Tuesday, July 31, 2007

TV vs Komputer ....

save the ball ....


Beberapa waktu yang lalu saya menginap di rumah orang tua. Kecuali orang tua, seisi rumah sedang bepergian, jadi kala itu hanya saya dan orang tua.

Ada yang berbeda dengan biasanya. Komputer di sini rusak, sementara saya tidak membawa laptop. Saya tidak membawa buku bacaan. Tetapi (atau namun?) ... kami berlangganan saluran Astro.

Saat itu saya merasa tidak berdaya. Saya jarang sekali menonton TV dan saat itu situasi seakan-akan 'memaksa' saya untuk menyalakan TV dan menonton satu dari sekian saluran yang ada dari Astro.

Rasanya ingin protes, berulang-ulang, tapi tak berdaya. Komputer rusak. Laptop tidak ada. Buku tidak sempat dibawa. Yang ada hanyalah TV. Remote control. National Geographic, Animal Planet, film kartun anak-anak, BBC, MTV, AXN, dst dst ...

Sempat kepikiran menjelajah internet dengan HP. Tapi terus baru sadar kalau saya lupa bawa charger ... dari pada nanti nggak bisa berkomunikasi karena batere habis, akhirnya niat ini saya urungkan ...

===
Saya jadi berpikir ... saat ini TV boleh dibilang jalur komunikasi 1 arah. Mereka 'bicara', saya 'melihat dan mendengar'. Kalau saya tidak suka, saya pindah jalur. Tapi saya akan menemukan hal yang sama. Ada yang 'bicara' ... dan tugas saya 'melihat dan mendengar' ...

Dengan komputer, banyak yang bisa saya kerjakan. Menonton seperti di TV, membaca, mendengar musik, mencari, menulis, berkomunikasi dengan orang lain via email, chatting, blog, dst, mengolah foto, melakukan riset, mengolah data, mengerjakan proyek, publikasi hasil karya, review hasil karya orang, jual beli .... dan banyak lagi ...

===
Dari segi infrastruktur, boleh dibilang TV pasti ada di setiap rumah. Dengan 200 ribu rupiah sebulan, kita bisa dapatkan berbagai saluran yang sudah sangat memadai untuk memberikan fasilitas 'bicara' dan 'melihat dan mendengar' ...

Untuk komputer, belum setiap rumah ada komputer. Belum lagi bicara segi akses ke internet yang relatif mahal dan kadang (atau sering?) lambat ... seperti kemacetan di Jakarta ... :-P

===
Jadi? Saya nggak mau nyimpulan apa-apa, setidaknya untuk saat ini :) Yang pasti, saat itu saya merasa tak berdaya dan seperti ditodong untuk mengikuti kemauan si kotak ajaib itu ... :)

Bagaimana menurut anda?

Sunday, July 29, 2007

Umroh VII – Tawaf Wada’

Morning time in a street of Madinah, just next to Masjid Nabawi


Hari itu hari terakhir kami berada di tanah suci. Pagi itu kami melakukan tawaf wada, tawaf perpisahan. Istri saya dan anak yang yang pertama kedatangan ‘tamu rutin’, sehingga pagi itu kami melakukannya bertiga, saya, ibu saya, dan anak saya yang kedua.

Tiga generasi. Ibu saya naik kursi roda, saya berjalan kaki, anak saya harus ada temannya. Tiga generasi.

Setelah berdiskusi, akhirnya kami putuskan kalau Yusuf berjalan persis di belakang kursi roda, dilindungi oleh badan saya dan kedua tangan yang mendorong kursi roda. Tujuannya agar ia tetap bisa bersama kita dan tidak terbawa oleh arus tawaf jamaah yang lain.

Sambil berputar, bertawaf, otak berpikir, “Apa ini lagi hikmah dari perjalanan kali ini? Kalau sudah lewat saatnya menikmati hidup sendirian, dan saatnya untuk berfikir dalam kerangka yang lebih besar?”

Tawaf selesai, kami pun terbawa oleh arus rutinitas pulang. Bergegas kembali ke hotel, sarapan, menurunkan koper, naik ke bis, Jeddah, belanja, mesjid terapung, menunggu imigrasi, naik pesawat. Berangkat jam 9 pagi dari hotel, akhirnya pesawat kami meluncur dari Jeddah pukul 10 malam.

Umrohpun usai ... meninggalkan berbagai kenangan ... kenangan yang dalam ....

===

Berbagai hikmah perjalanan ini sempat saya catat. Namun banyak lagi yang terlewat namun mengendap dalam kepala dan hati. Saya yakin jika saatnya tiba, ia akan muncul dan memberikan pencerahan.

Mas Harrie sempat bertanya di blog ini, “Kok umroh masih sempat nulis?” Aneh memang, namun karena sudah terbiasa menulis, saya merasakan arus keinginan menulis yang sedemikian besar, yang mau tak mau harus saya salurkan. Untung saya memakai HP yang memiliki fasilitas keyboard yang kumplit .... ;)

Apa kabar semua? :)

Wednesday, July 25, 2007

Umroh VI - Ziarah

Masjid Namirah - Arafah


Dalam acara ziarah di Mekkah kami sempat menelusuri jejak Rasulullah ketika hijrah dari Mekkah ke Madinah. Dalam perjalanan itu beliau bersama Abu Bakar RA sempat bersembunyi di salah satu gua dari kejaran kaum Quraisy. Saat itu persembunyian mereka nyaris diketahui. Abu Bakar merasa sangat was-was karena pada saat itu sang musuh terlihat jelas berdiri di luar gua. Namun Rasulullah berujar (yang kalau tidak salah ada di surat At Taubah ayat 40) "Ya Abu Bakar, janganlah engkau khawatir, karena Tuhan bersama kita."

Cerita di atas saya kutip tanpa permisi dari udztad yang mengantar kami ziarah. Sungguh, rasanya kok seperti ditempeleng. Perlu janji apalagi dari Rasulullah dan Allah SWT? Selama kita berjalan di jalanNya, tidak perlu ada rasa kahawatir, karena Allah bersama kita. Perlu pelindung apalagi kalau Allah SWT sudah bersama kita?

Jadi ingat kadang saya cemas mengenai masa depan, mengenai keluarga, mengenai pekerjaan di kantor, di jalan, bertetangga dan banyak lagi. Selama kita berjalan di jalanNya, tidak perlu kita khawatir. Sungguh, janji Allah di atas adalah jaminan di atas segala jaminan ...

Sang udztad masih meneruskan ceritanya. Saya, melihat ke luar jendela. Malu sama beliau, malu sama Allah, malu sama diri sendiri ...

*ba'da subuh, Masjidil Haram, 17 Juli 2007*

Tuesday, July 24, 2007

Umroh V - Tawaf

Masjidil Haram


Kami masuk kota Mekkah pukul 10 malam. Sampai di hotel langsung makan dan kemudian masuk kamar, beberes sedikit. Berhubung sedang dalam keadaan ihram, tak banyak yang harus disiapkan. Paling banter memasukkan koper dan mengamankan barang berharga.

Pukul 11 malam kami berangkat ke Masjidil Haram. Sempat menunggu sejenak untuk mendapatkan kursi roda bagi ibu saya. Wah! Sang peminjam kursi roda cekatan sekali membawa ibu hingga ke pelataran mesjid. Gaya bawanya seperti kombinasi tukang ojek dan taksi, gesit dan lumayan nekad ketika menelusuri kontur jalan yang menurun.

Mata terpancang pada Ka'bah, benda hitam di tengah mesjid. Kata sang udztad, "Mari kita mulai tawaf. Kita masuk perlahan ke arus orang yang berputar. Tidak perlu tergesa ataupun terburu-buru ...."

Kami pun perlahan-lahan masuk. Berkecamuk perasaan yang ada di dalam hati. Akhirnya kami sudah menyatu dengan arus manusia yang memutari Ka'bah. Air matapun mengalir tanpa dapat saya cegah. Hisak tangis mewarnai putaran-putaran. Gambar perjalanan hidup terputar jelas. Dosa, kesalahan, takabur, sombong, sibuknya mengejar dunia ....

Benar kata Ali Syari'ati dan sang udztad. Tawaf adalah arus manusia, berputar, dengan irama yang tetap, penuh dengan kesabaran dan ketekunan. Tawaf adalah hilangnya identitas diri, membaur dalam sosok-sosok yang bergerak dalam putaran tiada henti ... kaki saya melangkah, tangan mendorong kursi roda, tangan sesekali membereskan kain ihram. Tapi jiwa dan hati lenyap larut dalam putaran dahsyat ini ... setapak-demi setapak ... Bismillahi Allahu Akbar ... setapak demi setapak ... berputar ... larut ....

Banyak orang bergerak dengan arah yang berbeda. Ada yang menerobos langsung dari pinggir menuju Ka'bah, ada yang bergerak terbalik, ada yang berhenti di tengah jalan sehingga mengganggu arus orang. Buat saya, dengan menceburkan diri ini, ternyata ini semua mengabur, hanya menjadi bentuk-bentuk tak bermakna. Sesekali memang saya berbenturan ... Tapi itu cuma lewat saja ... Setelah itu kembali setapak demi setapak ... berputar ... larut ...

Kali harus begitu kali ya kita menghadapi hidup ... Melebur dan menyatu dengan hidup tanpa membuat jarak ... Dan jangan terlalu lama pada satu hal, karena hal lain sudah menunggu ... Begitu kata salah satu teman karib saya ... (Beliau mengutip salah satu ayat Al Qur'an)

Usai tawaf, kami lalu sholat dua rakaat di depan Multazam yang diteruskan dengan berdoa. Subhanalloh ... Meski orang ramai sekali hilir mudik, saya merasakan seperti berdua saja denganNya. Sulit melukiskannya, tapi seperti ada terowongan khusus antara hati ini denganNya. Ya Allah begitu banyak dosa dan pintaku ... dan Ia mendengarkan dengan tangan terbuka ... Dalam keheningan tiada tara di sela-sela keramaian ... nikmat sekali ...

===

Tulisan ini saya buat sambil duduk menatapi Ka'bah. Misteri apa gerangan di balik benda ini? Kenapa jiwa ini begitu merasa tenang dengan melihatnya? Mengapa kita harus sholat dengan arah menujunya?

*menjelang subuh, Masjidil Haram,, 16 juli 2007*

Monday, July 23, 2007

Umroh IV - Berihram

Stone mountain ...


Di Bir Ali kami mempersiapkan diri untuk berihram. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam diri ketika saya sibuk memakaikan kain ihram pada Yusuf. Jika menuruti kata hati mungkin saya ingin berlari secepatnya memasuki mesjid, sholat sunnah ihram, untuk kemudian berihram dan mengikatkan diri pada aturan-aturan berihram.

Namun ini tentu tak bisa saya lakukan. Yusuf yang penuh semangat berihram harus dibantu. Apalagi ukuran kain ihram yang relatif besar untuk tubuhnya cukup menyulitkan kami untuk merapikan kain ihram yang melilit pinggangnya dan menutup tubuhnya bagian atas.

Selesai dengan merapikan kain ihram, kami pun melakukan sholat. Rasa gelisah masih saya rasakan, seperti tidak mempercayai diri yang sudah hampir berihram.

Usai sholat, kamipun menaiki bis yang akan membawa kami ke Masjidil Haram, ke Ka'bah, ke tempat kita biasa mengarahkan kepala dan seluruh sel tubuh untuk bersujud!

Sang udstaz mengajak kami untuk melafazkan niat berihram dan mulai bertalbiyah ....

Labbaik Allahumma labbaik ... Aku datang memenuhi panggilanMu Ya Allah ... satu, dua, tiga, berulang-ulang ...

Sambil bertalbiyah mengikut sang udztad, mata saya terpancang pada ketandusan negeri yang terlihat dari jendela bis. "Kenapa aku ada di sini? Mengapa aku harus berusah payah seperti ini? Apa yang sebenarnya aku cari?"

Air mata tak kuasa saya tahan ... mengalir ... terisak-isak ...hangat, basah ... "Aku mencari cintaMu ya Allah .... aku mencari cintaMu .... cukuplah itu bagiku ....

Doa di antara talbiyah dan salawat, Allahumma inna nas aluka ridaaka waljannata wana'uzubika min sakhatikawannaar ... Ya Allah, sesungguhnya Kami memohon keridhoanMu dan surga, kami berlindung padaMu dari kemurkaanMu dan siksa neraka ...

Ya Allah ... malu aku memintanya ... tapi sungguh berikan aku ridhoMu ... berikan aku ridhoMu ... Tanpa itu sia-sialah aku ....

*di bis menuju Mekkah, sesaat setelah berihram di Bir Ali, 14 Juli 207*

Umroh III - Masjid Madinah

Masjid Nabawi - Madinah (3rd shoot)


Kalau anda bertanya ke saya, suasana sholat mana yang paling enak di Madinah menurut saya, jawaban saya adalah sholat magrib dan subuh.

Kenapa bisa begitu? Entahlah, tapi menurut saya adzan untuk kedua waktu ini sangatlah indah. Suaranya bening, syahdu, merdu. Sederhana, pendek-pendek saja, tegas, tapi lembut. Apalagi pas subuh, ketika udara masih terasa segar. Wah ... itu namanya sholat sunnah seusai adzan saja nikmat sekali, hati seakan diisi oleh udara, makanan, dan semangat baru yang bersih dan murni.

Ada satu hal yang menarik dari hotel yang saya tinggali selama di Madinah. Hotelnya cukup bagus, bintang 4. Perlengkapan mandi cukup komplit dan bagus, begitu pula perlengkapan kamar. Tapi yang menarik adalah di dalam kamar tidak saya temui secarik kertas maupun segores tulisan. Mulai dari direktori hotel (informasi seperti cara pembayaran, lokasi hotel, fasilitas hotel, dll, dll), room service, cara menelepon antar kamar maupun keluar, saluran televisi, emergency exit route, dan lain-lain, tidak ada informasi sama sekali. Secarik kertas pun tak ada, apalagi sebatang pinsil/pulpen.

Apa karena dianggap tamu ngak bakal ngerti tulisan dan bahasa Arab atau memang beginilah budaya Arab. Kalau saja ada fasilitas internet, mungkin saya akan coba melakukan riset ringan soal ini ... Tapi mungkin juga fasilitas internet ada, tapi tidak ada informasinya untuk para tamu ... :)

Saat ini saya dan Yusuf sedang menunggu waktu sholat Jum'at. Kami duduk santai di dalam mesjid sejak sekitar pukul 10. Sholat, baca Al Qur'an, menulis catatan ini, dan banyak lagi yang kami kerjakan. Waktu dan seluruh isi dunia seakan mempersilahkan kami menikmati waktu ini tanpa rasa tergesa-gesa maupun terburu-buru. Ah memang nikmat sekali untuk berbulan madu (lagi) denganNya .... Dan kalau anda bersama pasangan anda, saya yakin ini juga kesempatan baik bagi anda untuk 'menguatkan' kembali cinta anda berdua, yang tentunya berdasarkan cinta padaNya, Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang ....

*ditulis sambil menunggu sholat Jum'at, Madinah, 13 Juli 2007*

Friday, July 20, 2007

Umroh II - Masjid Madinah

Masjid Nabawi - Madinah (2nd shoot)


Puas mencicipi suasana shaf-shaf pertama, siang itu saya pindah ke daerah belakang mesjid. Masih seperti 10 tahun yang lalu, suasananya lebih rileks. Orang-orang berkumpul, belajar, ngobrol, atau bahkan kongko-kongko saja. Ada yang duduk bersila serius, ada yang duduk di dingklik yang bisa dilipat, ada yang selonjor, ada yang tiduran. Bahkan untuk beberapa orang, kelihatannya posisi setengah duduk (seperti lagi nongkrong di warung kopi), merupakan posisi paling enak untuk membaca Al Qur'an.

Sebagian duduk menghadap kiblat, tapi tidak kalah banyak juga yang duduknya ngalur-ngidul, persis seperti obrolan mereka (kalau ngak salah, soalnya saya nggak tahu apa yang mereka obrolkan dalam bahasa Arab hehehe).

Mesjid sendiri sangat nikmat. AC, luas, lapang, Al Qur'an dimana-mana, air zamzam menanti di setiap sudut. Enak sekali untuk belajar, ngaji, tafakur, bahkan sampai urusan meluruskan badan, merebahkan badan, untuk kemudian lenyap dalam tidur yang nyenyak :)

Saya jadi ingat ketika saya seharian duduk di salah satu perpustakaan di Jakarta. Suasana di sini jauh lebih nikmat. Cuma memang tidak ada yang saya lihat bawa laptop, lembar-lembar kertas, dan wajah yang berpikir keras. Ah kok mikirnya urusan dunia melulu ....

Hampir semua orang berpakaian putih, jubah panjang, bersih. Cuma sebaiknya memang ke tanah suci itu tidak pakai kopiah hitam, karena langsung dicirikan dari Indonesia. Sering didatangi orang yang mengatakan dirinya miskin dan perlu bantuan ....

Di antara semua ini yang paling nikmat adalah ketika dalam sholat wajib berjamaah kita semua sujud. Sujudnya lama, suasana tenang ... Subhanalloh, nikmat sekali ....

Setiap habis sholat wajib, selalu ada sholat jenazah. Jadi mengingatkan saya kalau ada sesuatu yang sangat dekat tetapi hampir selalu kita lupakan, yakni kematian ....

Sorenya ketika memasuki mesjid untuk sholat magrib, mata saya terpancang pada kain/plastik putih panjang setiap 2 shaf. Di atasnya ada air putih dan kurma. Oh ... Baru ingat, ini hari Kamis, banyak yang berpuasa sunnah. Sempat ngiler juga untuk ikut bergabung, cuma karena ngak puasa rasanya malu juga ....

*ba'da magrib, menjelang isya, Madinah, 12 Juli 2007*

Thursday, July 19, 2007

Umroh I - Madinah

Masjid Nabawi - Madinah (1st shoot)


Alhamdulillah bisa kembali mengudara setelah 'lenyap' hampir 2 minggu. Apa kabar semua? :) Semoga dalam keadaan sehat selalu ... alhamdulillah saya sendiri baru mendarat sore ini. Cuma berhubung tulisan mengenai perjalanan ini agak banyak (ceile ...), mau nggak mau harus buru-buru mulai naik cetak ... :).

Oce lah ... badan masih capek, jadi langsung aja dah ... :-P


Umroh I - Madinah

Akhirnya perjalanan ini terlaksana. Setelah hitung bujet bolak-balik, hati saya yang sibuk meluncur antara umroh, AirAsia, Malaysia, Singapore, Thailand, Padang, Menado, Bali, Danau Toba, akhirnya berakhir meyakinkan dirinya sendiri untuk kembali pada sasaran yang sudah sekian tahun tidak berhasil ditembak dengan sukses.

Mungkin karena hati masih juga sibuk ngitung sana-sini, banyak hikmah yang saya dapat dari perjalanan kali ini, meski pada saat tulisan ini dibuat, belum genap saya dan keluarga berada 24 jam di Saudi Arabia.

Hikmah pertama adalah ketika naik pesawat. Saya udah terlalu lama dimanja oleh perusahaan kalau naik kapal terbang jarak jauh. Selalu business class, makanan berlimpah, tempat duduk luas, service tak kunjung reda, hingga kemudahan boarding maupun departure dan imigrasi.

Kemaren, saya naik kelas ekonomi. 9 jam di udara. Tempat duduk pas, kemiringan kursi kalau mau selonjoran terbatas, makanan pas (tanpa makanan ringan di antara 2 jadwal makan), bahan bacaan pas (alias bawa sendiri), tv dan entertaintment pas juga (ada layar besar untuk ditonton berjamaah dan kebanyakan isinya iklan).

Udztad dari biro perjalanan yang mengurus keberangkatan kami bolak-balik mengingatkan ... Jaga niat ... Jaga niat ... Jadi penerbangan itu saya nikmati sambil tetap berjuang sekuat hati untuk mengusir setan dan iblis yang berulang kali membisikkan saran dan petuah supaya saya merasa kesal dan kesal dengan situasi ini ... :)

Alhamdulillah, pesawat mendarat tepat waktu di Jeddah. Kami sempat tidak boleh turun dari pesawat sekitar 10 menit untuk kemudian disuruh menunggu di suatu ruang tunggu, berjamaah 1 pesawat.

Rupanya ada jamaah dari Iran yang sedang melalui proses imigrasi. Sambil menunggu, orang mulai menyalakan rokok sambil ngobrol pelan-pelan. Kebanyakan lelaki berdiri, sementara kaum wanita dan anak-anak duduk. Saya sendiri sibuk mengusir bau dan asap rokok, juga mengusir si setan yg sibuk berbisik, "Payah ya ... masa' disuruh menunggu nggak jelas begini .... nggak tahu apa kalau kita udah terbang 9 jam ... Ini orang merokokpun ngak peduli dengan sekitar dst dst dst ..."

Butuh 45 menit untuk menyelesaikan urusan jamaah Iran. Setelah kumplit, kamipun, berjamaah, disuruh pindah ke satu ruang tunggu lagi. Lalu, entah kenapa, petugas imigrasi yang bagian periksa, tanya, ngecap, tinggal 2 orang, sementara yang ngatur-ngatur kami - tempat duduk, siapa yang boleh dulu, teriak family first! dan banyak lagi - ada sekitar 4 orang.

Yang bikin tambah seru, rupanya si maskapai yg nerbangin kami ke sini ngasih formulir imigrasi yang salah. Jadi sambil berjuang supaya bisa dapat antrian di depan, kami - berjamaah tentunya seperti biasa - sibuk mengisi formulir baru ... Dan tentunya, saya pun sibuk mengusir si iblis yang masih asyik aja mengisi hati saya dengan berbagai ide cemerlangnya ...

Karena petugas imigrasi hanya 2, akhirnya tim ngatur-ngatur memutuskan agar yang berangkat dengan family harus didadulukan. Sayang dia tidak tahu, kalau di Indonesia yang namanya family tafsirannya macam-macam. Jadi tidak heran ketika sang pemimpin keluarga diperbolehkan ikutan ngantri, dia pun membawa semua orang, kalau boleh malah kami sepesawat adalah familynya. Balik-balik lagi saya sibuk mengenyahkan sang iblis yang makin pesta pora saja ...

Akhirnya saya berhasil membulatkan tekad - sambil menggempur si iblis habis-habisan - untuk berjuang agar saya dan keluarga - istri, anak 2, ibu - bisa masuk dalam antrian sambil sebisa mungkin tidak melanggar hak-hak jamaah yang lain. Singkatnya, kalau kami masuk dan duduk di ruang tunggu pukul 4.30, akhirnya kami bisa duduk di bis yang akan berangkat ke Jeddah pada pukul 8.30 ... 4 jam hehehe ...

Kami sampai di Jeddah dan check-in di hotel jam 2.30 pagi. Udztad pembimbing mengingatkan, kita berangkat subuh jam 3.30 ya ... Dihitung, berarti kita punya waktu 1 jam untuk beberes, mandi dan siap-siap ke mesjid ...

Urusan satu datang silih berganti dengan yang lain. Itulah yang terasa ketika duduk di shaf ketiga sholat subuh di masjid Madinah. Orang sibuk hilir mudik, kaki yang menyenggol sajadah, punggung, mata-mata yang menyelidik adakah ruang kosong di antara tempat duduk saya dan anak saya yang laki-laki, deru perjalanan yang belum mereda, yang ditambah pula dengan lalu lalang orang melangkahi kepala-kepala yang sedang bersujud.

Gelisah, masgul, tidak nyaman. Saya dan Yusuf (anak saya) sempat sholat dan berdo'a di Raudah. Tapi masih saja derap keramaian mengusik hati ini. Belum lagi cerita teman satu rombongan yang sepertinya sangat menikmati sholatnya di Raudah. Cemas ... takut ... sedih ... Apakah perjalanan ini bakal sia-sia? Kenapa ini? Apa karena saya terlalu mencemaskan keselamatan keluarga - seperti yang biasa saya lakukan di Jakarta - sehingga tak lagi percaya padaNya? Belenggu dunia ternyata sudah demikian mencengkram diri? Saya merasa seperti sedang berontak tak berdaya ....

Pulang dari Raudah dengan hati gelisah, saya menukar uang riyal. Urusan dunia lagi ... lagi lagi urusan dunia .... Sampai hotel, badan capek, pasang weker, bummm ... Hilang waktu itu sampai pukul 11.30. Weker berbunyi, badan yang masih pegal minta istirahat saya seret ke kamar mandi, bebersih, mandi dan wudhu ...

Ternyata keluarga semua tumbang kecapean. Saya pun ke mesjid sendirian. Saya masuk mesjid, mencari shaf di belakang. Ketentraman mulai muncul. Kesendirian, tiang-tiang raksasa yang tersusun rapi, lampu-lampu besar, ornamen indah dimana-mana, kubah, ukiran di sana-sini yang menurut mata saya jauh lebih indah dan magis dibanding segala macam ukiran di belantara Eropa. Belum lagi banjir Al Qur'an di setiap tiang, air zam-zam, juga di setiap tiang, hingga sampe pada kebutuhan dasar manusia seperti tempat penyimpanan sandal pun ada di setiap tiang.

Sholat. Allahu Akbar ... Al Fatihah, ruku', sujud, berdoa dalam sujud ..... Subhanalloh, perlahan rasa itu muncul. Nikmat sekali. Maha Besar Engkau ya Allah. Berbagai doa yang bersliweran akhirnya tergantikan dengan 1 permintaan, ampuni aku ya Allah .... ampuni aku .... aku hanyalah hambaMu yang hina ... ampuni aku ....

Sujud panjang tak terasa panjang. Terlalu pendek. Ingin sujud lagi. Lagi. Lagi. Permadani merah seperti memeluk setiap kali saya taruh kepala, tangan, kaki .... Perlahan-lahan sekitar pun mengabur ... hanya sosokNya yang terpancang ... ampuni aku ya Allah .... ampuni aku ....

*ditulis sebelum dan sesudah sholat Dhuhur hari pertama di Madinah, 12 Juli 2007*

Friday, July 06, 2007

Pamit sebentar ...

accross the green lake ...


Rekan sekalian (kaya' yang banyak aja baca blog ini hehehe ...), mohon pamit sebentar. Saya harus offline 1-2 minggu, mau mengisi relung hati dan jiwa ini dengan santapan rohani ... sekaligus membersihkan kerak dan kotoran yang sudah sekian lama mengendap ... doa'kan ya bisa kembali dengan hati, jiwa, dan semangat yang baru .. semoga, amien!

Tetap semangat! :)

Thursday, July 05, 2007

Resensi musik: Tompi



Mohon maap, kebanyakan denger CD macem-macem belakangan ini ... kebanyakan sih pinjaman hehehe ... Dari pada kelupaan apa kata telinga saya mengenai 'mereka', lebih baik saya tuangkan di blog ini ... :)

CD Tompi dengan judul Tompi (juga) adalah hasil pinjaman. Terus terang saya agak penasaran ama penyanyi yang satu ini. Kaya'nya kalau baca ulasan-ulasan yang ada, beliau ok punya. Ada beberapa kali sempat lihat doi di TV, cuma kualitas suaranya jelek. Pernah juga nyoba beli mp3 di pinggir jalan, jelas hasilnya ... kualitas suara juga jelek. Maka ketika saya dapat pinjaman CD ini, wah senang banget ... kesempatan mendengarnya dengan 'benar' ... :)

Pertama kali saya pasang di sistem audio saya, kuping saya langsung komentar, "Kualitas rekaman bagus! Tapi .... R&B rek! ... bukan favorit saya ...". Semangat langsung kendor ... karena memang saya nggak terlalu suka R&B, apalagi kalau udah mulai ada 'jeduk ... jeduk' yang menurut saya sering sekali 'muncul' pada saat yang salah dan merusak keindahan lagu ...

Tapi sudahlah ... karena sore itu dengerin sambil baca koran. Saya pun enggan berdiri untuk mengganti CD. Tompi pun terus bernyanyi ...

Namun yang terjadi, beberapa kali saya kaget, apalagi telinga saya. Suara Tompi yang 'cempreng' itu ternyata sangat khas dan mempesona. Berulang kali saya berhenti membaca karena telinga seakan berujar, "Wah ... keren banget tuh suaranya!"

Sore itu saya belajar satu hal, ternyata suara Tompi keren banget. Lagu-lagu favorit saya antara lain When You Miss Somebody, This Way, Selalu Denganmu, Tentang Kamu, Cinta Yang Kucari, dan yang lainnya ...

Namun ada satu kekurangan. Album Tompi ini ternyata baru enak kalau dipasang di sistem audio yang bisa 'mengeluarkan' suaranya. Ketika diputar di komputer, lagu-lagunya menjadi lagu R&B biasa ... setidaknya buat telinga saya ... Repot juga yakh? :)

Kajian 5 Juli 2007

Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu di antara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (daripadanya); maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (nikmat). QS Al Furqaan 50.

Wednesday, July 04, 2007

Kualitas Pendidikan Terbaik di Dunia

You can't buy happiness


Rupanya saya salah kutip .. tulisan ini adalah tulisan Satria Dharma ... pak Satria mohon maaf ya ... dan untuk mas Rovicky, terima kasih banyak atas koreksinya ... :)

Kualitas Pendidikan Terbaik di Dunia
Oleh: Satria Dharma

Tahukah Anda negara mana yang kualitas pendidikannya menduduki peringkat pertama di dunia? Kalau Anda tidak tahu, tidak mengapa karena memang banyak yang tidak tahu bahwa peringkat pertama untuk kualitas pendidikan adalah Finlandia. Kualitas pendidikan di negara dengan ibukota Helsinki, dimana perjanjian damai dengan GAM dirundingkan, ini memang begitu luar biasa sehingga membuat iri semua guru di seluruh dunia.

Peringkat I dunia ini diperoleh Finlandia berdasarkan hasil survei internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Tes tersebut dikenal dengan nama PISA mengukur kemampuan siswa di bidang Sains, Membaca, dan juga Matematika. Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul secara akademis tapi juga menunjukkan unggul dalam pendidikan anak-anak lemah mental. Ringkasnya, Finlandia berhasil membuat semua siswanya cerdas. Lantas apa kuncinya sehingga Finlandia menjadi Top No 1 dunia? Dalam masalah anggaran pendidikan Finlandia memang sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata negara di Eropa tapi masih kalah dengan beberapa negara lainnya.

Finlandia tidaklah mengenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes. Sebaliknya, siswa di Finlandia mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka justru lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu. Bandingkan dengan Korea, ranking kedua setelah Finnlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jam perminggu

Lalu apa dong kuncinya? Ternyata kuncinya memang terletak pada kualitas gurunya. Guru-guru Finlandia boleh dikata adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima, lebih ketat persaingannya ketimbang masuk ke fakultas bergengsi lainnya seperti fakultas hukum dan kedokteran! Bandingkan dengan Indonesia yang guru-gurunya dipasok oleh siswa dengan kualitas seadanya dan dididik oleh perguruan tinggi dengan kualitas seadanya pula.

Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan dan pelatihan guru yang berkualitas tinggi tak salah jika kemudian mereka dapat menjadi guru-guru dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan kompetensi tersebut mereka bebas untuk menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri. Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing membuat kita cenderung mengajar siswa untuk lolos ujian, ungkap seorang guru di Finlandia. Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian. Pada usia 18 th siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.

Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK! Ini membantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia. Dan kalau mereka bertanggungjawab mereka akan bekeja lebih bebas.Guru tidak harus selalu mengontrol mereka.

Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Kita tidak belajar apa-apa kalau kita tinggal menuliskan apa yang dikatakan oleh guru. Disini guru tidak mengajar dengan metode ceramah, Kata Tuomas Siltala, salah seorang siswa sekolah menengah. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan dan belajar menjadi tidak menyenangkan, sambungnya.

Siswa yang lambat mendapat dukungan yang intensif. Hal ini juga yang membuat Finlandia sukses. Berdasarkan penemuan PISA, sekolah-sekolah di Finlandia sangat kecil perbedaan antara siswa yang berprestasi baik dan yang buruk dan merupakan yang terbaik menurut OECD.

Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar dan prilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai, umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu; berikutnya, bawa buku, dlsb. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha.

Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan "Kamu salah" pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Jadi tidak ada sistem ranking-rankingan. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing.

Ranking-rankingan hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya. Kehebatan sistem pendidikan di Finlandia adalah gabungan antara kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Kalau saya gagal dalam mengajar seorang siswa, kata seorang guru, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya! Benar-benar ucapan guru yang sangat bertanggungjawab.

Diambil dari Top of the Class - Fergus Bordewich
Original message: 1001Buku.org

Kajian 4 Juli 2007

agar Kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, dan agar Kami memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak. QS Al Furqaan 49.

Monday, July 02, 2007

Menjadi Ayam atau Elang?

reflection


Menjadi Ayam atau Elang?
Arvan Pradiansyah

Seorang petani menemukan telur elang dan menempatkannya bersama telur ayam yang sedang dierami induknya. Setelah menetas, elang itu hidup dan berperilaku persis seperti anak ayam, karena mengira dirinya memang anak ayam.

Pada suatu hari, ia melihat seekor elang yang dengan gagah terbang mengarungi angkasa. "Wow, luar biasa! Siapakah itu?", katanya penuh kekaguman. "Itulah elang, raja segala burung!" sahut ayam di sekitarnya. "Kalau saja kita bisa terbang ya? Luar biasa!" Para ayam menjawab, "Ah, jangan mimpi! Dia makhluk angkasa, sedang kita hanya makhluk bumi. Kita hanya ayam!" Demikianlah, elang itu makan, minum, menjalani hidup dan akhirnya mati sebagai seekor ayam.

Cerita di atas saya sampaikan sebagai pembuka acara "Dialog Menyongsong Masa Depan" yang diadakan beberapa waktu lalu di Wonosobo Jawa Tengah. Sebagai konsultan Unicef, saya bertugas datang ke daerah-daerah untuk berdialog dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya mempersiapkan masa depan. Uniknya dialog ini melibatkan seluruh lapisan masyarakat, mulai dari yang buta huruf sampai para sarjana, ibu-ibu, pembantu rumah tangga, pengambil keputusan, LSM, pelaku bisnis, media massa dan sebagainya. Alasan kenapa Wonosobo yang diambil adalah karena kabupaten ini termasuk yang terbelakang, dengan jumlah penduduk yang berpendidikan SD ke bawah 87%. Kegiatan dialog ini berfokus pada upaya meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak di Wonosobo.

Satu hal menarik yang saya amati disana adalah adanya harapan masyarakat yang berlebihan pada kami untuk membawa perubahan. Seolah-olah masa depan mereka ada di tangan kami. Padahal justru kesalahpahaman itulah yang berusaha kami luruskan. Nasib Wonosobo sebenarnya ada di tangan mereka sendiri. Sebagai konsultan saya akan berjalan dari satu kota ke kota lainnya untuk menyadarkan dan membuka wawasan masyarakat. Menggantungkan perubahan di pundak kami hanyalah suatu kesia-siaan belaka.

Langkah pertama untuk memulai perubahan adalah menyadari bahwa perubahan itu ada di tangan kita sendiri. Nasib sepenuhnya ada di tangan kita. Dalam agama dikatakan, "Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum kalau kaum itu tidak merubahnya sendiri." Maka untuk bisa berubah kita harus bergantung pada diri kita sendiri. Perubahan nasib tidak akan datang dari pergantian pemerintahan. Mau Soeharto, Habibie, Gus Dur atau Megawati, sama saja. Perubahan itu harus kita lakukan sendiri.

Benar bahwa kita tak dapat memilih lingkungan kita, tapi kita selalu bisa memilih respon, kita selalu mampu memilih tindakan kita. Memang ada hal-hal di dunia ini yang berada di luar kekuasaan kita. Kita tak bisa menentukan siapa orang tua kita, jenis kelamin kita, tempat kita dilahirkan, cara kita dibesarkan, bakat yang kita miliki dan sebagainya. Kebanyakan kitapun tak mempunyai kekuasaan untuk menentukan percaturan politik di negeri ini. Tapi kita senantiasa bisa menentukan perilaku kita, kita bisa mengontrol apa yang akan kita lakukan!

Kita tak dapat mengontrol pencemaran udara, tapi kita bisa memulai kebiasaan hidup sehat di lingkungan kita sendiri; kita tak dapat mengontrol keamanan di Jakarta, tapi bisa menjaga keselamatan kita dengan tak terlalu sering keluar malam. Kita tak bisa mengontrol para pelaku pemerkosaan, tapi bisa mengontrol diri sendiri untuk tak berpakaian yang merangsang. Kita tak bisa mengontrol kemacetan lalu lintas, tapi bisa ke kantor lebih pagi untuk menghindarinya. Kita tak dapat mengontrol krisis dan nilai dolar (bagaimana mungkin, pemerintahpun sulit melakukannya!), tapi kita bisa mengontrol gaya hidup kita sendiri.

Kesadaran bahwa nasib ada di tangan kita sendiri akan memberikan dampak yang signifikan dalam hidup kita. Kita punya kemampuan menentukan apa yang akan kita perbuat. Kita punya kemampuan penuh untuk menentukan skenario hidup kita. Akan jadi apakah kita 10, 20, atau 30 tahun lagi. Benar, akan ada pengaruh dari luar. Tapi Anda hanya dipengaruhi dan bukan ditentukan!

Sikap inilah yang disebut sebagai bertanggung jawab, responsibility, yang berasal dari kata response + ability, yaitu kemampuan untuk melakukan respon terhadap situasi apapun. Respon adalah hasil keputusan kita sendiri, bukan ditentukan oleh situasi yang kita hadapi.

Kesadaran semacam itu akan membuka mata kita bahwa kita bisa menjadi apapun yang kita mau. Gunakan daya imajinasi Anda dan bayangkan diri Anda 10 tahun lagi. Ingin jadi apakah Anda? Dalami diri Anda dan kenalilah bakat-bakat dan potensi Anda yang terdalam. Bakat-bakat ini boleh jadi telah terkubur oleh situasi dan kondisi, padahal kalau dimunculkan Anda akan mengalami perubahan hidup yang dahsyat. Di dunia ini tak ada yang tak mungkin. Kitalah yang sering "menggembok" diri kita dengan berbagai label yang diciptakan lingkungan maupun diri kita sendiri.

Dengan melakukan hal tersebut Anda akan menemukan sesuatu yang menggairahkan. Dan siapa tahu, Andapun bisa terbang setinggi elang di angkasa!

Kajian 2 Juli 2007

Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmatNya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang bersih. QS Al Furqaan 48.

Sunday, July 01, 2007

Buku

ready for another one


Pas pameran buku kemarin saya menyempatkan membeli beberapa buku. Ini prestasi yang lumayan bagus, mengingat udah lama juga nggak beli buku. Kenapa? Karena di rumah banyak sekali buku yang belum sempat dibaca yang sebagian besar soal kepemimpinan, perilaku manusia, maupun biografi/otobiografi.

Dari sekian buku yang saya beli (borong nih yeee), di antaranya adalah kumpulan cerpen Iblis Ngambek oleh Indra Tranggono - Kompas, Di Negeri Orang, Puisi Penyair Indonesia oleh Yayasan Lontar, dan Sekali Merengkuh Dayung, Kisah Perjalanan oleh Diah Marsidi - Kompas.

Membaca ketiga buku ini (baru beberapa halaman sih), membuat mata hati saya kembali terperangah ... banyak sekali ilmu dalam hidup ini yang bisa dipelajari, diamalkan, dan dinikmati. Buku Iblis Ngambek misalnya, seakan mengajari saya begitu banyaknya yang bisa diceritakan dari sekeping suatu kejadian hidup. Salah satu cerita Indra di buku ini adalah tentang perasaan seorang wanita yang ditinggal mati (kecelakaan) oleh suaminya, padahal mereka baru saja berlibur bulan madu.

Buku Puisi Penyair Indonesia, lagi-lagi membuat saya terpana akan kekayaan bahasa kita. Bagaimana susunan kata, untaian kalimat, bisa mengaduk-ngaduk hati dan perasaan. Buku ini saya baru sempat baca 2-3 lembar, karena begitu banyaknya ide dan perasaan yang muncul ....

Buku Kisah Perjalanan Diah Marsidi, membius saya dengan sudut pandangnya yang berbeda ketika ia menjelajahi suatu negeri. Dengan membuka seluruh panca inderanya, ia mampu menggali berbagai elemen kehidupan suatu bangsa. Sangat menarik sekali, kapan-kapan saya harus kutip tulisannya di blog ini.

===

Jadi mikir perjalanan hidup ini ... dari sibuk menjadi Linux evangelist, saya berpindah jadi penggemar gadget. Kemudian sibuk belajar audio, lalu merembet ke samping menjadi penulis iseng di blog (hehehe ...). Perjalanan jauh dari selesai, saya 'teruskan' belajar fotografi yang ternyata lantas bersambung dengan urusan mengungkapkan depth of feeling lewat puisi. Tidak itu saja, urusan 'kegilaan' bersepeda ternyata mulai 'menghantui' diri .. :-P Ini belum ditambah dengan usaha-usaha belajar mengenai manusia dan hidup ini ...

Mau pergi kemana sih? Jadi ingat tulisannya Jeffrey J Fox soal How to Become CEO ...

Add One Big New Thing to Your Life Each Year

To be qualified to be a chief executive officer of a corporation you must be broad-gauged, widely read, and have many diverse interests. You need to see solutions to your problems in the ways of other cultures, nature, music, how beavers build dams, anything. You also need to focus your energy and practice discipline.

Adding one new big permanent facet to your life will prepare you for the presidency of your corporation. Learn a foreign language, Chinese cooking, or photography. Write a book, raise orchids, or breed canaries. Learn to play “blueberry hill” on piano.

Make a list of the things you want to do in the next ten years. Nothing you want to do should be omitted. When you say you are too old to learn tennis, you’re saying you don’t have the capacity to grow, expand, or run an enterprise. If you don’t have time, how will ever get the time to handle a bigger job with twice the responsibility?

Demonstrate your ability to grow.

===
Apa bisa ya otak dan badan ini terus disesaki dengan hal-hal baru? Ah, biarlah waktu yang menentukan ... mungkin sekarang saatnya untuk terus mengalir, dan terus mensyukuri apa yang dilalui, apapun itu ...

Kajian 1 Juli 2007

Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha. QS Al Furqaan 47.