Sunday, December 30, 2007

Libur ...

Insya Allah hari ini saya berangkat liburan bersama keluarga selama kurang lebih seminggu. Belum tahu apakah bisa dan sempat ngisi blog dan foto ... :)

Semoga perjalanan ini berkah, membawa manfaat, dan mendapatkan hikmah serta mampu memaknainya .... amiiin ... :)

Thursday, December 27, 2007

abandoned

abandoned


the walls told us in silence
how great they were
and that this place was
where the king and queen live

but the lichen
has different story
how lonely they are
and that this place is
abandoned for years

the trees,
standing still and tall
however
didn't say a word

but I can hear their voice to the sky
give us rain ..
and their whisper to the cloud
give us shade ...

Photo taken using IR filter @ Kaibon Keraton, Banten, West Java, Indonesia

Wednesday, December 26, 2007

Taubat Menggapai Rahmat Allah SWT

if the goat wasn't there ...

Taubat Menggapai Rahmat Allah SWT
Aa Gym
Padang Arafah, 18 Desember 2007/8 Dzulhijjah 1428 H

Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalaamu'alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh

Saudara-saudaraku, wahai hamba-hamba yang diundang Allah di padang Arafah ini, maha suci Allah yang menggenggam langit dan bumi, yang melintaskan niat di hati kita untuk datang ke tanah suci. Maha suci Allah yang mengaruniakan kita rizki, kekuatan, kesehatan, yang dengan karunia-Nya kita bersimpuh di padang Arafah ini.

ImageWahai saudaraku, tidak ada satupun yang bisa membuat kita berada di tempat yang dirindukan ini, selain karena Allah yang berbuat.

Pernahkah kita melihat orang yang tidak pernah bahagia, karena punya penyakit pada dirinya. Orang yang perilakunya menjadi tidak sempurna, orang yang hidupnya tidak bermanfaat. Mengapa?

Karena tubuhnya penuh racun. Kalau tubuh teracuni saja, hidup tidak bermanfaat, hidup tidak nikmat, apalagi bila iman yang teracuni. Tidak ada yang namanya bahagia, tidak ada hidup yang namanya mulia, tidak ada hidup yang namanya sakinah, mawaddah, warrahmah.

Apa yang membuat hidup ini teracuni adalah dosa. Kalau racun tubuh merusak tubuh, maka dosa merusak iman. Ada yang bertanya mengapa harta ada tapi hidup tidak pernah tenang? Kenapa kedudukan tinggi hidup tidak pernah nyaman? Mengapa ketika segala ada hidup tidak pernah bahagia? Karena iman kita telah teracuni.

Dosa apa yang paling berbahaya?

Yang pertama adalah dosa kepada Allah SWT. Sebuah perumpamaan sederhana, bagaimana jika ada anak-anak di sebuah rumah yang dilimpahi oleh harta yang melimpah. Rumahnya digunakan, makanannya disantap, hartanya dimanfaatkan. Tetapi ketika ditanya, anak itu tidak pernah mengakui ibu bapak yang ada di rumahnya. Padahal ia dijaga, dilindungi, diurusi, diberi, tapi ia tetap tidak mengakui. Bagaimana perasaan kedua orang tuanya?

Kita hidup di dunia yang milik Allah, dicukupi rizki oleh Allah setiap saat. Kita dihormati karena kita diberi akal oleh Allah. Kita dihargai karena kita diberi ilmu, kedudukan, penampian. Bagaimana bisa, kita tidak mengakui Allah sebagai pemberinya.

Saudaraku sekalian. Oleh karena itu orang yang tidak ingat Allah, tidak mengakui Allah, bahkan mencari Tuhan selain Allah. Ada yang menuhankan hartanya, ada yang menuhankan kedudukannya, ada yang menuhankan suaminya, ada yang menuhankan jabatannya. Demi Allah dia tidak akan bahagia, karena dia menghianati Allah swt.

Oleh karena itu saudaraku, bertaubatlah jika kita lebih banyak menyebut manusia daripada menyebut nama Tuhannya. Andaikata kita lebih banyak mengakui manusia yang pasti binasa, daripada yang menciptakan alam semesta. Kenapa kita bergantung dan berharap kepada manusia yang tidak punya apa-apa? Daripada bergantung kepada Pemilik segala-galanya.

Taubatlah orang-orang yang lebih takut kepada manusia yang pasti jadi mayat dan akan hancur lebur kelak, daripada kepada Allah yang maha perkasa. Hati-hatilah saudaraku, hidup ini hanya sekali hanya sebentar. Tiada kebahagiaan kecuali menjadi hamba Allah, bukan menjadi hamba duniawi. Taubatlah dari segala kemusyrikan.

Taubat yang kedua agar kita tidak teracuni kebahagiaan kita adalah minta ampun kepada Allah atas kezhaliman kita kepada Rasulullah saw. Karena kita lebih mengidolakan selain Nabi, mengikuti perkataan selain beliau, banyak mengagung-agungkan manusia selain beliau. Padahal kita merasakan kenikmatan di Arafah ini atas jasa dan pengorbanan beliau. Kenapa kita tidak pernah membaca tentang Nabi. Kenapa tidak ada buku yang menjelaskan tentang Rasul di rumah kita? Padahal kita bisa merasakan nikmatnya Islam dan Iman syariatnya karena perjuangan Rasul. Taubatlah saudaraku. Tidak ada jalan kemuliaan selain sunnah Rasulullah saw.

Yang ketiga taubat kita adalah kepada manusia. Terutama kepada Ibu Bapak kita, yang sudah ditakdirkan Allah, darah dagingnya ada pada tubuh kita. Kita tahu sembilan bulan Ibu mengandung kita. Berjalan susah, berdiri berat, berbaring sakit. Tetapi selalu tersenyum, membelai perutnya, karena mengharap anak yang akan lahir anak yang baik. Ketika lahir Ibu mepertaruhkan nyawa, antara hidup dan mati, bersimbah darah, berurai air mata, mengalir peluh. Tapi tidak pernah mengeluh, dia memeluk, membelai, mencium dan menghitung jari kita. Padahal telah dipertaruhkan nyawanya demi kita.

Ayah membanting tulang mencari nafkah, agar kita lahir menjadi bayi yang selamat. Waktu kita lahir tidak mengenal jijik, walaupun sedang enak makan, membuang kotoran tidak pernah sungkan. Semakin lama kita semakin besar, orang tua kita semakin tua. Tapi apa yang telah kita lakukan? Berapa banyak air susu yang dibalas dengan air tuba? Berapa banyak doa yang dibalas dengan cacian?

Saudaraku, durhaka kepada orang tua akan mengundang petaka seketika. Tidak ada jalan bagi kita untuk bahagia dan mulia bagi orang-orang yang durhaka kepada orang yang telah menjadi jalan nikmat. Tentulah orang tua yang patuh kepada Allah. Jika orang tua belum patuh kepada Allah, jadilah orang yang paling berjuang agar orang tua kita selamat. Bertaubatlah dari segala kezhaliman kepada orang tua. Kita belum tentu masih lama melihat keduanya. Kalau kain kafan sudah membungkus tubuhnya, kita tidak akan lagi bisa mencium tangannya. Taubatlah saudaraku atas kezhaliman kepada orang yang telah berjuang demi kehidupan kita.

Taubat kepada manusia lainnya adalah kepada keluarga kita. Para suami janganlah menyalahi istri jika mendapati kekurangan. Taubat, kita sebagai lelaki yang bertanggung jawab, bukan menuntut tapi menuntun. Daripada kita menuntut, menyalahkan atau merendahkan, kita sebagai kepala keluarga yang ahli taubat mengapa kita belum bisa menjadi jalan? Mengapa kata-kata kita tidak didengar? Karena boleh jadi bagaimana kita bisa mengubah orang lain, mengubah diri sendiri saja kita tidak bisa.

Bagaimana kita merubah istri dan anak-anak kita sementara kita sendiri tidak berubah. Bagaimana kita menuntut anak-anak kita jujur kalau kita sendiri pendusta? Bagaimana kita menuntut keluarga kita benar jika kita pencuri? Bagaimana kita menuntut istri dan anak kita bersih sementara diri kita kotor? Taubatlah para suami, para lelaki? Bagaimana bisa membawa uang haram, meracuni istri dan anak yang tidak tahu apa-apa?

Hai, para istri, bertaubatlah. Sebelum berfikir kekurangan suami, berfikirlah kekurangan diri. Jangan-jangan para suami banyak yang tergelincir karena para istri yang tidak ikhlas mengurus suaminya. Yang tidak benar berada di jalannya. Taubatlah wahai para muslimah, jangan menyalahkan siapapun sebelum menyalahkan dirinya sendiri, bagaimana akan mendapatkan yang terbaik dari Allah jika dia selalu melakukan yang terburuk?

Wahai saudaraku kita harus bertaubat kepada hamba-hamba Allah lainnya. Kepada para ulama, orang-orang yang memberi cahaya. Kita sering menganggap remeh, menertawakan dan mencibir padahal beliau-beliaulah pewaris Nabi. Jangan pernah mengabaikan orang-orang yang kuat iman dan berilmu tinggi. Karena menghina mereka adalah menghina Nabi. Subhanallah, mudah-mudahan kita bisa menjadi sesuai perintah Allah yaitu orang-orang yang bertaubat.

Syarat taubat ada tiga, yang pertama adalah menyesal, kita harus jujur kepada diri kita. Jika diri sendiri sudah ditipu bagaimana kita tidak menipu orang lain? Tidak ada taubatan nasuha sebelum kita benar-benar jujur kepada diri. Ingat baik-baik bahwa kita dihargai dan dihormati orang lain saat ini karena Allah menutupi kekurangan, dosa, kebusukan dan aib kita. Kalau Allah membeberkan kebusukan kita, orang-orang akan mencibir bahkan meludahi kita. Dengan taubatan nasuha kembali ke jalan Allah.

Jadikanlah pasangan hidup kita menjadi cermin, bukanlah kita untuk dipuji. Sebaik-baik orang adalah orang yang mau menceritakan siapa diri kita yang sebenarnya. Ujian itu lebih banyak tipu daya bagi kita. Ujian kadang membuat kita membohongi diri kita sendiri. Kita bangga pada apa yang tidak ada pada kita.

Seharusnya yang kita cari adalah orang-orang yang berani mengkritik. Sepedas apapun itu adalah karunia Allah. Bisa datang dari suami, bisa datang dari istri, bisa datang dari anak, itulah rizki. Orang-orang yang dicintai Allah awalnya adalah orang-orang yang dibukakan pintu hatinya, berani jujur melihat dirinya sendiri. Kita tidak bisa sembunyi dibalik jas yang bagus, dibalik pangkat, karena semua itu adalah topeng. Bukan itu diri kita. Diri kita adalah kelakuan kita ini.

Sepulang haji ini berhentilah memikirkan kesalahan orang lain sebelum diawali memikirkan diri kita sendiri. Bagaimana Allah mengizinkan kita merubah orang lain kalau kita tidak berhasil merubah diri kita sendiri? Kita awali perubahan keluarga, kita awali perubahan masyarakat dengan merubah diri kita sendiri. Dan kita tidak bisa merubah diri sendiri sebelum kita jujur kepada diri kita sendiri.

Yang kedua syarat taubat adalah benar-benar memohon kepada Allah ampunan. Lihatlah Nabi Adam, yang kesalahannya memakan buah yang dilarang. Beliau sampai mengakui bahwa dirinya telah zhalim, sampai bertahun-tahun. Nabi Yunus bertaubat setelah meninggalkah dakwah, diuji dengan tiga kegelapan. Kegelapan perut ikan, kegelapan lautan, dan kegelapan malam. Keluar dengan selamat atas izin Allah setelah beliau bertaubat, benar-benar mengakui kesalahan. Itulah syarat taubat yang kedua.

Sedangkan syarat taubat yang ketiga adalah berhenti berbuat maksiat, berhenti mengulangi kesalahan dan dosa. Kita bukan manusia yang sempurna, kita pasti akan tergelincir atau berbuat dosa. Tapi sebaik-baik orang yang berdosa adalah orang yang bertaubat. Ampunan Allah lebih luas dari sebesar apapun dosa, sepanjang ajal belum ada di kerongkongannya. Allah yang maha tahu isi hati kita, jikala kita menjerit memohon ampun dan kita hijrah dari kemaksiatan tidak akan mengulangi lagi, maka Allah akan mengampuni dosa kita sebesar apapun dosa kita. Allah maha pengampun, mudah bagi Allah menghapus dosa bagi orang-orang yang hidupnya menyusun dosa dari waktu ke waktu. Taubatlah saudaraku, dengan meninggalkan kemaksiatan.

Dan yang keempat, kekuatan dari taubatan nasuha adalah dengan memperbanyak amal shalih. Kalau kita pernah memakan makanan haram, maka perbanyaklah sedekah makanan. Kalau kita pernah menyakiti orang, maka perbanyaklah menolong orang. Kalau kita pernah menzhalimi keluarga, maka muliakanlah keluarga. Memperbanyak kebaikan karena satu dosa dicatat satu. Tapi satu kebaikan dicatat sepuluh kali lipat. Andaikata taubat kita belum dapat menghapus dosa yang kita perbuat, mudah-mudahan kebaikan kita dapat menutupi keburukan kita.

Saudaraku sekalian, sepulang haji ini perbanyaklah mendatangi rumah Allah yang selama ini kita tinggalkan. Padahal tiada tempat yang paling mulia di dunia ini selain masjid. Mengapa kita mementingkan rumah manusia yang pasti binasa? Datanglah ke rumah Allah yang ganjarannya pasti tidak akan mengecewakan.

Taubatlah dengan memperbanyak datang ke rumah Allah, dengan memperbanyak sujud, dengan memperbanyak shodaqoh, dengan memperbanyak kebaikan sekecil apapun dan ikhlas. Barangsiapa yang memperbanyak taubat, maka Allah akan memberikan kelapangan di hatinya jika ada kesempitan, memberi jalan keluar dari segala persoalan, dan Allah akan memberikan rizki dan berbagai pertolongan dari tempat yang tidak diduga-duga.

Mudah-mudahan haji yang mabrur ini akan menjadikan kelapangan hati oleh Allah sebagai buah dari taubat-taubatnya. Akan diberikan jalan keluar dari segala kesempitan hidup yang tidak mungkin bisa kita atasi tanpa pertolongan Allah, dan tidak pernah berputus-asa dalam menghadapi sesulit apapun kenyataan hidup. Karena Allah menjanjikan mendatangkan pertolongan dari tempat yang tidak diduga-duga, yang kuncinya adalah Taubat.

Bangsa yang akan dimudahkan urusannya, Bangsa yang penuh ketenangan, Bangsa yang penuh pertolongan Allah adalah Bangsa yang sangat banyak bertaubat.

Demikian juga keluarga kita, keluarga sakinah hanyalah keluarga ahli taubat. Keluarga yang terjamin segala urusannya adalah keluarga ahli taubat. Keluarga yang kecukupan itu adalah keluarga ahli taubat.

Mudah-mudahan takdir Allah di Arafah ini menjadikan haji kita haji yang mabrur, haji yang ahli taubatan nashuha. Amiin



Wassalaamu'alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh

Tuesday, December 25, 2007

Man and The Sea

Man and the Sea


I never read the novel The Old Man and the Sea by Ernest Hemingway. Nevertheless I amaze with the title. What is comparable between an old man and the sea? Tough, strong, wide perspective, trusted, little bit of stubborn?

This man is not an old man. But seeing him standing there, makes me remember of that novel's title. It surely remind me of what usually the characteristic of a man and a sea:

tough, strong, wide perspective, trusted, stubborn


Some people said though that they can predict the sea better than a man ... and since I am a man, I have nothing to say about this .... :-P

Monday, December 24, 2007

Resolusi Seorang Istri Hari Ini ...

autumn in capitol


Tulisan istri tersayang ... subhanalloh indah sekali ...

Resolusi Seorang Istri Hari Ini ...
Diana

Selasa sore pekan lalu, aku duduk manis di depan radio, menyimak khutbah wukuf Aa Gym. Ada yang menyentak kalbu, teramat banyak malah, terutama ketika beliau mengemukakan soal taubat seorang istri terhadap suami. Aah, aku seolah diingatkan sudah seberapa sempurna dan maksimalnya bakti dan pengabdianku pada suami tercinta selama ini, selama masa pernikahan ini?

Biasanya begitu mudah kita melihat kelemahan maupun kekurangan pasangan hidup kita, sementara kita abai dengan kelemahan diri sendiri. Begitu cermatnya kita melihat sifatnya yang tidak romantis, suka tidur sambil mendengkur, doyan makan, tubuh subur-makmur, asyik dengan hobinya seakan tidak peduli dengan kita, dan sebagainya, sementara kita mengenyahkan sikapnya yang ngemong dan sabar terhadap anak-anak, izinnya yang mudah untuk urusan kita (pengajian, arisan), atau ringan hati membantu menjemur dan mengangkat cucian, juga membuatkan kopi dan membeli sarapan. Sementara mungkin kita yang sudah 'memproklamirkan diri' sebagai istri (dan atau ibu dari anak-anaknya) kurang mau belajar mengurus rumah, menyerahkan segala urusan memasak kepada pembantu, tahu beres, pulang malam akibat asyik dengan pekerjaan kantor, atau justru adu-balap tidak peduli dengan kebutuhan pasangan karena ia juga tidak perhatian terhadap kita. Lantas, di mana tanggung jawab dan kewajiban kita?

Menurut beberapa buku yang pernah kubaca, pernikahan yang sehat tidak dapat dibangun hanya dengan cinta semata, karena cinta kepada makhluk, bukanlah sebentuk cinta hakiki yang kekal abadi, namun bisa sirna ditelan waktu, ketika ada gelombang pasang atau badai menerjang, maka cinta itu pun luruh tak berbekas. Benih-benih niat tulus saat kita memutuskan "bismillah, aku mau menikah denganmu" sepatutnya memang disandarkan pada niat mencari ridha dan cinta-Nya, cinta Ilahi, bukan cinta syahwat antar manusia, bukan karena keterpaksaan, karena dendam, atau seribu satu alasan lainnya. Sehingga ketika ada kerikil-kerikil tajam dalam perjalanan berkeluarga, semua itu dikembalikan ke sana, seraya introspeksi, mungkin salah satu atau kedua belah pihak sudah melenceng dari jalurnya.

Dan dari Mario Teguh, sang motivator, kupetik nasehat/tip bagus, melongoklah kita ke belakang, namun jangan hidup dengan masa lalu. Artinya,kejadian di masa lalu jadikan sebagai pengingat dan sarana introspeksi ketika kita melangkah menuju masa depan. Jangan pernah mengungkit-ungkit keburukan sifat pasangan kita di kala dulu, tapi lihatlah ia di saat sekarang, di masa kini, dan ajak ia berubah ke arah yang lebih bijak.

Insya Allah aku tidak bermaksud menggurui, justru ini akan jadi tonggak untukku senantiasa bersikap lebih arif dari hari ke hari. Biarlah Allah jua yang menilainya...

Sunday, December 23, 2007

Demi Waktu

showtime!


Tadi pagi sempat dengar tausiah singkat Aa Gym yang disampaikan lewat telepon sementara beliau sedang berada di lantai 2 Masjidil Haram, kira kira jam 1.30 pagi waktu Mekkah.

Beliau bercerita tentang seorang ibu yang sudah berumur - kalau tidak salah 80 tahun. Sang ibu semangat sekali menjalankan ibadah haji, semua dikerjakan, termasuk semua yang disunnahkan Rasulullah. Selesai ibadah haji, tanpa sakit yang serius, beliau ternyata dipanggil Allah SWT. Subhanalloh ... sungguh akhir yang indah, khusnul khatimah.

Hikmah dari kejadian ini jelas, bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah siap untuk dipanggil? Aa mencontohkan (maaf) kambing pada hari pemotongan kurban. Meski teman-temannya satu persatu sudah dipotong, si kambing tenang-tenang saja. Malah masih sibuk makan, berkelahi dengan sesama dll. Apa kita menginginkan nasib kita seperti mereka?

Tiada pilihan lain. Kita harus terus memperbaiki diri. Kita harus bertaubat, mohon ampun sebesar-besarnya. Perbaiki terus kualitas amal ibadah kita. Tingkatkan sedekah dan infaq kita. Terus tingkatkan perbuatan baik kita. Jangan terlena, terus perbaiki diri. Siapkah kita untuk dipanggil saat ini? Siapkah kita? Siapkah?

Pesan beliau terakhir sebelum menutup tausiahnya adalah jangan menyiakan-nyiakan waktu ....

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. QS 103.1

===
Sungguh kita orang-orang yang terlena. Begitu banyak yang terlewat dalam hidup ini dengan sia-sia. Masih kurangkah peringatan dan nasihat yang kita terima untuk kembali ingat? Dalam hidup yang tersisa ini - entah berapa lama - marilah kita bersama-sama saling mengingatkan dalam mentaati kebenaran dalam kesabaran ...

Wednesday, December 19, 2007

Selamat Idul Adha 1428 H

it's flying!


Selamat Idul Adha 1428H

Semoga kita senantiasa mampu dan ikhlas dalam berkurban di jalanNya ... Amiiin ...

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
QS 2:218

Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. QS 9.20

Kuku Manusia

the world in black and white


Kuku Manusia
Jakob Sumardjo

Mengapa manusia berkuku? Apa guna kuku-kuku pada manusia? Apa bedanya kuku manusia dengan kuku binatang? Apakah kuku manusia memiliki makna?

Itulah pertanyaan kekanak-kanakan yang sering sulit dijawab orang tua. Namun, anak-anak sering menanyakan hal-hal yang sulit dijawab orang tua. Pertanyaan anak-anak merupakan pertanyaan filsafat. Pa, mengapa mama menangis? Mengapa burung dapat terbang? Dari mana bayi di perut mama? Mengapa? Juga aneka pertanyaan tentang alasan "ada". Biasanya orang tua menjawab sekenanya: adik di perut ibu berasal dari burung bangau. Setelah tua jawaban ini menimbulkan pertanyaan baru: Burung siapa?

Kuku manusia
Mengapa manusia berkuku seperti harimau, beruang, atau burung? Mengapa kuku manusia tidak seperti kuku kerbau, kuda, gajah, atau kambing? Jika diperhatikan, binatang berkuku tunggal seperti kuda, domba, dan rusa adalah binatang-binatang korban. Binatang-binatang ini cenderung tidak membunuh binatang lain, apalagi sesamanya. Mereka ini binatang pemakan tumbuhan.

Namun, manusia, macan, dan beruang menggunakan kuku-kuku untuk mencakar, melukai makhluk lain. Kuku-kuku binatang itu menjadi alat untuk membunuh yang lain. Itulah binatang pemangsa, yang hidup dari memangsa makhluk lain, termasuk "binatang" manusia. Bahkan burung-burung pun menggunakan kuku-cakarnya untuk memangsa binatang lain.

Jika manusia sebagai "binatang" termasuk jenis macan, beruang, elang, maka kodratnya seperti macan dan beruang, suka mencakar, dengan kedua tangan ataupun kedua kaki. Jika tidak demikian, mengapa kuku manusia tidak tunggal seperti kerbau?

Binatang berkuku tunggal menggunakan kukunya hanya untuk pertahanan. Kuda akan menyepak jika disakiti. Binatang-binatang kuku tunggal bukan pemangsa, justru dimangsa.

Manusia dan macan termasuk makhluk agresif. Agresivitas kuku manusia ini masih tampak saat istri tua dan istri muda saling mencakar sampai berdarah-darah. Jadi, secara naluriah, kuku manusia sebagai alat penyerang.

Umumnya, untuk menyembunyikan bahwa manusia termasuk binatang pemangsa, ia selalu memotong kuku-kukunya setiap tiga-empat hari. Pemotongan kuku-kuku itu untuk menyembunyikan karakter aslinya bahwa mereka sebenarnya sejenis makhluk pembunuh. Benarkah manusia yang berkuku plural ini makhluk pembunuh?

Peribahasa
Kesadaran bahwa manusia itu tak lebih dari macan sudah ada di benak nenek moyang bangsa Melayu. Ada sejumlah peribahasa mengambil tema "kuku".

"Belum berkuku hendak mencubit". Maksudnya, belum memiliki kekuasaan sudah sok main kuasa. Karena kuku-kukunya belum tumbuh betul, cubitannya atau cakarannya tidak akan memakan korban.

Berbeda dengan "diberi berkuku hendak mencengkam". Inilah gejala yang membuktikan bahwa manusia itu jenis makhluk pemangsa manusia lain. Semakin tajam dan kuat kekuasaannya, semakin tajam dan dalam cakarannya. Peribahasa ini mengingatkan kaum berkuku di Indonesia agar tidak main-main menggunakan kuku-kuku kekuasaannya.

Peribahasa lain, "belum sekuku lagi". Ini untuk menyatakan manusia-manusia yang sok pamer kelebihan, mirip dengan "belum berkuku hendak mencubit". Kesombongan manusia rupanya tidak disukai di mana-mana. Pengetahuannya belum seberapa sudah berlagak paling tahu. Kekuasaannya belum seberapa. Kekayaannya belum seberapa. Kecantikannya tidak seberapa.

Peribahasa kuku yang positif juga ada, seperti "sebagai kuku dan daging". Inilah dwitunggal, dua orang yang tidak dapat dipisahkan, seperti dua orang sedang jatuh cinta.

Namun, seperti cinta asmara, "bagai kuku dengan daging" ini, pasangan dwitunggal seperti ini tak pernah lama. Bulan madu dwitunggal biasanya berakhir dengan saling cakar sehingga berdarah-darah. Tidak sulit mencari pembuktiannya dalam sejarah bangsa mana pun. Sekali lagi, kuku manusia itu berfungsi untuk agresivitas manusia.

Manusia dan binatang buas
Tidak mengherankan jika manusia Indonesia menggunakan kuku sebagai simbol kekuatan, ancaman, berbahaya, kekuasaan. Mereka yang berkuasa adalah manusia-manusia berkuku tajam, bukan untuk melindungi diri seperti kuda, tetapi untuk menyerang dan membunuh. Kekuasaan atau kuku semacam itu diperoleh secara formal atau informal. Kuku-kuku formal didapat dalam pemilu atau pilkada. Bahkan dalam lembaga pemilihan lebih kecil, sekolah atau universitas. Adapun kuku-kuku informal diperoleh dengan menggalang massa. Tidak mengherankan jika manusia Indonesia sibuk membentuk gerombolan untuk memperoleh ketajaman kukunya.

Manusia berkuku lebih menyerupai macan berkuku yang buas. Tetapi, kebuasan manusia berbeda dengan macan atau beruang. Macan dan beruang hanya memangsa binatang lain yang kebanyakan berkuku tunggal, tetapi manusia memangsa sesamanya. Dalam sejarah manusia, kebuasan manusia dipertunjukkan. Manusia memangsa dan memakan manusia lain. Kebuasan manusia melebihi binatang. Binatang apakah manusia itu?

Kuku manusia tidak untuk melindungi yang lain. Kuku-kukunya tidak hanya untuk pertahanan diri. Dalam hal ini manusia Indonesia rupanya harus lebih banyak belajar kepada kerbau.

Tuesday, December 18, 2007

a solitude song

a solitude song


along the harbor
you find lots of ship
ships like this

broken
abandon
lonely
left behind

the withering twig
sing a solitude song

I was hoping
to get a perfect picture
a perfect boat
a perfect harbor

I get, instead
tough, rough, hard life
in this
old tired port

Photo taken at fish harbor, Banten

Sunday, December 16, 2007

Bersyukur ...

if the goat wasn't there ...


Hari Jum’at kemarin saya dan teman-teman mendapat tugas mengetes peralatan kantor yang berada di luar Jakarta. Lokasinya arah perjalanan ke Bandung, kira-kira 1.5 jam dengan berkendara mobil (dengan sepeda berapa lama ya .... hehehe).

Dalam perjalanan, mata saya tertumbuk pada pemandangan alam di kedua sisi jalan. Sawah membentang, pepohonan, dataran terbuka, pantulan air di sawah, gubuk-gubuk. Hijau. Luas. Terbuka. Saya baru sadar, kalau sudah lama juga saya tidak melihat pemandangan ini. Sudah lama juga saya tidak melepaskan diri pada keriuhan dan kesibukan dunia sehari-hari.

Kerinduan saya pada alam pun mencuat. Kerinduan pada pada udara segar, sinar matahari, cakrawala yang terbuka, dedaunan yang basah oleh embun pagi, bunga yang cantik, jalan tanah, gemercik air sungai, rerumputan yang hijau, alam yang memiliki keramahan dan keaslian, hingga pada penduduk setempat yang senantiasa menyambut para musafir yang melewati kampung mereka. Kerinduan mentadaburi alam. Kembali belajar pada sesuatu yang murni, yang bersih, yang fitrah.

Kehidupan dan kesibukan kota ternyata telah membuat saya melupakan bahwa fisik dan jiwa saya memerlukan makanan lain. Mengingat ini, sesuatu sempat menggenang di ujung mata .... . Saya sepantasnya bersyukur karena saya masih diberi kesempatan untuk mengingat ini semua. Pada saat yang bersamaan saya merasa malu karena saya hampir saja melupakan anugrah Yang Maha Kuasa ini pada kita semua.

====
Pulang dari tugas ini, saya sempat menumpang mobil teman sampai di persimpangan ke arah rumah saya. Dari situ saya naik taksi. Mobilnya sudah lama dan supirnya seorang bapak tua.

Karena sudah capek, saya tak berkata-kata. Sampai dekat rumah, ketika kita melewati keramaian yang tidak biasanya ada (kelihatannya ada konser musik). Sang bapak membuka percakapan, dan kita pun bertukar tutur.

Dari percakapan itu sang pengemudi menuturkan dengan suara letihnya kalau dia tetap optimis menyongsong hari meski sampai saat itu (jam 7.30 malam) ia masih belum bisa memenuhi target setorannya hari itu. Ia pun menuturkan keikhlasannya kalau ternyata harga bensin akan naik.
"Ya, pak kita lihat saja. Kalau masih bisa narik, ya narik. Tapi kalau nanti terlalu berat, ya cari pekerjaan lain," katanya.
Tanya saya, "Mau kerja apa pak selain narik taksi?"
Jawabnya, "Belum tahu pak, lihat nanti saja … " dengan nada suara yang terdengar tenang-tenang saja.

Sampailah taksi itu di rumah saya. Argometer menunjukkan angka 22 ribu. Saya putuskan untuk membayar 30 ribu tanpa kembalian. Sungguh luar biasa senyum beliau. Bahkan istri saya yang membukakan pintu pagar kebagian senyum lebar beliau. Saya sendiri? Tersenyum campur nyengir karena senang sekali bisa menyenangkan seseorang. Rasanya rasa senang yang ada di hati saya jauh melebihi ketika atasan memberi tahu saya kalau saya mendapat bonus perusahaan.

Subhanalloh .... Alhamdulillah ...

Thursday, December 13, 2007

Bersedekah

through ...


Hari-hari pertama berojek+angkot+bis ria saya disibukkan dengan uang kecil. Seribu lima ratus untuk bayar angkot dan tiga ribu rupiah untuk bayar ojek. Setiap pagi saya siapkan uang pas untuk perjalanan pergi dan pulang.

Namun hari-hari ini diisi pula oleh hujan. Perjalanan ojek jadi lebih panjang, karena harus menempuh rute yang lebih panjang, untuk menghindari becek dan banjir lokal. Sementara saya sendiri sibuk memegang tas, payung yang basah, dan melindungi kepala, badan, serta kaki dari terpaan hujan.

Setelah saya sampai, karena perjalanan yang jauh itu saya biasanya jadi tergerak untuk memberikan uang ekstra. Sebenarnya bukan uang ekstra, karena hanya berkisar seribu sampai dua ribu rupiah.

Saya jadi teringat kalau di bulan ini kita dianjurkan banyak bersedekah. Wah tepat sekali dong ya ....

Yang baru terasa oleh saya ialah uang ekstra itu tidak seberapa menurut kita, tapi sangat berarti bagi sang tukang ojek. Tadi pagi ketika saya berikan uang 5 ribu rupiah, ia sampai menanyakan dua kali apakah perlu dikembalikan atau tidak. Pakai bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Senyum pun terulas di bibirnya ketika saya katakan tidak usah ...

Saya lantas teringat orang-orang yang penghasilannya jauh di bawah saya, tetapi semangat bersedekahnya luar biasa. Kenapa saya harus berfikir panjang untuk menambah seribu dua ribu rupiah ya?

Sampai sekarang senyuman sang tukang ojek masih tergambar di benak saya. Semoga semangat bersedekah ini bisa terus terukir dalam hati ...

Wednesday, December 12, 2007

l i f e

l i f e

land of wet sand
ocean of rippled wave
winds of north java sea
blue of endways mountain
sky of swelling white clouds

that is
s i m p l e

that is
b e a u t i f u l

that is
l i f e

Tuesday, December 11, 2007

Smile

Smile


Smile
Nat King Cole

Smile though your heart is aching
Smile even though it's breaking
When there are clouds in the sky, you'll get by
If you smile through your fear and sorrow
Smile and maybe tomorrow
You'll see the sun come shining through for you

Light up your face with gladness
Hide every trace of sadness
Although a tear may be ever so near
That's the time you must keep on trying
Smile, what's the use of crying?
You'll find that life is still worthwhile
If you just smile

That's the time you must keep on trying
Smile, what's the use of crying?
You'll find that life is still worthwhile
If you just smile

Monday, December 10, 2007

Menikmati hari ...

enjoy the autumn


Hari ini hari kedua saya naik bis kantor. Ya ... kantor menyediakan bis ke berbagai jurusan dimana karyawannya bertempat tinggal. Sejauh ini belum bayar ... :-P Buat saya sendiri, ternyata ini memberikan alternatif yang sangat baik dibandingkan membawa mobil sendiri. Sepeda? Tetap dong ... sayang kalau ga sepedaan ke kantor ... :)

Hari pertama naik bis, pulangnya hujan rintik-rintik. Dari bis saya harus nyambung naik angkot. Sewaktu pindah ke angkot kehujanan sedikit. Turun dari angkot, masih nyambung ojek lagi. Karena masih gerimis, saya pun berlindung di balik plastik yang dikenakan sang 'supir'. Keplek ... keplek ... keplek ... bunyi plastik itu bolak-balik menempel di kepala, dahi, pipi, dan mulut saya ... :)

Hari ini hari kedua. Persiapan lebih serius, saya bawa payung lipat. Ternyata hujan lagi, sedikit lebih deras. Pas mau turun dari bis, saya dapat usul dari teman sebis, "Pak, kalau mau turun di situ, jalan sedikit, nah ... cari angkotnya lebih gampang ... :)"

Pikir punya pikir, asyik ya jalan kaki di hari hujan. Jadi jadilah, saya turun sesuai sarannya, dan menelusuri jalan beraspal ditemani hujan rintik-rintik dan si payung lipat.

Alhamdulillah, enak sekali. Menikmati bunyi hujan di payung, kemacetan di tengah hujan, daun-daun yang basah, udara yang segar, sore yang rileks .... saya pun menggerakkan kaki lebih jauh dari yang saya perlukan. Segar ... rileks ... nikmat ...

Asyik jalan, baru sadar sepatu saya mulai basah (mulai berfikir enak banget nih lari atau naik sepeda hujan-hujan begini pada sepatu olahraga). Celana pun mulai basah .. :). Wah udah harus naik angkot kalau begini ...

Di ojek, karena hujannya mulai melebat lagi, mau tak mau celana di bagian lutut dan bawah basah (kuyup). Untungnya kepala terlindungi sang plastik. Cuma celana basah sah sah ... :-P

Alhamdulillah masih diberi kesehatan. Masih bisa menikmati sore, melihat hujan, merasakan butirannya, menghirup udara segar, dan mensyukuri betapa besar nikmatNya ... setiap saat ... setiap kesempatan ...

Sunday, December 09, 2007

Bayu Gawtama: Amanah Lelaki



Udah lama ga resensi buku ... sebenarnya tetap rutin baca buku, cuma belum punya waktu untuk nulisnya .... :) Alasan ... hehehe ... tapi kali ini, saya sempat menulis sedikit. Buku yang mau saya ulas ini karangan Bayu Gawtama. Judulnya Amanah Lelaki: Menjemput Keping Hikmah.

Buku terbitan GIP ini dikemas sederhana, meski tetap menarik. Yang membuat istimewa, adalah tulisannya sendiri. Sederhana, membuka, ramah. Bayu mengajak kita menelusuri perjalanan dan hikmah hidupnya. Serasa akrab, karena banyak hal yang dibahasnya kita temui sehari-hari. Namun juga membuat kita malu, karena begitu banyak hal yang ia buka, sesuatu yang kita terlewat dan terlupakan dalam kehidupan kita. Satu hal yang benar-benar membuat tertegun adalah ketulusan dan keterbukaannya, jika ia dapat berbuat begitu, mengapa kita tidak?

Rekomendasi saya? Belilah buku ini. Bahkan, hadiahkan kepada teman-teman dan orang tersayang anda ....

Jejak yang Tertinggal
Bayu Gawtama


Saat masih aktif di pecinta alam, saya senang meninggalkan jejak berupa tulisan, "Gaw pernah berdiri di sini," menancapkan bendera atau apapun untuk memberitahu kepada pendaki sesudah saya bahwa saya pernah singgah di tempat itu sebelumnya. Atau sekiranya saya kembali ke gunung itu, ingin sekali saya mencari jejak yang dulu saya tinggalkan, senanglah hati saya mengetahui tanda itu masih ada. Pun jika sudah hilang, saya bergegas membuat tanda atau jejak baru.

Tidak hanya di puncak atau perjalanan mendaki, bahkan dinding kereta, bis, dan kapal laut yang saya tumpangi pun saya sempatkan untuk sekedar mencoretkan nama saya, bahwa saya pernah menumpang angkutan itu.

Saya pun pernah menulis nama saya di dinding pesawat kalau saja tak sempat dipelototi seorang pramugari. Bukannya saya mempunyai kebiasaan coret-mencoret di sembarang tempat, niatnya cuma ingin meninggalkan bekas bahwa saya pernah hadir di tempat itu. Kadang, saya sering berangan-angan suatu saat, anak cucu saya pergi ke suatu tempat mendapatkan nama saya masih terukir jelas di atas batu atau dinding angkutan umum.

Beberapa tahun lalu, adik saya yang paling bungsu masuk SMA tempat saya dulu menghabiskan 3 tahun berputih abu-abu. "Tolong sekali-kali lihat ke dinding sebelah utara toilet pria ya, Dik?" Masih ada nama abang nggak di situ?" Pesan saya di hari pertama ia sekolah. Si cantik bungsu cuma nyengir, "Lihat saja sendiri." Memang tidaklah mungkin nama saya masih ada di dinding toilet, toh jarak antara saya lulus dengan adik saya masuk sekolah itu lumayan jauh, hampir 10 tahun. Entah sudah dicat ulang, atau ada mencoretnya dan menggantinya dengan namanya.

Anda juga pernah melakukannya bukan? Tapi sadarkah kita bahwa tanpa harus menuliskan nama, atau menandai suatu tempat dengan bendera, setiap kita memang telah dan sedang terus-menerus meninggalkan bekas di setiap waktu dan tempat yang kita lalui. Di manapun saya singgah, sesungguhnya saya akan meninggalkan bekas dengan kata, tingkah dan perbuatan kita. Yang semestinya saya lakukan adalah meyakinkan bahwa bekas dan jejak yang saya tinggalkan adalah bekas kebaikan, jejak kearifan. Bukan sebaliknya.

Saya ingat, dulu pernah berkata-kata keras di suatu kesempatan, tentu saya akan teramat malu untuk kembali ke tempat itu, karena bekas yang saya tinggalkan adalah keburukan. Saya juga pernah berbuat memalukan di satu tempat, saya pasti akan selalu menangis mengingatnya, dan bekas itu masih sangat jelas membayang di pelupuk mata ini. Seketika bibir ini pun tersenyum, hati berbunga mengingat prestasi yang pernah saya lukiskan di sekolah menengah pertama. Atau di mana pun saya pernah meninggalkan jejak kebaikan. Hanya sebagai pengingat bahwa di tempat itu saya bisa berbuat baik, semestinya di lain tempat dan waktu pun saya bisa melakukannya lebih baik, dan lebih banyak kebaikan.

Masalahnya, sadarkah kita bahwa setiap langkah kita, kapanpun dan di manapun senantiasa meninggalkan jejak dan bekas yang teramat jelas? Lalu, mengapa kita masih senang meninggalkan bekas yang kemudian orang akan mengenal dan mengenang kita bukan dari kebaikan-kebaikan yang pernah kita lakukan?

Saya terus mengingat satu kejadian di kelas satu sekolah menengah pertama, ketika tak sengaja, saya mematahkan salah satu alat olahraga milik sekolah. Dua tahun yang lalu, ketika bertemu kembali dengan guru tersebut, "O ya, bapak ingat kamu, kamu yang dulu mematahkan tongkat lembing sekolah kan?" Oooh ...

Kajian 9 Desember 2007

Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. QS 27:65.

Friday, December 07, 2007

love

love


what do you feel to be in a open field
wind blows gently while the sun bashful
hides behind the clouds
bushes, weeds, grass, here and there
and horses follow you around

they all need to be touched by your hand,
by your heart
they all want to be loved
just like you

an afternoon in a open field
love, care, the beauty of nature
surrounds you, adore you
makes you feel complete
makes you alive

life is full of love
and yet beautiful

a poem to my beautiful wife

Thursday, December 06, 2007

Indahnya ayat-ayat Al Qur'an

wither


Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz). QS 6.59.

Hari ini ketika mengkaji sedang ilmu agama, kebetulan ayat ini muncul. Ketika saya mencoba membacanya, mata, lidah, dan hati tercekat. Bacaan terhenti di tengah-tengah, lidah kelu, dan tanpa terasa ada yang mulai menggenang di sudut mata.

Sungguh indah! Tutur katanya, alunan bahasanya, penekanan pada tiap tarikan nafas sewaktu membacanya, pilihan kata-katanya, tidak terlalu banyak, tidak semuanya, namun entah kenapa terasa lengkap sekali. Begitu banyak tanda-tanda di alam yang kita temui setiap hari (daratan, lautan, sehelai daun, sebutir biji, basah, kering) namun sering kali kita terlupa menjadikannya sebagai pengingat syukur kita kepadaNya.

Ayat mengingatkan kita betapa terbatasnya ilmu kita. Kita sering kali mempertanyakan keputusanNya (sesuatu yang sebenarnya hakNya pada kita), kita sering kali mencoba melihat sesuatu kejadian dari kacamata ilmu kita yang terbatas.

Dan seringkali pula kita memaksa meminta sesuatu kepadaNya, yang kita tak mengetahui sesungguhnya apakah itu baik untuk kita atau tidak. Kita lupa, bahwa kita harus ridho atas segala keputusanNya, dan bahwa sesungguhnya kita tidak punya pilihan kecuali ridho kepadaNya.

===
Dalam pengajian ba'da dhuhur di kantor baru-baru ini sang penceramah menanyakan kepada jamaah, "Dari mana manusia berasal?"
Jawab jamaah (JJ), "Dari Allah"
Tanya penceramah (TJ), "Dari mana bapak/ibu tahu?"
JJ: "Dari Al Qur'an"
TJ: "Kenapa bapak/ibu percaya Al Qur'an?"
JJ: "Karena dari Rasullulah"
TJ: "Kenapa bapak/ibu percaya Rasulullah?"
JJ: "Karena disuruh Allah"
TJ: "Darimana bapak/ibu tahu disuruh Allah?"
JJ: "Dari Al Qur'an"
TJ: "Kenapa bapak/ibu percaya Al Qur'an?"
Jemaah mulai bingung dan bisik-bisik

Sang penceramah lalu menceritakan pengalaman hidupnya yang membawanya menuju jalan dakwah. Kata beliau peristiwa penciptaan dan kematianlah yang menyebabkan ia percaya akan Zat Yang Maha Besar yang mengatur ini semua.

Sungguh tepat kata sang penceramah. Namun kalau boleh saya tambahkan, kalau kita mau mengkaji Al Qur'an, sungguh kita akan menemukan banyak sekali keajaiban di dalamnya.

Keajaiban berupa berisi banyak sekali kebenaran yang sungguh tak terbantahkan oleh akal sehat dan hati nurani. Keajaiban bagaimana isi Al Qur'an ternyata cocok dengan fitrah manusia. Keajaiban berupa bagaimana ayat yang satu menimpali ayat yang lain, saling mengokohkan, saling menguatkan. Keajaiban berupa bagaimana ayat yang satu sama lain tidak berhubungan atau berdekatan bisa saling melengkapi, cocok, meski dengan sudut awal yang sama sekali berbeda.

Ini belum bicara soal tutur kata dll seperti alinea ke 3 di atas. Sungguh ajaib!

Jadi kalau ditanya kenapa mempercayai Al Qur'an? Menurut saya jawabannya adalah karena kitab ini semata-mata berisi kebenaran, yang cocok dengan akal sehat, dengan hati nurani, dan fitrah kita.

Semoga kita termasuk orang yang terus tekun mempelajari Al Qur'an, semoga kita diberikan hidayah dan kemudahan olehNya, dan semoga pembelajaran ini menjadikan kita terus ridho kepadaNya dan menyadari pilihan kita satu-satunya adalah ridho padaNya, Yang Maha Pengasing dan Penyayang ...

Wednesday, December 05, 2007

Rezeki

Inside the candle factory store


Pagi ini sambil jalan dengerin radio, sang penceramah bercerita tentang jenis-jenis rezeki. Tidak ada yang baru ..... tapi saya baru tersadarkan ...

Rezeki itu macam-macam, dari harta, kesehatan, iman, kesempatan, ilmu, dll .... kita - sebagai insan - menerima bermacam variasi rezeki, yang sering kita lupakan.

Beberapa bulan ini saya mendapatkan kesempatan untuk belajar (lagi) dan berbagi ilmu. Baru sadar kalau ini bukan cuma kesempatan, tapi rezeki! Buat saya sendiri, kesempatan ini sungguh nikmat. Menelaah ayat-ayatNya maupun perjalanan Rasullullah SAW, membuka cakrawala yang luar biasa. Mulai dari lezatnya iman, nikmatnya belajar, hingga pentingnya menghitung diri (muhasabah) dan merenung (istilah saya berhenti hehehe) agar tidak lalai dalam hidup ini.

Banyak sekali hikmah dari 'perjalanan' ini ... harus saya tulis lagi di blog ini ... Namun satu hal yang saya lupa, ialah di atas semua kenikmatan di atas, ini adalah rezeki luar biasa yang dilimpahkanNya .... Subhanalloh ....

Jadi ingat surat Tulisan seputar surat Ar Rahmaan ...

Maka Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? ...

Tuesday, December 04, 2007

sinking ...

sinking ...


My photography mentor told us that this trip is 'a journey to the past' .... seeing this boat sinking, alone, in a small harbor, makes me couldn't agree more. brown cold water, trash here and there, old boats, almost no one on the street, truck parking ....

And as you could see the reflection of the sinking boat, you should be able to see reflection of yourself. I do hope that is not singking too ....

Monday, December 03, 2007

when we're still young ...

when we're still young ...


It's a hot day here in fallen palaces, Banten
we wear hat, we sweat, we drink
we use umbrella, we take shelter
it's a hot day here, in Banten ... at fallen palaces

But to these boys, it was an ordinary day
they play, they smile, they laugh
fallen palaces on a hot day
their playground

They make me remember
of the old days
when
I still young

Now I might be like
the fallen palaces
old, broken, pieces
and can't stand the heat of hot days

Kajian 3 Desember 2007

Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar". QS An Naml 27:64

Sunday, December 02, 2007

Dibalur emosi ....

Old train station of Bartlesville


Dua tiga hari ini saya seperti menemukan benua yang hilang. Seusai perjalanan hunting foto ke Banten, seperti biasa saya kembali tenggelam di pekerjaan dan kesibukan sehari-hari. Sampai salah seorang teman baik – TJ – mengingatkan (dan setengah mengomeli) dengan gaya khas Betawinya, "Mana aje .... flickr ga pernah diupdate ... blog kaya’nya setengah hati ...." malu juga waktu beliau berujar begitu, "Ya udah ntar malam dah mulai lihatin foto Banten", begitu pikir saya.

Ternyata saya ‘terjebak’ dengan jepretan saya di Banten! Suasana emosi yang keluar begitu dahsyat, begitu kuat, begitu mengharubiru ... saya pun tercengang membandingkan foto Banten dengan foto perjalanan saya ke Amrik bulan lalu. Kenapa emosi yang meliputi kedua koleksi ini begitu jauh berbeda? Apa karena foto-foto di Amrik lebih foto pemandangan (landscape) sementara foto Banten sangat banyak bersentuhan dengan manusia?

Atau karena saat pengambilan yang berbeda? Di Amrik saya sendiri, dan relatif tenang, tidak tergesa-gesa mengambil foto, dan punya kesempatan memilih waktu yang tepat untuk mengambil foto. Sementara di Banten kemarin saya pergi bersama-sama teman, waktunya terbatas, dan banyak sekali obyek foto yang harus diambil sementara terbatas. Apa karena ini?

Atau mungkin suasana hati yang berbeda? Di Banten, saya relatif full-of-charge, telah bertemu dengan keluarga, dengan teman-teman, dan kembali ke habitat saya. Sementara di Amrik, rasa kesepian dan kesendirian membuntukan mata jiwa saya?

Entahlah ... yang pasti beberapa waktu ke depan blog ini mungkin akan lebih banyak ekpresi diri yang dicuatkan dengan secarik foto dan coretan jiwa saya ....

===
Pagi ini, sebelum membuat tulisan ini, saya sempat memutar DVD konser Andrea Bocelli yang berjudul Under the Desert Sky. Lokasi konser di danau Las Vegas.

Saya sempat menonton bagian awal konser ini di TV. Lokasi konser sungguh cantik. Danau yang tenang, suasana sore menjelang magrib, bangunan klasik Amerika, pantulan di air, pegunungan membentang di latar belakang, pepohonan di sana-sini, lampu-lampu pelabuhan, sampai beberapa kapal yang berlabuh di kejauhan. Sungguh cantik ...

Keindahan ini ditambah pula dengan musik yang sederhana, cermat, dan mengalir sungguh indah mengiringi suara Andrea yang membius panca indera.

Namun pagi ini, saya sengaja memutar DVD ini di sistem audio saya. Tidak ada visual, semata-mata audio. Saya ingin agar telinga saya bisa menikmatinya sepenuhnya dan menuntun panca indera lain, termasuk hati untuk turut mencerna keindahan.

Pada lagu terakhir, Because We Believe - salah satu lagu favorit saya - , saya benar-benar terbius. Nafas tertahan, hati seakan meledak, Andrea benar-benar bernyanyi dengan hatinya.

Dalam hati, saya membayangkan ekspresi Andrea, gerak bibirnya, tangannya, gerakan tubuhnya. Tepuk tangan penonton yang menutup konser, gemerlap kembang api, suasana malam, sampai pada wajah Andrea yang tersenyum menerima penghargaan penonton. Ahhh ... ternyata tanpa menonton pun, kita bisa ‘melihat’ jika kita mau ....


Because We Believe
terjemah dalam bahasa Inggris

Look outside: its morning
This is a day you'll remember
Hurry, get up and go
There are those who believe in you
Don't give up

Once in every life
There comes a time
We walk out all alone
And into the light
The moment won't last but then,
We remember it again
When we close our eyes.

Like stars across the sky
And in order to shine
You will have to win
We were born to shine
All of us here because we believe

Look ahead and never turn your back
On the caress of your dreams,
Your hopes and then,
Turn towards the day that will be
There is a finish line there.

Like stars across the sky
And in order to shine
You will have to win
Like stars across the sky

Don't give up
Someone is with you

Like stars across the sky
We were born to shine
And in order to shine
You will have to win