Sunday, October 03, 2010

Dark Room


Before


Wiken ini coba software baru untuk pengerjaan foto, namanya NIK software. Kelihatannya bagus, tapi mungkin terlalu bagus ... kenapa? Kalau dianalogikan kita foto kucing, dengan software ini foto kita bisa berubah jadi foto macan ... :-P


After

Tuesday, September 28, 2010

Orang tua ke anak

taking care


Episode 1: Ada teman kantor yang sedang mengandung. Beliau mau pindah kantor. Untuk kenang-kenangan saya mikir apa kasih kain ulos ya? :-P Atau minimal kain panjang lah, biar dia bisa gendong anaknya dengan kain itu.

Episode 2: Siang ini makan siang rame-rame. Ada teman yang mau naik haji. Anaknya mau dititipkan ke mertua semasa beliau naik haji. Dari diskusi yang terjadi, kesimpulannya anak itu lebih tenang karena bebas dari pengawasan orang tua, bisa dapat akses yang dia butuhkan, seperti permainan, dst. Jadi ga perlu khawatir ditinggal.

Episode 3: Mikir ... apa anak sekarang udah ga perlu ya gendongan orang tua? Apa anak sekarang cukup dibesarkan dengan fasilitas, tidak perlu kasih sayang yang dituangkan dengan gendongan, pelukan?

Kesimpulan: Ingat waktu anak-anak dulu masih bayi. Gantian ngurus ... gendong, belajar pakai kain panjang, nina bobokan ... si kecil tertidur lelap dalam pelukan. Hmmm ... apa saya udah terlalu tua ya untuk zaman ini sekarang?

Sunday, September 26, 2010

Nulis dan Cirebon ...

ciremai mountain


Ternyata kalau ga diluangkan, ternyata saat ini sulit mencari waktu luang untuk menulis. Padahal mau nulis yang ringan-ringan aja, 1 paragraf lah ... Hmmm ... musti siapkan waktu khusus untuk nulis ya. Kapan ya ... ba'da dhuhur sebelum kerja lagi? Tapi biasanya otak udah penuh sesak ama kerjaan kantor ... :-P

Eh ... jadi ingat sesuatu ... kemarin ada teman kantor - fotografer - mau ke Cirebon. Berhubung udah pernah ke Cirebon, langsung aja saya kasih tahu ... ke pantai Kejawanan ya! Belum banyak fotografer yang ke sini ... kalau cuaca bagus, langitnya indah ... dan bisa lihat gunung Ciremai. Seperti foto di atas ... :)

PS. Biasanya kalau ke daerah, langit pas matahari terbit itu hampir selalu bagus, Jakarta kalah ... :D

Sunday, September 19, 2010

Bungkuk

self portrait


Kalau duduk, berjalan, rupanya saya bungkuk. Berulang kali saya coba perbaiki sikap duduk dan berjalan ini. Tapi biasanya ga bertahan lama ... lupa lagi, lupa lagi. Cuma kemarin pas ga sengaja difoto orang ... dan saya bengong .... bener-bener bungkuk ya? Hmmm ... benar-benar harus serius nih ngurusin urusan 'bungkuk'.

Perlu diurusi, perlu diingatkan. Apa ya kata pepatah ... pepatah lagi ... :-P. Alah bisa karena biasa .... Meski bisa, tetapi karena kebiasaan, jadinya ga bisa ... :)

Kucing




Ada seekor kucing. Hampir selalu saya temui kalau sedang berjalan kaki ke mesjid. Bulu-bulunya halus, penampilannya cantik (kucing cantik hehehe ...), dan cukup santun. Selalu menyambut elusan tangan kita ... biasanya langsung mendengkur pula ... :)

Dia selalu 'stand-by' di seputar selokan yang banyak tikusnya. Sekali, dua kali bertemu ... lama-lama saya kagum sama dia. Begitu tekun menunggu ... sabar menunggu ... dan melihat penampilan fisiknya, tentunya dia cukup makan. Makan dari usahanya menunggu ini ...

Apa ya kata pepatah ... ketekunan membuahkan hasil ... Ada ga ya pepatah ini? :D

Saturday, September 18, 2010

Kembali ke Fitrah, Kembali ke Optimisme

and the day just welcoming you ....


Kembali ke Fitrah, Kembali ke Optimisme
Hatta Rajasa - Kompas.com

Dalam diskusi ringan di akhir Ramadhan lalu, seorang pengguna Twitter prihatin terhadap sikap (attitude) kalangan muda kita. ”Kebanyakan apatis! Sulit diajak berpikir kreatif. Mereka benar-benar membutuhkan contoh dari pemimpin. Sudah saatnya pemimpin bangsa ini tampil lebih inspiring!” Sebuah pernyataan yang menyentakkan saya.

Bisa jadi yang dikatakannya benar. Sebagai musisi terkenal dengan banyak follower di akun Twitter-nya, pastilah ia mampu menyerap aspirasi yang tumbuh di masyarakat atau ”konstituen”- nya. Maka, ungkapan pesimisme dan keprihatinannya di atas menjadi wajar.

Tak terbatas di Twitter, Facebook, atau media semacamnya, pesimisme juga acap bergulir di forum lain. Kita bisa melihat sederet seminar dan diskusi, baik di kampus maupun hotel berbintang, obrolan rakyat di gardu jaga maupun di warung kopi, yang bertema keprihatinan terhadap keadaan masyarakat kita.

Pesimisme

Pendek kata, begitu Indonesia menjadi topik, pandangan-pandangan negatiflah yang lebih mendominasi diskusi. Dalam diskusi semacam ini, Indonesia semakin sering tampil sebagai simbol kegagalan, kemiskinan, ketidakadilan, dan kekurangan lain yang tak pernah habis.

Di luar kesadaran kita, kita pun menjadi lebih suka membicarakan Indonesia dari sudut pandang negatif, tanpa memberikan ruang sedikit pun untuk sudut pandang positif.

Kondisi obyektif menunjukkan bahwa bangsa kita memang sedang menghadapi banyak tantangan dengan sederet permasalahan. Apa pun yang kita bahas, pasti akan sampai pada sejumlah permasalahan. Ini sebenarnya hal wajar, tetapi karena selalu dilihat dari sudut pandangan negatif, ada saja kurangnya.

Di bidang kesejahteraan, walau angka kemiskinan terus menurun, masih ada 13,2 persen penduduk yang hidup miskin. Di bidang ketenagakerjaan, masih ada 7,9 persen bangsa kita yang belum tertampung lapangan kerja. Begitu pula di bidang-bidang lainnya, termasuk kesehatan dan pendidikan, selalu saja ada permasalahan yang perlu diselesaikan. Masih banyak yang harus diperbaiki, masih banyak ketertinggalan yang harus diatasi.

Akan tetapi, benarkah tak ada satu pun keberhasilan yang pernah dicapai? Tentu ada dan banyak. Masalahnya, kita tak pernah suka membahasnya. Mungkin karena mendiskusikan hal- hal positif dianggap tidak funky dan kurang seksi!

Faktanya, tidak semua orang menerima pola pikir positif. Pandangan negatif lebih mudah mendominasi diskusi karena bisa menciptakan musuh bersama dan melahirkan apatisme.

Berpikir positif

Sesungguhnya, di samping apatisme dan pandangan negatif, ada baiknya sesekali kita melihat kondisi obyektif dengan sudut pandang positif.

Pola pikir positif telah lama diperkenalkan oleh Pygmalion, seniman pahat Yunani kuno yang kini sering dijadikan panutan para motivator. Pygmalion tidak pernah berpikir buruk tentang orang lain. Sebaliknya, ia selalu mencoba membayangkan hal-hal baik di balik perbuatan buruk orang lain.

Berpikir positif seperti ini merupakan sikap mental yang memudahkan masuknya pikiran-pikiran konstruktif. Berpikir positif juga merupakan sikap mental yang produktif, mengharapkan hasil yang lebih baik serta menguntungkan.

Barbara A Lewis dalam bukunya What Do You Stand For, mencatat sejumlah keuntungan dari pola pikir positif. Keuntungan itu di antaranya mampu melahirkan optimisme, sportivitas, dan kepekaan. Berpikir positif juga menimbulkan rasa syukur bahkan pengharapan.

Jika kita mau menengok sejarah, bangsa kita adalah bangsa yang optimistis dan berpikiran positif. Para pejuang dengan berbagai keterbatasan, misalnya, optimistis mengupayakan Indonesia merdeka. Sikap positif pendahulu inilah yang menjadikan Indonesia bebas dari penjajah.

Maka, beda dengan apatisme dan negative thinking, pikiran positif cenderung menghadirkan kebahagiaan, sukacita, kesehatan, serta kesuksesan dalam setiap situasi dan tindakan. Apa pun yang kita harapkan, pikiran positif akan mewujudkannya.

Dengan pola pikir positif, kita bisa melihat bahwa di samping masih ada rakyat yang hidup miskin, masyarakat juga meningkat signifikan kesejahteraannya.

Data Susenas BPS menunjukkan bahwa saat ini 40 persen dari total jumlah pekerja telah berpendapatan 5.000-13.000 dollar AS per tahun. Suatu jumlah yang sangat besar jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Malaysia, apalagi Singapura.

Demikian pula dengan produk domestik bruto (PDB) negara yang telah jauh meningkat. Apabila pertumbuhan negara kita diasumsikan 5,8 persen, PDB kita adalah Rp 6.256,1 triliun. Padahal, kita optimistis pertumbuhan akan mencapai di atas 6 persen sehingga PDB akan mendekati angka di atas Rp 6.500 triliun atau di atas 700 miliar dollar AS. Suatu capaian yang patut disyukuri walaupun kita masih harus bekerja sangat keras untuk mengurangi disparitas.

Dengan kata lain, di samping kemiskinan dan keterbelakangan yang menjadi pemandangan dominan di masa lalu, kemakmuran tampak hadir meski masih diiringi ketimpangan. Tentu saja upaya menyejahterakan bagian masyarakat lain tetap harus diprioritaskan.

Dengan pola pikir itu, Indonesia telah dinilai dunia internasional sebagai negeri yang stabil, memiliki pertumbuhan ekonomi positif, mampu bangkit dari hantaman krisis keuangan 1997-1998, sekaligus mengatasi krisis 2007-2008.

Kita tahu bahwa kemampuan ekonomi Indonesia mendorong sejumlah ekonom menempatkan Indonesia dalam kelompok kekuatan baru dunia: BRIIC (Brasil, Rusia, India, Indonesia, China).

Sederet prestasi lain patut kita catat, misalnya Indonesia masuk G-20 dan bahkan diramalkan tahun 2030 Indonesia akan masuk 10 kekuatan ekonomi dunia. Singkat kata, banyak prestasi yang sudah diukir bangsa ini di dunia internasional.

Seimbang

Sekali lagi, kita sesungguhnya bisa melihat fenomena di Indonesia dengan pola pikir positif sehingga berbagai kemajuan yang dicapai bisa diapresiasi.

Dengan kata lain, menilai situasi bangsa harus juga dilakukan dengan membandingkan antara Indonesia sekarang dan Indonesia dulu. Bukan melulu membandingkan realitas dengan kondisi ideal.

Selain memerhatikan hal-hal yang belum kita capai, kita juga perlu memerhatikan kemajuan dan keberhasilan. Keseimbangan dan obyektivitas bisa mendorong kita untuk menumbuhkan optimisme. Perlu diingat bahwa sikap optimistis tidak ada hubungannya dengan sikap mendukung atau tidak mendukung pemerintah. Dengan pola pikir ini, kita juga bisa membedakan sikap kritis yang justru harus dipertahankan dengan sikap pesimistis.

Optimisme yang muncul dari pola pikir positif mesti pula diiringi dengan semangat melakukan perubahan dan pembaruan di segala bidang. Dengan kehadiran knowledge community (semisal Twitter), pandangan positif dan optimistis bisa kita gandakan menjadi pandangan kolektif seluruh bangsa.

Apalagi setiap agama mengajarkan nilai-nilai positif. Dalam ajaran Islam, selalu dianjurkan agar umat Islam berbaik sangka, kepada Allah SWT yang menciptakan dan juga kepada sesama. Dengan husnudzhon, akan berkembang rasa optimisme.

Kombinasi antara integritas tinggi para pemimpin dan optimisme kuat masyarakat, insya Allah, akan mendorong kemajuan bangsa ini.

Sudah saatnya kita lebih menggelorakan optimisme dan menghentikan kebiasaan membicarakan kegagalan, bukan keberhasilan; mengungkap yang belum dicapai, bukan yang sudah dicapai; menuding yang salah, bukan memperbanyak cerita sukses. Sudah saatnya kita bersama memberantas virus pesimisme yang meruyak di mana-mana.

Apakah kita sudah bersikap positif dan optimistis? Jika belum, mari kita mulai membangun kembali nuansa positif dan optimistis itu. Pastikan kita semua mampu mengambil semangat Pygmalion, juga semangat para pejuang kemerdekaan, agar dunia kita penuh dengan manusia yang berpikiran positif.

Semangat kembali ke fitrah dalam suasana Idul Fitri sekarang ini dapat kita maknai untuk terus berpikir positif. Dengan begitu, kita sebagai bangsa bisa berharap menemukan solusi semua permasalahan.

Tuesday, September 14, 2010

Perbaikan

holiday season ...


Masih cuti ... salah satu kegiatan adalah lihat-lihat foto-foto. Alhamdulillah ternyata banyak ilmu yang didapat belakangan ini. Foto di atas contohnya. Foto aslinya horisonnya melengkung akibat efek lensa lebar (wide). Tadinya lihat fotonya aja udah pusing hehehe ....

Baru tahu semalam kalau efek distorsi ini bisa diperbaiki di Photoshop. Klak-klik sedikit, eh ... horisonnya jadi kembali lurus. Setelah itu pekerjaan digital darkroom sebentar, perbaiki levelling, kontras ... alhamdulillah sudah siap 'naik cetak'.

Banyak ya ilmu yang kita pelajari ... harus sering-sering berhenti sejenak, kilas balik, menghargai ... alhamdulillah.

Monday, September 13, 2010

Jajan di hari-hari Lebaran

father and son


Niat hati mau ngajak Ibu makan di luar. Berbagai rencana telah diusung, berbagai situs telah ditelusuri, tuk memilih makanan yang cocok dengan selera beliau. Ternyata lucu juga, restoran yang dipilih ternyata belum buka. Ada satu yang ditelepon, kata petugasnya buka ... ternyata sampai di sana, bukanya baru jam 2 siang ...

Namun alhamdulillah ini memberikan hikmah. Kami pun jalan-jalan santai, bergembira ... dan ternyata tidak lama setelah itu, kami menemukan restoran lain yang buka, yang berbeda, namun dengan menu yang kurang lebih sama ... :) :) :)

Sunday, September 12, 2010

Ketidaksabaran

Leading ... or queuing? :)


Berkendara di seputar Bogor kemarin ... subhanalloh itu yang namanya ketidaksabaran benar-benar menggema. Sampe heran ama kenekadan yang namanya motor itu. Kalau di Jakarta itu rasanya nekad tapi pengemudinya memang ahli ... kalau di Bogor ini seperti menghadapi anak-anak yang baru bisa naik motor ... nekad sekaligus menyeramkan, seperti tidak menghitung nyawa ... padahal hari kedua lebaran ....

Jadi ingat-ingat .... perasaan baru beberapa waktu yang lalu berkendara di kota yang para pengemudi motornya sopan-sopan ... tenang ... santun. Pengemudi mobil juga demikian ... tenang, sabar, tidak sebentar-sebentar muncul di spion kiri atau kanan, mau mendahului ... :). Oh iya .... di Bandung, alhamdulillah. Tapi ini pas hari kerja lho ... bukan wiken ketika Bandung dipenuhi warga Jakarta ... :) :) :)

Saturday, September 11, 2010

Kejujuran

Pose for me


Tadi alhamdulillah ketemu teman lama. Sudah lama tidak bertemu.

Terakhir jabatan beliau adalah kepala kantor. Namun karena satu kesalahan fatal, beliau kehilangan jabatan, pekerjaan, tempat tinggal hingga keluarga beliau. Tragis ...

Ada satu hal yang beliau lupa, kejujuran. Sungguh mahal bayarannya di dunia ini. Ini belum bicara tentang pembayaran akhirat ...

Kini beliau sedang berusaha untuk "kembali". Sungguh tidak mudah ...

Wednesday, September 08, 2010

Ramadhan hampir usai ...

Air mata perlahan merebak
Ketika melangkahkan kaki pulang
Seusai sholat subuh
Dari tempat tercinta, mesjid

Ya Rabb, ramadhan hampir usai

Yang hari-harinya sibuk mengejar tilawah, hapalan, kajian
Di tengah hiruk pikuk dunia
Yang malam-malamnya kurang tidur, bersujud, berdoa, merenung
Larut di keheningan malam

Ya Rabb, ampunilah segala dosa kami
Kasihanilah kami, tutuplah aib kami, angkatlah kedudukan kami, cukupilah rezeki kami, tunjuki kami, dan sehatkanlah kami

Ya Rabb, jangan cabut kenikmatan ini dari kami
Jadikan kami orang yang istiqomah
Taat dan beribadah
Semata padaMu


Setiap Habis Ramadhan - Bimbo

Setiap Habis Ramadhan
Hamba Rindu Lagi Ramadhan
Saat Saat Padat Beribadah
Tak Terhingga Nilai Mahalnya

Setiap Habis Ramadhan
Hamba Cemas Kalau Tak Sampai
Umur Hamba Di Tahun Depan
Berilah Hamba Kesempatan

Setiap Habis Ramadhan
Rindu Hamba Tak Pernah Menghilang
Mohon Tambah Umur Setahun Lagi
Berilah Hamba Kesempatan

Wednesday, June 02, 2010

Sunday, May 30, 2010

Wednesday, May 12, 2010

Sunday, May 09, 2010

Simple Steps – Berubah dengan Cara Nyaman

the sky


Jadi ingat kata-kata Aa Gym, "Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil, dan mulai dari sekarang" ... :)


Simple Steps – Berubah dengan Cara Nyaman

Risfan Munir - Pembelajar.com

Hampir setiap hari kita mendengar kata-kata memotivasi seperti “hebat, dahsyat, super, luaaar biasa”. Kita jadi termotivasi, jadi merasa percaya diri, bahwa ternyata kita punya banyak potensi asal mau berpikir positip. Namun sering persoalan muncul saat akan memulai langkah implementasinya dalam pekerjaan atau kehidupan sehari-hari. Mengapa hal itu bisa terjadi?

Salah satu sebab mengapa motivasi yang begitu besar ternyata tak mampu menggerakkan kita saat ingin menerapkannya ialah rasa takut. Makin tinggi dorongan motivasi kita, makin tinggi pula cita-cita, visi yang kita canangkan. Makin jauh kesenjangan antara visi tersebut dengan realita sehari-hari kita, maka yang terjadi “kelumpuhan.” Kita menjadi tidak tahu harus melakukan apa untuk memulainya. Setiap upaya yang kita rencana berdasarkan kenyataan menjadi kurang menarik dibanding dengan visi yang sangat tinggi itu. Bahkan tak jarang kita menjadi tidak sabar terhadap lingkungan, rekan kerja, anak buah yang seolah terlalu lamban untuk mendukung visi dan semangat kita yang membahana. Kalau tidak disadari, realita itu bisa kita anggap kendala yang membuat visi kita kita anggap mustahil.

Dari sejarah kita tahu, bahwa untuk membuat perubahan caranya ada dua: revolusi dan evolusi. Perubahan radikal dan perubahan bertahap. Pada saat kita dada kita membahana, terpompa oleh daya hipnosis motivator besar, mau kita adalah melakukan revolusi kehidupan. Reformasi total. Tapi begitu kembali ke kantor, rutinitas sudah menghadang, agenda berderet seperti antrian kereta api. Perubahan sulit dilakukan. Akhirnya kita menunda, menunggu waktu yang longgar, saat yang tepat. Lalu penundaan demi penundaan terjadi, tanpa terasa hingga beberapa bulan bahkan tahun. Akhirnya momentum hilang, terlupakan oleh hal-hal yang lain.

Sederhananya, mungkin kita ingin menaikkan nilai TOEFL hingga 600 (saat ini 450), atau menurunkan berat badan sebanyak 15kg. Tujuan atau target ini sebetulnya tidak terlalu aneh, bisa dijangkau. Apalagi setelah terpompa motivasi kita. Rasanya dengan semangat baja 3 bulan juga tercapai. Dihadapkan pada rutinitas pekerjaan, agenda yang datang silih berganti tanpa bisa kita stop. Kita jadi menunda program kursus TOEFL, atau mengikuti fitness. Mau mendaftar tetapi ragu, takut kalau nanti sudah membayar tapi tidak bisa mengikuti sesuai jadwal. Yang terjadi hanya maju mundur, sampai peluang-peluang yang ada lewat atau diambil orang lain.

Ada tindakan perubahan yang sesuai dengan potensi atau kekuatan kita selama ini. Misalnya niat memperluas network bagi yang mudah bergaul. Ekspansi karya tulis bagi yang biasa menulis. Kita tinggal melipat-gandakan produktivitas. Tapi seringkali upaya perubahan justru menuntut perubahan pada bagian dari kelemahan seseorang atau kebiasaan (addict) yang sudah menahun. Misalnya ada seorang pendiam, yang prestasinya dalam kreativitas sangat memukau, karya desainnya disukai konsumen, maka dia segera mendapat promosi jabatan. Masalahnya, pada posisi manajer dia juga harus memotivasi staf nya, mendelegasikan tugas, membimbing dan mengevaluasi karya orang lain. Disitulah kelemahan dia. Dari konsultasi dan pelatihan supervisi dia tahu apa yang mesti dilakukan, yaitu memperbaiki sikapnya terhadap anak buahnya. Dalam hal ini dia harus keluar dari zona nyaman (comfort zone). Ini lah tantangan perubahan yang sesungguhnya. Seorang pendiam disuruh bicara, seorang tukang ngoceh disuruh mendengarkan, seorang pemalu disarankan bicara di depan publik, menawarkan produk ke banyak orang.

Think big, Start small, Act now
Stress, kuatir bahkan takut untuk memulai perubahan dalam program pengembangan diri, meningkatkan efektivitas diri dalam meraih cita-cita, adalah sesuatu yang wajar. Namun seringkali begitu takut, ragu dan malasnya kita keluar dari zona nyaman (comfort zone), sehingga berakibat gagalnya program pengembangan diri seperti pengurangan berat badan, peningkatan nilai prestasi tertentu. Untuk itu salah satu alternative yang disarankan ialah “start small, act now”.

Lakukan mulai dari langkah-langkah kecil dan sederhana, tanpa merasa keluar dari “zona kenyamanan” Anda, yang bisa dilakukan hari ini juga. Mulai dengan satu pertanyaan kecil: Tindakan sederhana apa yang dapat saya lakukan saat ini? Kecil dan sederhana sehingga tak ada alasan untuk menundanya. Misalnya Anda sudah bertahun-tahun tidak membaca kitab suci, dan sekarang merasa perlu. Maka tidak usah menunggu waktu luang, waktu yang khusuk. Letakkan saja kitab suci di meja depan TV atau di dekat bantal. Tiap saat baca walau satu ayat. Sekali itu Anda lakukan tiap saat, tanpa terasa akan terbaca puluhan bahkan ratusan ayat. Padahal kalau menunggu waktu luang, terbukti tertunda tahunan.

Begitu juga keinginan Anda mulai oleh raga lagi. Terpikir untuk ikut klab golf, tenis, yoga, atau malah sudah mendaftar atau didaftarkan kantor. Tapi selalu malas untuk memulai, atau sering absen. Lama-lama menjadi segan sendiri, malu dengan teman. Untuk itu langkah sederhana bisa dilakukan dengan lari di tempat sambil nonton TV. Atau asal pakai pakaian olah raga lalu keluar rumah, otomatis kaki akan bergerak untuk berjalan. Makin lama makin cepat dan makin jauh.

Sekali dimulai, dengan langkah sederhana agar tidak mengganggu “zona kenyamanan”, maka perubahan mulai bergerak, dan sekali sudah panah teruskan agar makin jauh dan makin cepat. Sekali lagi, mulai dengan pertanyaan: Langkah sederhana apa yang dapat saya lakukan untuk memperbaiki kinerja saya dalam …. ini?

Wednesday, April 28, 2010

morning light

morning light


the nature's orchestra is
playing silent, peaceful sound

Sunday, April 25, 2010

Kiat-Kiat Agar Rizki Anda Barokah

call it spirit!


Kiat-Kiat Agar Rizki Anda Barokah
Pengusahamuslim.com

Pendahuluan

Segala puji hanya milik Allah Ta’ala, Dzat yang telah melimpahkan berbagai kenikmatan kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya. Amiin.

Betapa sering kita mengucapkan, mendengar, mendambakan dan berdoa untuk mendapatkan keberkahan. Keberkahan dalam umur, keberkahan dalam keluarga, keberkahan dalam usaha, keberkahan dalam harta benda, dll. Akan tetapi, pernahkah kita bertanya, "Apakah sebenarnya keberkahan itu? Dan bagaimana keberkahan dapat diperoleh?"

Mungkinkah berkah itu hanya terwujud dalam “berkat” yang berhasil kita bawa pulang setiap kali kita menghadiri suatu pesta atau undangan?

Mungkinkah keberkahan itu hanya milik para kiyai, atau tukang ramal, juru-juru kuncen kuburan, sehingga bila salah seorang dari kita memiliki suatu hajatan, ia datang kepada mereka untuk “ngalap berkah”, agar cita-cita kita tercapai? ([1])

“Berkah” atau “Al Barokah” bila kita pelajari dengan sebenarnya, baik melalui ilmu bahasa arab atau melalui dalil-dalil dalam Al Qur’an dan As Sunnah, niscaya kita akan mendapatkan bahwa “al Barokah” memiliki kandungan dan pemahaman yang sangat luas dan agung. Secara ilmu bahasa, “Al Barokah” berartikan: “Berkembang, bertambah dan kebahagiaan. ([2])

Imam An Nawawi berkata: “Asal makna keberkahan ialah kebaikan yang banyak dan abadi.” ([3])

Adapun bila ditinjau melalui dalil-dalil dalam Al Qur’an dan As Sunnah, maka “Al Barokah” memiliki makna dan perwujudan yang tidak jauh berbeda dari makna “Al Barokah” dalam ilmu bahasa.

Untuk sedikit mengetahui tentang keberkahan yang dikisahkan dalam Al Qur’an, dan As Sunnah, maka saya mengajak hadirin untuk bersama-sama merenungkan beberapa dalil berikut:

Dalil Pertama:

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاء مَاء مُّبَارَكًا فَأَنبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَّهَا طَلْعٌ نَّضِيدٌ {10} رِزْقًا لِّلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَّيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ -

"Dan Kami turunkan dari langit air yang diberkahi (banyak membawa kemanfaatan) lalu Kami tumbuhkan dengan air itu taman-taman dan biji-biji tanaman yang diketam. Dan pohon kurma yang tingo-tinggi yang memiliki mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Demikianlah terjadinya kebangkitan." (Qs. Qaaf: 9-11)

Bila keberkahan telah menyertai hujan yang turun dari langit, tanah gersang, kering keronta menjadi subur makmur, kemudian muncullah taman-taman indah, buah-buahan dan biji-bijian yang melimpah ruah. Sehingga negri yang dikaruniai Allah dengan hujan yang berkah menjadi negri gemah ripah loh jinawi (kata orang jawa) atau,

بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ .

"(Negrimu adalah) negri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun." (Qs. Saba': 15)

Demikianlah Allah Ta'ala menyimpulkan kisah bangsa Saba', suatu negri yang tatkala penduduknya beriman dan beramal sholeh, penuh dengan keberkahan. Sampai-sampai ulama' ahli tafsir mengisahkan bahwa: dahulu, wanita kaum Saba' tidak perlu untuk memanen buah-buahan kebun mereka. Untuk mengambil hasil kebunnya, mereka cukup membawa keranjang di atas kepalanya, lalu melintas di kebunnya, maka buah-buahan yang telah masak dan berjatuhan sudah dapat memenuhi keranjangnya, tanpa harus bersusah-payah memetik atau mendatangkan pekerja yang memanennya.

Sebagian ulama' lain juga menyebutkan bahwa dahulu di negri Saba' tidak ada lalat, nyamuk, kutu, atau serangga lainnya, yang demikian itu berkat udaranya yang bagus, cuacanya yang bersih, dan berkat kerahmatan Allah yang senantiasa meliputi mereka.([4])

Dalil Kedua:

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang berbagai kejadian yang mendahului kebangkitan hari qiyamat, beliau bersabda:

يقال للأرض: أنبتي ثمرتك وردي بركتك، فيومئذ تأكل العصابة من الرمانة، ويستظلون بقحفها، ويبارك في الرِّسْلِ، حتى إن اللقحة من الإبل لتكفي الفئام من الناس، واللقحة من البقر لتكفي القبيلة من الناس، واللقحة من الغنم لتكفي الفخذ من الناس. رواه مسلم

“Akan diperintahkan (oleh Allah) kepada bumi: tumbuhkanlah buah-buahanmu, dan kembalikan keberkahanmu, maka pada masa itu, sekelompok orang akan merasa cukup (menjadi kenyang) dengan memakan satu buah delima, dan mereka dapat berteduh dibawah kulitnya. Dan air susu diberkahi, sampai-sampai sekali peras seekor onta dapat mencukupi banyak orang, dan sekali peras susu seekor sapi dapat mencukupi manusia satu kabilah, dan sekali peras, susu seekor domba dapat mencukupi satu cabang kabilah.” (Riwayat Imam Muslim)

Demikianlah ketika rizqi diberkahi Allah, sehingga rizqi yang sedikit jumlahnya, akan tetapi kemanfaatannya sangat banyak, sampai-sampai satu buah delima dapat mengenyangkan segerombol orang, dan susu hasil perasan seekor sapi dapat mencukupi kebutuhan orang satu kabilah.

Ibnul Qayyim berkata: “Tidaklah kelapangan rizqi dan amalan diukur dengan jumlahnya yang banyak, tidaklah panjang umur dilihat dari bulan dan tahunnya yang berjumlah banyak. Akan tetapi kelapangan rizqi dan umur diukur dengan keberkahannya.” ([5])

Bila ada yang berkata: Itukan kelak tatkala kiyamat telah dekat, sehingga tidak mengherankan, kerana saat itu, banyak terjadi kejadian yang luar biasa, sehingga apa yang disebutkan pada hadits ini adalah sebagian dari hal-hal tersebut.

Ucapan ini tidak sepenuhnya benar, sebab hal yang serupa –walau tidak sebesar yang disebutkan pada hadits ini- juga pernah terjadi sebelum zaman kita, yaitu pada masa-masa keemasan umat Islam.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: ”Sungguh dahulu biji-bijian, baik gandum atau lainnya lebih besar dibanding yang ada sekarang, sebagaimana keberkahan yang ada padanya (biji-bijian kala itu-pen) lebih banyak. Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui jalur sanadnya, bahwa telah ditemukan di gudang sebagian khalifah Bani Umawiyyah sekantung gandum yang biji-bijinya sebesar biji kurma, dan bertuliskan pada kantung luarnya: “Ini adalah gandum hasil panenan masa keadilan ditegakkan.” ([6])

Seusai kita membaca hadits dan keterangan Imam Ibnul Qayyim di atas, kemudian kita berusaha mencocokkannya dengan diri kita, niscaya yang kita dapatkan adalah kebalikannya, yaitu makanan yang semestinya mencukupi beberapa orang tidak cukup untuk mengenyangkan satu orang, berbiji-biji buah delima hanya mencukupi satu orang,.

Dalil Ketiga:

“Dari sahabat Urwah bin Abil Jaed Al Bariqy radhiallahu 'anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberinya uang satu dinar agar ia membelikan seekor kambing untuk beliau, maka sahabat Urwah dengan uang itu membeli dua ekor kambing, lalu menjual salah satunya seharga satu dinar. Dan iapun datang menghadap Nabi dengan membawa uang satu dinar dan seekor kambing. Kemudian Nabi mendoakannya agar mendapatkan keberkahan dalam perniagaannya. Sehingga andaikata ia membeli debu, niscaya ia akan mendapatkan keuntungan padanya.” (Riwayat Al Bukhory)

Demikianlah sedikit gambaran tentang peranan keberkahan pada usaha, penghasilan, dan kehidupan manusia, yang digambarkan dalam Al Qur’an dan Al Hadits.

Sebenarnya, masih banyak lagi gambaran tentang peranan keberkahan yang disebutkan dalam Al Qur’an atau hadits, hanya karena tidak ingin terlalu bertele-tele, saya cukupkan dengan tiga dalil di atas sebagai contoh, sedangkan sebagian lainnya akan disebutkan pada pembahasan selanjutnya.

Bila demikian adanya, tentu setiap orang dari kita mendambakan untuk mendapatkan keberkahan dalam pekerjaan, penghasilan dan harta kita. Setiap kita pasti bertanya-tanya: bagaimanakah caranya agar usaha, penghasilan dan harta saya diberkahi Allah?

Sebagaimana peranan keberkahan dalam hidup secara umum, dan dalam usaha serta penghasilan, telah banyak diulas dalam Al Qur’an dan Hadits, demikian juga persyaratan dan metode mendapatkannya. Berikut saya akan sebutkan beberapa persyaratan dan metode tersebut:

1. Iman kepada Allah.

Inilah syarat pertama dan terbesar agar rizqi kita diberkahi Allah, yaitu dengan merealisasikan keimanan kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ

"Andaikata penduduk negri-negri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (Qs. Al A'raf: 96)

Demikianlah imbalan Allah kepada orang-orang yang beriman dari hamba-hamba-Nya. Dan sebaliknya, orang yang kufur dengan Allah Ta'ala, niscaya ia tidak akan pernah merasakan keberkahan dalam hidup.

Diantara perwujudan iman kepada Allah Ta'ala yang berkaitan dengan penghasilan ialah dengan senantiasa yakin dan menyadari bahwa rizqi apapun yang kita peroleh ialah atas karunia dan kemurahan Allah semata, bukan atas jerih payah atau kepandaian kita. Yang demikian itu karena Allah Ta'ala telah menentukan jatah rizqi setiap manusia semenjak ia masih berada dalam kandungan ibunya. ([7])

Bila kita pikirkan diri dan negri kita, niscaya kita dapatkan buktinya, setiap kali kita mendapatkan suatu keberhasilan, maka kita lupa daratan, dan merasa itu adalah hasil dari kehebatan kita. Dan sebaliknya, setiap terjadi kegagalan atau bencana kita menuduh alam sebagai dalangnya, dan kita melupakan Allah Ta’ala.

Ketika Aceh ditimpa musibah Sunami, kita menuduh alam sebagai penyebabnya, yaitu dengan mengatakan itu karena akibat dari pergerakan atau benturan antara lempengan bumi ini dengan lempengan bumi itu, dst. Ketika musibah lumpur di porong menimpa kita, kita rame-rame menuduh alam dengan mengatakan itu dampak dari gempa yang menimpa wilayah Jogjakarta dan sekitar. Ketika banjir melanda Jakarta, kita rame-rame menuduh alam, dengan berkata: siklus alam, atau yang serupa.

Jarang diantara kita yang mengembalikan semua itu kepada Allah Ta’ala, sebagai teguran atau cobaan atau mungkin juga sebagai azab. Bahkan orang yang berfikir demikian akan dituduh kolot, kampungan tidak ilmiyah, atau malah dianggap sebagai teroris dst.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan Allah)." (Qs. Ar Rum: 41)

"Dari sahabat Zaid bin Khalid Al Juhani radhiallahu 'anhu ia menuturkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kita shalat subuh di Hudaibiyyah dalam keadaan masih basah akibat hujan tadi malam. Seusai beliau shalat, beliau menghadap kepada para sahabatnya, lalu berkata: "Tahukah kalian apa yang difirmankan oleh Tuhan kalian?" Mereka menjawab: "Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau bersabda: "Allah berfirman: Ada sebagian dari hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan kafir. Adapun orang yang berkata: Kita telah dihujani atas karunia dan rahmat Allah, maka itulah orang yang beriman kepada-Ku dan kufur dengan bintang. Dan orang yang berkata: kita dihujani atas pengaruh bintang ini dan itu, maka itulah orang yang kufur dengan-Ku dan beriman dengan bintang." (Muttafaqun 'alaih)

Bila demikian adanya, maka mana mungkin Allah akan memberkahi kehidupan kita?! Bukankah pola pikir semacam ini adalah pola pikir yang menyebabkan Qarun diazab dengan ditelan bumi?!

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ القُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ

Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku." Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak harta kumpulannya. (Qs. Al Qashash: 78)

Di antara perwujudan nyata iman kepada Allah dalam hal rizqi, ialah senantiasa menyebut nama Allah Ta'ala ketika hendak menggunakan salah satu kenikmatan-Nya, misalnya ketika makan:

Dari sahabat 'Aisyah radhiallahu 'anha: bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu saat sedang makan bersama enam orang sahabatnya, tiba-tiba datang seorang arab baduwi, lalu ia menyantap makanan beliau dalam dua kali suapan. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Ketahuilah seandainya ia menyebut nama Allah (membaca Basmallah-pen), niscaya makanan itu akan mencukupi kalian." (Riwayat Ahmad, An Nasai dan Ibnu Hibban)

Pada hadits lain Nabi bersabda:

أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إذا أتى أَهْلَهُ وقال: بِسْمِ اللَّهِ اللهم جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ ما رَزَقْتَنَا، فَرُزِقَا وَلَدًا، لم يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ

Ketahuilah bahwa salah seorang dari kamu bila hendak menggauli istrinya ia berkata: "Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah jauhkanlah kami dari syetan dan jauhkanlah syetan dari anak yang Engkau karuniakan kepada kami", kemudia mereka berdua dikaruniai anak (hasil dari hubungan tersebut-pen) niscaya anak itu tidak akan diganggu syetan. (Riwayat Bukhory)

Demikianlah peranan iman kepada Allah, yang terwujud pada menyebut nama-Nya ketika hendak menggunakan suatu kenikmatan dalam mendatangkan keberkahan pada harta dan anak keturunan.

2. Amal Sholeh.

Yang dimaksud dengan amal sholeh ialah menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan syari'at yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah hakikat ketaqwaan yang menjadi persyaratan datangnya keberkahan, sebagaimana ditegaskan pada ayat di atas. Dan juga ditegaskan pada janji Allah berikut:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan Amal sholeh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku. Dan barang siapa yang tetap kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (Qs. An Nur: 55)

Tatkala Allah Ta'ala menceritakan tentang Ahlul Kitab yang hidup pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman:

وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُواْ التَّوْرَاةَ وَالإِنجِيلَ وَمَا أُنزِلَ إِلَيهِم مِّن رَّبِّهِمْ لأكَلُواْ مِن فَوْقِهِمْ وَمِن تَحْتِ أَرْجُلِهِم

"Dan sekiranya mereka benar-benar menjalankan Taurat, Injil dan (Al Qur'an) yang diturunkan kepada mereka, niscaya mereka akan mendapatkan makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka." (Qs. Al Maidah: 66)

Ulama' ahli tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "mendapatkan makanan dari atas dan dari bawah kaki" ialah Allah akan melimpahkan kepada mereka rizqi yang sangat banyak dari langit dan dari bumi, sehingga mereka akan mendapatkan kecukupan dan berbagai kebaikan, tanpa susah payah, letih lesu dan tanpa adanya tantangan atau berbagai hal yang mengganggu ketentraman hidupnya. ([8])

Dan bila kita telah mendapatkan kemudahan hidup dari atas dan bawah kita, niscaya kehidupan kita akan penuh dengan kebahagiaan, kedamaian, ketentraman dan keberhasilan.

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ

"Barang siapa yang beramal sholeh, baik lelaki maupun perempuan sedangkan ia beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (Qs. An Nahl: 97)

Ibnu Katsir rahimahullah ketika menyebutkan hadits di atas tentang dikembalikannya keberkahan bumi, beliau menyatakan: "Tidaklah hal itu terjadi melainkan atas keberkahan penerapan syari'at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap kali keadilan ditegakkan, niscaya keberkahan dan kebaikan menjadi melimpah ruah."

Diantara contoh nyata keberkahan harta orang yang beramal sholeh ialah kisah Khidir dan Nabi Musa bersama dua orang anak kecil. Pada kisah tersebut Khidir menegakkan tembok pagar yang hendak roboh; guna menjaga agar harta warisan yang di miliki oleh dua orang anak kecil dan terpendam di bawah pagar tersebut, sehingga tidak nampak dan diambil oleh orang lain. Allah Ta'ala berfirman:

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ

"Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua anak yatim di kota itu, dan dibawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shaleh, maka Tuhan-mu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhan-mu." (Qs. Al Kahfi: 82)

Ulama' tafsir menyebutkan bahwa ayah yang dinyatakan dalam ayat ini sebagai ayah yang sholeh bukanlah ayah langsung kedua anak tersebut, akan tetapi kakeknya yang ketujuh, yang semasa hidupnya berprofesi sebagai tukang tenun.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Pada kisah ini terdapat dalil bahwa anak keturunan orang sholeh akan dijaga, dan keberkahan amal sholehnya akan meliputi mereka di dunia, dan di akhirat. Ia akan memberi syafa'at kepada mereka dan derajatnya akan ditinggikan ke tingkatan tertinggi, agar orang tua mereka menjadi senang, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an dan As Sunnah." ([9])

Akan tetapi sebaliknya, bila kita enggan untuk beramal sholeh, atau bahkan mengamalkan kemaksiatan, maka yang kita petikpun juga kebalikan dari apa yang telah disebutkan di atas. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

"Dan barang siapa berpaling dari beribadah kepada-Ku/peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (Qs. Thaaha: 124)

Ulama' ahli tafsir menyebutkan bahwa orang-orang yang berpaling dari mengingat Allah dengan beribadah kepada-Nya, maka kehidupannya akan senantiasa dirundung kesedihan dan duka. Yang demikian karena mereka senantiasa disiksa oleh ambisi menumpuk dunia, sifat kikir yang senantiasa membakar hatinya, dan rasa takut akan kematian yang senantiasa menghantuinya ([10])

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إن الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ. رواه أحمد وابن ماجة والحاكم وغيرهم

“Sesungguhnya seseorang dapat saja tercegah dari rizqinya akibat dari dosa yang ia kerjakan.” (Riwayat Ahmad, Ibnu Majah, Al Hakim dll).

Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dilintasi oleh rombongan pengusung janazah, spontan berliau bersabda:

“Apakah ia orang yang beristirahat atau diistirahati darinya?" Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan orang yang beristirahat atau diistirahati darinya?" Beliau menjawab: "Seorang hamba yang beriman, akan beristirahat (dengan kematian) dari kepayahan dunia dan gangguanya. Sedangkan seorang hamba yang keji (fajir), para manusia, negri, pepohonan dan binatang akan teristirahatkan darinya." (Muttafaqun ‘alaih)

مستريح ومستراح منه؟ قالوا: يا رسول الله، ما المستريح والمستراح منه؟ قال : (العبد المؤمن يستريح من نصب الدنيا وأذاها إلى رحمة الله، والعبد الفاجر يستريح منه العباد والبلاد والشَّجر والدَّواب.) متفق عليه

Ulama’ pensyarah hadits ini menyatakan: “Teristirahatakannya negri dan pepohonan dari orang keji ialah teristirahatkannya itu semua dari dampak kemaksiatan yang ia lakukan, karena kemaksiatannya itu adalah biang terjadinya kekeringan, sehingga menyebabkan tetumbuhan dan binatang menjadi binasa.”

Ibnul Qayyim berkata: “Dan diantara hukuman perbuatan maksiat ialah: kemaksiatan akan menghapuskan keberkahan umur, rizqi, ilmu, amalan, amal ketaatan. Dan secara global kemaksiatan menjadi penghapus keberkahan setiap urusan agama dan dunia. Karenanya tidaklah akan engkau dapatkan orang yang umur, agama, dan dunianya paling sedikit keberkahannya dibanding orang yang bergelimang dalam kemaksiatan kepada Allah. Tidaklah keberkahan dihapuskan dari bumi kecuali dengan sebab perbuatan maksiat manusia.” ([11]

Diantara contoh nyata akibat buruk yang harus diderita oleh manusia dari dicabutnya keberkahan dari kehidupannya ialah membusuknya daging, dan basinya makanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa itu semua terjadi akibat perbuatan dosa umat manusia. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لولا بنو إسرائيل لم يخبث الطعام ولم يخنز اللحم. متفق عليه

“Seandainya kalau bukan karena ulah Bani Isra’il, niscaya makanan tidak akan pernah basi dan daging tidak akan pernah membusuk.” (Muttafaqun ‘alaih)

Para ulama’ menjelaskan bahwa tatkala Bani Isra’il diberi rizqi oleh Allah Ta’ala berupa burung-burung salwa (semacam burung puyuh) yang datang dan dapat mereka tangkap dengan mudah setiap pagi hari, mereka dilarang untuk menyimpan daging-daging burung tersebut. Setiap pagi hari, mereka hanya dibenarkan untuk mengambil daging yang akan mereka makan pada hari tersebut. Akan tetapi mereka melanggar perintah ini, dam mengambil daging dalam jumlah yang melebihi kebutuhan mereka pada hari tersebut, dan kemudian mereka simpan. Akibat perbuatan mereka ini, Allah menghukumi mereka, sehingga daging-daging yang mereka simpan tersebut menjadi busuk. ([12])

Al Munawi berkata: “Hadits ini adalah suatu isyarat yang menunjukkan bahwa membusuknya daging merupakan hukuman atas bani Israil, akibat mereka kufur terhadap kenikmatan Allah. Yaitu tatkala mereka menyimpan daging burung puyuh, sehingga menjadi busuk, padahal Allah telah melarang mereka dari hal itu, dan sebelum kejadian itu, daging tidak pernah membusuk.”([13])

Berikut beberapa amal sholeh yang nyata-nyata mendatangkan keberkahan pada harta:

A. Mensyukuri Segala Nikmat.

Tiada kenikmatan -apapun wujudnya- yang dirasakan oleh manusia di dunia ini, melainkan datangnya dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu Allah Ta’ala mewajibkan atas mereka untuk senantiasa bersyukur kepadanya, yaitu dengan senantiasa mengingat bahwa kenikmatan tersebut datangnya dari Allah, kemudian ia mengucapkan hamdalah, dan selanjutnya ia menafkahkannya di jalan-jalan yang di ridhoi Allah. Orang yang telah mendapatkan karunia untuk dapat bersyukur demikian ini, akan mendapatkan keberkahan dalam hidupnya, sehingga Allah akan senantiasa melipat gandakan untuknya kenikmatan:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan ingatlah tatkala Tuhanmu mengumandangkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Qs. Ibrahim: 7)

Dan pada ayat lain Allah Ta'ala berfirman:

وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ

"Dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur demi (kebaikan) dirinya sendiri." (Qs. An Naml: 40)

Imam Al Qurthuby berkata: "Tidaklah manfaat syukur akan didapat selain oleh pelakunya sendiri, dimana dengannya ia berhak mendapatkan kesempurnaan dari ni'mat yang ia dapat, dan nikmat tersebut akan kekal dan ditambah. Sebagaimana syukur juga berfungsi untuk mengikat kenikmatan yang telah didapat serta menggapai kenikmatan yang belum dicapai." ([14])

Sebagai contoh nyata:

]لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ {15} فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُم بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَى أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِّن سِدْرٍ قَلِيلٍ [ سبأ 15-16

"Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan disebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugrahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.

(Negrimu) adalah negri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon atsel (cemara) dan pohon bidara." (Qs. Saba': 15-16).

Tatkala kaum Saba' masih dalam keadaan makmur dan tentram, Allah Ta'ala hanya memerintahkan kepada mereka agar bersyukur. Ini menunjukkan bahwa dengan syukur, mereka dapat menjaga kenikmatan mereka dari bencana, dan mendatangkan kenikmatan lain yang belum pernah mereka dapatkan.

B. Menunaikan Zakat (Shodaqoh)

Zakat, baik zakat wajib atau sunnah (shodaqoh) adalah salah satu amalan yang menjadi penyebab turunnya keberkahan. Allah Ta'ala berfirman:

يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (Qs. Al Baqarah: 276)

Pada ayat lain, Allah berfirman:

مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tidap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah melipat gandakan bagi orang yang Ia kehendaki. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui." (Qs. Al Baqarah: 261)

Pada ayat lain Allah berfirman:

وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

"Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan harta mereka karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimispun (memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat." (Qs. Al Baqarah: 265)

Pada ayat lain, Allah berfirman:

وَمَا آتَيْتُم مِّن رِّبًا لِّيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِندَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُون

"Dan sesuatu riba yang engkau berikan agar bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak bertambah pada sisi Allah . Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai Wajah Allah (keridhoan-Nya), maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan." (Qs. Ar Rum: 39)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا. وَيَقُولُ الْآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

"Tiada pagi hari, melainkan ada dua malaikat yang turun, kemudian salah satunya berucap (berdoa): Ya Allah, berilah orang yang berinfaq pengganti, sedangkan yang lain berdoa : Ya Allah timpakanlah kepada orang yang kikir (tidak berinfaq) kehancuran." (Muttafaqun 'alaih)

Pada hadits lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ. رواه مسلم

"Tidaklah sedekah itu akan mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba dengan memaafkan melainkan kemuliaan, dan tidaklah seseorang bertawadhu'/merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan meninggikannya." (Muslim)

Para ulama' menjelaskan maksud hadits ini dengan menyebutkan dua penafsiran:

1. Maksudnya Allah akan memberkahi hartanya, dan menjaganya dari kerusakan, sehingga kekurangan yang terjadi dapat tertutupi dengan turunnya keberkahan. Hal ini dapat dirasakan langsung dan juga dapat dilihat contohnya di masyarakat.

2. Walaupun secara hitungan harta berkurang, akan tetapi pahala yang berlipat ganda dapat menutupi kekurangan tersebut, bahkan melebihinya. ([15])

Makna kedua ini selaras dengan hadits berikut:

“Anak keturunan Adam (senantiasa) berkata: 'Hartaku, hartaku!' Apakah engkau wahai anak Adam mendapatkan bagian dari hartamu selain yang engkau makan sehingga engkau habiskan, atau engkau pakai sehingga engkau rusakkan atau yang engkau shadakohkan sehingga engkau sisakan (untuk kehidupan akhirat)” (Muslim)

يقول ابن آدَمَ: مَالِي مَالِي قال: وَهَلْ لك يا بن آدَمَ من مَالِكَ إلاَّ ما أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أو لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أو تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ رواه مسلم.

Walau demikian, kedua penafsiran di atas sama-sama benar adanya, dan tidak saling bertentengan.

C. Bekerja mencari rizqi dengan hati yang qona’ah tidak dipenuhi oleh ambisi dan keserakahan.

Sifat qonaah dan lapang dada dengan pembagian Allah Ta’ala adalah kekayaan yang tidak ada bandingnya. Dahulu orang berkata:

“Bila engkau memiliki hati yang qona’ah, maka engkau dan pemilik dunia (kaya raya) adalah sama”.

إذا كنت ذا قلب قنوع، فأنت وصاحب الدنيا سواء.

“Qona’ah adalah harta karun yang tidak akan pernah sirna.”

القناعة كنز لا يفنى

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan keadaan orang yang dikaruniai sifat qonaah dengan sabdanya:

من أصبح منكم آمنا في سربه معافى في جسده عنده قوت يومه ؛ فكأنما حيزت له الدنيا بحذافيرها.رواه الترمذي وابن ماجة والطبراني وابن حبان والبيهقي.

“Barang siapa dari kalian yang merasa aman di rumahnya, sehat badannya, dan ia memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan telah dikumpulkan untuknya dunia beserta isinya.” (Riwayat At-Tirmizy, Ibnu Majah, At Thobrany, Ibnu Hibban dan Al Baihaqy)

Al Munawi rahimahullah berkata: “Maksud hadits ini, barang siapa yang terkumpul padanya: kesehatan badan, jiwanya merasa aman kemanapun ia pergi, kebutuhan hari tersebut tercukupi dan keluarganya dalam keadaan selamat, maka sungguh Allah telah mengumpulkan untuknya seluruh jenis kenikmatan, yang siapapun berhasil menguasai dunia tidaklah akan mendapatkan kecuali hal tersebut.” ([16])

Dengan jiwa yang dipenuhi dengan qona’ah, dan keridhoan dengan segala rizqi yang Allah turunkan untuknya, maka keberkahan akan dianugrahkan kepadanya:

إن اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يبتلي عَبْدَهُ بِمَا أَعْطَاهُ فَمَنْ رضي بِمَا قَسَمَ الله عز وجل له بَارَكَ الله له فيه وَوَسَّعَهُ وَمَنْ لم يَرْضَ لم يُبَارِكْ له ولم يزده على ما كتب له. رواه أحمد والبيهقي وصححه الألباني

“Sesungguhnya Allah Yang Maha Luas Karunia-nya lagi Maha Tinggi, akan menguji setiap hamba-Nya dengan rizqi yang telah Ia berikan kepadanya. Barang siapa yang ridho dengan pembagian Allah Azza wa Jalla, maka Allah akan memberkahi dan melapangkan rizki tersebut untuknya. Dan barang siapa yang tidak ridho (tidak puas), niscaya rizqinya tidak akan diberkahi.” (Riwayat Imam Ahmad dan dishohihkan oleh Al Albany)

Al Munawi dalam kitab Faidhul Qadir menyebutkan: “Bahwa penyakit ini, (yaitu: tidak puas dengan apa yang telah Allah karuniakan kepadanya-pen) telah banyak didapatkan pada pemuja dunia, sehingga engkau dapatkan salah seorang dari mereka meremehkan rizqi yang telah dikaruniakan untuknya, merasa hartanya itu sedikit, buruk, serta mengagumi rizqi orang lain dan menggapnya lebih bagus dan banyak. Oleh karenanya ia akan senantiasa banting tulang untuk menambah hartanya, hingga akhirnya habislah umurnya, sirnalah kekuatannya, dan iapun menjadi tua renta (pikun) akibat dari ambisi yang tergapai dan rasa letih. Dengan itu ia telah menyiksa tubuhnya, mengelamkan lembaran amalannya dengan berbagai dosa yang ia lakukan demi mendapatkan harta kekayaan. Padahal ia tidaklah akan memperoleh selain apa yang telah Allah tentukan untuknya. Pada akhir hayatnya ia meninggal dunia dalam keadaan pailit, ia tidak mensyukuri apa yang telah ia peroleh, dan ia juga tidak berhasil menggapai apa yang ia inginkan.” ([17])

Oleh karena itu Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menjaga kehormatan agama dan dirinya dalam setiap usaha yang ia tempuh guna mencari rizqi. Sehingga seorang muslim tidak akan menempuh melainkan jalan-jalan yang dihalalkan dan dengan tetap menjaga kehormatan dirinya.

Dari sahabat Hakim bin Hizam radhiallahu 'anhu, ia mengisahkan: Pada suatu saat aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliaupun memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliau kembali memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliaupun kembali memberiku, kemudian beliau bersabda: "Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini bak buah yang segar lagi manis, dan barang siapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (dan tamak atau atas kerelaan pemiliknya), maka akan diberkahi untuknya harta tersebut. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan penuh rasa ambisi (tamak), niscaya harta tersebut tidak akan diberkahi untuknya, dan ia bagaikan orang yang makan dan tidak pernah merasa kenyang. Tangan yang berada di atas lebih mulia dibanding tangan yang berada di bawah." Hakim melanjutkan kisahnya dengan berkata: Kemudian aku berkata: "Wahai Rasulullah, demi Dzat Yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku tidak akan meminta harta seseorang sepeninggalmu hingga aku meninggal dunia." (Muttafaqun ‘alaih)

Hadits ini menunjukkan bahwa sifat qona’ah, peras keringat sendiri untuk memenuhi kebutuhan, serta menempuh jalan yang baik ketika mencari rizqi akan senantiasa diiringi dengan keberkahan. Dan bahwa orang yang mencari harta kekayaan dengan ambisi dan keserakahan, sehingga ia tidak mengumpulkan dengan cara-cara yang dibenarkan, niscaya harta kekayaannya tidak akan pernah diberkahi, bahkan akan dihukumi dengan dihalangi dirinya dari kemanfaatan harta yang telah ia kumpulkan ([18])

Pada hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh nyata bagi pekerjaan yang terhormat dan tidak merendahkan martabat diri:

“Sungguh demi Dzat Yang jiwaku berada di Tangan-Nya, seandainya salah seorang dari kamu membawa talinya, kemudian ia mencari kayu bakar dan memanggulnya di atas punggunya, lebih baik baginya daripada ia mendatangi orang lain, kemudian meminta-minta kepadanya, baik ia diberi atau tidak.” (Riwayat Bukhory)

وَالَّذِي نَفْسِي بيده لَأَنْ يَأْخُذَ أحدكم حَبْلَهُ فَيَحْتَطِبَ على ظَهْرِهِ خَيْرٌ له من أَنْ يَأْتِيَ رَجُلًا فَيَسْأَلَهُ أَعْطَاهُ أو مَنَعَهُ.

Pada hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan wujud lain dari penjagaan terhadap kehormatan diri dan agama seseorang ketika bekerja, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من طلب حقا فليطلبه في عفاف واف أو غير واف.رواه الترمذي وابن ماجه وابن حبان والحاكم

“Barang siapa yang menagih haknya, hendaknya ia menagihnya dengan cara yang terhormat, baik ia berhasil mendapatkannya atau tidak.” (Riwayat At Tirmizy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al Hakim)

Diantara metode yang diajarkan oleh Islam kepada umatnya agar usahanya diberkahi Allah Ta’ala dan mendatangkan keberhasilan ialah dengan menggunakan modal yang diperoleh dari jalan yang baik, serta diperoleh tanpa ambisi dan keserakahan:

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari hendak memberi umar bin Khatthab radhiallahu 'anhu suatu pemberian, kemudaian Umar berkata kepada beliau: "Ya Rasulullah, berikanlah kepada orang yang lebih membutuhkannya daripada aku." Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: “Ambillah, lalu gunakanlah sebagai modal, atau sedekahkanlah, dan harta yang datang kepadamu sedangkan engkau tidak berambisi mendapatkannya tidak juga memintanya, maka ambillah, dan harta yang tidak datang kepadamu, maka janganlah engkau berambisi untuk memperolehnya.” Oleh karena itu dahulu Abdullah bin Umar tidak pernah meminta kepada seseorang dan tidak pernah menolak sesuatu yang diberikan kepadanya.” (Muttafaqun ‘alaih)

D. Istighfar/Bertaubat dari segala dosa.

Sebagaimana halnya perbuatan dosa adalah salah satu penyebab terhalangnya rizqi dari pelakunya, maka sebaliknya, taubat dan istighfar adalah salah satu penyebab rizqi datang dan diberkahi. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh nabi Nuh ‘alaihissalam kepada umatnya:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا {10} يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًا {11} وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا

Maka aku katakan kepada mereka: "Beristighfarlah kamu kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirmkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (Qs. An Nuh: 10-12)

وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ

"Dan hendaklah kamu beristighfar kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadanya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian) niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tia-tiap orang yangmempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya." (Qs. Huud: 3)

Berdasarkan ayat ini dan juga lainnya ulama' ahli tafsir menjelaskan bahwa diantara manfaat istighfar dan taubat adalah mendatangkan kelapangan rizki, kebahagian hidup, terhindar dari berbagai bentuk petaka dan azab ([19]).

Pada ayat lain dalam surat yang sama, Allah menceritakan tentang Nabi Hud ‘alaihissalam bersama kaumnya:

وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلاَ تَتَوَلَّوْاْ مُجْرِمِينَ

Dan (Hud berkata): "Hai kaumku, beristighfarlah kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan atasmu hujan yang sangat deras, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (Qs. Hud: 52)

Ulama' ahli tafsir menyebutkan, bahwa akibat kekufuran dan perbuatan dosa kaum 'Aad, mereka ditimpa kekeringan dan kemandulan, sehingga tidak seorang wanitapun yang bisa melahirkan anak. Keadaan ini berlangsung selama beberapa tahun lamanya. Oleh karena itu nabi Huud 'alaihissalam memerintahkan mereka untuk bertaubat dan beristighfar, karena dengan keduanya Allah akan menurunkan hujan, dan mengaruniai mereka anak keturunan ([20]).

E. Menyambung Tali Silaturrahmi.

Diantara amal sholeh yang akan mendatangkan keberkahan dalam hidup kita ialah menyambung tali silaturrahim, yaitu menjalin hubungan baik dengan setiap orang yang terjalin antara kita dan mereka hubungan nasab.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ. متفق عليه

“Barang siapa yang senang untuk dilapangkan (atau diberkahi) rizkinya, atau ditunda (dipanjangkan) umurnya, maka hendaknya ia bersilaturrahim.” (Muttafaqun ‘alaih).

Yang dimaksud dengan ditunda ajalnya ialah umurnya diberkahi, diberi taufiq untuk beramal sholeh, mengisi waktunya dengan berbagai amalan yang berguna bagi kehidupannya di akhirat, dan terjaga dari menyia-nyiakan waktunya dalam hal yang tidak berguna. Atau menjadikan nama harumnya senantiasa dikenang orang. Atau benar-benar umurnya ditambah oleh Allah Ta’ala. ([21])

Sebagian dari kita -bila mendapatkan keberhasilan dalam usaha, sehingga memiliki rizqi yang berlebih dari kebutuhan- bukannya menyambung tali silaturrahim, akan tetapi malah memutusnya. Banyak dari kita yang siap untuk menjalin hubungan dengan siapapun, terkecuali dengan kerabat sendiri. La haula walaa quwwata illa billah.

F. Mencari Rizqi dari Jalan yang Halal.

Merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya keberkahan harta kita ialah harta tersebut diperoleh dari jalan-jalan yang halal.

“Janganlah kamu merasa bahwa rizqimu telat datangnya, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga telah datang kepadanya rizqi terakhir (yang telah ditentukan) untuknya, maka tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizqi, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram.” (Riwayat Abdurrazzaq, Ibnu Hibban, dan Al Hakim)

لا تستبطئوا الرزق ، فإنه لن يموت العبد حتى يبلغه آخر رزق هو له، فأجملوا في الطلب: أخذ الحلال، وترك الحرام.

Diantara hal yang akan menghapuskan keberkahan ialah berbagai bentuk praktek riba:

يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (Qs. Al Baqarah 276)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Allah Ta'ala mengabarkan bahwa Ia akan memusnahkan riba, maksudnya bisa saja memusnahkannya secara keseluruhan dari tangan pemiliknya atau menghalangi pemiliknya dari keberkahan hartanya tersebut. Dengan demikian pemilik riba tidak mendapatkan kemanfaatan harta ribanya, bahkan Allah akan membinasakannya dengan harta tersebut dalam kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat Allah akan menyiksanya akibat harta tersebut." ([22])

Penafsiran Ibnu Katsir ini semakna dengan hadits berikut:

إن الربا وإن كثر، عاقبته تصير إلى قل. رواه أحمد الطبراني والحاكم وحسنه الحافظ ابن حجر والألباني

“Sesungguhnya (harta) riba, walaupun banyak jumlahnya, pada akhirnya akan menjadi sedikit.” (Riwayat Imam Ahmad, At Thabrany, Al Hakim dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dan Al Albany)

Bila kita mengamati kehidupan orang-orang yang menjalankan praktek-praktek riba, niscaya kita dapatkan banyak bukti bagi kebenaran ayat dan hadits di atas. Betapa banyak pemakan riba yang hartanya berlimpah ruah, hingga tak terhitung jumlahnya, akan tetapi tidak satupun dari mereka yang merasakan keberkahan, ketentraman dan kebahagiaan dari harta haram tersebut.

Diantara profesi atau pekerjaan yang diharamkan dan menghapuskan keberkahan dari penghasilan kita ialah sumpah palsu ketika bertransaksi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ .متفق عليه

“Sumpah itu akan menjadikan barang dagangan menjadi laris dan menghapuskan keberkahan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Diantara metode mencari rizqi yang diharamkan dan tidak diberkahi ialah metode minta-minta, sebagaimana dikisahkan pada hadits berikut:

Dari sahabat Hakim bin Hizam radhiallahu 'anhu, ia mengisahkan: Pada suatu saat aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliaupun memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliau kembali memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliaupun kembali memberiku, kemudian beliau bersabda: "Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini bak bauh yang segar lagi manis, dan barang siapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (dan tamak atau atas kerelaan pemiliknya), maka akan diberkahi untuknya harta tersebut. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan penuh rasa ambisi (tamak), niscaya harta tersebut tidak akan diberkahi untuknya, dan ia bagaikan orang yang makan dan tidak pernah merasa kenyang. Tangan yang berada di atas lebih mulia dibanding tangan yang berada di bawah." Hakim melanjutkan kisahnya dengan berkata: Kemudian aku berkata: "Wahai Rasulullah, demi Dzat Yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku tidak akan meminta harta seseorang sepeninggalmu hingga aku meninggal dunia." (Muttafaqun ‘alaih)

Pada hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebagian dari dampak hilangnya keberkahan dari orang yang meminta-minta dengan bersabda:

ما يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ الناس حتى يَأْتِيَ يوم الْقِيَامَةِ ليس في وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ. متفق عليه

“Tidaklah seseorang terus-menerus meminta kepada orang lain, hingga kelak akan datang pada hari kiamat, dalam keadaan tidak sekerat dagingpun melekat di wajahnya.” (Muttafaqun ‘alaih) ([23])

G. Bekerja di waktu pagi.

Diantara metode agar keberkahan dari Allah dapat kita peroleh ialah dengan memupuk subur semangat untuk hidup sehat dan produktif serta menyingkirkan sejauh-jauhnya sifat malas. Yang demikian itu dengan cara memanfaatkan setiap waktu yang Allah karuniakan kepada kita pada hal-hal yang berguna dan mendatangkan kemaslahatan bagi hidup kita. Dan diantara waktu yang paling bagus untuk bekerja dan mencari rizqi ialah waktu pagi, oleh karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اللهم بارك لأمتي في بكورها. رواه أبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجة وصححه الألباني

“Ya Allah, berkahilah untuk ummatku waktu pagi mereka.” (Riwayat Abu Dawud, At Tirmizy, An Nasai, Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani)

Para pensyarah hadits ini menyatakan bahwa hikmah dikhususkannya waktu pagi dengan doa keberkahan, adalah karena waktu pagi adalah waktu dimulainya berbagai aktifitas manusia, dan padanya seseorang merasakan semangat dan selesai dari beristirahat, oleh karenanya beliau mendoakan keberkahan pada waktu ini agar seluruh umatnya mendapatkan bagian dari doanya.

Sebagai penerapan langsung dari doanya ini, dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bila mengutus pasukan perang, beliau mengutusnya pada pagi hari, sehingga pasukan & dan peperangan tersebut menjadi pasukan dan peperangan yang diberkahi dan mendapatkan pertolongan serta kemenangan.

Contoh nyata kedua dari keberkahan waktu pagi ialah apa yang dilakukan oleh sahabat Shokher Al Ghomidy, beliau adalah sahabat yang meriwayatkan hadits ini dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah seorang pedagang, setelah ia mendengarkan hadits ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam iapun menerapkannya. Tidaklah ia mengirimkan barang dagangannya melainkan pada pagi hari, dan benar, keberkahan Allah dapat beliau peroleh, sehingga dinyatakan pada riwayat di atas, bahwa perniagaannyapun berhasil, hartanya melimpah ruah.

Berdasarkan hadits inipula sebagian ulama’ menyatakan bahwa tidur pada pagi hari adalah makruh hukumnya.

Hadits di atas juga merupakan bukti nyata bahwa agam Islam tidak mengajarkan kepada umatnya untuk hidup bermalas-malasan, lemah semangat, dan rendah cita-cita. Islam senantiasa mengajarkan kepada umatnya untuk hidup produktif, bermanfat, baik untuk diri sendiri atau orang lain, dan berjiwa besar dengan mewujudkan cita-citanya walau setinggi langit.

(على كل مسلم صدقة. قيل: أرأيت إن لم يجد؟ قال: يعتمل بيديه فينفع نفسه ويتصدق. قال: قيل: أرأيت إن لم يستطع؟ قال: يعين ذا الحاجة الملهوف. قال: قيل له: أرأيت إن لم يستطع؟ قال: يأمر بالمعروف أو الخير. قال: أرأيت إن لم يفعل؟ قال: يمسك عن الشر، فإنها صدقة). رواه مسلم

“Wajib atas setiap orang muslim untuk bersedekah." Dikatakan kepada beliau: "Bagaimana bila ia tidak mampu?" Beliau menjawab: "Ia bekerja dengan kedua tangannya, sehingga ia menghasilkan kemanfaatan untuk dirinya sendiri dan juga bersedekah." Dikatakan lagi kepadanya: "Bagaiman apabila ia tidak mampu?" Beliau menjawab: "Ia membantu orang yang benar-benar dalam kesusahan." Dikatakan lagi kepada beliau: "Bagaimana bila ia tidak mampu?" Beliau menjawab: "Ia memerintahkan dengan yang ma’ruf atau kebaikan." Penanya kembali berkata: "Bagaimana bila ia tidak (mampu) melakukannya?" Beliau menjawab: "Ia menahan diri dari perbuatan buruk, maka sesungguhnya itu adalah sedekah." (Riwayat Muslim)

Dan pada hadits lain, beliau bersabda:

المؤمن القوي خير وأحب إلي الله من المؤمن الضعيف وفي كل خير. احرص على ما ينفعك واستعن بالله ولا تعجز، وإن أصابك شيء فلا تقل: لو أني فعلت كذا وكذا، لكان كذا وكذا، ولكن قل: قدر الله وما شاء فعل، فإن لو تفتح عمل الشيطان. رواه مسلم

“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dibanding seorang mukmin yang lemah, dan pada keduanya terdapat kebaikan. Senantiasa berusahalah untuk melakukan segala yang berguna bagimu, dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah engkau menjadi lemah. Dan bila engkau ditimpa sesuatu, maka janganlah engkau berkata: seandainya aku berbuat demikian, demikian, niscaya akan terjadi demikian dan demikian, akan tetapi katakanlah: Allah telah mentaqdirkan, dan apa yang Ia kehendakilah yang akan Ia lakukan, karena ucapan 'seandainya' akan membukakan (pintu) godaan syetan.” (Muslim)

Masih banyak lagi amalan-amalan yang akan mendatangkan keberkahan dalam kehidupan seorang muslim. Apa yang telah saya paparkan di atas hanyalah sebagai contoh. Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan taufiq dan keberkahan-Nya kepada kita semua. Dan semoga pemaparan singkat ini dapat berguna bagi saya pribadi dan setiap orang yang mendengar atau membacanya. Tak lupa, bila pada pemaparan saya di atas ada kesalahan, maka itu adalah dari saya dan syetan, sehingga saya beristighfar kepada Allah, dan bila ada kebenaran, maka itu semua atas taufiq dan ‘inayah-Nya. Wallahu a’alam bis showaab.

Wednesday, April 14, 2010

Blossom, shinning ...

blossom, shining ...


taken on a rainy afternoon @Pangalengan, Malabar, West Java

Sunday, April 11, 2010

Secangkir Teh dan Makna Hidup

Samudera Beach hotel

Secangkir Teh dan Makna Hidup
Pembelajar.com - Syahril Sam

Baru-baru ini saya mendengar sebuah kisah dari seorang professor yang luar biasa. Beliau menceritakan sebuah kisah tentang gurunya sendiri. Pernah suatu hari datang seorang pemuda yang menanyakan tentang makna hidup. Guru tersebut tidak langsung menjawab pertanyaan pemuda tadi, tapi kemudian menyuguhkan teh yang diisi di dalam beberapa cangkir yang berbagai rupa. Ada cangkir yang terbuat dari emas, ada yang dari tanah liat, ada berbentuk sangat bagus, ada yang warnanya kusam. Yang jelas terhidanglah beberapa cangkir teh yang berbeda-beda jenis cangkirnya.

Walaupun cangkirnya berbeda-beda, tapi setiap cangkir tersebut diisi teh yang sama. Kemudian dipersilahkan-lah pemuda tadi untuk memilih secangkir teh dari salah satu cangkir yang dihidangkan kepadanya. Pemuda tadi kemudian memilih cangkir yang sangat bagus dan kemudian meminum teh dari cangkir tersebut.

Guru tersebut pun berkata, “Hanya untuk teh saja, setiap orang itu memilih untuk meminumnya dari cangkir yang terbaik. Maka bagaimanakah dengan hidupmu yang sangat berharga ini? Pilihlah jalan yang penuh makna untuk hidupmu yang berharga”.

Mendengar kisah tadi saya tersentak akan diri saya. Kenapa? Karena untuk setiap makanan yang ingin saya makan, saya selalu memilih yang terbaik. Hal ini menyadarkan diri saya bahwa hidup ini jauh lebih berharga dan oleh sebab itu saya harus memilih jalan yang terbaik dan penuh makna, dan bukan memilih jalan yang biasa atau buruk untuk hidup yang sangat berharga ini.

Lantas bagaimanakah memilih jalan yang penuh makna untuk hidup yang berharga ini? Saya langsung teringat kisah lain tentang Rasulullah saw. Beliau selalu mengerjakan shalat malam, dan pernah suatu ketika beliau bangun melakukan shalat malam, dan kemudian bersujud dan menangis hingga fajar tiba. Dan ketika beliau selesai memimpin shalat shubuh jama’ah di mesjid, salah seorang sahabat yang melihat mata beliau sembab yang dikarenakan oleh shalat, berkata, “Wahai Rasulullah, bukankah engkau adalah kekasih Allah dan engkau dijamin dunia dan akhirat, kenapa lagi harus shalat hingga sedemikian rupa? Rasulullah saw pun menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur”.

Saya pernah berdiskusi dengan istri saya tentang apa itu cinta. Secara defenisi begitu sulit bagi saya untuk mendefenisikan apa itu cinta, dan saya berkata kepada istri saya bahwa cinta yang hakiki itu hanya kepada Allah. Kita mencintai orang lain itu karena kecintaan kita kepada Allah. Dan bagaimanakah kita mencintai Allah tersebut? Saya kemudian berkata kepada istri saya bahwa cinta itu tidak muncul begitu saja. Cinta itu harus diaktualkan dengan penuh kesadaran diri. Karena cinta yang hakiki itu hanya kepada Allah saja, maka kita pun harus mencintai Allah dengan sepenuh hati. Kita dianjurkan untuk meng-aktualkan cinta kita kepada-Nya dengan melakukan shalat dan ibadah-ibadah lainnya yang diperintahkan kepada kita. Jadi menemukan makna hidup itu adalah sebuah jalan yang penuh kesadaran diri. Secara sadar kita memilih untuk beramal shaleh dan berbuat baik kepada orang lain. Kita diperintahkan untuk shalat dan melakukan ibadah lainnya. Melakukan semua hal ini dengan penuh kesadaran diri berarti kita mengaktualkan cinta kita untuk bersemi kepada-Nya.

Lantas, bagaimanakah kita tahu bahwa kita betul-betul mencintai Allah swt? Kita akan mengetahuinya jika kita telah mengalami kerinduan yang luar biasa kepada-Nya. Saat itulah kita tahu bahwa kita jatuh cinta kepada-Nya. Seperti yang dikatakan oleh Rasulullah saw, “Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur”.

Dengan demikian menemukan makna hidup adalah memilih jalan untuk melakukan sebuah upaya kebaikan terus-menerus dengan penuh kesadaran diri. Seperti cinta, makna hidup tidak bisa hanya ditemukan begitu saja tanpa upaya berbuat baik dengan kesadaran diri.

Satu-satunya hal yang membuat kita memilih jalan lain sehingga menjerumuskan diri kita adalah ego kita sendiri. Ego ke-aku-an yang kecil dan ingin disanjung. Kebanyakan manusia selalu menjadikan segala sesuatunya berpusat hanya pada dirinya semata. Semua hal diluar dirinya selalu diarahkan hanya untuk memenuhi ke-aku-anya semata.

Ketika berbicara tentang cinta kepada pasangannya, mereka selalu ingin agar pasangan-nyalah yang harus memerhatikan dirinya. Ketika pasangan-nya melakukan hal itu, maka ia semakin mencintainya. Tapi kalau pasangan-nya kurang memerhatikan dirinya, maka ia mulai merasakan kehilangan rasa cinta. Pada dasarnya rasa tersebut jika demikian adanya bukanlah cinta, melainkan sebuah rasa “kekosongan” dihati yang butuh secercah cahaya Ilahi. Kebanyakan orang “mengisi kekosongan” hati tersebut dengan melakukan hal-hal yang menyenangkan yang sifatnya sementara. Atau “memaksa” orang lain untuk mengikuti apapun keinginannya sehingga merasa diperhatikan.

Padahal seperti halnya cinta kepada Allah swt yang harus di-aktual-kan dengan berbuat baik dan beramal salah dengan penuh kesadaran diri, cinta kepada pasangan pun demikian. Kita akan dengan mudah mencintai pasangan dengan sangat dalam ketika kita melatih diri kita menjadi lebih dewasa dalam menjalani hidup ini. Bukankah cara kerja otak laki-laki dan perempuan itu berbeda? Yah karena berbeda, maka diperlukan kesabaran untuk senantiasa melatih ego ke-aku-an untuk menjadi lebih dewasa. Dan percayalah, ketika hal ini dilakukan, maka rasa cinta kepada pasangan pun akan semakin terasa.

Inilah kehidupan. Bukankah kita telah dianugerahkan berbagai potensi yang luar biasa. Menjalani hidup ini bukanlah laksana robot atau mayat hidup, dimana hidup ini akan selalu terasa hampa dan kosong. Agar bermakna, dibutuhkan upaya sadar untuk memilih melakukan hal-hal baik, sehingga rasa cinta kepada-Nya ter-aktual. Dengan mengutip kata Rasulullah saw: TIDAK BOLEHKAH AKU MENJADI HAMBA YANG BERSYUKUR?

Tuesday, April 06, 2010

Sunday, April 04, 2010

Rasa Keadilan

the triangle


Rahasia Keadilan
dakwatuna.com

Suatu hari seseorang mengusulkan kepada Umar bin Abdul Aziz, agar dibangun pagar yang tinggi demi keamanan. Umar bin Abdul Aziz menjawab: “Bangunlah keadilan kau akan merasa aman. Sebab dengan bersikap demikian, seorang pemimpin telah memberikan hak-hak rakyatnya secara benar dan proporsional. Bila rakyat mendapatkan haknya maka otomatis kejahatan tidak ada. Bila kejahatan tidak ada maka akan tercapai rasa aman.”

Kisah ini mengingatkan kepada Umar bin Khatthab saat menjabat sebagai khalifah. Umar sangat terkenal dengan keadilannya. Umar pernah berkata suatu hari: ”Lain nimtunnahaar dhayya’tur ra’iyyah, wa lain nimtullail dhayya’tu nafsii (jika aku tidur di siang hari aku telah mengkhianati rakyatku, dan jika aku tidur di malam hari, aku telah mengkhianati diriku sendiri”).

Umar selama manjadi khalifah tidak sempat enak tidur siang maupun malam. Setiap saat selalu bersama rakyatnya. Bukan hanya dari wilayah ke wilayah tetapi bahkan dari rumah ke rumah. Umar setiap hari membantu langsung para janda yang tidak mampu berbelanja ke pasar. Di malam hari Umar masih menyempatkan diri membantu para jumpo dengan menyediakan makan untuk mereka. Karenanya Umar merasa aman. Di mana saja ia bisa istirahat. Suatu hari Umar ditemukan tidur berbaring di bawah pohon. Pada saat itu sedang datang utusan dari kerajaan Romawi. Para utusan itu kaget ketika mereka menemukan Umar demikian sederhana. Tidak seperti yang mereka bayangkan tentang seorang raja sekaliber Umar. Salah seorang sahabat mengungkapkan Umar ketika dalam kondisi seperti itu: ”Umar, adalta fanimta (Umar, engkau telah berbuat adil, maka engkau enak tidur di mana-mana”).

Benar keadilan adalah fondasi sebuah kepemimpinan. Dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan: ”I’diluu huwa aqrabu littaqwa (berbuatlah adil sesungguhnya ia lebih dekat kepada ketakwaan”). Al-Maidah:8

Perhatikan ayat ini betapa Allah swt. memerintahkan agar kita berbuat adil. Lalu Allah memberikan alasan bahwa dengan berbuat adil seseorang akan terhantar kepada level takwa. Dari sini kita belajar bahwa tidak akan bertakwa seorang yang berlaku dzalim. Sebab para pelaku kedzaliman akan selalu bergelimang dosa dan harta haram. Maka dengan kedzalimannya seseorang akan semakin terjauhkan dari Allah. Sungguh tidak mungkin bertakwa seorang yang jauh dari Allah swt.

Perlu digaris bawahi juga bahwa kata i’diluu dalam ayat tersebut berupa perintah. Dan dalam kaidah pada dasarnya perintah itu berarti wajib. Dengan demikian bertindak adil adalah kewajiban, lebih-lebih bagi seorang pemimpin.

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. menceritakan bahwa kelak di hari Kiamat di padang mahsyar, di saat manusia di bawah terik yang tak terhingga, lebih dari itu tidak ada sedikitpun rindang seperti yang diceritakan Rasulullah saw.: ”Yawma laa dzilla illaa dzilluhu (tidak tempat berteduh sama sekali kecuali keteduhan dari Allah swt), ada sekelompok manusia pada saat itu mendapat perlindungan khusus dari Allah, di antaranya –kata Rasulullah saw- al imaamul ’aadil (pemimpin yang adil). Dari sini sudah jelas bahwa berbuat adil bagi seorang pemimpin adalah kenikmatan yang sangat menguntungkan, tidak saja di dunia melainkan lebih dari itu di akhirat.

Kini bila kita perhatikan, justru kedzaliman banyak kita temukan dalam kepemimpinan umat Islam. Berbagi bukti korupsi atau kediktatoran sangat mencolok dilakukan oleh para pemimpin yang justru mengaku diri sebagi seorang muslim. Karenanya kestabilan politik selalu tidak tercapai.

Sampai kapan umat ini akan terus tercekam dalam kedzaliman yang dilakukannya sendiri?.

Sampai kapan Islam yang kita yakini hanya akan menjadi ibadah ritual yang mati di pojok-pojok masjid, sementara di kantor-kantor, di pasar-pasar dan bahkan di lembaga-lembaga pemerintahan tidak ada Islam?.

Bukankah sudah saatnya Umat ini kembali kepada komitmen semula. Komitmen untuk menjalankan Islam secara kaaffah, seperti yang Allah firmankan: udkhuluu fissilmi kaaffah. (QS. Al baqarah : 208). Ingat bahwa nilai-nilai Islam sejak dini telah dipraktekkan di barat, sekalipun mereka tidak mau menyebut itu Islam. Dan karena itu mereka maju. Sungguh Islam adalah fitrah. Dan berislam artinya berbuat adil. Maka dengan berbuat adil seorang pemimpin akan aman, seluruh rakyat akan sejahtera dan sebuah negeri akan kokoh. Wallahu ’alam bishshawab.

Thursday, March 25, 2010

Leaving A Legacy

working ... every day is great day


Leaving A Legacy
Arvan Pradiansyah - ilm.co.id

Tiga orang tukang batu nampak begitu sibuk. Mereka semua sedang menyusun batu bata ketika seseorang datang mendekati mereka dan menanyakan apa yang sedang mereka kerjakan. Tukang batu pertama yang dari tadi nampak mengomel menjawab dengan kesal, "Apa kamu tak lihat, saya sedang sibuk menyusun batu bata", Tukang batu kedua berdesah, "Saya sedang mencari nafkah untuk hidup." Anehnya tukang batu ketiga justru bersiul-siul. Wajahnya pun nampak berseri-seri. "Saya sedang membangun mesjid (katedral)," katanya.

Cerita sederhana mengenai tukang batu di atas sebenarnya dapat juga mewakili apa yang terjadi di tempat kerja. Ada karyawan yang setiap hari tak pernah berhenti mengeluh. Ia merasakan pekerjaannya sebagai sesuatu yang rutin dan membosankan. Orang ini gagal menemukan makna dibalik pekerjaannya. Orang kedua sudah mulai dapat melihat makna pekerjaannya, tetapi semuanya itu hanya untuk memenuhi kebutuhannya sekarang ini. Orang ketiga begitu bersemangat karena ia merasakan makna pekerjaannya yang jauh lebih besar dari sekedar kegiatan fisiknya. Ia sadar bahwa hasil pekerjaannya bukanlah sekedar untuk dinikmati di masa sekarang, tetapi untuk masa-masa mendatang, bahkan setelah ia meninggalkan dunia yang fana ini. Inilah yang disebut leaving a legacy (meninggalkan warisan).

Leaving a Legacy merupakan kebutuhan manusia yang tertinggi setelah kebutuhan fisik (to live), kebutuhan sosial emosional (to love) dan kebutuhan mental (to learn). Inilah kebutuhan untuk menemukan makna di balik apa yang kita lakukan sekarang. Lihatlah pekerjaan Anda. Apa maknanya bagi Anda? Kalau yang Anda cari hanyalah aspek fisiknya yaitu sekedar mencari nafkah, berarti Anda baru ada di tingkat pertama yaitu : to live. Namun banyak juga orang yang bekerja bukan semata-mata karena uang, tetapi karena membutuhkan lingkungan bergaul dan bersosialisasi. Kalau itu yang terjadi pada Anda, Anda sudah berada di tingkat kedua yaitu : to love.

Bagi Anda yang tergolong high achiever, pekerjaan yang baik bukanlah yang sekedar memberikan penghasilan dan sosialisasi yang memadai. Pekerjaan tersebut juga harus memberikan tantangan dan kesempatan untuk terus belajar. Menurut Herzberg, penghasilan yang memadai dan lingkungan kerja yang menyenangkan saja belum akan mendatangkan kepuasan kerja (job satisfaction). Kedua hal tersebut hanya akan menghindarkan Anda dari ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction). Anda tak akan mendapatkan kepuasan kerja bila Anda hanya melakukan sesuatu yang rutin dan mudah. Anda membutuhkan tantangan karena hanya dengan tantangan inilah Anda dapat terus maju dan berkembang. Inilah tingkatan ketiga yaitu : to learn.

Tingkatan yang keempat yaitu to leave a legacy (meninggalkan warisan) berada di atas itu semua. Anda bekerja karena pekerjaan Anda tersebut memberikan sumbangan (kontribusi) kepada orang lain. Anda menjual barang dan jasa karena hal itu dapat meningkatkan kualitas hidup orang lain: membuat mereka menjadi lebih baik, lebih produktif, lebih sukses, lebih bahagia, lebih maju dan seterusnya. Apapun yang Anda lakukan senantiasa dimaknai dalam konteks membantu orang lain untuk sukses.

Tingkatan keempat inilah yang akan begitu menggairahkan kita untuk bekerja. Inilah yang akan memberikan kepuasan kerja yang tak ada taranya. Inilah yang akan membuat keberadaan Anda di dunia ini jauh lebih lama melebihi usia yang mungkin diberikan Tuhan kepada Anda. Inilah tabungan-tabungan kebaikan yang akan terus mengalir kepada Anda sekalipun Anda telah meninggalkan dunia yang fana ini.

Lantas, pekerjaan macam apa yang dapat membuat Anda mencapai tingkatan keempat ini? Jawabnya, semua jenis pekerjaan yang baik, asalkan dilakukan dengan tulus dan ikhlas. Pekerjaan tersebut memang masih tetap sama secara fisik, tetapi dengan niat yang tulus makna pekerjaan ini sekarang telah jauh melampaui bentuk fisiknya. Sebuah pekerjaan sederhana seperti tukang sapu memang hanya bermakna fisik bila dilakukan sekedar untuk memidahkan sampah dari satu tempat ke tempat lain, tetapi pekerjaan itu akan bermakna spiritual kalau diniatkan untuk menciptakan suasana kerja yang bersih yang menimbulkan semangat dan kegairahan semua orang untuk mencapai produktivitas.

Seorang pengarang Lord Hallifax pernah mengatakan, "Service is the rent that we pay for our room on earth." Pelayanan adalah harga yang harus kita bayar untuk tempat kita di bumi. Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yang sudah tua dan renta yang sedang menanam pohon mangga. Melihat hal itu tetangganya keheranan dan bertanya, "Apakah Bapak berharap dapat makan buah mangga dari pohon ini?"

Si kakek menjawab, "Memang tak mungkin, mengingat umurku sekarang ini. Tapi saya telah menikmati banyak buah mangga yang ditanam orang lain. Saya hanya mencoba untuk membalas budi dengan memberikan sesuatu kepada generasi yang akan datang."

Ada banyak pekerjaan yang memberikan manfaat kepada orang lain melebihi umur kita sendiri bahkan melampaui kendala ruang dan waktu. Seorang penemu listrik misalnya, telah membawa kesejahteraan bagi umat manusia sedunia sampai sekarang ini dan di masa depan. Seorang penemu roda telah memudahkan hidup begitu banyak manusia. Semua penemu benda-benda yang telah memudahkan hidup manusia ini masih terus memberikan manfaat kepada dunia sekalipun mereka telah lama tiada.

Para ilmuwan, para guru, para penulis buku, mereka punya peluang untuk hidup lebih lama daripada usia mereka sendiri. Selama masih ada orang yang mengamalkan ilmu mereka yang mungkin dapat diwariskan dari generasi ke generasi, selama masih ada orang yang menjadi lebih baik, lebih sabar dan lebih arif karena membaca karya-karya mereka, selama itu pula tabungan-tabungan kebaikan itu akan mengalir kepada mereka.

Begitu juga seorang seniman, musisi, penyanyi, pemain drama, dan lain-lain. Kalau mereka dapat menciptakan musik-musik yang menggugah orang untuk melakukan kebaikan, menghibur orang ke arah yang positif, mengingatkan orang akan Tuhan dan sebagainya, mereka akan terus mendapatkan "deposito kebaikan" yang melampaui ruang dan waktu. Seorang ibu yang sederhanapun dapat memberikan sumbangan yang tak ternilai kepada dunia berupa putra-putri yang baik yang selalu mengajak orang untuk berbuat kebaikan, dan pada saatnya nanti akan melahirkan generasi penerus yang baik. Tabungan kebaikan si ibu ini akan terus mengalir dari generasi ke generasi melampaui kendala ruang dan waktu.

Kualitas kita bukanlah ditentukan oleh lamanya kita hidup, bukan pula oleh pangkat dan posisi kita, tetapi oleh manfaat yang kita berikan kepada dunia. Orang yang terbaik adalah orang yang paling banyak memberikan manfaat kepada orang lain. "The Best of You is The Most Advantageous One." Inilah kriteria orang yang sukses. Ukuran kesuksesan bukanlah ketika kita hidup, melainkan ketika kita telah meninggalkan dunia yang fana ini.

Wednesday, March 24, 2010

Sunday, March 21, 2010

Kekuatan Cinta

morning meeting


Kekuatan Cinta
Andrew Ho - CyberMQ

Dikisahkan, seorang wanita baru menikah dengan pria yang dicintai dan tinggal serumah dengan ibu mertuanya. Tidak lama setelah mereka berumah tangga, sangat terasa banyak ketidakcocokan di antara menantu dan sang mertua. Hampir setiap hari terdengar kritikan dan omelan dari ibu mertua. Percekcokan pun seringkali terjadi. Apalagi sang suami tidak mampu berbuat banyak atas sikap ibunya.

Saat sang menantu merasa tidak tahan lagi dengan temperamen buruk dan dominasi ibu mertuanya, dia pun akhirnya memutuskan untuk melakukan sesuatu demi melampiaskan sakit hati dan kebenciannya.

Pergilah si menantu menemui teman baik ayahnya, seorang penjual obat ramuan tradisional. Wanita itu menceritakan kisah sedih dan sakit hatinya dan memohon agar dapat diberikan bubuk beracun untuk membunuh ibu mertuanya.

Setelah berpikir sejenak, dengan senyumnya yang bijak, si paman menyatakan kesanggupannya untuk membantu, tetapi dengan syarat yang harus dipatuhi si menantu. Sambil memberi sekantong bubuk ramuan yang dibuatnya, sang paman berpesan, "Nak, untuk menyingkirkan mertuamu, jangan memberi racun yang bereaksi cepat, agar orang-orang tidak akan curiga. Karena itu, saya memberimu ramuan yang secara perlahan akan meracuni ibu mertuamu. Setiap hari campurkan sedikit ramuan ini ke dalam masakan kesukaan ibu mertuamu dari hasil masakanmu sendiri. Kamu harus bersikap baik, menghormati,dan tidak berdebat dengannya. Perlakukan dia layaknya sebagai ibumu sendiri, agar saat ibu mertuamu meninggal nanti, orang lain tidak akan menaruh curiga kepada kamu."

Dengan perasaan lega dan senang, diturutinya semua petunjuk sang paman penjual obat. Dilayaninya sang ibu mertua dengan sangat baik dan penuh perhatian! Setiap hari, ia menyuguhkan aneka makanan kesukaan si ibu mertua.

Tidak terasa, empat bulan telah berlalu dan terjadilah perubahan yang sangat besar. Dari hari ke hari, melihat sang menantu yang bersikap penuh perhatian kepadanya, ibu mertua pun merasa tersentuh. Ia berbalik mulai menyayangi si menantu bahkan memperlakukannya seperti anaknya sendiri. Dia juga memberitahu teman-teman dan kenalannya bahwa menantunya adalah seorang penuh kasih dan menyayanginya.

Menyadari perubahan positif ini, sang menantu cepat-cepat datang lagi menemui sang paman penjual obat, "Tolong berikan kepada saya obat pencegah racun pembunuh ibu mertua saya. Setelah saya patuhi nasihat paman, ibu mertua saya berubah sangat baik dan menyayangi saya seperti anaknya sendiri. Tolong paman, saya tidak ingin dia meninggal karena racun yang telah saya berikan".

Sang paman tersenyum puas dan berkata "Anakku, kamu tidak perlu khawatir. Bubuk yang saya berikan dulu bukanlah racun, tetapi ramuan untuk meningkatkan kesehatan. Racun yang sebenarnya ada di dalam pikiran dan sikapmu terhadap ibu mertua. Sekarang semua racun itu telah punah oleh kasih dan perhatian yang kamu berikan padanya."

Teman-teman yang luar biasa!

Cerita di atas mengajarkan kepada kita betapa luar biasanya kekuatan kasih dan kekuatan perhatian.

Kasih dan perhatian mendatangkan kepedulian, ketulusan, dan kerelaan untuk berkorban. Kasih dan perhatian mampu melepaskan kita dari belenggu kesalahpahaman, meluluhkan ketidakpedulian, hati yang keras, dan pikiran yang penuh kebencian. Kasih dan perhatian juga mendatangkan kedamaian dan merekatkan perbedaan menjadi suatu kedekatan yang menyenangkan.

Jika setiap hari kita mau memberikan kasih dan perhatian kepada orang di sekeliling kita, maka kehidupan kita pasti akan lebih bermakna dan berbahagia!

Salam sukses, luar biasa!