Thursday, May 31, 2007

Tiga Bentuk Kebaikan

Raylight ...


Tiga Bentuk Kebaikan
Arvan Pradiansyah - SWA

Seorang anak berkulit hitam melihat penjual balon di tempat keramaian. Penjual balon itu membiarkan sebuah balon merah lepas, membubung tinggi ke angkasa. Dengan demikian, ia menarik perhatian orang banyak yang akan menjadi pembelinya.

Kemudian ia melepaskan balon biru, lalu kuning, kemudian putih. Semua lepas naik membubung tinggi ke langit dan tidak kelihatan lagi. Anak kecil berkulit hitam itu berdiri, terus memandang balon hitam lalu bertanya, "Pak, kalau balon hitam itu dilepaskan, apakah juga akan naik membubung tinggi seperti balon-balon yang lain?"

Penjual balon itu tersenyum penuh pengertian kepada anak itu. Ia memutuskan benang yang mengikat balon hitam dan balon itu pun naik membubung tinggi. Ia pun kemudian berkata, "Anakku, bukan warna, melainkan yang ada di dalamnya yang membuat balon itu naik."

Kata-kata penjual balon tersebut begitu membekas pada diri si anak berkulit hitam yang di kemudian hari dikenal sebagai Martin Luther King Jr. Luther King yang dikenal karena pidatonya yang fenomenal di Lincoln Memorial Washington DC pada 1963 itu antara lain mengatakan, "Aku bermimpi keempat anakku kelak akan hidup di sebuah negara di mana mereka tidak diukur berdasarkan warna kulit melainkan berdasarkan kepribadian asli mereka."

Pembaca yang budiman, coba Anda renungkan kata-kata Luther King di atas dan tanyakan kepada diri Anda sendiri, bagaimana Anda menilai dan mengukur orang lain. Apakah Anda mengukur orang hanya berdasarkan apa yang tampak? Seorang penulis, B.C. Gorbes, pernah mengatakan, "Ukuran tubuhmu kurang penting, ukuran otakmu agak penting, ukuran hatimu adalah yang terpenting."

Saya kira ukuran hati inilah yang menentukan kualitas seorang manusia. Tentu saja, kualitas hati ini sulit dilihat. Kita hanya bisa melihat perilakunya. Dari hasil perenungan saya, saya menemukan tiga perilaku yang bisa menunjukkan kualitas seseorang.

Pertama, kemampuan mendengarkan dengan hati. Hal ini mudah diucapkan ketimbang dilakukan. Ada banyak sekali orang yang bahkan tidak sanggup untuk sekadar mendengarkan pembicaraan orang lain sampai selesai. Mereka sibuk dengan pikirannya sendiri. Mereka siap memotong pembicaraan Anda setiap saat. Mereka mendengarkan untuk menjawab, bukan untuk memahami.

Mendengarkan dengan hati bukanlah sekadar menangkap kata-kata, intonasi dan bahasa tubuh seseorang. Mendengarkan dengan hati adalah menangkap apa yang tersirat, menangkap apa yang ada di balik kata-kata. Orang yang mendengarkan dengan hati tidak akan berbicara dengan tergesa-gesa. Ia akan duduk di sana dan mendengarkan Anda dengan sungguh-sungguh. Ia akan membuat Anda merasa dihargai, dihormati dan dimuliakan. Ia memperhatikan semua kata-kata Anda. Baginya, tak ada sebuah kata pun yang tidak penting, tak ada sebuah ucapan pun yang bisa dianggap sepele.

Perilaku kedua adalah melakukan sesuatu pada orang yang tak akan bisa membalasnya. Saya kira inilah konsep ikhlas yang sebenar-benarnya. Hal ini penting untuk kita garisbawahi, karena jauh di lubuk hati kita yang paling dalam, ketika kita berbuat kebaikan pada seseorang, kita diam-diam sering berharap orang itu akan membalas kebaikan kita. Kebaikan seperti ini tentu saja bukanlah kebaikan murni, melainkan hanya kalkulasi bisnis biasa.

Coba tanyakan kepada diri Anda, mengapa Anda berbuat baik pada bawahan, pembantu atau sopir Anda? Bukankah kita menginginkan mereka membalas kebaikan kita dalam bentuk pengabdian dan kesetiaan? Mengapa Anda berbuat baik kepada atasan atau pelanggan Anda? Bukankah di sana terselip kepentingan untuk mendapatkan dukungan, perlindungan maupun proyek yang besar? Mengapa Anda berbuat baik kepada tetangga, masyarakat maupun orang-orang miskin yang Anda kenal? Bukankah di sana terselip keinginan agar mereka tidak mengganggu ketenangan Anda?

Jadi, yang ingin saya sampaikan disini adalah bahwa kualitas kita yang sesungguhnya tidak bisa diukur dari kebaikan yang kita lakukan kepada seseorang yang bisa membalasnya dengan cara apa pun. Kebaikan kita yang sejati adalah kebaikan yang kita lakukan kepada orang yang tidak kita kenal yang kita jumpai di jalan, kebaikan yang kita lakukan pada orang yang mungkin tak akan pernah bertemu dengan kita lagi, atau bahkan tak pernah mengenali kita sama sekali. Pada kebaikan-kebaikan semacam ini kita akan mendapatkan pengalaman spiritual yang amat mencerahkan.

Cara ketiga untuk mengukur diri kita adalah dengan melihat perilaku kita pada orang-orang yang sering dianggap tidak penting. Kepada orang yang kita anggap penting sudah tentu kita akan menghormatinya, mengatur pembicaraan kita dan menjaga hubungan dengan hati-hati. Ini semata-mata didasari pada kalkulasi kepentingan. Namun, bagaimanakah Anda memperlakukan orang-orang yang berada dalam posisi "lemah": pramukantor, satpam, pembantu, sopir, dan orang-orang lain yang "tak berpengaruh" terhadap karier Anda? Apakah Anda berbicara dengan penuh sopan santun? Apakah Anda selalu mengucapkan terima kasih atas semua kebaikan yang telah mereka lakukan?

Saya juga sering memperhatikan perilaku orang ketika menjawab telepon. Ada banyak orang yang kurang ramah bahkan terkesan galak ketika menjawab telepon, tetapi buru-buru mengubah gaya dan nada bicaranya begitu mengetahui siapa peneleponnya. Perilaku ini bagi saya hanya menginformasikan satu hal: orang ini hanya baik kepada orang-orang yang dikenalnya.

Kualitas seseorang dapat dilihat dari bagaimana ia memperlakukan orang lain, bahkan kepada orang-orang yang memusuhinya. Orang-orang yang baik adalah mereka yang melihat persamaan di balik perbedaan. Mereka tidak terpengaruh penampilan luar, kekayaan dan jabatan karena mereka sadar bahwa manusia pada hakikatnya bukanlah makhluk fisik, melainkan makhluk spiritual. Dan bukankah dalam spiritualitas tak ada yang lebih penting dibandingkan dengan cinta?

Kajian 31 Mei 2007

Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku lalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang lalim. QS An Nuur 50.

Wednesday, May 30, 2007

Travels light ...

Path in the forest


Baru-baru ini kantor saya 'bedol desa' ke Selatan Jakarta. Kesibukannya luar biasa. Namanya juga bedol desa ... :) Mulai dari urusan mengangkuti barang-barang, pembangunan dan persiapan di kantor baru, perubahan alamat, perubahan sistem IT, menangani keinginan orang, memindahkan ruang rapat, dst dst ... Buat saya sendiri, aspek yang paling menarik dari 'perubahan' ini adalah sikap manusia-manusia dalam menyikapinya.

Sebelum pindah, panitia meminta kita sebagai melakukan beberapa hal. Yang pertama merapikan dan mengorganisasikan barang-barang kita. Yang kedua mengembalikan dokumen kantor ke sistem kearsipan kantor. Yang ketiga membawa pulang barang-barang pribadi. Yang terakhir untuk menerima fakta kalau besar ruangan di tempat baru akan berubah/berkurang dan mengefektifkan langkah kedua dan ketiga agar ruang kerja di kantor baru bisa lebih lapang dan lega.

Situasinya menjadi menarik. BTW - buat saya - ilmu mengenai manusia semakin hari semakin menarik untuk dipelajari dan dipahami (jadi ingat dulu waktu SMA dan kuliah yang selalu cenderung meremehkan teman-teman yang bergelut di bidang 'non fiksi' hehehe). Cukup banyak orang yang menolak permintaan panitia di atas. Mulai dari perdebatan seru di sela-sela suasana kerja, protes yang bertubi-tubi ke panitia, permintaan yang aneh-aneh dan lain sebagainya.

Dari proses pembelajaran selama ini, memang tidak ada yang salah. Itulah namanya manusia. Setiap orang berbeda, beda latar belakang, keinginan, harapan. Jadi kalau berdiskusi dengan mereka satu per satu, kita akan menemukan alasan - yang kalau ditinjau dari sudut pandang mereka - sangat masuk akal dan pantas diperhatikan ... :)

Buat saya pribadi, setidaknya ada satu hal yang menarik yang bisa saya tarik dari perubahan ini. Manusia sangat punya kecenderungan untuk bertahan terhadap perubahan. Seperti cerita Who Moved My Cheese, kita punya kecenderungan untuk menolak perubahan - dengan berbagai cara - dan berusaha berpegang erat pada apa yang kita miliki.

Kembali ke acara 'bedol desa', jadinya sangat menarik melihat orang yang ngomel sana-sini, repot mengepak barangnya yang banyak, meminta ruang penyimpanan yang besar di kantor baru, dan seterusnya. Begitu besar keterikatannya dengan dunia ini sehingga hanya untuk pindah kantor menjadi susah sekali ...

Seperti kata judul tulisan ini, travels light ... jadi mikir, kalau pindah kantor aja sudah susah begitu, bagaimana kalau sudah saatnya untuk pindah dari dunia yang fana ke dunia yang kekal ini? Betapa banyak yang harus kita siapkan, sementara waktu sudah tidak ada ...

Kajian 30 Mei 2007

Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. Dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. QS An Nuur 46.

Monday, May 28, 2007

Respek

Crocus


Respek
Rhenald Kasali

Beberapa waktu yang lalu Saya menjadi pembicara seminar bersama-sama dengan Robby Djohan dan Jalaludin Rahmat. Keduanya adalah orang-orang hebat yang sangat jarang Saya temui. Karya-karya mereka dalam masyarakat luar biasa, murid mereka bertebaran di mana-mana dan jadi semua dan omongan mereka bernas-berisi, maka Saya bukan cuma sekedar bicara, melainkan sekaligus belajar. Pak Robby adalah staf pengajar di UI, dan kalau beliau mengajar, seisi kelas dibuatnya melek sepanjang waktu. Demikian pula dengan Kang Jalal yang sehari-hari mengajar di Unpad. Wajar kalau mereka disegani, sebab mereka bukanlah dosen biasa yang hanya mengambil teori dari buku. Mereka mengambil ilmu dari buku sekaligus dari pengalaman mereka sendiri.

Yang kita bicarakan adalah soal kepemimpinan. Maklum, ada demikian banyak orang yang sudah merasa menjadi pemimpin kala sebuah tanda jabatan disematkan di dadanya, dan ia dilantik oleh pejabat di atasnya. Sementara itu sehari-hari, ia hanya memimpin dengan sebuah buku, yaitu buku peraturan. Ia hanya mau tanda tangan dan menyetujui kegiatan kalau "rule" nya ada di buku. Kata orang ia adalah orang yang jujur dan taat perintah. Praktis hampir tak pernah ada kesalahan yang ditimpakan kepadanya, karena ia adalah orang yang benar-benar taat aturan.

Mereka jumlahnya cukup banyak, dan tentu saja benar bahwa mereka adalah pemimpin, namun yang membedakan mereka dengan yang lain tentu adalah tipenya, sebab untuk menjadi pemimpin dibutuhkan lebih dari sekedar aturan, melainkan juga terobosan dan respek. Sebuah organisasi bisa saja tertib dan teratur, tetapi bisa saja ia mati karena peraturan terlambat merespons perubahan, dan peraturan yang ada bukan lagi diadakan untuk manusia, melainkan manusia untuk peraturan. Lama-lama pemimpin ini akan menjadi tampak seperti orang-orang parisi yang membuat seakan-akan agama diadakan untuk Tuhan, bukan untuk manusia.

Supaya tidak membingungkan, John Maxwell membuat peringkat yang disebut pemimpin. Orang yang dibicarakan di atas benar adalah pemimpin, tetapi baru sekedar pemimpin di atas kertas, yaitu pemimpin level satu. Pemimpin yang sempurna adalah pemimpin level 5, yang disebut Kang Jalal dan Robby Djohan sebagai Spiritual Leader, yaitu pemimpin yang dituruti, karena direspeki. Dengan demikian ada 5P-nya pemimpin yang akan saya bahas di sini, yaitu Position, Permission, Production, People Development, dan Personhood. Masing-masing “P” tersebut akan berpasangan dengan produknya, yang disebut Maxwell sebagai 5R, yaitu Rights, Relationships, Results, Reproduction dan Respect.

Pada pemimpin level 1, seseorang dituruti semata-mata karena posisinya. Ia duduk di sana karena ia memegang hak tertulis (rights). Orang-orang mengikutinya, karena suatu keharusan. Celakanya, semakin lama ia berada di posisi itu akan semakin mundur organisasi. Organisasi akan ditinggalkan oleh karyawan-karyawan kelas satunya yang menyukai terobosan dan laku di pasar. Sementara itu moral kerja merosot drastis dan image sebagai organisasi yang disegani tak lagi terdengar, malah sebaliknya.

Pemimpin ini sebaiknya segera memperbaiki diri. Ia bisa menapak naik ke level dua, yang disebut permission (sedikit di atas otoritas). Ia tidak melulu mengacu pada peraturan tertulis, melainkan mulai menghargai orang-orang yang melakukan terobosan sebagai warna yang harus diterima. Orang-orang pun senang dan menerima kepemimpinannya bukan lagi semata-mata karena rights, melainkan relationship. Mereka mengikuti karena mereka menghendakinya. Tetapi kalau cuma sekedar relationship saja, dan orang-orang merasa senang maka ia bisa menjadi pemimpin yang populis, yang anak-anak buahnya tidak terpacu untuk maju.

Oleh karena itu, idealnya seorang pemimpin naik lagi ke level tiga, yaitu maju dengan kompetensi dan memberi hasil yang dapat dilihat secara kasat mata. "P" ketiga ini disebut Production, dan orang-orang di bawahnya mau mengikuti kepemimpinannya karena Results, yaitu hasil nyata yang tampak pada kesejahteraan mereka dan kemajuan organisasi. Pemimpin pun senang karena pekerjaannya dengan mudah diselesaikan oleh orang-orang yang dedikatif, bekerja karena momentum.

Biasanya level tiga ini berdampingan atau tipis sekali batasnya untuk melompat ke level empat. Ini hanya soal kemauan berbagi saja dan relatif tidak sulit karena hasilnya ada dan bukti-buktinya jelas. "P" ke 4 ini disebut People Development dan hasilnya diberi nama Reproduction. Pemimpin level 4 adalah pemimpin langka yang bukan cuma sekedar memikirkan nasibnya sendiri, melainkan juga nasib organisasi. Ia tidak rela sepeninggalnya ia dari organisasi, lembaga itu mengalami kemunduran, maka kalau ia tak bisa memilih sendiri pengganti-penggantinya, ia akan memperkuat manajer-manajer di bawahnya agar siapapun yang menjadi pemimpin organisasi akan terus bergerak maju ke depan. Tentu saja tidak mudah mendeteksi pemimpin tipe ini selain dari apa yang ia lakukan untuk mengembangkan calon-calon pemimpin. Biasanya kita baru bisa menyebut Anda berada pada level empat kalau Anda sudah pensiun, sudah tidak duduk di sana lagi. Pada waktu Anda meninggalkan kursi Anda, maka baru bisa kita lihat apakah orang-orang yang dihasilkan benar-benar mampu meneruskan kemajuan atau malah mundur.

Tentu saja maju-mundurnya organisasi paska kepemimpinan Anda sangat ditentukan oleh pemimpin berikutnya, tetapi kita dapat membedakan dengan jelas siapa yang membuat ia maju atau mundur.

Baik Robby Djohan maupun Kang Jalal sama-sama mengakui sedikit sekali di antara kita yang benar-benar menduduki kepemimpinan level 5. Kepemimpinan ini oleh Jim Collins disebut sebagai pemimpin dengan professional will dan strategic humility. Kang Jalal menyebutnya sebagai Spiritual Leader yang tampak dari perilaku-perilakunya yang merupakan cerminan dari pergulatan batin dalam jiwanya (inner voice). Orang-orang seperti ini tidak mencerminkan kebengisan, melainkan ketulusan hati. Ia bisa saja mengalami benturan-benturan, tetapi semua itu bukanlah kehendaknya pribadi. Orang yang baik hati seperti Gandhi saja toh ternyata juga dicaci maki dan dibunuh, tetapi satu hal yang jelas, ia diikuti oleh banyak orang karena dirinya dan apa yang ia suarakan. Mereka patuh karena respek. Mereka tahu persis bahwa bahaya terbesar akan terjadi kala mereka mulai populis, yaitu ingin disukai semua orang ketimbang direspeki.

Selamat memimpin!

Kajian 28 Mei 2007

Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. QS An Nuur 45.

Thursday, May 24, 2007

Mengusir Kegelapan dengan Sapu

Mirror ...


Mengusir Kegelapan dengan Sapu
Gede Prama - Kompas, 5 Mei 2007

Seorang pengagum bintang sinetron Paramita Rusadi punya cara unik dalam mengekspresikan kekagumannya. Setiap kali bertemu wanita cantik—entah di jalan, di pasar, mal, kantor, di mana saja— ia selalu bergumam "paramita". Namun, begitu ia melihat istrinya di rumah yang tidak pernah merawat diri, ia bergumam, "parah banget".

Maaf. Lelucon itu hanya bunga canda yang membuat kehidupan menjadi indah, penuh tawa. Namun, inilah ciri kehidupan yang bergerak dari kegelapan menuju kegelapan. Terkait milik orang selalu penuh puji. Tetapi melihat milik sendiri selalu penuh caci. Ada saja alasan yang membuat hadiah-hadiah kehidupan yang sudah tergenggam tangan lalu terlihat tidak sempurna.

Ciri lain kegelapan adalah keseharian yang mudah marah dan tersinggung. Perhatikan di media. Semakin tinggi kadar marah publik, khususnya kepada pemerintah, semakin penting tempatnya di media. Lihat surat pembaca di media cetak, setengah lebih adalah ekspresi kemarahan. Juga tulisan atau komentar para pemuka, jika tidak marah, kecil kemungkinan mendapat perhatian publik sekaligus media.

Dalam bahasa hati, ini pertanda, banyak yang memerhatikan nasib bangsa. Masih ada yang rela berfungsi sebagai penjaga sejarah agar keburukan masa lalu tidak terulang. Tidak sedikit yang masih mencintai Indonesia sehingga tidak seluruh kemarahan sebenarnya berwajah negatif.

Dalam bahasa kejernihan, ketidakpuasan, kemarahan, ketersinggungan adalah tanda-tanda jika emosi terlalu mudah dicuri. Jangankan kejadian besar, hal sepele pun bisa membuat emosi tercuri. Sehingga dalam totalitas, kehidupan manusia seperti rumah besar yang setiap hari kecurian. Marah, tersinggung, tidak puas, protes hanya sebagian tanda-tanda emosi yang tercuri.

Pencuri di rumah kosong
Seperti dituturkan salah satu logika tua, kegelapan tidak bisa diusir dengan sapu, ia hanya bisa menghilang bila dihidupkan cahaya terang. Sehingga menimbulkan keingintahuan, apa cahaya penerang yang bisa membantu mengusir kegelapan kemarahan?

Kembali ke pengandaian ihwal rumah yang tercuri, ia mungkin terjadi jika rumahnya penuh barang, sekaligus tidak terjaga. Ada beberapa "barang" di dalam yang memungkinkan emosi mudah tercuri, yakni harga diri yang terlalu tinggi, kepintaran penuh kemelekatan, dan logika batu.

Memiliki harga diri merupakan pertanda kedewasaan, namun mengharap agar setiap hari diri dihargai tinggi, mudah sekali membuat emosi tercuri. Jangankan orang biasa, orang berpangkat serta bereputasi tinggi pun tidak bisa membuat dirinya selalu dihargai. Karena itu, banyak guru mengimbangi harga diri dengan sikap rendah hati. Dihargai adalah sumber motivasi. Dicaci adalah masukan berguna jika masih ada sejumlah hal dalam diri ini yang perlu diperbaiki.

Kepintaran memiliki perilaku unik yang tidak semua menyadari. Pertama-tama kepintaran membuat ukuran. Lalu menilai dan menghakimi semuanya sesuai ukuran itu. Bila kehidupan sesuai ukuran, senang, gembira, setuju hasil ikutannya. Namun, karena kehidupan berwajah jauh lebih besar, lebih rumit, lebih dalam dari ukuran mana pun, maka ukuran-ukuran ala kepintaran mudah membuat kehidupan bermuara pada kekecewaan.

Di sinilah kebijaksanaan bisa menjadi pengimbang kepintaran. Bila kepintaran penuh ukuran, lalu menolak banyak segi kehidupan, maka kebijaksanaan lebih banyak belajar untuk menerima semua apa adanya. Terutama karena kesadaran mendalam, kesempurnaan sudah ada dalam kehidupan sejak awal hingga akhir. Keinginan saja yang memerkosanya dengan tuntutan harus begini-begitu sehingga bahagia menjadi barang langka. Dalam bahasa kebijaksanaan, penerimaan adalah awal pembebasan.

Logika batu
Lain lagi logika batu yang laku keras dalam peradaban modern. Seperti batu bertemu batu, ia selalu bertabrakan. Pemerintah bertemu legislatif, pekerja berjumpa pengusaha, lembaga sosial masyarakat bersentuhan dengan media, terjadilah tabrakan. Fundamental dalam logika batu, kebenaran ditemukan dengan jalan melawan. Makin banyak perlawanan, makin banyak kredit yang diperoleh dalam kehidupan.

Namun, setelah teroris dengan logika batunya berhadapan dengan Pemerintah AS bersama sekutunya dengan logika yang sama, lalu berputar dari satu kerumitan menuju kerumitan lain, mulai banyak orang yang haus logika air. Seperti pendapat Lao Tzu, the people who cultivate the Way should be more like water.

Perhatikan air yang mengalir di sungai, ia bisa melewati setiap penghalang karena lentur. Bandingkan tubuh manusia yang masih hidup dengan yang sudah mati, batang pohon yang masih hidup dengan yang telah mati. Yang masih hidup lebih lentur dibandingkan dengan yang sudah mati. Dari sini bisa ditarik pelajaran, kehidupan lebih dekat dengan kelenturan. Lebih dari itu, ia lebih mudah membahagiakan.

Sadar akan aneka benturan yang ditimbulkan kepintaran, logika batu, dan harga diri yang tinggi, sejumlah guru bahkan pergi lebih jauh. Tidak sedikit yang belajar menerangi kegelapan dengan keheningan. Sehebat apa pun harga diri, kepintaran, dan logika batu, semua berlalu bersama waktu. Keheningan membuat semuanya hening berlalu.

Keburukan berlalu, kebaikan juga berlalu. Kesucian berlalu, kekotoran juga berlalu. Keberhasilan berlalu, kegagalan juga berlalu. Bila ini acuan kehidupan, maka jiwa mulai mengalir. Rumah jiwa akan jadi rumah kosong yang dimasuki pencuri. Pertama, karena kosong sehingga tidak ada yang bisa dicuri. Kedua, rumah jiwa dijaga oleh kewaspadaan dan kesadaran.

Eksekutif boleh saja amat jarang akur dengan legislatif, pekerja kerap bertabrakan kepentingan dengan pengusaha, demokrasi berubah menjadi demo like crazy, tetapi tidak ada di dalam sini yang bisa dicuri. Di Tibet, ini disebut rigpa (pure presence), keadaan jiwa yang terang akibat praktik alert mindfulness yang panjang. Sebagai hasilnya, jiwa menerangi diri sendiri. Sehingga setiap jalan kehidupan seperti penuh sinar penerang.

Kajian 24 Mei 2007

Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan. QS An Nuur 44.

Wednesday, May 23, 2007

Resensi film (dan musik ..)


Gambar dari http://www.videovista.net


Beberapa waktu yang lalu saya iseng pencet sana-sini remote TV. Terpampanglah di layar sebuah film perang, "The Zookeeper" yang dibintangi oleh Sam Neill. Film ini bernuansa drama ini bercerita tentang kekejaman dan kepedihan perang, kesepian, kehilangan tanpa keluarga, serta bagaimana perang dapat mempengaruhi manusia hingga binatang. Yang sangat terkesan buat saya adalah setting film ini. Dominasi warna abu-abu, nuansa murung, garis-garis wajah Sam, perjuangan dan derita yang tergambarkan dengan suasana kesepian di malam hari. Hmmm .... serasa melihat-lihat pameran foto-foto perang yang hitam putih ... kelam, gelap, pedih ....

Udah hampir terlupa film ini sampai pas weekend kemarin beli DVD konser Chris De Burgh yang berjudul The Road to Freedom. Saya termasuk salah seorang penggemar penyanyi ini yang mungkin tidak terlalu terkenal di Indonesia. Lagunya sederhana, suaranya jernih, khas, lembut. Ditambah dengan lagu-lagunya yang cenderung melankolis ... ah enak banget dah didengerin malam-malam ... :). Nah di konser ini, dia tampil sendirian, entah bermain gitar maupun memainkan piano listrik.


Gambar dari thedeburgharchives.tripod.com


Apa yang membuat saya teringat dengan film "The Zookeeper"? Ialah ketika ia menyanyikan lagu Borderline. Lagunya enak banget tapi liriknya sedih ... aaah ... jadi ingat lagi dengan raut wajah Sam Neill serta nuansa muram film ini.

Borderline
I'm standing in the station,
I am waiting for a train,
To take me to the border,
And my loved one far away;
I watched a bunch of soldiers heading for the war,
I could hardly even bear to see them go;

Rolling through the countryside,
Tears are in my eyes,
We're coming to the borderline,
I'm ready with my lies,
And in the early morning rain, I see her there,
And I know I'll have to say goodbye again;

And it's breaking my heart, I know what I must do,
I hear my country call me, but I want to be with you,
I'm talking my side, one of use will lose,
Don't let go, I want to know
That you will wait for me until the day,
There's no borderline, no borderline;

Walking past the border guards,
Reaching for her hand,
Showing no emotion,
I want to break into a run,
But these are only boys, and I will never know
How men can see the wisdom in a war...

And it's breaking my heart, I know what I must do,
I hear my country call me, but I want to be with you,
I'm taking my side, one of us will lose,
Don't let go, I want to know
That you will wait for me until the day,
There's no borderline, no borderline,
No borderline, no borderline...

Kajian 23 Mei 2007

Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian) nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan. QS An Nuur 43.

Monday, May 21, 2007

Filter infra-red

Reflection on ice ...


Setelah beberapa minggu digempur habis-habisan ama kerjaan, minggu lalu boleh dibilang ritme pekerjaan saya turun drastis. Selain sibuk bersepeda (bike to work gitu lho), ada beberapa input yang sangat berharga yang membuat saya harus 'berhenti' dan berfikir kembali, mau dibawa kemana perahu ini ...

Yang menarik ialah, di 2 minggu terakhir ini karena kesibukan yang luar biasa dengan tingkat stress yang tinggi, salah satu cara mengatasinya adalah dengan mengutak-ngutik foto ... masih cukup banyak foto yang belum naik cetak. Ternyata cukup ampuh juga ... meski jadinya sampe sekarang sibuk dengan foto, dan blog agak terlantarkan ... :)

Salah satu hal menarik yang sedang saya eksplorasi saat ini adalah pemakaian filter infra-red (IR). Jika tepat memakainya, hasil fotonya akan berubah drastis. Seperti di dunia impian, dedaunan menjadi putih, agak blur/kabur, wah ... pokoknya antik banget dah.

Sebagai contoh adalah foto di atas. Ini adalah foto danau Universitas Indonesia dengan latar belakang gedung Rektorat. Untuk anda yang sudah pernah ke sana, rasa-rasanya setuju dengan saya kalau pemandangannya biasa-biasa saja. Kecuali misalnya ada yang duduk di pinggir danau atau ada yang sedang bersampan ria ....

Tapi dengan filter IR, suasana ini bisa berubah menjadi drastis - setidaknya menurut saya hehehe ... Danau menjadi seperti danau es, pantulan pepohonan, rektorat, sampai awan yang fantastis. Dedaunan yang menjadi putih seperti salju, dan langit yang menjadi merah berdarah ... :-P

Waktu pertama mengambil foto dengan filter ini, sempat tanya para empu-empu fotografi di kantor, sebetulnya foto IR yang tepat dan baik itu seperti apa? Eh jawabannya, tidak ada kaidah yang baku. Pokoknya makin antik, fantastis, menarik ... makin bagus! Ya sudah ... kita 'mainkan' deh ... :)

Anyhow, jadi ngalur ngidul. Apa kabar semuanya? Maaf belum sempat mampir nih di blog anda ... :)

Kajian 21 Mei 2007

Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk). QS An Nuur 42.

Tuesday, May 15, 2007

Investasi

The House


Apa yang terbayang oleh anda ketika kata ini muncul? Sebidang tanah, tabungan di bank, investasi surat-surat berharga, penanaman modal pada suatu usaha? Kemaren - ya ndak persis kemaren, pokoke beberapa waktu yang lalu lah :) – kantor tempat saya bekerja meluncurkan program peminjaman uang untuk kepemilikan rumah. Jumlahnya luar biasa, sangat luar biasa, pokoke di luar bayangan lah. Ya jelas hampir semua orang berduyun-duyun mendaftarkan diri di program ini.

Ada yang memang belum memiliki rumah sehingga sangat membutuhkan dana segar ini. Namun ada pula yang sudah berkecukupan, namun tetap tertarik dengan program ini.

Kata salah seorang teman, “Ini kan kesempatan bagus”
Lebih lanjut kata beliau, “Dengan adanya dana segar ini kita bisa berinvestasi. Untuk masa depan kita, untuk anak-anak kita, dst dst”
“Kalau cuma mengandalkan gaji, kita cuma jadi ‘spender’ ... adanya cuma mengeluarkan uang dan mengeluarkan uang ...” demikian tutur beliau.

Jadi bertanya-tanya dalam hati, apa sih sebetulnya yang namanya investasi itu. Apakah bentuknya seperti kata teman di atas, yang intinya pengembangan dana-dana sehingga kebutuhan masa depan tercukupi. Baik untuk diri sendiri maupun untuk keluarga, terutama untuk anak-anak seperti biaya sekolah mereka, biaya kuliah, biaya menikah, biaya berkeluarga dan seterusnya.

Atau hal-hal yang ‘berbeda’. Misalnya, mengajarkan ilmu yang bermanfaat bagi orang lain. Berusaha menjadi contoh bagi orang lain. Senantiasa berusaha meluruskan niat dihadapanNya. Berusaha untuk terus konsisten dalam bersedekah, berinfaq, maupun berzakat. Mengajarkan agama dan tujuan hidup ini kepada anak-anak dan keluarga.

Bagaimana menurut anda, yang mana yang lebih tepat disebut investasi, yang pertama atau yang kedua? Atau dua-duanya? Kalau kedua-duanya, apa mungkin kita bisa jalankan? Atau kita harus fokus pada satu bidang saja? Atau kita harus pintar-pintar membagi konsentrasi, katakan 70-30 di antara kedua bidang ini?

Yang pasti buat saya sih, kalau bisa jangan pegang uang banyak-banyak. Apalagi kalau pinjaman. Terlalu banyak godaannya hehehe ....

Kajian 15 Mei 2007

Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. QS An Nuur 41.

Monday, May 14, 2007

Pasarku adalah Rumahku

a drop of dew ...


Salah satu 'potret' Indonesiaku ... di tengah hiruk-pikuk republik ini ...

Pasarku adalah Rumahku
Kompas.com


Lepas tengah malam, ritme kehidupan di Pasar Induk Kramat Jati yang cepat berangsur melambat. Para buruh yang semula berjalan tergesa-gesa mengangkut sayuran mulai bersantai di los tempat mereka bekerja. Ada yang mengobrol, menonton televisi, atau rebahan di lantai.

Geliat kehidupan di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ), Jakarta Timur, berkebalikan dengan kehidupan normal. Pada saat sebagian besar orang sudah terlelap, buruh angkut dan pedagang baru bisa bersantai. Wajah kuyu dan sorot mata redup menjadi kebalikan tubuh-tubuh berotot para buruh angkut.

Mereka melepaskan penat dengan rebahan di sela-sela tumpukan sayuran maupun di atas atap kios dari papan kayu. Alas tidur mereka hanya lembaran kardus dan kertas koran.

Buruh angkut dan karyawan los memilih tidur di pasar karena tidak perlu membayar sewa tempat tinggal. Maka, pasar pun menjadi rumah besar bagi ratusan perantau dari berbagai daerah yang menggantungkan hidup di PIKJ.

"Berat rasanya saat pertama kali tidur di pasar. Lantainya dingin, pasarnya bising. Siapa pun yang baru pertama kali tidur di pasar pasti susah tidur, masuk angin, pusing, dan demam," tutur Eman Suherman, pedagang kentang dari Tasikmalaya.

Sejak lulus sekolah dasar, 19 tahun lalu, Eman merantau ke Jakarta dan tinggal di PIKJ. Berawal dari buruh angkut di los kentang milik saudaranya, Eman belajar berdagang hingga akhirnya menjadi juragan kentang seperti sekarang.

Pengalaman Firman tak jauh berbeda. Karyawan los bawang merah asal Sumatera Utara itu memilih tidur di pasar karena tak mampu membayar indekos. Jika indekos, biaya sewa kamar ukuran 2 meter x 3 meter sekitar Rp 125.000 per bulan.

"Kalau tidur di pasar, saya bisa menyisihkan sedikit uang untuk disimpan," ungkap Firman yang sudah 12 tahun tinggal di PIKJ.

Penghuni pasar
Firman, Eman, dan ratusan buruh angkut di PIKJ saat ini sudah menikmati nyenyaknya tidur di pasar berbantal pakaian. Keramaian pasar sudah menjadi musik pengantar tidur bagi mereka. "Bila lagi nginap di rumah teman, saya malah sulit tidur karena sepi," tutur Firman.

Namun, buruh yang tinggal di pasar harus terbiasa dengan minimnya fasilitas rumah. Pakaian dan peralatan mandi, misalnya, cukup disimpan dalam kantong plastik yang digantung pada pagar pembatas antarlos.

Geliat kehidupan di PIKJ adalah salah satu potret perjuangan hidup di tengah kota besar Jakarta. Setiap orang mempunyai kiat untuk bertahan hidup.

Ikin (26) adalah salah satunya. Karyawan los sayuran Dian Putra ini, dengan penghasilan yang kadang hanya Rp 10.000 per hari, terpaksa mandi dua hari sekali. Sekali mandi, lajang itu harus membayar Rp 1.000.

Agar lebih hemat, Ikin dan dua temannya berpatungan membayar jasa cuci pakaian Rp 4.000 sehari. Mereka pun berpatungan membeli air minum Rp 12.000 per hari.

Semua kebutuhan di pasar memang harus diganti dengan rupiah. Para buruh tidak memiliki waktu untuk memasak apalagi mencuci pakaian. Waktu yang ada tersita untuk mengejar rezeki. Sisa waktu antara pukul 02.00 dan pukul 06.00 digunakan untuk tidur agar badan tetap fit.

Jika punya uang berlebih, sejumlah pedagang dan buruh memanfaatkan jasa pijat dan urut. Lepas tengah malam, tukang pijat berkeliling menjajakan jasanya dengan upah Rp 15.000-Rp 20.000 per 1,5 jam.

Jasa pijat dan urut banyak diminati karena bagi sebagian orang bisa mengembalikan vitalitas tubuh. Namun, sebagian orang justru menghindarinya karena takut ketagihan.

"Saya enggak mau pijat supaya tidak merasakan nikmatnya. Kalau ketagihan, uang bisa habis," kata Ikin yang memilih mengobati penat dengan tidur.

Ada juga jasa pijat "hiburan" bagi lelaki. Selepas pukul 20.00, belasan perempuan pemijat dan pekerja seks komersial sudah menanti pelanggan di balik pilar los daging dan ikan yang tengah dibangun di sisi timur PIKJ.

Karyawan los sayuran ESB, Asep Yayat, menyebutkan bahwa hiburan di PIKJ bermacam-macam. "Mereka yang tidak kuat mengontrol diri, ya bisa cari yang aneh-aneh. Kalau saya lebih suka menonton TV, mendengarkan musik, atau tidur," tuturnya.

Menabung untuk anak
Menahan keinginan mencari hiburan adalah salah satu cara untuk menabung. Uang yang terkumpul dikirim ke kampung untuk biaya hidup keluarga dan sekolah anak. Itu, misalnya, dilakukan Kusmini, pedagang sayuran asal Tegal, Jawa Tengah. Ia berhemat ekstra ketat supaya ketiga anaknya, Teguh (15), Asriyati (12), dan Iskaniah (10), bisa terus sekolah. Padahal, hasil yang diterimanya sehari bekerja hanya Rp 15.000 hingga Rp 25.000.

"Jangankan jalan-jalan cari hiburan, buat makan saja seadanya. Kalau bisa, sehari nabung sedikitnya Rp 10.000," ungkapnya.

Mencari nafkah demi kehidupan yang lebih baik menjadi semangat hidup para penghuni PIKJ. Biarpun angin malam menyesaki paru-paru dan badan bungkuk gara-gara mengangkut beban berat, pekerjaan itu tetap mereka lakoni untuk bertahan di tengah kerasnya kehidupan kota metropolitan Jakarta.

Kajian 14 Mei 2007

Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun. QS An Nuur 40.

Thursday, May 10, 2007

Little girl on the prairie

Little girl on the prairie


If you think life left you behind
think again ...
If you think even yourself abandon you
think again ...


She works hard in the paddy field
Trying to help her family
It's not about surviving
It's about stand strong facing life

If you think you're done with life
think again ...
And if you think there is nothing left for you
think again ...


There are so much to do
to enjoy
to pray
and to appreciate

Do start again
learning 'bout life
from
that little girl on the prairie

Kajian 10 Mei 2007

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. QS An Nuur 35.

Wednesday, May 09, 2007

What Kind of Blogger Are You?

Cheerful morning ...


Hehehe ... iseng-iseng nyobain link dari mbak Diah, hasilnya begini ... hebat amat yak .. cuma beberapa pertanyaan, terus bisa bikin kesimpulan seperti ini. Ya hitung-hitung iseng-iseng nggak berhadiah ... :)

You Are a Pundit Blogger!

Your blog is smart, insightful, and always a quality read.
Truly appreciated by many, surpassed by only a few

What Kind of Blogger Are You?

Kajian 9 Mei 2007

Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penerangan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. QS An Nuur 34.

Tuesday, May 08, 2007

Apa Bekal Anda?

Lothlorien, Golden of Wood

Apa Bekal Anda?
Kubik Pembelajar

Jakarta, Awal tahun 2007, kita disuguhkan dengan berbagai berita kematian. Kondisi meninggalnyapun beragam. Ada yang meninggal diterjang luapan air, tertimbun tanah longsor, tengelam di laut ketika menumpang kapal Senopati. Adapula yang kabar meninggalnya simpang siur karena pesawat Adam Air yang ditumpangi sulit ditemukan. Selain itu, adapula yang tewas di tiang gantungan walau sebelumnya ia adalah penguasa tertinggi di Irak.

Kematian memang tidak mengenal waktu. Kematian tidak pandang bulu. Kematian pasti dihadapi oleh setiap manusia. Bila waktunya tiba, kematian tidak dapat dimajukan dan dimundurkan. Tanpa diundangpun, kematian pasti akan datang menjemput kita.

Coba ajukan pertanyaan jujur pada diri anda sendiri, "Bila kematian itu menimpa anda saat ini, bekal apa yang telah anda siapkan?" Bila Tuhan bertanya pada anda, prestasi apa yang telah anda torehkan sehingga Tuhan punya alasan memasukkan anda ke dalam surga? Apa kira-kira jawaban anda? Kebaikan apa yang sudah anda tinggalkan kepada orang-orang yang mencintai anda? Putra-putri anda? Sahabat anda? Orang tua anda? Orang-orang yang telah berbuat baik kepada anda?

Dengan semua yang anda lakukan, benarkah anda layak meminta kepada Tuhan jatah tempat di Surga? Berhentilah sejenak membaca tulisan ini, jangan lajcutkan membaca alinea berikutnya. Renungkanlah pertanyaan-pertanyaan yang telah saya ajukan ini.

Dalam kehidupan, sering kita mengejar hal-hal yang belum pasti. Misalnya jabatan, kedudukan, status sosial, dan lain lain. Namun justeru kita melupakan hal yang pasti yakni kematian. Kematian yang saya maksud disini bukanlah proses dan kondisi ketika kematian menjemput namun bekal yang kita persiapkan untuk menghadapi kematian.

Marilah kita belajar dengan tokoh-tokoh dunia dalam menyiapkan bekal. Ibrahim dan Ismail sudah meninggal ribuan tahun yang lalu namun ia masih dikenang hingga sekarang, karena ia meninggalkan Kabah dan zam-zam. Selain itu, mereka berdua juga mengajarkan ketulusan berkorban terhadap sesuatu yang sangat dicintai demi menggapai cinta Sang Khalik.

Ibnu Sina dikenang hingga sekarang karena ia meletakkan dasar-dasar ilmu kedokteran. Thomas Alfa Edison masih sering kita sebut namanya karena menjadikan dunia terang benderang di malam hari. Wright bersaudara menjadikan waktu tempuh antara satu tempat dengan tempat lain lebih cepat dengan menemukan pesawat udara.

Kegigihan dan kesungguhan Kolonel Sanders meninggalkan KFC. Matsushita melalui prinsip Man Does Not Live With Bread Alone, tidak saja membuat ia menjadi kaya raya secara materi, tetapi juga memberikan inspirasi pada banyak sekali kehidupan korporasi. Panglima Jenderal Sudirman yang mengajarkan perang bergerilya namanya masih ada di hati rakyat Indonesia.

Mereka sudah meninggal puluhan, ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun, nama mereka masih sering kita jadikan tauladan. Bagaimana dengan anda. Bila anda meninggal saat ini, kira-kira berapa lama orang-orang akan mengingat nama anda? Mungkinkah, nama anda masih dikenang 10 tahun kemudian? 100 tahun kemudian? 1000 tahun kemudian? atau justeru nama anda dilupakan begitu tanah pemakam anda telah mengering?

Saya yakin, bila nama-nama pencatat sejarah tersebut di atas beriman kepada Sang Pencipta. Mereka layak meminta Surga kepada Tuhan, karena prestasi yang mereka torehkan. Mereka membawa bekal yang berlimpah untuk menghadap Sang Pencipta. Apa bekal yang telah anda siapkan?

Kajian 8 Mei 2007

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS An Nuur 22.

Sunday, May 06, 2007

Make a Life, not Just a Living

Land of Gods (Negeri Dewa Dewa)


Begitulah kata-kata Okki Asokawati yang saya dengar di radio ketika meluncur pulang seusai berolahraga bersama keluarga hari ini di Ragunan. Jadi teringat sudah 2-3 minggu ini pekerjaan di kantor luar biasa padatnya. Seperti apa padatnya? Waktu 10 menit pun menjadi sangat berharga. Entah untuk menyiapkan presentasi untuk rapat berikutnya, membuat laporan yang tertunda, sampai untuk sholatpun seringkali tak sempat berjamaah ... :(

Sayangnya ini belum usai. Minimal masih 1 minggu lagi kepadatan ini akan terus berlangsung. Terus terhela dan menghela diri mengejar kesibukan. Fuiih ... alhamdulillah saya masih bisa konsisten dengan prinsip. Memang pulang jadi terlambat sekitar setengah hingga 1 jam. Tapi pekerjaan saya tidak teruskan di sore/malam atau pun akhir pekan. Meski godaan demikian besar ... sangat besar. Terlalu banyak deadline ... namun biarlah itu terlewati kalau memang harus tak tercapai. Kemampuan manusia ada batasnya, dan dia juga berhak istirahat, jasmani dan rohani ....

Jum'at kemarin, meski sebenarnya badan letih dan hati lelah, saya menggelontorkan sepeda untuk memulai rutinitas baru, bersepeda ke kantor! Alhamdulillah, asyik banget. Sampai kantor, kepenatan karena digeber 2-3 minggu beralih menjadi kesegaran dan kebugaran. Pegel? Jelas ... udah lama banget nggak bersepeda sejauh ini hehehe ... Jarak rumah-kantor sekitar 15 km dan saya tempuh dengan waktu sekitar 50 menit. Lama emang ... maklum banyak turunan dan tanjakan ... tapi yang pasti sih karena udah lama nggak bersepeda :). Sore, 4.30 dari kantor, bersama sepeda motor, metro mini, kopaja, mobil pribadi dll, beringsut perlahan-lahan ... eh sampe juga di rumah ... alhamdulillah :)

Satu minggu lagi ... satu minggu lagi ... tetap semangat! En jangan lupa, make a life, not just a living ... :)

Apa kabar semua?

Kajian 6 Mei 2007

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. QS An Nuur 21.