Thursday, November 29, 2007

sang maestro ...

watch the snow mountain


Beberapa waktu yang lalu dalam perjalanan pulang dari kantor saya sempat mendengarkan wawancara dengan Ireng Maulana sehubungan dengan persiapan Festival JakJazz di salah satu stasiun radio di Jakarta.

Yang pertama-tama menarik hati adalah gaya bicara Ireng. Santai sekali, rileks, tapi dengan penuh semangat dan antusiasme, tanpa adanya kesan ngotot. Sewaktu beliau tertawa, nuansa hasrat (passion) terhadap yang beliau bicarakan terasa sekali, penuh dengan kehangatan.

Saya terkesan. Bagaimana ya caranya berbicara tentang sesuatu yang kita percayai, sesuatu yang kita ingin orang tahu, orang ikut, orang percaya dengan rileks, santai, penuh semangat, tapi tanpa ada kesan ngotot? Bagaimana kita 'melafazkan' keinginan kita itu dengan penuh gembira, kehangatan, dan antusias tanpa ada kesan menggurui? Mungkin beginilah kalau sang maestro sudah bicara ya ....

Kambali ke soal wawancara, Ireng juga menyebut para pemain jazz Indonesia (dia menyebutnya teman-teman) penuh antusias untuk datang. Bukan karena mereka dibayar atau sejenisnya, tapi karena mereka merasakan kegembiraan yang sama. Juga karena mereka ingin main bersama.

Ireng menyebut beberapa nama (orang, grup) yang akan datang dan betapa ia sangat menunggu untuk bermain bersama mereka. Dia kurang lebih bilang, "Ya, saya sudah bilang ke dia, kita harus 'main' sama-sama"

Main bersama ini biasanya berupa main spontan di satu panggung, tanpa latihan terlebih dahulu. Selain para pemainnya harus memiliki keahlian yang tinggi untuk bisa menyesuaikan diri begitu permainan dimulai, yang lebih penting lagi adalah kemampuan berkomunikasi, menyesuaikan diri, dan ngobrol .... tentunya ngobrolnya pakai alat musik ... :)

Buat saya satu pelajaran. Bagaimana suatu lingkungan bisa membuat orang pingin datang, bersilaturahmi, ngobrol, dan bersama-sama bekerja dengan rasa gembira dan sukacita dengan tetap menghargai kebebasan dan kreativitas masing-masing ..

====
Sore itu saya mendapat suatu pelajaran. Bagaimana seorang maestro bicara dan refleksinya bagi diri sendiri. Pelajaran kedua adalah lingkungan yang baik akan melahirkan kemampuan kita yang terbaik dengan tetap mengusung nilai-nilai yang kita percayai bersama.

Bagaimana, anda sudah merasa menjadi maestro? Apakah lingkungan kerja anda seperti di atas dan apa kontribusi anda terhadap lingkungan anda?

Kajian 29 November 2007

Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di daratan dan lautan dan siapa (pula) kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya). QS An Naml 27:63

Tuesday, November 27, 2007

Ada di Mana Kaum Muda?

sit with me ...


Ada di Mana Kaum Muda?
Zaim Uchrowi - Republika

28 Oktober 2007. Ada nuansa yang sedikit berbeda dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun ini. Biasanya, peringatan itu lebih untuk mengenangkan jasa para pemuda dulu. Yakni, para pemuda yang heroik dan bersungguh-sungguh buat memerdekaan bangsa ini dari penjajah: Belanda. Tahun ini kaum muda tak ingin sekadar mengenang.

Tahun ini, sebagian kaum muda mencetuskan sebuah keinginan yang lebih jelas. Yakni, keinginan agar kaum mudalah yang memimpin (bangsa ini). Maka slogan 'Saatnya kaum muda memimpin' pun bertebaran di mana-mana. Ingatan saya pun melayang ke masa 17 tahun silam, saat usia menjelang 30 tahun.

Bersama sejumlah teman, saya meninggalkan kemapanan tempat kerja untuk memulai sesuatu yang baru. Kami meyakini perlunya hadir sebuah koran baru yang dapat menjadi saluran aspirasi kebanyakan masyarakat. Kami pun membangun koran tersebut tanpa perhitungan tak rumit. Tapi kami punya idealisme, tekad kuat, serta kesungguhan untuk bekerja ekstra keras. Tersungkur saat awal tidak menyurutkan langkah. Setelah jatuh bangun, toh rintisan koran tersebut menjadi Republika yang ada sekarang.

Keberanian (kadang juga kenekatan) karena keyakinan seperti menjadi karakter utama kaum muda dalam melangkah. Karakter itulah memang diperlukan untuk mendorong perubahan. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 dipicu oleh ketidaksabaran kaum muda sehingga harus 'menculik' para tokoh nasional. Gerakan Reformasi 1998 yang mengakhiri era Orde Baru terjadi karena kaum muda bersatu padu di barisan Amien Rais. Sulit dibayangkan perubahan-perubahan penting bagi bangsa ini dapat terjadi tanpa kaum muda memainkan peran kunci.

Peran kaum muda yang sangat mendasar menjadi kunci utama melejitnya Korea Selatan pascakrisis moneter (mereka menyebutnya Krisis IMF) 1998. Di seluruh lapisan birokrasi tanpa kecuali, para profesional muda mengambil alih tugas para seniornya. Hasil itu segera terasakan satu dua tahun berikutnya. Dengan bahasa yang sama, yakni bahasa profesionalitas, kaum muda yang mengelola negara ini segera mampu menjadikan kembali Korea Selatan aktif berkompetisi dunia di berbagai bidang. Berbeda dengan Indonesia, reformasi yang mereka lakukan bukan hanya reformasi politik, melainkan juga reformasi ekonomi dan reformasi birokrasi.

Jika dianggap memerlukan perubahan secara mendasar, Indonesia memang perlu energi dan keberanian kaum muda. Persoalannya sekarang, kaum muda ada di mana? Seorang nasionalis senior yang juga Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Ginandjar Kartasasmita, pun menyatakan kerisauannya melihat wajah kaum muda sekarang. 'Hampir semua sibuk berebut kekuasaan. Siapa lagi yang sungguh-sungguh memikirkan bangsa?' Kesedihan serupa diungkapkan Soetrisno Bachir yang dulu membantu kami mengembangkan koran. "Bangsa ini memerlukan solusi, tapi tak banyak yang mau bekerja keras untuk itu."

Rumah bagus, mobil bagus, pakaian bermerek, telepon genggam berganti-ganti, nonton konser Beyonce, nongkrong di Starbucks, 'dugem', bebas bangun siang, punya koneksi kuat di kekuasaan, mendapat uang besar dari komisi proyek, dan berbagai aktivitas happy lainnya kini menjadi harapan umum bangsa kita. Termasuk kaum mudanya.

Sedangkan kaum muda di Cina umumnya terus bekerja keras, jungkir balik untuk dapat mengembangkan bisnis masing-masing agar dapat menembus pasar dunia. Perubahan macam apa yang dapat dilahirkan kaum muda yang lebih suka mengejar 'kemapanan' orang tua ketimbang bersungguh-sungguh menginginkan perubahan bangsa ini? Saat kita becermin di depan kaca pagi hari, pertanyaan itu akan terjawab sendiri.

Saturday, November 24, 2007

Mencari, Menggapai

along the street ...


apa yang kau hendak cari
anak manusia
terseok-seok
bangun di sepertiga malam

apa yang kau hendak gapai
hai insan
berdiri
dan mengingatNya di kesunyian malam

kesendirian, berhenti, sepi
berfikir, tafakkur, merenung
tingkah polah di dunia ini
dosa-dosa dan kesalahan

apa yang kau hendak temukan dan harapkan
wahai makhluk yang lemah
melangkahkan kaki di sela panggilan subuh
menuju rumahNya

menuntun hati dan pikiran
tuk sejenak mengingat siapa diri
sebelum kesibukan hari menyergap
di kala Dhuha

Aku dekat jika engkau dekat
Aku jauh jika engkau jauh
Demikian janjiNya
Ia, Yang Maha Besar, yang tak pernah ingkar janji

kami mencariMu ya Tuhan kami
kami ingin menggapaiMu ya Yang Maha Pembuka Jalan
kami ingin bertemu dan mengharap ampunanMu
ya Yang Maha Pengasih dan Penyayang

kami ingin merasakan lezatnya iman
menundukkan diri kami
menyembah hanya kepadaMu
dan mengharap semata pada cintaMu

Kajian 24 November 2007

Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya). QS An Naml 27:62

Tuesday, November 20, 2007

Komunitas Book Lovers

a moment to reflect ourselves ...


Terima kasih buat Melati yang menanyakan kesehatan saya. Alhamdulillah membaik, meski belum sepenuhnya fit kembali. Masih terus berfikir apa hikmah sakit ini .....

Kali ini saya pingin cerita lain - bukan cerita sakit - tapi cerita kunjungan saya ke pameran buku di Sastra UI minggu lalu. Tahunya dari milis, dan secuplik iklan di salah satu harian ibu kota. Penasaran ... apalagi namanya pameran buku ... sluuuurrrrp ... hehehe ...

Singkat kata saya mengunjungi pameran itu hari Sabtu siang kemarin. Suasana pameran santai, banyak anak mahasiswa (ya namanya di kampus!), lengkap dengan jaket kuningnya (ehm .... saya alumni UI juga lho).

Yang langsung menarik hati ialah stand yang berjualan kaos RA Kosasih. Tahu komik Mahabrata? Kalau ga tahu rasanya agak keterlaluan hehehe ... kisah Mahabrata yang dituangkan beliau dalam salah satu komik legendaris yang saya kagumi waktu kecil dulu. Bahkan saya belajar menggambar dari komik beliau. Singkat kata saya pun beli kaos RA Kosasih ... hitung-hitung mensupport komik dalam negeri ... :)

Bergeser ke stand yang lain, eh jualan buku puisi. Biasanya sukar sekali menemukan buku puisi di toko buku maupun pameran buku. Harganya pun murah, 5-15 ribu rupiah. Wah langsung gelap mata ... :-P Tidak kurang 4-5 buku yang saya beli. Belum sempat baca .... :)

Dari situ saya pun terbawa arus mengikuti talk show "Komunitas Book Lovers". Pembicara dari Paguyuban Karl May Indonesia, Indo-Harry Potter, dan Indonesian Toelkin society. Sempat terkesima melihat semangat teman-teman dari komunitas ini dalam membangun perkumpulannya. Berbagai kegiatan dilakukan, berbagai media digunakan, sampai ruang lingkup masyarakat yang dimasuki pun bermacam-macam. Tujuannya pun bermacam-macam, dari mengumpulkan penggemar buku/pengarang itu, membangun jaringan, sampai turut menyemarakkan semangat membaca buku.

Cuma perasaan saya sedikit miris. Di kantong plastik hitam yang saya pegang ada kaos RA Kosasih. Kemana ya apresiasi kita terhadap pengarang negeri sendiri? Memang di jadwal acara pameran sih acara talkshow khusus RA Kosasih (hari Kamis), cuma ada ga ya komunitas RA Kosasih?

Lebih lanjut melihat semangat teman-teman di perkumpulan itu serta efek keramaian (tempat berkumpul dengan gembira, penuh semangat dan keceriaan, dst) yang mereka hasilkan, membuat saya berangan-angan, apa bisa ya metode perkumpulan itu diimplementasikan untuk sesuatu 'yang lebih serius'? Misalnya perkumpulan untuk mengkaji hidup, kepemimpinan, agama? Jadi bisa sersan, serius tapi santai .....

Bisa ga? Atau saya kebanyakan mengkhayal ya

Kajian 20 November 2007

Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan) nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui. QS 27:61

Sunday, November 18, 2007

Resensi Musik: Dave Brubeck



Udah lama ga ngereview musik :) Kali saya coba mengusung musik yang agak berbeda. Dave Brubeck, pianis yang sudah melegenda di pelataran jazz. Saya 'kenalan' dia secara ga sengaja, yaitu pas menjelajahi toko CD bekas di jalan Surabaya. Saya beli dua album dia, Take Five dan Private Brubeck Remembers. Sungguh album yang mempesona ... yang perlu dicatat kata mempesona ini berbeda dengan kalau kita mendengarkan album pop :) Kita akan dibawa menjelajahi dunia dengan komposisi yang ajaib dan not-not yang berkeliaran bebas, liar, namun entah bagaimana bisa berbaris rapi yang akhirnya menuntun kita untuk untuk mengapresiasinya.

Saya baru membeli satu album lagi, yang bertitel Love Songs. Isinya, seperti biasa cukup rumit namun sekaligus cukup sederhana untuk lebih mudah dicerna. Seperti biasa rekamannya live dan Brubeck ditemani teman lamanya saksofonis alto Paul Desmond.

Dari sekian banyak lagu, yang paling mempesona saya (saat ini) adalah lagu My Romance. Lagu ini dibuka dengan piano Brubeck yang tenang menghanyutkan, membawa kita ke suasana damai tenteram. Apalagi melodinya mudah dicerna. Tidak lama musiknya berubah, seakan mengajak kita dengan santun untuk bertukar kata, bertukar pikiran, bertukar isi hati. Di akhir permainan awal ini, Brubeck seakan menjulurkan tangan, mempersilahkan kita, lengkap dengan wajah yang berseri dan hati yang tulus.

Paul Desmod lalu menyambutnya dengan mulai meniup saksofonnya. Suara saksofon yang bening, dengan hembusan nafas yang terdengar jelas, mengisi udara. Sementara suara piano sesekali terdengar, seperti menanggapi kata-kata Desmod, penuh santun.

Suara perkusi lamat-lamat memberi irama dan tempo percakapan Brubeck dan Desmod. Sementara keduanya saling mengisi, tapi dengan santun, memberi kita - sang pendengar - ruang untuk menikmati percakapan mereka.

Di paruh ketiga lagu ini, Brubeck mengambil alih pembicaraan. Meski mengambil alih, yang terdengar ialah dia menyetujui kata-kata Desmond sebelumnya yang diutarakan oleh suara saksofon. Dan akhirnya ia kemudian menyimpulkan pembicaraan, seperti ia memulainya, dengan tenang menghanyutkan, dengan melodi yang sederhana.

====
Indah sekali. Saya terpukau. Bukan saja oleh permainan musik maupun melodinya. Tapi dengan 'percakapan' mereka yang santun, sopan, dengan hati yang tulus, saling mengerti, saling mengisi, mereka berdua tapi mereka satu.

Ah ... kalau saja kita punya sahabat seperti di atas ya .... saling terbuka, tulus, santun, saling mengerti, saling mengisi, dan kita adalah satu .... punyakah anda?

Kajian QS An Naml 27:60

Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran). QS 27:60

Thursday, November 15, 2007

Tuntut atau Tuntun?

layers of rocky mountain


Dua kata yang mirip dari huruf-hurufnya (cuma beda 1 huruf diakhir) tapi berbeda arti. Telah 2 kali saya mendengar uraian tentang ini di ceramah pagi di radio. Tapi kali ini terasa sekali ceramah itu. Kenapa?

Sering kali kita menghadapi situasi ini. Terhadap bawahan kita, terhadap teman kerja kita, terhadap keluarga kita, adik, abang, anak, istri, suami. Kita menuntut mereka .... menuntut hak kita, menuntut tanggung jawab mereka. Sebaliknya mereka menuntut hak mereka, menuntut tanggung jawab kita ....

Yang terjadi adalah tuntut-menuntut. Ibarat jual beli beli, kedua belah bersikeras mengambil haknya, tanpa membayar. Ibarat berkebun, kita maunya memetik buahnya tanpa mau menanam. Kita meminta gaji padahal kita tidak bekerja.

Mungkin analogi di atas tidak sepenuhnya tepat. Saya sebenarnya ingin mengutarakan alangkah baiknya kita membiasakan menuntun dan tidak semata-mata menuntut. Misalnya kita menuntun bawahan kita agar mencapai target yang kita tuntut darinya. Kita semata-mata hanya memberitahu target yang harus dicapainya. Tapi lebih dari itu kita harus membantunya mencapai targetnya itu, entah dengan duduk bersama mengejarkan tugas itu, memberikan petunjuk/pelatihan, memberikan sumber daya yang diperlukan dan seterusnya.

Apakah artinya kita memanjakan bawahan itu? Pada akhirnya dia yang harus menyelesaikan tugasnya. Namun kita bersamanya, menuntunnya, berjalan bersamanya. Seperti kata pepatah, "a boss says, 'Go!' - a leader says, 'Let's go!'"

Hal yang sama tentunya berlaku pula bagi teman kerja kita, terhadap keluarga kita, adik, abang, anak, istri, suami dan seterusnya. Yang ada bukan aku atau engkau tapi KITA :)

Wednesday, November 14, 2007

Sakit ...

just before the light turned off ...


Pulang langsung dijemput pekerjaan bertubi-tubi .... dan tidak mau mengukur diri sendiri, dilayani pula .... Akhirnya saya jatuh sakit. Sampai diomeli - omelan sayang tapinya hehehe - teman-teman kantor. Praktis kegiatan ngeblog dan upload foto berhenti juga.

Eh, pas lagi nyari artikel di blog ini ketemu tulisan sendiri Make a Life not a Living ..... jadi malu sendiri. Tulisan ini seakan memarahi sendiri yang lalai mengatur diri, mendzalimi diri sendiri.

Hmmm ....

Sunday, November 11, 2007

Menjadi Pemimpin Sejati

what a wonderful world ...


Membaca tulisan ini lumayan lega, menambah bekal perjalanan yang terasa kian berat .... alhamdulillah ... :)

Menjadi Pemimpin Sejati
Andrew Ho - pembelajar.com

“Seorang pemimpin adalah seseorang yang melihat lebih banyak dari pada yang dilihat orang lain, yang melihat lebih jauh dari pada yang dilihat orang lain, dan yang melihat sebelum yang lainnya melihat.” Levoy Eims, penulis buku Be The Leader You Were Meant To Be.

Levoy Eims mencoba memberikan gambaran tentang seorang pemimpin sejati. Kita semua sangat membutuhkan seorang pemimpin sejati guna membangun budaya positif, kemajuan dan prestasi dalam berbagai bidang kehidupan; misalnya dalam bisnis, organisasi atau sosial masyarakat. Melalui kisah tentang dua orang penjelajah kutub selatan berikut ini kita akan mencoba meneladani bagaimana sosok pemimpin sejati yang sesungguhnya.

Dikisahkan bahwa kutub utara telah berhasil ditahklukkan pada tanggal 6 April 1909 oleh kelompok penjelajah pimpinan Robert E. Peary (1856-1920) asal Amerika. Berita tentang keberhasilan penjelajahan tersebut segera tersebar ke seluruh penjuru dunia. Dua orang diantaranya tertarik untuk menahlukkan kutub selatan, yaitu Roald Amundsen (1872-1928) dari Norwegia dan seorang pejabat angkatan laut Inggris, Kapten Robert Falcon Scott.

Scott Polar Research Institute di Universitas Cambridge memamerkan surat-surat Scott kepada khalayak umum pada tanggal 17 Januari 2007. Dalam surat tersebut diketahui bahwa kendala serius mulai muncul ketika kereta luncur bermesin itu rusak pada hari ke-5 penjelajahan dimulai. Scott menulis bahwa cadangan tenaga dari anak-anak kuda tak lagi dapat diandalkan. Pasalnya, anak-anak kuda itu tak mampu bertahan dalam cuaca dingin, sehingga anggota tim Scott terpaksa membunuh anak-anak kuda itu di kaki gunung Transantarctic.

Setelah itu semua anggota tim terpaksa bahu-membahu menarik kereta luncur seberat 200 pon. Sementara pos-pos persediaan makanan yang sudah dipersiapkan ternyata lokasinya sangat sulit dijangkau. Tim Scott benar-benar kesulitan menemukan pos-pos makanan itu. Sehingga tenaga mereka terkuras.

Sedangkan cuaca yang sangat dingin menyebabkan stamina tim penjelajah pimpinan Scott menurun drastis. Terlebih mereka kurang memperhitungkan kesiapan peralatan penjelajahan, terutama kaca mata. Tak mengherankan jika dalam penjelajahan tersebut anggota tim Scott mengalami kendala kesehatan serius, misalnya; dehidrasi, mata hampir buta, kedinginan, kelaparan, dan keracunan dalam darah.

Di sisi lain, Amundsen sebagai pemimpin juga mempunyai visi yang jelas dan tidak berbeda dengan visi yang ingin dicapai tim Scott. Bedanya, Amundsen melakukan perencanaan yang sangat teliti dan persiapan yang matang, termasuk mempelajari metode-metode kaum Eskimo serta penjelajah Arctic lain yang sudah berpengalaman. Salah satu bentuk persiapan mereka antara lain adalah kereta luncur yang ditarik oleh beberapa ekor anjing. Kekuatan anjing-anjing itu dalam sehari maksimal hanya 6 jam atau sekitar 20 mil perjalanan.

Tim pimpinan Amundsen juga menyiapkan pos-pos yang menyediakan makanan dan minuman cukup banyak dan lokasinya mudah dijangkau. Dengan demikian, tim Amundsen tidak kesulitan mendapatkan persediaan makanan di sepanjang perjalanan. Lagipula mereka tak perlu membawa beban terlalu berat. Selain itu, Amundsen melengkapi timnya dengan peralatan penjelajahan terbaik dan lengkap.

Dari sana kita dapat melihat bahwa sudah menjadi tugas pemimpin untuk menentukan arah tim atau organisasi yang ia pimpin. John C. Maxwell mengatakan, “Ibaratnya siapapun dapat mengemudikan kapal, namun hanya pemimpin yang dapat menentukan arahnya.” Sosok pemimpin seperti Amundsen maupun Scott sebenarnya sudah mampu memainkan peran mereka sebagai pimpinan, terbukti mereka berdua sudah mampu merumuskan visi dan misi yang hendak mereka capai.

Tetapi seorang pemimpin tak hanya perlu menciptakan visi dan misi, melainkan merumuskan realita yang ada, termasuk kekurangan dan kekuatan yang ada dalam tim, organisasi, negara dan lain sebagainya. Selain itu, seorang pemimpin ideal akan sangat menghargai perbedaan maupun kekurangan masing-masing fungsi sekaligus menciptakan harmonisasi sehingga elemen-elemen yang ada saling mensinergi kemajuan. Seorang pemimpin juga dituntut untuk peka dan mampu memperhitungkan segenap potensi yang ada untuk menciptakan pertumbuhan dan merealisasikan visi dan misinya menjadi kenyataan.

Scott tidak mempunyai kualitas sebagai pemimpin ideal sebagaimana disebutkan di alinea di atas. Ia tidak peka dan tidak mampu mengharmoniskan potensi yang ada di dalam timnya untuk mencapai visi dan misi. Dikisahkan sesaat sebelum berangkat, Scott secara sepihak memutuskan menambah satu orang, yaitu rekannya sendiri, kedalam tim penjelajahan menjadi 5 orang. Padahal bekal ketersediaan bahan makanan tim tersebut hanya cukup untuk 4 orang.

Meskipun mereka berhasil mencapai kutub selatan pada tanggal 17 Januari 1912, tetapi kondisi kesehatan para anggota tim Scott sangat lemah dan kelaparan. Melihat kondisi seperti itupun Scott masih berkeras agar timnya membawa pulang 30 pon spesimen geologi. Tindakan Scott itu jelas semakin membebani para anggota timnya, sekaligus membuktikan bahwa ia bukanlah pemimpin yang cukup peka. Padahal kepekaan terhadap kerinduan, keinginan, harapan dan kemauan para anggota tim merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam memimpin.

Tindakan Scott yang tidak peka benar-benar fatal hingga menewaskan semua anggota tim termasuk dirinya sendiri. Dalam sebuah cacatan harian, Scott menuliskan penyesalannya, “It is a terrible disappointment, and I am very sorry for my loyal companions. – Ini merupakan kekecewaan yang begitu dalam, dan saya sangat menyesalkan tindakan saya terhadap rekan-rekan yang sudah begitu setia (para anggota dalam tim penjelajahannya).” Tragedi yang menimpa semua anggota tim diakibatkan Scott lebih mengutamakan egonya sendiri. Hal itu mencerminkan ketidakmampuan Scott menjadi pemimpin sejati.

Kesimpulan tentang kualitas pemimpin ideal sebenarnya senada dengan pendapat Patricia Patton, seorang konsultan profesional. “It took a heart, soul and brains to lead a people ……, - Untuk memimpin orang lain dibutuhkan totalitas pengabdian dengan segenap hati, jiwa, dan pikiran,” katanya. Dengan demikian seorang pemimpin sejati tak hanya harus memiliki kecerdasan intelektual, melainkan kecerdasan emosional.

Daniel Goleman kemudian mengelompokkan tipe pemimpin kedalam 6 golongan, yaitu visionary (memiliki visi), coaching (mendidik), affiliate (mengedepankan keharmonisan dan kerja sama), democratic (menghargai pendapat orang lain), pacesetting (memberikan contoh dan tindakan), commanding (tegas dan berani mengambil resiko). Namun tipe pemimpin paling ideal menurutnya adalah mereka yang mampu menerapkan ke-6 tipe tersebut sesuai dengan kebutuhan secara benar dan tepat.

Selama ini kualitas pemimpin sejati dianggap sebagai bakat yang tumbuh dalam diri seseorang secara alamiah. Tetapi sebenarnya kemampuan menjadi pemimpin sejati dapat dilatih, khususnya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, berpikir dan bertindak positif, membangun jaringan dan kerjasama, menetapkan target-target, berempati, dan lain sebagainya. Artinya, siapapun dapat tampil sebagai pemimpin sejati yang menjadi dambaan semua orang dan berperan siginifikan sebagai pelopor untuk membangun kehidupan kita semua, asalkan ada kemauan dan upaya yang sungguh-sungguh untuk melatih diri misalnya melalui seminar, pelatihan, belajar dari pemimpin yang sukses maupun sejarah kebijakan mereka dan lain sebagainya.

Kedua orang tersebut berkeinginan untuk mencapai kutub selatan dari rute yang berbeda. Dikisahkan bahwa tim penjelajah dibawah pimpinan Roald Amundsen berhasil mencapai kutub selatan pada tanggal 14 Desember 1911, atau satu bulan lebih cepat dari tim penjelajah pimpinan Robert Falcon Scott. Selanjutnya tim penjelajah pimpinan Amundsen berhasil kembali pulang dengan selamat. Sedangkan berita menyedihkan datang dari tim penjelajah pimpinan Scott, karena semua anggota tim termasuk dirinya sendiri tewas dalam perjalanan pulang dari kutub selatan.

Mengapa dapat terjadi, dua tim yang sama-sama menghadapi tantangan berat selama menembus kutub selatan mencapai hasil yang bertolak belakang? Banyak kalangan menilai bahwa kegagalam tim Scott maupun keberhasilan tim Amundsen sangat ditentukan oleh pola kepemimpinan masing-masing diantara mereka. Dari sanalah kita mencoba mencermati bagaimanakah pola kepemimpinan masing-masing diantara mereka untuk mengetahui apakah mereka termasuk pemimpin yang ideal atau tidak.

Di Inggris, Scott dikenal mempunyai kemampuan memimpin yang luar biasa. Visi dan misi yang ingin ia capai bersama tim penjelajah juga jelas, yaitu mencapai kutub selatan dan pulang dengan membawa keberhasilan. Untuk mencapai visi dan misi tersebut ia juga melakukan berbagai persiapan.

Diceritakan bentuk persiapan Scott antara lain adalah menyediakan sebuah kereta luncur bermesin ditambah dengan beberapa ekor anak kuda. Ia bersama timnya juga menyediakan pos-pos persediaan makanan di sepanjang rute yang akan mereka lalui. Tetapi bagaimana kelanjutan kisah mereka dan penyebab utama sehingga semua anggota tim termasuk Scott sendiri tewas dalam perjalanan pulang dari kutub selatan?

Semua kisah dan kendala yang harus mereka hadapi terungkap dalam surat-surat tulisan Scott yang diketemukan di dalam tubuhnya beberapa bulan setelah kematiannya. Surat-surat tersebut kemudian disimpan oleh Philippa Scott, putra tunggal Scott. Philippa Scott yang meninggal dunia pada tahun 1989 itu menghadiahkan surat-surat milik Scott kepada Scott Polar Research Institute di Universitas Cambridge.

Kajian QS An Naml 27:1-3

Thaa Siin (Surat) ini adalah ayat-ayat Al Qur'an, dan (ayat-ayat) Kitab yang menjelaskan, untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. QS 27:1-3

Thursday, November 08, 2007

Takut Gagal?

it is next to the Red Barn ...


Pagi ini dengar ceramah sambil berkendara ke kantor. Sang penceramah mengingatkan (kembali) mengenai ukuran suatu keberhasilan. Yaitu bukanlah pujian dari sesama manusia, ataupun pencapaian-pencapaian duniawi, tetapi sesungguhnya adalah bagaimana kita bisa semakin dekat denganNya, adalah bagaimana kita meluruskan niat, berusaha keras dengan mengikuti kaidah-kaidahNya, dan menyerahkan hasil akhir dari setiap usaha kita kepadaNya ....

Lihat-lihat artikel lama di blog ini, ketemu soal Kesedihan, Kebahagian, dan Keheningan ...

Alhamdulillah kedua hal di atas bisa memberikan kesegaran baru buat diri yang sedang gelisah ... kembali berada di suatu persimpangan jalan ... sebelum memutuskan, harus mengumpulkan semangat dulu ... :)

Tetap semangat!

Kajian QS Ali Imran 3:150

Tetapi (ikutilah Allah), Allahlah Pelindungmu, dan Dia-lah sebaik-baik Penolong. QS 3:150.

Tuesday, November 06, 2007

Kembali ke realita ... :-P

the silent lake


Kemarin dalam perjalanan pulang sempat ketemu majalah Tempo di pesawat. Kok ketemu? Iya, biasanya majalah yang disediakan oleh maskapai penerbangan asing itu majalah berbahasa Inggris, jarang ada yang berbahasa Indonesia seperti Tempo ini.

Edisi yang saya baca adalah edisi khusus SBY-JK. Setelah 'capek' membaca ulasan yang berbusa-busa, saya tergelitik dan terperosok membaca satu artikel soal daur ulang kepemimpinan. Isinya ga terlalu menarik sih, cuma saya sangat tertarik dengan artikel itu yang menyatakan sulitnya kita mencari orang muda untuk mengisi kepemimpinan bangsa ini. Yang muncul (dan dimunculkan) yang itu-itu saja ... daur ulang istilahnya ...

Pulang tengah hari pun memberikan saya kesempatan untuk kembali - kembali ke realita - larut dalam kemacetan dan kerusuhan lalu lintas ibu kota kita ini. Jadi sempat membandingkan dengan situasi di Amrik. Rambu-rambu yang sangat jelas dan presisi dan tingkah laku pengendara yang meski tidak 'berkeprimanusiaan'tetapi sangat patuh dalam mengikuti rambu-rambu.

Pikiranpun sempat melayang, mengingat blog teman-teman yang sempat saya baca ketika sedang menunggu kepulangan di airport. Ada 2 blog yang membahas hal yang sama, yaitu krisis di PSSI.

Ah ... saatnya kembali ke realita setelah keluyuran beberapa minggu :) Jadi ingat tugas kita masing-masing sebagai seorang pemimpin ... sudah dimanakah kita dengan tugas itu? Apakah kita sudah menjalankan kata-kata bijaksana yang mengatakan kalau hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini?

Saya juga jadi teringat pentingnya kita bersabar dan terus konsisten. Perilaku kita dijalan maupun krisis di PSSI adalah 2 contoh dari cerminan bangsa ini. Kita mendambakan perubahan, namun perubahan itu tidaklah bisa terjadi sekejap mata. Perlu konsistensi dalam berusaha dan perlu kesabaran. Kita harus membidik kalau perlu, target utama kita adalah generasi setelah kita sementara kita terus berusaha memperbaiki diri kita sendiri.

Selamat datang, selamat bekerja ... tetap semangat! :)

Sunday, November 04, 2007

Dalam Diriku

destiny ...


Dalam Diriku

Sapardi Djoko Damono

Because the sky is blue
It makes me cry
(The Beatles)

dalam diriku mengalir sungai panjang;
darah namanya;
dalam diriku menggenang telaga darah;
sukma namanya;
dalam diriku meriak gelombang sukma,
hidup namanya;
dan karena hidup itu indah
aku menangis sepuas-puasnya

*dalam perjalanan pulang ke pelukan tanah air ... *

Friday, November 02, 2007

A Journey Bring Us Face to Face with Ourselves

Lonely bench in black and white world ...


Kalimat di atas saya temukan di salah satu majalah yang saya baca di pesawat. Menarik juga dan membuat jadi berpikir. Apa betul begitu?

Dari tahun ke tahun, sejauh ini perjalanan saya semakin hari semakin lama. Dua tahun yang lalu, cukup 1.5 minggu, tahun lalu 2 minggu. Tahun ini? Tiga setengah (3.5) minggu … Jika 2 tahun yang lalu, selama perjalanan selalu bersama orang lain, tahun lalu, 1 minggu sendirian. Bagaimana dengan tahun ini? Dari 3.5 minggu ini, hanya 1 minggu yang bersama orang lain.

Artinya, waktu perjalanan semakin lama, dan semakin lama pula 'hidup' sendiri. Lama … padahal baru 3.5 minggu hehehehe ...

Di satu sisi, saya semakin mengerti beratnya hidup orang-orang yang harus selalu berpisah dengan kehidupan kebersamaannya. Entah bersama keluarganya (satu hal yang pasti buat saya), entah bersama teman-temannya, baik di tempat kerja, sekolah, tempat bermain, ataupun di rumah.

Sering kita mendengar cerita tentang seseorang yang berlaku di luar kebiasaannya, misalnya (biar seru!) selingkuh .... . Di satu sisi, saya harus mengakui kalau ini merupakan salah satu konsekuensi logis akibat perpisahan yang terlalu lama, meski di sisi lain tetap saja ini tidak bisa dibenarkan dan harus dicarikan jalan keluarnya.

Yang menarik juga, adalah seperti judul coret-coret ini, kita akan semakin menemukan diri kita. Apakah misalnya, kita akan terus sibuk bergerak – lupa berhenti (seperti saya hehehe)? Bisa-bisa kita lantas lupa siapa sih diri kita ini.

Atau dengan perjalanan ini, kita bisa semakin menemukan waktu untuk mencari tahu, siapa diri kita ... Apakah kita benar seperti prasangka kita? Atau dalam perjalanan ini kita menemukan hal-hal yang ternyata menimbulkan reaksi yang berbeda, sesuatu yang selama ini kita sangka tidak ada? Interaksi kita dengan orang-orang yang berlatar belakang yang berbeda, lingkungan yang berbeda, kehidupan yang tidak sama, apakah seperti yang kita perkirakan, atau justru kita menemukan hal-hal yang baru?

Kemarin, ketika saya meninggalkan hotel saya yang kedua (kedua cing!) setelah tinggal di situ selama 2 minggu lebih, ada perasaan sedih dan sepi. Aneh juga ... bukannya senang, tapi kok malah sebaliknya. Kenapa bisa begitu? Kelihatannya badan dan jiwa saya sudah menyesuaikan diri dengan kamar yang saya tinggali itu. Lokasi lampu, kursi, meja, tempat tidur, tempat pakaian, kamar mandi, wastafel, TV, radio, remote. Mandi, membaca, bekerja, sikat gigi, menyetrika, berolahraga, sholat, tidur. Hidup sudah mulai teratur ... menyesuaikan dengan apa yang ada dan tersedia.

A journey bring us face to face with ourselves ... jadi apa yang (akhirnya kembali) saya temukan dalam perjalanan ini? Apa sebenarnya yang bisa mengikat diri, menghibur kesepian dan kerinduan, serta memberikan petunjuk pola dan keteraturan apa yang cocok buat saya?

Ternyata kerinduan padaNya adalah yang terus memberikan semangat dan konsistensi dalam perjalanan ini. Dengan terus mengingatNya, hidup tidak terasa sendiri, kerinduan terobati dengan banyak 'berdiskusi' denganNya, serta sholat, dan tilawah yang teratur membantu saya untuk konsisten dari hari ke hari ...

Satu hal yang terlupa, adalah pentingnya untuk terus menghitung diri ... menghisab diri ... ini seharusnya akan semakin mengingatkan diri untuk tujuan akhir hidup ini. Ah ... hari ini harus mulai lagi .. insya Allah ... Tolong diingatkan ya teman-teman ... :)

Thursday, November 01, 2007

Polo Grill, Tulsa

it is on Nowata Rd ...


Siang itu kuputuskan untuk makan di tempat ini. Berlokasi di Uttica Square, menurut om google, restoran ini salah satu tempat di Tulsa untuk upscale dining. Dari luar, restorannya tidak terlihat menyolok. Bentuk bangunan klasik dengan satu pintu masuk. Sebelum masuk, kurasakan nuansa yang berbeda. Suasana musim gugur terasa sekali. Udara cerah, dingin. Dedaunan yang berjatuhan, berserakan, kering. Pohon-pohon dengan daun yang kekuningan, keemasan disinari oleh matahari siang. Ketenangan menyapa dan mengajakku masuk.

Masuk ke dalam, sang petugas tamu dengan sopan, sedikit angkuh, menyilahkanku masuk. Dibawanya aku ke meja dan mempersilahkanku untuk duduk. Aku pun duduk. Lalu, sambil melambaikan dan menaruh serbet putih bersih ke pangkuanku, ia pun berguman, "Enjoy your lunch"

Musik klasik mengalun perlahan. Orang-orang yang berpakaian rapi, asyik ngobrol. Bapak-bapak yang berjas, Ibu-ibu dengan perhiasan, tas tangan, baju yang serasi menghiasi ruangan yang bertatakan gaya klasik Amerika, lengkap dengan lampu-lampu yang temaram.

Sang pelayanpun datang. Muda, rapi, ganteng, dengan senyuman yang membuatku serasa anak kampung masuk kota. Sambil memberikan menu, ia pun menawarkan, apakah diriku berminat mendengarkan menu hari ini …

Ya, kataku, sambil siap-siap membuka telinga lebar-lebar. Kata-katanya pun mengalun … lincah seperti musik klasik yang terdengar sayup-sayup. Berbagai istilah pun bermunculan, yang begitu saja masuk telinga kiri dan langsung keluar di telinga kanan …. Sebelum situasi makin tak terkendali, akupun cepat-cepat berujar, "…….. Sup …. Salmon ….."

Ada senyuman aneh sekilas mengambang di wajahnya. Apa aku melanggar tata krama upscale dining? Entahlah, karena seketika itu pula sikapnya menjadi sempurna kembali. Tersenyum anggun, mencatat, membungkuk sedikit, dan langsung menghilang, tanpa ketergesaan.

Sup pun datang. Lengkap dengan beberapa kerat roti dan mentega secukupnya. Suapan pertama … alhamdulillah nikmat sekali. Panas, tapi tidak terlalu panas. Tidak kental, tidakpun encer. Rasanya tepat sekali. Ditemani dengan roti bermentega yang meleleh … sungguh makanan pembuka yang merangsang selera makan …

Sang salmon pun menyusul hadir di meja putih bersih. Wow … ukurannya tepat sekali. Tepat untuk mengisi perut, untuk menghilangkan lapar, tanpa harus berakhir dengan rasa kekenyangan.

Ditata dengan penuh estetika, sang salmon terasa sangat lezat. Keempukannya, rasa yang meresap di setiap potongannya, warnanya yang sedap dipandang mata, hingga kesegarannya yang membuatku lahap menyantapnya.

Aaaaah …. Sup dan salmon sudah berlalu. Dengan kelezatan yang baru saja lewat, rasanya pantas aku dihadiahkan hidangan penutup. Secangkir latte dan sepotong kue? Pintaku.

Saat kutulis ini, kue berlaburkan coklat telah usai. Cangkir kopi besar klasik, coklatnya buih sang latte, dan 2 potong kubus gula menemaniku menyelesaikan coretan ini.

Begitulah, rasanya suatu pengalaman makan yang sukar dilupakan. Pengalaman yang memberikan penganan bagi seluruh indera, rasa, penglihatan, pendengaran, hingga perasaan.

Kalau ada kesempatan, balik lagi aaaaaaahhhh … :-P

Kajian QS Asy Syu'araa' 26:150-152

maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku; dan janganlah kamu menaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan". QS Asy Syu'araa' 26:150-152