya sambil tersenyum.

Ada nuansa jauh ke depan tergambar di matanya. Mungkin memikirkan masa lalu dan masa depan? Entahlah, kami terlalu sibuk dengan kamera dan lensa kami yang mahal-mahal itu. Kami lupa salah satu tujuan dari fotografi, untuk menyelami dan memahami kehidupan ini ....

Sunday, August 13, 2006

Tags on 4 things ....


Tambatan perahu di Sunda Kelapa


Baru tahu kalau kena tag ini ... :)

Four jobs I've had: Unix sys admin, seismic/well data loader, IT consultant, and technical team leader ... :)

Four movies I could watch over and over: LOTR, Indiana Jones, Die Hard series, en 007 hehehe ...

our places I've lived in: Ujung Pandang, Bandung, Jakarta, udah tuh ...

Four TV Shows I love or loved: Friends, X-Files, apa lagi ya ... udah lama nggak nonton film nih, mungkin seri tahun 80-an seperti Taxi, Cheers

Four places I've been on vacation: Jogyakarta, Bandung, Bali, dan Jakarta!!

The place where i can eat my fav dishes: Di rumah, di rumah orang tua, di warung pinggir jalan, en restoran yang harganya per porsi di bawah 10 ribu hehehe ...

Four favorite dishes: Nasi goreng, nasi padang, pecel lele, soto ayam ...

Four websites I visit daily: Ya jelas lamunan-sejenak dong ... terus apa lagi ya? detik.com, forum-ponsel bagian iklan dll, en google tentunya ...

Four places I'd rather be right now: in my heart, in my heart, in my heart, in my heart ... :)

Hmmm ... sekarang lempar ke siapa ya? iFa, Vendy, Apey, sama Vaye! Silahkan ya ... :-P

Sunda Kelapa (bagian III)

Semangat!


Hidup boleh susah ... yang penting jangan dibikin makin susah. Jalani, tetap semangat, tetap ikhtiar, dan serahkan hasilnya kepada Yang Kuasa.


Semangat hidup mulai merebak ... Tapi sebelum mulai, sarapan dulu yok! Mbak jamu, minta jamu tolak angin + tolak sakit + tolak capek + terima rezeki ya ... :) . Eh mbak, difoto tuh ... senyum dongggg ...


Dengan apa ya sarapan? Bagaimana kalau dengan sebatang rokok sambil nongkrong?


Atau dengan 'segumpal' air teh dingin?


Namun buat sebagian yang lain, sarapan terbaik adalah dengan nasi ditemani cahaya dan harumnya debu pagi ...


Apapun sarapannya, pagi itu dimulai dengan penuh semangat. Semangat untuk hidup!

Kajian 13 Agustus 2006

Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. QS Al Israa' 15.

Wednesday, August 09, 2006

Sunda Kelapa (bagian II)

Hidup …


Lambat laun kehidupan mulai muncul. Seorang ibu yang mulai menyapu ... Para kucing yang menikmati udara pagi sambil bercengkrama ...


Seorang ibu termangu di depan cuciannya. Memikirkan hidup yang makin sulit?

Betapa kita harus bersyukur dengan apapun yang kita miliki …


Seorang bapak, duduk. Sampan yang tertidur nyenyak.Dibuai air yang tenang.

Itukah rumahnya? Ruang tamu, ruang keluarga, dapur dan kamar mandi?


Sang sampan biru, terkait manis pada sebatang tangga, menemani kesendirian susunan batu bata yang merindukan semen dan cat, onggokan kayu dan tali temali, hingga beberapa helai kain yang tergantung menemani angin.

Andai mereka bisa bicara, apa yang akan mereka ceritakan pada kita?


Apapun ceritanya, pagi itu terasa tenang dan damai. Setenang dan sedamai sang bapak yang meluncur membelah dingin dan coklatnya air.

Tenang dan damai dengan sebatang rokok di tangannya.

Bersambung ...

Sunda Kelapa (bagian I)

Akhir minggu lalu alhamdulillah saya diberikan kesempatan untuk mengunjungi pelabuhan Sunda Kelapa bersama-sama teman-teman pecinta fotografi (baca: amatir! hehehe). Banyak sekali obyek foto di sana dan saya cukup panik dan bingung harus njepret yang mana ... :). Akhirnya ya asal jepret saja, kurang maksimal rasanya ...

Ini sekalian mau coba jadi wartawan yang bisa 'melukiskan' suatu tempat, jadi beberapa tulisan ke depan akan coba menggambarkan suasana pelabuhan Sunda Kelapa.

Oh ya, mohon maaf belum sempat mampir ke blog anda semua, lagi terbenam nih ... :)

Prolog ...


Sunda Kelapa di pagi hari. Air yang tenang, jalan yang kesepian, perahu-perahu yang masih bermimpi, deretan lampu jalan yang menunjuk sesuatu, masa depan barangkali? …


Perkampungan, keemasan ditimpa cahaya pagi. Padat, hingga antene TV pun sibuk bersaing. Apartemen mengancam dari belakang. Biru … air tenang … cermin pagi itu …


Perlahan matahari beranjak naik, meski enggan meninggalkan peraduannya. Warna keemasan pun berganti dengan kecerahan pagi. Namun kehidupan masih belum berjalan. Tenang … damai … sepi …


Sunda Kelapa? Apa gunanya bicara berbusa-busa soal tempat ini kalau tidak bicara soal perahu. Raksasa dengan tiang menjulang, berlomba melawan apartemen nun jauh di sana …


Sudut museum Bahari … tua, usang, kesepian, kesendirian. Berdiri terengah-engah melawan tiang listrik, simbol masa kini, masa modern ...

Bersambung ...

Sunday, August 06, 2006

What's Next?


Salah satu sudut Mesjid Jamek - KL


Pernahkah anda mengalami perasaan telah berjalan sekian lama dan anda mulai melihat suatu persimpangan jalan dengan keramaiannya. Banyak jalan, baik kecil maupun si persimpangan besar. Banyak orang berjualan di sisi jalan, jadi anda bisa beristirahat. Ada tempat parkir. Banyak pula kendaraan umum yang siap membawa anda ke berbagai jurusan.

Anda semakin dekat dengan persimpangan itu dan anda mulai bertanya-tanya dalam hati,
"Berhenti atau meneruskan perjalanan?"
"Kalau meneruskan perjalanan kemana dan naik apa?"
"Atau berhenti, mengisi perut, meletakkan bawaan dan mengistirahatkan diri?"
"Kalau meneruskan perjalanan apa mau bepergian sendiri atau mengajak teman-teman?"

dst ... yang kalau mau disimpulkan mungkin dengan pertanyaan ini ...

"What's next?"

Kajian 6 Agustus 2006

Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas. QS Al Israa' 12.

Thursday, August 03, 2006

Tuhan Sembilan Senti


Berhala kecil .. :)


Tuhan Sembilan Senti
Taufik Ismail

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa
tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,

Di sawah petani merokok, di pabrik pekerja merokok, di kantor pegawai merokok, di kabinet menteri merokok, di reses parlemen anggota DPR merokok, di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok, hansip-bintara-perwira nongkrong merokok, di
perkebunan pemetik buah kopi merokok, di perahu nelayan penjaring ikan merokok, di pabrik petasan pemilik modalnya merokok, di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa
kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok, di ruang kepala sekolah ada guru merokok, di kampus mahasiswa merokok, di ruang kuliah dosen merokok, di rapat POMG orang tua murid merokok, di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok, di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok, di loket penjualan karcis orang merokok, di kereta api penuh sesak orang festival merokok, di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok, di andong Yogya kusirnya merokok, sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan paradewa-dewa bagi perokok,
Tapi tempat cobaan
sangat berat bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,

Di pasar orang merokok, di warung Tegal pengunjung merokok, di restoran di toko buku orang merokok, di kafe di diskotik para pengunjung merokok,

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan abab rokok, bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya. Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, bisa ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok, di apotik yang antri obat merokok, di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok, di ruang tunggu dokter pasien merokok, dan ada juga dokter-dokter merokok,

Istirahat main tenis orang merokok, di pinggir lapangan voli orang merokok, menyandang raket badminton orang merokok, pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok, panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil 'ek-'ek orang goblok merokok, di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok, di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat ramah bagi orang perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa. Mereka ulama ahli hisap. Haasaba, yuhaasibu, hisaaban. Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi ahli hisap rokok. Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, ke mana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri. Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu. Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz. Kyai, ini ruangan ber-AC penuh. Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i. Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok. Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz. 25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan. 15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan. 4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith. Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama. Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini. Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu ujung rokok mereka. Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir. Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk,

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas, lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya,

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku' dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,

Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

Wednesday, August 02, 2006

Pink Martini, Barry Manilow, Dire Straits, dan Harry Belafonte


Gambar dari amazon.com


Saatnya nge-review musik ... :). Pernah dengar Pink Martini? Saya ketemu grup ini secara tidak sengaja. Baca-baca reviewnya di internet katanya musiknya unik. So saya putuskan untuk mencoba mendengarkannya. Bagaimana? Keren banget, musiknya unik. Sulit menggambarkannya, mungkin seperti melihat lukisan surealisme. Ada lagu-lagu instrumental, ada pula yang ada vokalnya. Lagu lama seperti Que sera sera bisa mereka olah menjadi sesuatu yang baru. Coba deh dengerin yang satu ini ...


Gambar dari ket.org

Siapa yang belum pernah dengar Barry Manilow. Suara yang mempesona, sangat mantap dan nikmat untuk musik pop. Dia mungkin salah satu legenda musik yang masih hidup. Saya pernah dikomentarin teman, "Wah ... itu lagu-lagu orang tua ..." Hehehe ... nggak apa-apa, soalnya lagu-lagunya enak-enak. Can't Smile Without You, Mandy, I Write the Songs, This Ones for You dan banyak lagi hits-hitsnya yang sampe sekarang masih enak didengar. Baru-baru ini dia merilis album The Greatest Songs of Fifties, mungkin melirik keberhasilan Rod Stewart menyanyikan lagu-lagu lama. Enak-enak juga lagu-lagunya, coba deh ... cocok kalau lagi stress hehehe ...


Gambar dari acousticsounds.com

Perkenalan saya dengan Dire Straits sebenarnya berawal dari keisengan, mirip-mirip dengan Pink Martini. Cuma dari iseng saya jadi penggemarnya. Lagu-lagunya berbasis rock tapi agak lain. Terus terang saya agak sulit menggambarkannya, dibilang rock mungkin bukan. Tapi kalau dibilang pop jelas tidak. Enteng tapi berat, atau berat tapi enteng? :)


Gambar dari staale.ertzgaard.net

Bagaimana dengan Harry Belafonte. Saya kenal beliau (ceile) pertama kali sewaktu kecil dulu lewat piringan hitam milik ayah saya. Harry Belafonte in Carnegie Hall. Suaranya mantap dan nafasnya panjang sekali. Ia kebanyakan menyanyikan lagu-lagu folk dari berbagai negara sehingga variasi musiknya sangat lebar. Kemarin saya beli album Returns to Carnegie Hall, jadi kanget bangen deh sama album sebelumnya ini.

Menurut saya anda bukan penggemar musik kalau tidak kenal Harry Belafonte ... :)

So ... bagaimana kalau album dari keempat artis/grup di atas diputar secara bergantian di pagi hari Minggu? Yang pasti istri saya pusing 'menikmatinya' ... "Loncat dari satu hal ke hal yang lainnya ....," begitu komentarnya ... :-P

Kajian 2 Agustus 2006

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebajikan. QS An Nahl 128.

Tuesday, August 01, 2006

Jadilah Pelita


Kampus UI di hari Sabtu pagi ...


Berikut adalah tulisan yang saya dapatkan dari teman saya yang berkenan berbagi ilmu, alhamdulillah ...

Jadilah Pelita

Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita.
Orang buta itu terbahak berkata: "Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok."

Dengan lembut sahabatnya menjawab, "Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu." Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, "Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!" Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.

Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. Kali ini si buta bertambah marah, "Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!" Pejalan itu menukas, "Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!" Si buta tertegun.. Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, "Oh, maaf, sayalah yang 'buta', saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta." Si buta tersipu menjawab, "Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya." Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.

Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta kita. Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, "Maaf, apakah pelita saya padam?" Penabraknya menjawab, "Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama." Senyap sejenak. secara berbarengan mereka bertanya, "Apakah Anda orang buta?" Secara serempak pun mereka menjawab, "Iya.," sembari meledak dalam tawa. Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.

Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta. Timbul pikiran dalam benak orang ini, "Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka."

Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).

Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan "pulang", ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf.

Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk "membuta" walaupun mereka bisa melihat.

Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.

Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.

Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.

Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.

Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah habis terbagi.

Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan. Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah pendengaran. Hidung yang tanpa penghalang membuahkan penciuman. Pikiran yang tanpa penghalang hasilnya adalah kebijaksanaan.

Begin With the End in Mind


Taman Orkid - Kuala Lumpur


Lagi-lagi kutipan dari buku Covey …

Please find a place to read these next few pages where you can be alone and uninterrupted. Clear your mind of everything except what you will read and what I will invite you to do. Don't worry about your schedule, your business, your family, or your friends. Just focus with me and really open your mind.

In your mind's eye, see yourself going to the funeral parlor or chapel, parking the car, and getting out. As you walk inside the building, you notice the flowers, the soft organ music. You see the faces of friends and family you pass along the way. You feel the shared sorrow of losing, the joy of having known, that radiates from the hearts of the people there. As you walk down to the front of the room and look inside the casket, you suddenly come face to face with yourself. This is your funeral, three years from today. All these people have come to honor you, to express feelings of love and appreciation for your life.

As you take a seat and wait for the services to begin, you look at the program in your hand. There are to be four speakers. The first one is from your family, immediate and also extended -- children, brothers, sisters, nephews, nieces, aunts, uncles, cousins, and grandparents who have come from all over the country to attend. The second speaker is one of your friends, someone who can give a sense of what you were as a person. The third speaker is from your work or profession. And the fourth is from your church or some community organization where you've been involved in service.

Now think deeply. What would you like each of these speakers to say about you and your life? What kind of husband, wife, father, or mother would you like their words to reflect? What kind of son or daughter or cousin? What kind of friend? What kind of working associate? What character would you like them to have seen in you? What contributions, what achievements would you want them to remember? Look carefully at the people around you. What difference would you like to have made in their lives?


Lagi-lagi saya termenung dan menarik nafas panjang …