Thursday, December 24, 2009

Rahasia Hijrah

blossom


Rahasia Hijrah
DR. Amir Faishol Fath - Dakwatuna.com

Hijrah adalah keniscayaan. Allah swt. membangun sistem di alam ini berdasarkan gerak. Pelanit bergerak, berjalan pada porosnya. Allah berfirman: ”Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yasin: 38). Imam Syafii' menggambarkan dalam sya’irnya yang sangat indah bahwa air yang tergenang akan busuk dan air yang mengalir akan bening dan jernih. Seandainya matahari berhenti di ufuk timur terus menerus, niscaya manusia akan bosan dan stres.

Benar, hijrah sebuah keniscayaan. Karena dalam diam tersimpan segala macam keburukan. Mobil yang didiamkan berhari-hari akan karat dan hancur. Jasad yang didudukkan terus menerus akan mengidap banyak penyakit. Itulah rahasia mengapa harus olah raga. Syaikh Muhammad Al Ghazali berkata: ”Bahwa orang-orang yang nganggur adalah manusia yang mati. Ibarat pohonan yang tanpa buah para penganggur itu adalah manusia-manusia yang wujudnya menghabiskan keberkahan.”

Terbukanya kota Mekah adalah keberkahan hijrah. Seandainya Rasulullah saw. dan sahabat-sahabatnya tetap berdiam di kota Mekah, tidak pernah terbayang akan lahir sebuah kekuatan besar yang kemudian menyebarkan rahmat bagi seluruh alam. Sungguh berkat hijrah ke kota Madinah kekuatan baru umat Islam terbangun, yang darinya kepemimpinan Islam merambah jauh, tidak hanya melampaui kota Mekah, pun tidak hanya melampaui Jazirah Arabia, melainkan lebih dari itu melampaui Persia dan Romawi.

Ada beberapa dimensi hijrah yang harus kita wujudkan dalam hidup kita sehari-hari di era modern ini, agar kita medapatkan keberkahan:

Pertama, dimensi personal, bahwa setiap mukmin harus selalu lebih baik kwalitas keimannya dari hari kemarin. Karenanya dalam Al-Qur’an Allah swt. selalu menggunakan kata ahsanu amala (paling baiknya amal). Maksudnya bahwa tidak pantas seorang mukmin masuk di lubang yang sama dua kali. Itulah sebabnya mengapa sepertiga Al-Qur’an menggambarkan peristiwa sejarah. Itu untuk menekankan betapa pentingnya belajar dari sejarah dalam membangun ketaqwaan. Dari sini kita paham mengapa Allah swt. dalam surah Al Hasyr:18 menyandingkan perintah bertaqwa dengan perintah belajar dari sejarah: ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Kedua, dimensi sosial, bahwa seorang mukmin tidak pantas berbuat dzalim, mengambil penghasilan secara haram dan hidup bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Seorang mukmin harus segera hijrah dari situasi sosial semacam ini. Seorang mukmin harus segera membangun budaya takaful –saling menanggung-. Itulah rahasia disyari’atkannya zakat. Bahwa di dalam harta yang kita punya ada hak orang lain yang harus dipenuhi. Allah berfirman : ”Walladziina fii amwaalihim haqqun ma’luum (dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu.”) (QS. Al Maarij: 24).

Dan ini telah terbukti dalam sejarah bahwa membangun budaya takaful akan menyelesaikan banyak penyakit sosial yang akhir-akhir ini sangat mencekam. Terlalu tingginya angka kemiskinan dan penganggguran di tengah negeri yang kaya secara sumber alam, sungguh suatu pemandangan yang naif. Namun ini tentu ada sebabnya, di antaranya yang paling pokok adalah karena kedzaliman dan ketidak jujuran. Dari sini jelas bahwa hijrah yang harus dibuktikan saat ini adalah komitmen untuk tidak lagi mengulangi budaya korupsi. Sebab dari budaya inilah berbagai penyakit sosial lainnya tak terhindarkan.

Ketiga, dimensi dakwah, bahwa seorang mukmin tidak boleh berhenti pada titik sekedar mengaku sebagai seorang mukmin secara ritual saja, melainkan harus dibuktikan dengan mengajak orang lain kepada kebaikan. Ingat bahwa syetan siang dan malam selalu bekerja keras mengajak orang lain ke neraka. Syetan berkomitmen untuk tidak masuk neraka sendirian.

Dari sini saatnya seorang mukmin harus bersaing dengan syetan. Ia harus hijrah dari sikap pasif kepada sikap produktif. Produktif dalam arti bekerja keras mengajak orang lain ke jalan Allah. Sebab tidak pantas seorang mukmin bersikap pasif. Pasifnya seorang mukmin bukan saja akan membawa banyak bakteri pelemah iman, melainkan juga membawa bencana bagi kemanusiaan.

Itulah sebabnya mengapa seorang pemikir muslim abad ini dari India Syaikh Abul Hasan Ali An-Nadwi menulis sebuah buku yang sangat terkenal dan menomental: maadzaa khasiral aalam bin khithaathil muslimiin ( betapa dahsyatnya kerugian yang dialami dunia ketika umat Islam tidak berdaya).

Ini benar, bahwa dunia ini memang membutuhkan umat Islam yang berdaya. Umat Islam yang produktif. Bukan umat Islam yang pasif. Dan kini kita menyaksikan dengan mata kepada betapa kerusakan merejalela melanda kemanusiaan akibat dari lemahnya umat Islam. Bandingkan dengan dulu ketika Umar Bin Khaththab dan Umar bin Abdul Aziz memimpin dunia. Inilah hijrah yang harus segara kita buktikan. Wallhu a’lam bishshawab.

Tuesday, December 22, 2009

Koran itu ...

his offering ...


Sungguh geram saya membaca koran hari Minggu kemarin. Salah satu koran terkemuka memuat artikel Foto Pekan Ini dengan judul Kilas Balik Peristiwa Dunia 2009. Yang sungguh menjengkelkan dari foto-foto yang ditampilkan tidak ada satu buah pun yang menceritakan penyerangan Israel ke Palestina awal tahun ini. Malah ada foto seputar kematian Michael Jackson ... lebih penting rupanya ya ... :(

Pers memang memihak, kita harus akui. Tapi rasanya ini sungguh keterlaluan ...

Sunday, December 20, 2009

Live to Serve not Serve to Live

bright day


Live to Serve not Serve to Live
Paulus Bambang W.S. - SwaOnline

Penerbangan pertama membuat tuntutan fisik untuk memejamkan mata tak dapat dilawan. Setelah duduk dan minum segelas jus apel, saya langsung pasang aksi untuk menikmati penerbangan dalam mimpi. Tak beberapa lama, muncul sang pramugari, sebut saja Mbak Ayu, menyapa saya dengan sapaan yang membuat saya gelagapan.

“Pak, jangan tidur dulu, sarapan pagi dulu.”
“Terima kasih, saya mau istirahat saja karena hari ini saya membutuhkan energi untuk memimpin rapat setibanya di Surabaya.”
“Ya Pak, tetapi apa nggak kasihan sama saya. Saya sudah menyiapkan makanan pagi sejak dari tadi lho Pak. Makan dulu baru istirahat.“
Saya jadi tertarik dengan perilaku itu, lalu mengiyakan tanpa menanyakan menu utama.

Mbak Ayu langsung tersenyum dan kembali ke pantry untuk menyiapkan segalanya setelah membantu saya membuka meja untuk makan pagi.

Begitu saya selesai makan, dengan sigap Mbak Ayu membereskan baki dan meja saya. Lalu, dengan senyum yang sama dia berujar, “Sekarang silakan istirahat.” “Terima kasih banyak,” saya membalasnya.

Perlakuan itu ternyata membuat saya tidak bisa tidur nyenyak. Saya malah berpikir, wow menarik. Kalau ini menjadi sikap semua pramugari Garuda, dalam waktu cepat Garuda akan menjadi maskapai penerbangan yang disegani di kawasan Asia Pasifik.

Dalam pertengahan penerbangan, saya panggil Mbak Ayu, tanpa bermaksud menginterogasi saya bertanya mengapa ia bersikap demikian. Dengan tulus ia menjawab, ”Ya, Pak. Banyak sekali penumpang, dalam penerbangan pertama khususnya, yang langsung tidur setelah take off. Padahal, kan kami sudah menyiapkan hidangan yang sedap untuk disantap.” Lalu, kami berbincang sejenak untuk lebih mendalami sikapnya yang above standard operation procedure.

Saya lalu meminta form feedback dan menuliskan umpan balik saat itu juga. Karena saya benar-benar terperanjat, saya tuliskan komentar saya dengan uraian yang agak panjang. Lalu, saya serahkan ke Mbak Ayu. Saya tahu di balik pantry, ia membaca umpan balik saya karena saya memang sengaja tidak menutup rapat agar dibaca olehnya. Tak beberapa lama ia kembali lagi dan berkata, “Pak, wah terima kasih sekali. Komentar Bapak bagus amat. Saya sampai malu. Ini kan masalah sederhana.” ”Justru sentuhan sederhana itu yang kadang sangat penting buat pelanggan. Pelanggan tidak membutuhkan pelayanan yang kompleks dan rumit. Sentuhan kata-kata yang berasal dari hati kadang lebih menyejukkan dibanding dengan jus apel dingin,” saya berpidato bak motivator. ”Sampaikan ke staf yang lebih muda, ya.” Kali ini ia tersenyum tanda mengerti mengapa saya menuliskan pujian itu.

Lalu, saya teringat beberapa hari sebelumnya ketika saya juga berada di penerbangan yang sama ke Surabaya. Kali ini saya dilayani Den Bagus. Karena saya langsung tertidur pulas ketika pesawat sudah tinggal landas, si Den Bagus tidak berani membangunkan saya. Saya benar-benar pulas dan baru bangun ketika penerbangan sudah hampir usai.

Saya ke kamar kecil dan berpapasan dengan Den Bagus yang kebetulan sedang duduk di dekat pantry. “Oh Pak Bambang, maaf saya tidak membangunkan Bapak karena bapak tidur pulas. Bapak mau minum apa sebelum kita mendarat?” ”Terima kasih,” saya menjawab dengan cepat. ”Saya minta teh panas saja.” Ketika saya kembali ke tempat duduk, Den Bagus sudah siap dengan teh panasnya.

Ada dua sikap yang saya amati dalam perubahan perilaku yang sering kita lihat belakangan ini. Mulai dari salam hormat dengan tangan di dada, salam selamat pagi disertai senyuman, dan serangkain perubahan yang membuat nyaman dalam perjalanan. Sikap pertama adalah menjalankan perubahan perilaku karena tuntutan SOP. Suatu keharusan yang akan berakibat hukuman bagi yang tidak menjalankannya. ”They are serving for a living. Serve to live.” Melakukan agar tetap bertahan dalam pekerjaan. To do things because. Ada tekanan dari luar agar membuat perubahan itu. Perubahan ini baik untuk orang lain, tidak peduli apakah saya menyenanginya atau tidak. Sikap ini adalah suatu sikap yang “outside in”. Tidak dilakukan dengan heart hanya sebatas pada head dengan pendekatan rasional saja. Biasanya akan membuat si pelaku melakukan gerakan kaku karena sifatnya artifisial. Tak ada passion dan sentuhan yang menumbuhkan aura pelayanan murni.

Sikap kedua adalah perubahan yang dihayati sebagai kebajikan yang harus dilakukan dengan sepenuh hati. Perubahan ini baik untuk saya. Kalau baik untuk saya, pasti berguna bagi orang lain. ”Live to serve” dan ”inside out”. Mau kerja lebih, upaya lebih agar hasilnya tercapai. Perubahan yang sudah sampai pada taraf baik bagi si pelaku akan sustain dalam jangka panjang.

Ini adalah tantangan dalam menyiasati sebuah perubahan budaya. ”What’s in it for me”. Perubahan ini bermanfaat apa untuk saya. Banyak yang mencoba meremehkan hal ini. Padahal, ini adalah kunci sukses yang paling mendasar. Karyawan adalah manusia yang tidak hanya hidup dari tuntutan atau iming-iming gaji, bonus, insentif dan pekerjaan. Melakukan perubahan haruslah didasari dengan keinginan tulus untuk dirinya sendiri yang tentunya secara langsung akan berdampak buat perusahaan secara luas. Manusia tidak mungkin mengasihi orang lain (baca: perubahan sikap untuk orang lain) lebih dari mengasihi diri sendiri (baca: perubahan sikap untuk diri sendiri). Bagaimana dengan Anda?

Wednesday, December 09, 2009

Agar Tak Hilang

steady

Agar Tak Hilang
Andrias Harefa - pembelajar.com

Pramoedya Ananta Toer pernah menulis: “Kau, Nak, paling sedikit kau harus bisa berteriak. Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapapun? Karena kau menulis, suaramu tak akan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh dikemudian hari… Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”

Wow! Jika Anda tak menulis, nama Anda akan hilang dari sejarah. Jangankan orang lain, cucu-cicit-canggah yang merupakan keturunan langsung Anda sendiri, tidak akan mengenal Anda lagi. Mereka mungkin akan kenal Socrates, Plato, Aristoteles, atau Dale Carnegie dan Stephen Covey yang semuanya mencatatkan nama dalam buku sejarah karena menulis.

Saya adalah contoh “korban” dari kakek-nenek yang tak menulis. Kakek saya bahkan meninggal jauh sebelum ayah saya menikah. Dari pihak ibu, kakek-nenek saya benar-benar tak saya kenali sedikitpun, karena mereka wafat sebelum saya lahir. Jadi, saya tak pernah tahu kiprah kakek-nenek saya, apa yang pernah dialaminya; bagaimana pergulatan hidupnya; apa yang sering dipikirkannya; bagaimana gejolak perasaannya menghadapi situasi-situasi kehidupan di masa silam; dan sebagainya.

Karena saya tak mau hilang dari sejarah keluarga sendiri, maka saya menulis. Saya senang bahwa kelak cucu-cicit saya akan tahu apa saja yang menjadi impian dan cita-cita besar kakeknya yang satu ini.

Jadi, agar nama Anda tak hilang dari sejarah keluarga, menulislah!

Sunday, December 06, 2009

Menulis lagi ...

poetic sunrise


Ada yang kirim imel, alhamdulillah mulai nulis lagi ... dan saya pun berjanji, lebih pada diri sendiri, untuk mencoba menulis lagi. Pokoknya menulis ... :)

Tapi rupanya urusan tulis-menulis ini harus saya tunda sejenak ... banyak urusan lain yang ngantri ... :) udah mulai banyak ide di kepala, tapi mau tak menunggu harus menunggu hal-hal lain lewat dulu. Mau nulis lagi ... itu tekadnya, insya Allah ..

Apa kabar semuanya? Sok celeb ... emang ada yang baca apa blog ini hehehe ...

Thursday, December 03, 2009