Sunday, September 30, 2007

Maka Nikmat Tuhan Kamu yang Manakah yang Kamu Dustakan?

Lonely bench ...


Kemarin sore saya ikutan acara berbuka puasa di sekolah anak saya. Acaranya seperti biasa bermacam-macam. Kali ini – setelah mengambil jatah besek tuk buka dan makan malam – saya pun ngumpet di mesjid sekolah.

Saat berbuka tiba, saya pun mereguk teh dalam gelas aqua dan sepotong kue yang disajikan panitia. Saat itu mendadak terbersit rasa sepi sekaligus kenikmatan. Mengapa? Saat itu baru saya sadar betapa nikmatnya berbuka puasa dengan keluarga dan orang-orang yang kita cintai. Alhamdulillah tahun ini saya bisa penuh berpuasa tanpa harus bepergian, dan baru sore itu saya merasa ‘sendiri saja’ berbuka. Bagaimana rasanya ya orang-orang yang sendirian saja di dunia ini, para pengemis di jalan, anak-anak yang meminta-minta, anak-anak di rumah yatim piatu yang mungkin senantiasa berbuka dalam rasa kesendirian?

Apa kenikmatan yang saya rasakan? Ternyata dalam kesendirian itu, hirupan teh hangat dan sepotong gigitan kue terasa sangat mewah. Itulah teman saya sore itu dan itulah yang menemani suasana berbuka.
Jadi teringat suasana berbuka di rumah – yang notabene tak beda jauh, tapi biasanya masih ada penganan yang lain. Ah, begitu sering kita alpa dan tidak menghargai nikmat yang diberikan olehNya.

===

Salah satu acara yang saya sangat nikmati di bulan ini adalah kenikmatan sholat Dhuha. Sampai di kantor belum jam 6 pagi, kemudian terus menceburkan diri pada pekerjaan. Lalu pada pukul 7.15 pagi saya pun bergegas turun ke mesjid tuk melupakan dunia dan memberikan santapan rohani bagi jiwa ini. Suasana mesjid yang sepi, hanya 2-3 orang yang ada di dalam mesjid, tempat wudhu yang kosong, hingga suasana mesjid yang tenang ... ah nikmat sekali ....

===

Keteraturan dan suasana tanpa ketergesaan sungguh membawa nikmat. Sungguh nikmat sekali ketika kita bisa teratur dan tidak tergesa-gesa. Ketika wudhu, membersihkan tangan, mulut, hidung, membasuh muka sambil seakan membuang isi dunia dari muka, sekujur tubuh, dan hati ini ... teratur, tenang, tidak tergesa-gesa ...

Nikmatnya ruku’ dan sujud, serta duduk di antara dua sujud, teratur, tenang, tidak tergesa-gesa ...

Setiap habis sholat, setiap habis sujud, rasanya ingin sholat lagi, ingin sujud lagi ...

===

Bisakah kita hidup lebih sedikit? Lebih sedikit makan, lebih sedikit tidur, lebih sedikit istirahat, tapi dengan semangat dan kerja nyata yang lebih besar dan optimal?

Di bulan Ramadhan ini, kita membuktikan ini bisa kita kerjakan. Siang hari kita berpuasa, ketika berbuka kita makan secukupnya saja. Tidur kita kurangi agar kita punya waktu beribadah lebih banyak. Dan di atas semua pekerjaan duniawi yang kita lakukan, kita dengan penuh semangat dan tekad kuat terus berjuang, sholat, ngaji, tafakkur, bersedekah, bersabar, merendahkan hati ...

Ternyata kita bisa hidup lebih sedikit ...

===

Balik ke acara buka puasa di sekolah anak saya, pada sholat magrib sang imam membacakan sebagian isi Surat Ar Rahmaan, Al Qur’an surat ke 55. Ia bacakan ayat Allah yang artinya:

Maka Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? ...
Maka Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? ...
Maka Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? ...


Berulang ... dan berulang ... dan berulang ...

Air matapun menetes dengan deras ... yang mana ... hai manusia, yang mana yang sanggup engkau dustakan?

===

Pulang ke rumah, sholat di atas karpet. Peringatan di atas terus mendera hati ini ... karpet ini, baju ini, isi rumah ini, rumah ini, keluarga, tangan, kaki, badan, mata, kepala, rambut ... semua milikNya, semua nikmat dariNya.

Maka Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? ...

Kajian Furqaan 75

Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya. QS Al Furqaan 75.

Wednesday, September 26, 2007

Great Question!

Jeddah Hajj International Airport at night


Great Question!
Paulus Bambang W.S. - Majalah Swa

John Sculley, kala itu masih memimpin Pepsi Co., hanya tersenyum simpul tatkala Stephen Jobs, ketika itu menakhodai Apple Inc., secara serius bertanya, "Maukah Anda bergabung dengan Apple?" Pertanyaan ini mudah dijawab dengan penolakan halus semacam "Berapa Anda berani bayar saya?" atau "Posisi apa yang Anda tawarkan kepada saya yang jauh melebihi apa yang saya duduki sekarang?"

Steve Jobs memang bukan recruiter by training, tapi ia memiliki insting head-hunter tulen. Ia tidak menjawab dengan gaya pedagang pasar pagi seperti "Berapa Anda mau minta?" atau serangkaian janji fantastis bak ilusionis dengan menyodorkan hamparan dolar di tataran mimpi dan visi yang belum tentu tercapai. Sebaliknya, ia melontarkan pertanyaan kedua yang tak pernah diduga oleh tokoh karismatis itu: "Do you want to sell sugar water for the rest of your life, or do you want to change the world?"

Kalimat itu seperti pedang yang membelah tubuh dan jiwa. Pepsi Challenge yang menjadi ikon Sculley untuk mendobrak dominasi Coca-Cola pada 1980-an ternyata jauh lebih mudah daripada Steve Jobs Challenge. Sculley tertusuk pada sebuah ruang yang paling ia kagumi, yakni pride.

Ketika pertanyaan tadi menusuk kepada "tantangan baru" yang tak terukur dengan uang, tapi suatu kedigdayaan baru, Sculley tak mudah menjawab ya atau tidak. Ia butuh waktu untuk merenung. Itu adalah a great question. Sebuah pertanyaan singkat yang mampu mengubah otak, hati, dan roh. Ketiganya sekaligus dibelah dan runtuhlah kedigdayaan materi.

Menjadi the company's youngest marketing vice-president hanya tiga tahun dari trainee dan pada usia 30 tahun sudah mencapai Pepsi's youngest-ever president, Scully akhirnya meneken kontrak kerja dengan Jobs. Hanya sebuah pertanyaan, dan itu yang membawa the best and the brightest man in the industry saat itu hengkang ke Apple tanpa tawaran paket keuangan yang sangat aduhai. "Change the world" mengubah paradigma jawara "sugar water".

Anda tentunya tidak mungkin mengingat banyak pertanyaan yang telah Anda jawab dalam hidup ini. Kalau mau jujur, berapa pertanyaan yang mengubah paradigma hidup Anda? Entah itu perubahan kecil atau besar seperti pekerjaan, karier, pindah perusahaan, dan bahkan nilai hidup. Ternyata, tidak banyak, bukan? Artinya, Anda tidak memiliki rekan yang mampu memberikan great question. Yang ada hanya ordinary sampai good question yang sekadar menyentuh rasio, otak, dan perasaan, tapi tak sampai mengubah hati dan roh anda. Itu berarti mudah dilupakan.

Saya teringat kejadian 20 tahun lalu, ketika saya mendapat tawaran memimpin bidang SDM. Atasan saya bertanya, "Kalau Anda mau jadi transformator kelompok perusahaan ini, Anda harus masuk untuk membenahi aspek manusianya. Bukan sistem dan komputerisasi seperti yang Anda kerjakan sekarang. Maukah Anda?" Pak Charlo, begitu kami memanggilnya, membelah seluruh jiwa dan raga saya bukan dengan iming-iming posisi, karier yang bahkan saat itu sering diklasifikasikan sebagai jabatan kelas dua dan mentok untuk jadi pemimpin perusahaan. Banyak yang beranggapan itu jabatan buangan.

Great question dari Pak Charlo saya jawab dengan great decision. "Pak, saya berani ambil tantangan itu. Saya mau jadi transformator yang akan dikenang bukan karena menghasilkan angka dan bilangan kinerja keuangan, tapi nilai yang tertera di hati sanubari karyawan," jawab saya yang saat itu sedang berkobar tanpa memikirkan "Apa kata dunia, mau jadi orang personalia?"

Pernyataan itu mengubah seluruh arah perjalanan karier saya saat ini. Dari bidang TI menjadi bidang SDM. Dua disiplin ilmu yang bak bumi dan langit. Yang satu berkutat dengan mesin yang kaku, tak mudah marah dan tersinggung, yang lainnya adalah manusia yang penuh dinamika dan tak mudah ditebak ke mana maunya. Itulah tantangan yang sebenarnya. Sebelas tahun akhirnya saya terbenam dalam bidang baru yang tak pernah menjadi cita-cita sebelumnya. Kesimpulannya hanya satu: ternyata, Pak Charlo benar.

Masih jelas di ingatan, tatkala saya juga berusaha merayu calon lulusan luar negeri dan sudah berkarier di luar negeri dalam bidang piston engineering. "Anda mau jadi ahli piston seumur hidup? Hasil tertinggi Anda adalah mobil dengan ayunan yang lebih empuk dan enak dikendarai. Produk Anda tidak akan mengubah si pengendara mobil." "Maksud Bapak?" tanya si calon serius. "Dari hasil tes dan wawancara ini, saya lihat Anda memiliki kemampuan yang jauh lebih baik di bidang manajemen dibandingkan di bidang engineering. Anda bukan hanya mampu membuat piston yang baik, tapi mampu membuat mobil atau industri mobil secara terintegrasi. Anda jauh lebih besar dari sekadar piston engineer," saya menerangkannya secara serius karena ia memang berpotensi.

Beberapa saat kemudian, saya mendapat jawaban positif. Wisry, begitu saya memanggilnya, berani melepas ilmu pistonnya dan bergabung dengan kami. Ia saya tugaskan mengepalai bidang perencanaan korporasi. Dalam perjalanan kariernya, ia bukan hanya mampu mendirikan perusahaan sekuritas, tapi juga mampu membidani perusahaan rental otomotif. Kini ia diminta memimpin lembaga keuangan mikro. Ia sedang belajar menjadi seorang Muhamad Yunus dengan Grameen Banknya.

Kalau begitu, alangkah idealnya kalau seorang pemimpin memiliki ketajaman melancarkan pertanyaan yang tidak sekadar ordinary ataupun good, tapi juga great. Ini bukan hanya memerlukan kepiawaian intelektual, tapi juga kedalaman emosional dan spiritual. Bukan banyaknya pertanyaan yang penting, melainkan kualitas pertanyaan yang mampu mengubah arah perusahaan, pekerjaan bahkan pribadi seseorang. Kalau sudah salah dalam bertanya, akan ada yang salah pula dalam menjawab.

Kalau pertanyaan yang salah itu dilakukan oleh pemimpin kelas satu, arah organisasinya bisa melenceng ke luar jalur. Tidak mengherankan, hanya karena satu pertanyaan yang salah, perusahaan bisa bangkrut. Mari belajar mengajukan a great question. Larry King dan Oprah adalah guru yang dapat kita pelajari. Mereka adalah Socrates modern yang mengubah dunia melalui great questions.

Kajian Furqaan 74

Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa. QS Al Furqaan 74.

Monday, September 24, 2007

Priangan si Jelita

Girls ... girls ...


Judul di atas adalah kumpulan puisi Ramadhan KH. Dasar memang rezeki, saya berkesempatan mencicipi buku yang membahas puisi ini, keluaran penerbit Indonesiatera. Kata Pengantar buku ini cukup menarik, karena menceritakan latar belakang suasana tanah Priangan dan juga menceritakan 'alur cerita' yang membentuk puisi di buku ini.

Pertama kali baca, saya terpukau oleh indahnya untaian kata-kata dan nuansa cinta mendalam yg tersirat pada hampir semua puisi yang ada di buku ini. Sangat melodis, dalam, seperti meniti suatu perjalanan, namun entah kenapa senantiasa menyiratkan nuansa sepi.

Lebih jauh dibaca, keindahan alam tanah Sunda seakan terpampang di depan mata. Sawah yang membentang, undakan-undakan, perjalanan membelah pepadian, kebun teh, terbit dan tenggelamnya matahari, tanah datar bersih dengan pegunungan di kejauhan .....

Gerak-gerik anak manusia, gadis, kembang, mawar, seruling, pantun, Nak, Bunda, Ayah, pacar, dara, pahlawan, keris, penyair ...

Namun mungkin yang paling membekas di hati adalah percikan kegelisahan dan gelitan kegetiran yang menyelimuti kumpulan puisi ini. Gugur, kekeringan, cucurkan air mata, disobek, tangisan lagu kinanti, selendang merah darah, pengembara, sepi, pelukan paling akhir, bercecer di jalan ...

===
Makin dibaca, kumpulan puisi ini semakin terasa dahsyat dan menyayat ... bahkan pada saat saya menulis ini, baris demi baris seakan semakin menyeret saya untuk tenggelam dalam alur sang Priangan ini ...

Perlu dijadikan koleksi ga? Jelas perlu!


3

Kembang tanjung berserakan
di jalan abu menghitam
ditusuk bintang di timur,
hati luka di pekuburan

Mau pergi, nak?
-- Ya Ma,
Ke mana?
-- Entah, turutkan jejak lama.
Tak singgah dulu, Nak?
-- Ya, Ma,
singgah cucurkan air mata.

Kembang tanjung berserakan
dipungut gadis berdendang

Gede mengungu di pagi hari,
bintang pudar, bulan pudar,
si anak tinggalkan pekuburan,
bersedih hati.

Kembang tanjung berserakan
dan melayu di tanah benang.

Kajian 24 September 2007

Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta. QS Al Furqaan 73.

Saturday, September 22, 2007

Mabuk ...

a street of Madinah


Minggu ini banyak sekali hal-hal yang 'numpang lewat'. Mulai dari urusan rumah sampai pekerjaan yang menumpuk dan menuntut perhatian ekstra. Sementara Ramadhan terus berjalan, yang jika saya tidak mengawasinya dengan teliti, akan lewat begitu saja. Belum lagi beberapa hari ini perjalanan pulang dari kantor ke rumah bisa memakan waktu 2 jam, sementara biasanya hanya 40 menit (sempat mikir naik sepeda aja hehehe ....). Lalu lintas pun ramai sekali, entah mengapa orang-orang seperti sangat-sangat tergesa dan sudah benar-benar mengabaikan peraturan lalu lintas. Minggu ini benar-benar penuh tantangan ....

Subhanalloh, Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Jum'at kemarin lagi-lagi saya menyaksikan kemurahan hatiNya. Berbagai nikmat dicurahkan, yang membuat semua kerusuhan ini menjadi maya, kecil sekali dibanding nikmat dan karunia yang Ia berikan ....

Semalam saya pulang dengan raga yang lelah selelah-lelahnya namun dengan hati yang penuh sukacita ... penuh kegembiraan ... seakan mabuk oleh manisnya iman dan nikmatnya cintaNya yang memenuhi seluruh rongga tubuh ini dan membuat diri seakan mau meledak ... Allahu Akbar ...


Allah, Hati MemanggilMu

Debu

Hamba ini tetap heran,
Meminta-minta rahmatMu,
Dalam dunia diasingkan,
Allah, hati memanggilMu!

Ada yang ingin pahala,
Hamba tak ingin selainMu,
Itu adalah berhala,
Allah, hati memanggilMu!

Memang tak kuingin surga,
Walaupun adalah ayu,
Kudamba hanya Sahibnya,
Allah, hati memanggilMu!

Tanpa wajahMu di surga,
Jadi muka hauri kuyu,
Dari wajahMu cahaya,
Allah, hati memanggilMu!

HambaMu ini termala,
Hatiku menjadi mutu,
Aku mangsa serigala,
Allah, hati memanggilMu!

Cintaan hambaMu lemah,
Kumengadu kepadaMu,
Aku selalu terlecah,
Allah, hati memanggilMu!

Hamba ini tetap heran,
Meminta-minta rahmatMu,
Dalam dunia diasingkan,
Allah, hati memanggilMu!

Hamba ini tetap heran,
Meminta-minta rahmatMu,
Dalam dunia diasingkan,
Allah, hati memanggilMu!

Allah, hati memanggilMu!

Kajian 22 September 2007

Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. QS Al Furqaan 72.

Thursday, September 20, 2007

Menanti Senyuman Bidadari

Masjidil Haram


Menanti Senyuman Bidadari
KH A Hasyim Muzadi - Republika

Hampir dapat dipastikan, setiap Muslim/Muslimah dan mukmin/mukminah, selalu berhayal bisa bertemu kembali dengan sesosok bulan nan molek bernama Ramadhan. Sebagai bulan bertabur bidadari dengan senyum mengembang serta bulan yang menyimpan jutaan rahasia malaikat muqarrobin, Ramadhan memiliki jadwal tertentu mengunjungi kekasihnya, para hamba Allah yang sebelas bulan lamanya telah pergi jauh. Pergi melupakan, bahkan meninggalkan Tuhannya.

Sebagai Sang Mahapengasih, Allah benar-benar bukanlah sosok yang patut diragukan kelembutan-Nya. Meski nyata-nyata kita telah mengabaikan-Nya, Allah tetaplah membuka pintu bagi kita untuk kembali ke Gerbang Kelembutan-Nya. Ramadhan ibarat selendang bidadari bertabur senyum dan sentuhan lembut para malaikat. Duh Gusti!

Begitu sebelas bulan kita berlari-lari di antara terjalnya kehidupan, begitu tak ada lagi bagian dari diri yang tak pantas untuk tidak distempel label-label dosa dan noda, begitu rambut kita kusut masai karena diterjang deru maksiat dunia, begitu habis seluruh energi yang ada pada kita, begitu jauh melangkah tetapi tetap tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, maka secara berkala Tuhan membuka "hijab" kasih sayang-Nya. Sebagaimana pengakuan-Nya dalam Hadits Qudsi, Allah memang jauh lebih merindukan tangis para durjana ketimbang tangisan dan doa-doa para 'abid, maka Ia juga siap mendengarkan, menyimak dengan seksama, membuka diri, serta selalu siap memberikan jalan keluar dari sempitnya jalan hidup hamba-Nya.

Puasa (shiyaam) yang akan kita lakukan memang akan sangat berat jika harus menyamai puasa (shoum) yang pernah dilakukan oleh Sayyidah Maryam; ibunda Baginda Nabi Isa AS. Dalam banyak riwayat, puasa yang dilakukan Sayyidah Maryam, baru mungkin hanya diikuti oleh para sahabat terdekat Rasulullah serta para penempuh jalan sufi. Karena Sayyidah Maryam puasa bicara, puasa mendengar, puasa melihat dalam arti yang sebenarnya, maka bayi suci dalam buaiannya, Isa Bin Maryam, dapat dengan mudah berbicara menjawab gunjingan orang.

Tetapi, meski kita tidak akan mampu menyamai puasa Sayyidah Maryam, ada baiknya kalau kita berikhtiar untuk mampu mendengarkan tangisan manusia di sekitar kita tinggal. Tangis yang selama ini tidak terdengar atau sengaja kita tidak ingin mendengarnya. Kesedihan yang selama ini tak terlihat atau memang sengaja kita tidak ingin melihatnya. Kabar duka nestapa sanak kadang dan tetangga yang selama ini tidak terdengar, atau samar-samar terdengar atau juga karena sengaja memang kita tidak ingin mendengarnya.

Puasa dalam banyak pesan sosial yang dikandungnya, akan selalu mengantarkan pelakunya untuk bisa berdekat-dekatan secara fisik dan emosi dengan sesama anak manusia. Tak ada gunanya puasa, selain meregang, karena lapar dan dahaga, kalau itu cuma untuk kebutuhan diri apalagi kalau hanya untuk membatalkan kewajiban kita kepada Allah SWT. Puasa demikian, telah menjauh dari inti ajaran utamanya. Puasa begitu, tak lebih dari sekadar sikap "gagah-gagahan" agar disebut taat beragama. Puasa yang hakiki adalah mencari keridhaan Allah di tengah keridhaan umat-Nya yang papa, yang dhoif dan mustadh'afiin.

Kenikmatan puasa hampir selalu terletak pada menyatunya perasaan antaranak manusia dalam belaian kasih sayang Allah. Tidak berpuasa seseorang, kalau ia membiarkan saudaranya kepayahan mencari kasab hidup. Tidak berpuasa seseorang kalau ia berbahagia tapi tetangganya tengah dirundung malang karena kehidupan yang menghimpit. Tidak berpuasa seseorang apabila..!

Puasa mengamanatkan pelakunya untuk membuka lembaran baru agar kehidupan semakin baik, mempererat persaudaraan, merasakan kegetiran hidup, bersabar dengan ketentuan Allah, serta berusaha mengembalikan fungsi-fungsi ragawi kepada fungsi yang sebenarnya. Puasa yang diajarkan Allah adalah puasa yang dapat mengendalikan hawa nafsu, jangankan untuk yang haram, untuk yang halal sekali pun kita harus membiasakan diri untuk tidak berlebihan. Hatta, makanan halal hasil keringat sendiri, kita masih diwajibkan menunggu bunyi adzan untuk berbuka puasa. Kita wajib menjauhi kebiasaan bergunjing, memfitnah atau melempar sumpah serapah. Sebab yang demikian, di luar bulan Ramadhan pun haram untuk dilakukan. Sebisa mungkin, telinga kita juga harus dibiasakan mendengarkan hal-hal yang baik seperti menyimak lantunan ayat-ayat suci, bersama' dalam dzikir dan menjauhkan diri dari mendengar yang buruk-buruk apalagi fitnah yang berujung pada pertikaian.

Demikian juga, pesan suci yang dibawa puasa khususnya di bulan Ramadhan, bisa berbentuk riyadhah atau latihan agar setiap orang yang berpuasa mencoba selama sebulan penuh untuk meninggalkan angkara murka, membersihkan jiwa dari kebiasaan buruk, serta berbagi rasa dengan para tetangga. Dalam pandangan Rasul, seseorang dinilai tidak sedang berpuasa kalau bisanya cuma menahan lapar dan dahaga. Begitu pentingnya pesan sosial puasa, sampai-sampai Allah SWT dalam banyak firman-Nya menjelaskan soal orang-orang yang berhalangan melakukan puasa. Orang yang bepergian jauh, suami-istri yang bersebadan di siang hari, usia lanjut, sakit yang menghalanginya berpuasa, datang bulan bagi wanita serta baru melahirkan, maka baginya harus menjalankan pesan sosial ibadah puasa.

Mereka yang terhalangi berpuasa, ibaratnya memiliki utang kepada Allah dan pengembaliannya wajib dengan membayar fidyah kepadan-Nya melalui hamba-hamba-Nya yang kebetulan miskin dan papa. Puasa Ramadhan berintikan ajaran untuk berbagi secara tulus dan ikhlas.

Begitu mulianya bulan Ramadhan, sampai-sampai Baginda Rasul melakukan persiapan khusus menyambut kedatangannya. Baginda membiasakan diri menyambut bulan seribu bulan ini sejak pertengah bulan Sya'ban dengan menyantuni faqir miskin, mendatangi sanak kadang, bersilaturrahim dengan tetangga, untuk saling memaafkan. Padahal semua orang tahu, Rasulullah bukanlah termasuk orang yang berada secara ekonomi, tetapi ghirahnya untuk beramal tak pernah padam.

Tak ada istilah menunggu kaya untuk berbuat kebajikan, untuk berinfaq dan untuk bersedekah. Di zaman Rasul, orang-orang miskin berebut untuk saling memberi karena di samping nilainya di hadapan Allah sungguh besar, juga kerena pesan moral puasa mengajarkan untuk bisa berbagi. Semakin besar nominal yang kita keluarkan akan semakin besar pula pengaruh mental ibadah puasa kepada kita.

Saudara-saudaraku! Ramadhan akan datang menjelang. Mari kita sambut bulan penuh berkah ini dengan suka cita dan senyum mengembang, layaknya pertemuan dengan kekasih nan lama ditunggu. Sebab, bukan tidak mungkin tahun depan kita tidak akan bertemu lagi dengan Ramadhan. Sebagai raudhah tempat membersihkan segala kotoran di tubuh kita, Ramadhan menyediakan sarana untuk pembersihan diri. Kalau sepanjang sebelas bulan kita melupakan Allah, mengabaikan faqir miskin, alpa terhadap anak yatim dan merampas hak-hak mereka, kini saatnya kita berasyik masyuk dengan mereka. Semoga Allah menyayangi kita semua. Wallaahu A'lamu Bish Showaab.

Kajian 20 September 2007

Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. QS Al Furqaan 71.

Wednesday, September 19, 2007

Ketika Jari-jari Bunga Terbuka

Masjid Nabawi - Madinah (4th shoot)


Nitip pesan sayang untuk istri tercinta ... maaf belum sempat bikin puisi sendiri ... :)

Ketika Jari-jari Bunga Terbuka
Sapardi Djoko Damono

ketika jari-jari bunga terbuka
mendadak terasa; betapa sengit
cinta kita
cahaya bakai kabut, kabut cahaya; di langit

menyisih awan hari ini; di bumi
meriap sepi yang purba;
ketika kemarau, terasa ke bulu-bulu mata,
suatu pagi
di sayap kupu-kupu, di sayap warna

swara burung di ranting-ranting cuaca,
bulu-bulu cahaya; betapa parah
cinta kita
mabuk berjalan, di antara jerit
bunga-bunga rekah

Kajian 19 September 2007

kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS Al Furqaan 70.

Tuesday, September 18, 2007

Masjid Nabawi - Madinah (3rd shoot)


Gaya kepemimpinan

Baru-baru ini saya mengikuti pelatihan kepemimpinan. Tepatnya pelatihan bagi supervisor, agar selain menjadi supervisor/manajer yang baik, mereka juga menjadi seorang pemimpin (leader) yang baik.

Berbagai teori diajarkan. Tips dan trik bertebaran dimana-mana. Teknik penting, tapi lebih penting lagi rasa tulus, demikian kata pengajarnya. Hari terakhir kami belajar seperti apa seorang pemimpin itu, tentunya menurut versi pelatihan ini ... 

Banyak hal yang menarik. Selain itu banyak pula hal yang mengetuk hati ini. Pertanyaan-pertanyaan seperti, "Siapa saya?" "Kenapa saya di sini?" "Sudah benarkah langkah yang saya tempuh selama ini?" "Apakah saya bisa berbuat lebih baik lagi?" dan banyak lagi menghantui para peserta, setidaknya saya ...

Menurut pelatihan ini, ada 2 gaya kepemimpinan. Yang pertama gaya ahli (expert). Ciri gaya kepemimpinan ini adalah mengarahkan (direct), menguasai (kontrol), dan cepat dan efisien. Karena sifat-sifat ini, gaya ini bisa membuat suatu masalah tak terselesaikan secara tuntas (karena mau cepat dan efisien), tidak bisa menggali tuntas masalah-masalah yang kompleks, kaku, dan dapat mengubur kreativitas.

Gaya kedua adalah moderator (fasilitator). Cirinya antara lain bersikap terbuka, bisa menggali semua pilihan yang ada untuk suatu masalah, terjadinya pembagian tanggung jawab antara atasan dan bawahan, bisa menghasilkan solusi yang luar biasa, dan memberikan kuasa (kontrol). Gaya ini cenderung cocok untuk membangun (develop) orang. Karena sifatnya yang memfasilitasi, gaya ini akan cenderung lambat.

Selama beberapa tahun ini rasa-rasanya gaya saya berpindah dari gaya ahli menjadi gaya moderator. Seperti ciri-ciri di atas, dengan kesabaran, saya bersama teman-teman berhasil membangun suatu tim yang kokoh dan tangguh. Lebih dari itu, saya mengenal teman-teman, dan yang juga penting adalah tumbuhnya rasa empati dan perhatian pada hal-hal yang remeh.

Kembali ke soal pelatihan, sang pengajar menekankan pentingnya penggabungan kedua gaya ini dalam mengelola tim. Ini karena masing-masing gaya memiliki kelebihan dan kekurangan dan yang terbaik tentunya adalah penggabungan keduanya dan mengambil yang baik-baik dari keduanya ...

Berbekal ilmu baru ini, saya pun coba praktek di kantor. Karena udah terbiasa dengan gaya moderator, saya coba kembali melakukan gaya ahli, dan mengkombinasikan keduanya. Yang terjadi, sampai saat ini rasanya kagok banget ... kok seperti mengkhianati diri sendiri hehehehe .... rasa empati dalam hati seperti dipangkas habis demi kata efisiensi dan efektivitas.

Contoh lain adalah ketika saya memberikan mentoring. Jika selama ini, yang saya arahkan adalah agar dia menjadi dirinya sendiri, maka dengan gaya ahli sayalah yang menentukan sebaiknya ia menjadi apa dan mendorongnya dengan keras agar dia bergerak ke arah itu. Ah ... seperti saya yang tahu saja apa yang terbaik bagi dirinya ...

Begitulah ... secara teori penggabungan kedua gaya ini sangat baik. Tetapi dalam prakteknya ternyata susah mencari titik keseimbangannnya. Belajar lagi .... belajar lagi ....

Kajian 18 September 2007

Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya). QS Al Furqaan 68.

Sunday, September 16, 2007

Guru Inspiratif

siang kelabu / cloudy afternoon

Guru Inspiratif
Rhenald Kasali

Dalam hidup ini kita mengenal dua jenis guru, guru kurikulum dan guru inspiratif. Yang pertama amat patuh kepada kurikulum dan merasa berdosa bila tidak bisa mentransfer semua isi buku yang ditugaskan. Ia mengajarkan sesuatu yang standar (habitual thinking). Guru kurikulum mewakili 99 persen guru yang saya temui.

Jumlah guru inspiratif amat terbatas, kurang dari 1 persen. Ia bukan guru yang mengejar kurikulum, tetapi mengajak murid-muridnya berpikir kreatif (maximum thinking). Ia mengajak murid-muridnya melihat sesuatu dari luar (thinking out of box), mengubahnya di dalam, lalu membawa kembali keluar, ke masyarakat luas. Jika guru kurikulum melahirkan manajer-manajer andal, guru inspiratif melahirkan pemimpin-pembaru yang berani menghancurkan aneka kebiasaan lama.

Dunia memerlukan keduanya, seperti kita memadukan validitas internal (dijaga oleh guru kurikulum) dengan validitas eksternal (yang dikuasai guru inspiratif) dalam penjelajahan ilmu pengetahuan.

Sayang, sistem sekolah kita hanya memberi tempat bagi guru kurikulum. Keberadaan guru inspiratif akan amat menentukan berapa lama suatu bangsa mampu keluar dari krisis. Semakin dibatasi, akan semakin lama dan semakin sulit suatu bangsa keluar dari kegelapan.


"Freedom Writers"

Karya-karya pembaruan, baik temuan spektakuler keilmuan, produk komersial, maupun gerakan sosial, akan tampak di masyarakat. Namun tak dapat dimungkiri, semua itu berawal dari sekolah. Dari tangan dan pikiran guru-guru inspiratif yang gelisah dan melihat perlunya kreativitas. Ia memperbaiki hal-hal yang dipercaya banyak orang tidak bisa diperbaiki dan menghubungkan hal-hal yang tidak terhubung (connecting the unconnected).

Kisah dan karya guru inspiratif antara lain dapat dilihat pada Erin Gruwell, perempuan guru yang ditempatkan di sebuah kelas "bodoh", yang murid-muridnya sering terlibat kekerasan antargeng. Berbeda dengan kelas sebelah yang merupakan kumpulan honors students, yang memiliki DNA pintar dan disiplin. Di honors class yang dibutuhkan adalah guru kurikulum.

Erin Gruwell memulai dengan segala kesulitan. Selain katanya "bodoh" dan tidak disiplin, mereka banyak melawan, saling melecehkan, temperamental, dan selalu rusuh. Di pinggang anak-anak SMA ini hanya ada pistol atau kokain. Di luar sekolah mereka saling mengancam dan membunuh.

Itu adalah kelas buangan. Bagi para guru kurikulum, anak-anak supernakal tak boleh disekolahkan bersama distinguished scholars. Tetapi Erin Gruwell tak putus asa, ia membuat "kurikulum" sendiri yang bukan berisi aneka ajaran pengetahuan biasa (hard skill), tetapi pengetahuan hidup.

Ia mulai dengan sebuah permainan (line games) dengan menarik sebuah garis merah di lantai, membagi mereka dalam dua kelompok kiri dan kanan. Kalau menjawab "ya" mereka harus mendekati garis. Dimulai dengan beberapa pertanyaan ringan, dari album musik kesayangan, sampai keanggotaan geng, kepemilikan narkoba, dan pernah dipenjara atau ada teman yang mati akibat kekerasan antargeng.

Line games menyatukan anak-anak nakal yang tiba-tiba melihat bahwa mereka senasib. Sama-sama waswas, hidup penuh ancaman, curiga kepada kelompok lain dan tak punya masa depan. Mereka mulai bisa lebih relaks terhadap guru dan teman- temannya serta sepakat saling memperbarui hubungan. Setelah berdamai, guru inspiratif membagikan buku, mulai dari biografi Anne Frank yang menjadi korban kejahatan Nazi sampai buku harian. Anak-anak diminta menulis kisah hidupnya, apa saja. Mereka menulis bebas. Tulisan mereka disatukan, dan diberi judul Freedom Writers. Murid-murid berubah, hidup mereka menjadi lebih baik dan banyak yang menjadi pelaku perubahan di masyarakat. Kisah guru inspiratif dan perubahan yang dialami anak-anak ini didokumentasikan dalam film Freedom Writers yang dibintangi Hilary Swank.


Keluar dari belenggu
Apa yang dilakukan Erin Gruwell sebenarnya tidak hanya terbatas pada dunia pendidikan dasar, tetapi juga pada pendidikan tinggi. Namun, entah mengapa belakangan ini dunia pendidikan kita kian mengisolasi diri dari dunia luar dan hanya ingin menghasilkan lulusan yang terbelenggu kurikulum.

Yang disebut dosen teladan adalah dosen yang patuh mengikuti kurikulum, menulis karya ilmiah di jurnal-jurnal tertentu yang sudah ditentukan, meski pembacanya belum tentu memadai, dan rajin mengisi daftar absensi. Dengarlah protes Kazuo Murakami PhD, pemenang penghargaan Max Planck (1990) yang menulis buku Tuhan dalam Gen Kita: The Devine Message of The DNA (2007). Ia terpaksa hijrah ke AS saat menyaksikan dominasi guru- guru kurikulum di Jepang membangun benteng hierarki. Universitas, katanya, telah menjadi menara gading yang tak peduli dengan apa yang terjadi di luar.

Meski belum menonjol di masyarakat, peran guru-guru inspiratif ini amat dibutuhkan. Terlebih anggaran pendidikan kita masih terbatas dan lulusannya banyak yang tidak bisa bekerja sesuai dengan bidang studi yang ditempuhnya. Kita tidak bisa mendiamkan lahirnya generasi yang patuh kurikulum, pintar secara akademis, tahu kebenaran internal, tetapi kurang kreatif mendulang kesempatan dan buta kebenaran eksternal.

Ada dua masalah yang harus direnungkan. Pertama, dosen kurikulum hanya membentuk kompetensi (student’s ability), hanya membentuk beberapa orang, untuk kepentingan orang itu sendiri. Guru inspiratif membentuk bukan hanya satu atau sekelompok orang, tetapi ribuan orang. Satu orang yang terinspirasi menginspirasi lainnya sehingga sering terucap kalimat "Aku ingin jadi seperti dia" atau "Aku bisa lebih hebat lagi".

Kedua, ketidakmampuan para pendidik merespons aneka tekanan eksternal dapat membuat mereka membentengi diri secara berlebihan dengan mengunci kurikulum secara sakral. Tiap upaya yang dilakukan para guru kreatif untuk meremajakannya dianggap ancaman, bahkan sebagai perbuatan tidak bermoral

Masih teringat jelas, kejadian yang menimpa seorang guru inspiratif yang saya kenal. Pada tahun 2005 ia menerima penghargaan dari Yayasan Pengembangan Kreativitas atas karya-karyanya di bidang pendidikan. Saat itu, penghargaan serupa dalam setiap bidang juga diberikan kepada Helmi Yahya, Jaya Suprana, Bang Yos, dan Guruh Soekarno Putra. Akan tetapi, tak banyak yang tahu hari-hari itu ia baru saja menerima ancaman pemecatan karena dianggap melanggar "kurikulum". Kesalahannya adalah telah memperbarui metode pengajaran agar murid-murid menjadi lebih artikulatif. Murid senang, tidak berarti guru-guru lain senang. Mereka merasa terganggu oleh penyajian di luar kurikulum dan mereka menuntut agar guru ini ditarik. Semester berikutnya nama dia dicoret dari daftar pengajar. Karier guru besarnya pun dipersulit oleh guru-guru kurikulum yang menggunakan kaca pembesar menguji kebenaran internal.

Kata Jagdish N Sheth, begitu orang- orang lama menyangkal realitas baru, mereka dapat menjadi arogan, terperangkap dengan kompetensi masa lalu, ingin hidupnya nyaman, dan membangun batas-batas kekuasaan teritorial. Perilaku internal itu adalah belenggu inertia, yang disebutnya destructive habits. Mereka menggunakan mikroskop untuk memperbesar hal-hal kecil yang tidak dimiliki.

Sudah saatnya benteng inertia seperti ini dihapus dengan "memanusiawikan" kurikulum dan memberi ruang lebih memadai bagi guru-guru kreatif.

Kajian 16 September 2007

Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahanam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal." QS Al Furqaan 65.

Saturday, September 08, 2007

Kehujanan

waterfall in infrared


Minggu kemarin seperti biasa jatah rutin saya bersepeda ke kantor 2 kali, Selasa dan Jum'at. Ini adalah gowes minggu terakhir, karena minggu depan saya ada tugas keluar kantor dan kalau tidak salah hari Kamis kita sudah memasuki bulan Ramadhan.

Memang rezeki, minggu ini setiap kali saya bersepeda, setiap kali pula sorenya hujan hehehe .... waktu hari Selasa, dari kantor jam 4.30 sore, pas keluar dari lift baru sadar, "Wah, hujannya deras banget!" Beberapa teman sempat ngingetin, "Bro, hujan tuh, gimana mau pulang ..."

Betul juga ... apalagi setelah saya lihat cukup deras. Cuma mau bagaimana lagi, kan musti pulang ... ya udah, teruskan aja jalan ke tempat parkir sepeda. Beres, beres, pasang penutup anti hujan di tas, ikat tas ke sepeda, keluarkan mantel, pakai, tutup kepala dengan penutup kepala dari mantel, pasang helm. Pasang masker, kacamata, nyalakan lampu sepeda, siap berangkat, insya Allah. Eh, hujannya mereda, alhamdulillah ... :)

Tapi memang rezeki, meski sempat mereda, ternyata sepanjang perjalanan hujannya jadi deras kembali. Ya memang harus dinikmati ... :) Alhamdulillah sampai rumah dengan selamat. Semua basah. Penutup tas, mantel, masker, helm, kacamata, baju, celana, luar dalam. Sampai rumah akhirnya urusan bilas-membilas dulu, supaya bisa bersih untuk lalu segera dijemur agar kering.

Setelah peralatan selesai diurus, baru deh mandi, air dingin, yang lalu diteruskan dengan sholat magrib dan makan malam. Alhamdulillah, meski diguyur air hujan 1 jam-an, gowes bareng motor dan mobil, badan sehat-sehat saja ...

Kemarin, hari Jum'at, pas mau pulang ... hujan lagi ... :) Benar-benar rezeki. Cuma kali ini hujannya merata sepanjang perjalanan - maksudnya lebih deras hehehe ... Selain harus mengayuh sepeda, sayapun harus berhati-hati karena air sudah mulai menggenangi sisi jalan. Yang untung adalah karena hujannya merata, sepeda motor agak jarang di jalan, kebanyakan berteduh. Macet dimana-mana ... untung pake sepeda ... :)

Yang agak repot, karena kebanyakan menembus air, rem sepeda mulai tidak berfungsi ... :-P Jalanpun pelan-pelan ... takut ga bisa ngerem ... alhamdulillah sampai di rumah dengan selamat dengan kondisi badan yang meski lelah tapi tak terserang flu ...

Air hujan? Ayuk aja ... Bersepeda ke kantor? Sip lah ... olahraga? Enak banget tuh .... :)

Kajian 8 September 2007

Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. QS Al Furqaan 64.

Wednesday, September 05, 2007

Resensi musik: Sahuleka dan Scorpions


Foto dari www.mediaindo.co.id


Hmmm ... udah lama banget ga ngulas musik ... :) Sebenarnya cukup banyak CD yang sempat saya dengerin, cuma ga sempat-sempat ngereview. Yang sempat cuma dengerin dan nge-rip ke iPod ... :-P.

Satu album menarik yang udah agak lama keluar adalah album live Daniel Sahuleka. Awal cerita saya 'bergaul' dengan musisi ini adalah ketika saya dengar kalau ia ke Jakarta. Ga terlalu nyimak beritanya, tapi yang pasti dia bikin konser akustik di Erasmus Huis Jakarta. Sampai sini juga ga terlalu nyimak, hingga satu malam ketika salah satu saluran TV menyiarkan konser ini.

Meski siarannya sangat amat menjengkelkan (sebentar-sebentar - di tengah lagu - dipotong oleh wawancara, komentar, ataupun iklan), saya sempat terpana dan tersepona oleh suara Daniel, gitarnya (ia bernyanyi hanya bertemankan sebuah gitar akustik yang dimainkannya sendiri), maupun pengaturan konsernya ini.

Penasaran, akhirnya saya pun mencari CD-nya. Ternyata rasa penasaran saya terbayar. Konsernya benar-benar akustik, hanya Daniel dan gitar. Petikan gitarnya sangat hidup, mengimbangi nyanyian Daniel. Berjiwa, beremosi, dan menyatu. Suara Daniel sendiri masih seperti bertahun-tahun lalu, khas dengan cengkok dan sengaunya.

Ketika saya mendengarkan CD ini dengan sistem audio di rumah, hatipun terbawa melayang, terpana, terbius. Kadang nafaspun sampai tertahan, karena hati yang tercekat menunggu not-not yang akan keluar dari senar gitar maupun pita suara Daniel. Di akhir lagu, ketika terdengar orang bertepuk tangan, tak terasa nafas ditarik panjang ... seperti baru saja melewati suasana yang mencekam ... tenggelam dalam keindahan musik dan suara ....



Foto dari imageshack


Beranjak ke jenis musik yang lain. Akhir minggu lalu saya membeli album Scorpions yang terbaru, Humanity. Menurut hasil review salah satu koran di Jakarta, album ini menandakan kembalinya Scorpions ke puncak kejayaannya. Karena memang saya penggemar Scorpions (sempat nyanyiin salah satu lagu mereka ketika nge-band di SMA hehehe), saya pun membeli CD ini, penasaran hehehe ...

Ternyata koran itu benar, Scorpions is back!! Musiknya keren, lagu kencang dan balada berimbang, suara Klaus Meine masih keren habis! Kalau ini tak perlu basa-basilah, kalau anda suka Scorpions atapun satu generasi dengan saya, album ini wajib punya! :)

Kajian 5 September 2007

Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. QS Al Furqaan 63.

Monday, September 03, 2007

Khutbah Rasulullah SAW Menjelang Ramadhan

Busy selling stuff ...


Tak terasa Ramadhan kian mendekat. Atas bujukan anak-anak, kami sekeluarga mencoba berpuasa sunat bersama-sama dalam rangka menyongsong bulan yang mulia ini. Alhamdulillah ternyata nikmat sekali. Badan dan mental perlahan-lahan menyiapkan dirinya menyambut bulan penuh berkah ini. Tiap hari, seakan-akan ada yang terus mengingatkan, eh hari ini puasa nggak? Eh, jangan ngebut di jalan ... eh, jaga diri dari makanan ... dst dst ... hati dan jiwa pun semakin rindu ... seperti sedang mondar-mandir gelisah di garis start, tidak sabar untuk segera melesat ... :)

Apa kabar? Semoga kita senantiasa berlomba-lomba untuk senantiasa menjadi yang lebih baik ... :)


Khutbah Rasulullah SAW Menjelang Ramadhan

"Wahai manusia, sungguh telah datang kepada kalian bulan Allah yang membawa berkah, rahmat, dan maghfirah, bulan yang paling mulia di sisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama, malam-malam di bulan Ramadhan adalah malam-malam yang paling utama, jam demi jamnya adalah jam yang paling utama."

"Inilah bulan yang ketika engkau diundang menjadi tetamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya. Pada bulan ini napasmu menjadi tasbih, tidurmu menjadi ibadah, amal-amalmu diterima, dan doa-doamu diijabah. Bermohonlah kepada Allah, Rab-mu dengan hati yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan saum dan membaca kitab-Nya. Sungguh celakalah orang yang tidak mendapatkan ampunan Allah pada bulan yang agung ini."

"Kenanglah rasa lapar dan hausmu sebagaimana kelaparan dan kehausan pada hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin. Muliakan orangtuamu. Sayangilah yang muda. Sambungkanlah tali persaudaraan. Jaga lidahmu. Tahan pandangan dari apa yang tidak halal kamu memandangnya. Dan tahan pula pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarkannya."

"Kasihilah anak-anak yatim, niscaya anak-anak yatim akan dikasihani manusia. Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa di waktu salatmu karena saat itulah saat yang paling utama ketika Allah Azza Wajalla memandang hamba-hambaNya dengan penuh kasih. Dia menjawab ketika mereka menyeruNya, Dia menyambut ketika mereka memanggilNya, dan Dia mengabulkan doa-doa ketika mereka bermunajat kepadaNya."

"Wahai manusia! Sesungguhnya diri kalian tergadai karena amal-amal kalian, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban dosamu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu. Ketahuilah, Allah SWT bersumpah dengan segala kebesaranNya bahwa Dia tidak akan mengazab orang-orang yang bersujud, tidak mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan Rabbul'alamin."

"Wahai manusia! Barang siapa di antaramu memberi makan untuk berbuka kepada kaum mukmin yang melaksanakan saum di bulan ini, maka di sisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu. Para sahabat bertanya, 'Kami semua tidak akan mampu berbuat demikian.' Lalu Rasulullah melanjutkan khotbahnya, "Jagalah diri kalian dari api neraka walau hanya dengan sebiji kurma. Jagalah diri kalian dari api neraka walau hanya dengan setitik air."

"Wahai manusia! Barang siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini, dia akan berhasil melewati shiraatalmustaqim, pada hari ketika kaki-kaki tergelincir. Barang siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya dan membantunya di bulan ini, maka Allah akan meringankan pemeriksaannya di hari kiamat."

"Barang siapa yang menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murkanya pada hari dia berjumpa denganNya. Barang siapa yang memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakannya di hari berjumpa denganNya, dan barang siapa yang menyambungkan tali silaturahmi di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmatNya pada hari dia berjumpa denganNya. Dan barang siapa yang memutuskan silaturahmi di bulan ini, Allah akan memutuskan dia dari rahmatNya."

"Siapa yang melakukan salat sunat di bulan Ramadhan, Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barang siapa yang melakukan salat fardhu, baginya ganjaran seperti 70 salat fardu di bulan yang lain."

"Barang siapa yang memperbanyak salawat kepadaku di bulan ini, Allah akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barang siapa yang pada bulan ini membaca satu ayat Al-Quran, ganjarannya sama dengan mengkhatamkan Al-Quran di bulan-bulan yang lain."

"Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak akan pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu neraka tertutup maka mohonkanlah kepada Rab-mu agar tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar mereka tidak pernah lagi menguasaimu."

"Lalu Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib berdiri dan berkata: 'Ya Rasulullah, amal apa yang paling utama di bulan ini.'

Rasul yang mulia menjawab, "Ya Abul Hasan, amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah SWT"

Kajian 3 September 2007

Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. QS Al Furqaan 62.

Sunday, September 02, 2007

Buku: Sekali Merengkuh Danau - Diah Marsidi

Sawung, water, mountain, and sky ...


Pas pameran buku beberapa waktu yang lalu saya iseng beli buku ini. Terbitan Kompas, 300 halaman lebih, intisari di halaman belakang cukup menarik, dan harganya hanya 10 ribu rupiah ... kalo kata orang Singapore, worth to try lah ... :)

Ternyata buku ini cukup 'membius' saya. Diah Marsidi, adalah seorang wartawan. Dalam buku ini dia bercerita tentang berbagai perjalanannya ke 5 benua. Yang berbeda, ia mengisahkan perjalanannya dari interaksinya dengan berbagai sudut kehidupan dari tempat yang ia kunjungi. Kalau kata penerbit, buku ini membawa kita pada konteks dan kerangka berpikir yang kuat atas esensi suatu perjalanan. Juga memberi tahu kita, bagaimana membuat suatu perjalanan menjadi lebih bermakna. Tidak sekedar puas berhasil mengunjungi suatu tempat yang jarang dikunjungi, melainkan memperoleh hal-hal esensial dalam kehidupan manusia seperti persahabatan, kemanusiaan, dan kepedulian yang sejati.

Begitulah ... buku menarik sekali buat saya. Tentu saja bikin ngiler juga, kapan yaaa bisa ke tempat-tempat itu .... :). Berikut saya kutip penjelajahan Diah ke Peru ....


Sekali Merengkuh Dayung, Tiga Pulau Kujejaki
Diah Marsidi

Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Peribahasa itu terlintas di kepala kala aku mengunjungi Danau Titicaca dan beberapa pulaunya. Danau di ketinggian 3.810 meter di atas permukaan laut di Pegunungan Andes itu terletak di perbatasan Peru dan Bolivia. Puno, kota di tepian yang termasuk wilayah Peru, menjadi titik keberangkatanku.

Kalau bicara romantis, sebenarnya aku membayangkan untuk melayari danau ini dengan perahu dari buluh totora yang banyak tumbuh di tepian danau ini. Masih ingat perahu yang dipakai arkeolog Norwegia Thor Heyerdhal dalam pelayaran lintas samudranya? Bukan Kon-tiki yang dari kayu balsa, tapi perahu Ra yang dari buluh dan digunakan dalam ekspedisi 1969-1970 berlayar dari Maroko ke Barbados itu. Pembuat perahu buluhnya Heyerdahl itu memang orang dari sebuah pulau di Danau Titicaca, dimana seni membuat perahu buluh masih hidup. Aku membayangkan berlayar dengan perahu buluh itu bersama-sama sesama petualang, mendatangi pulau-pulau kecil di danau yang airnya teramat biru, di bawah langit yang biru lazuardi itu.

Namun bukan perahu totora yang kami naiki, melainkan sebuah kapal motor sederhana. Tak ada kayuh yang kami gunakan, namun kejernihan air di tengah danau menguatkan bayangan akan perahu buluh.

Bukan bayangan, tapi sebuah perahu totora asli melintas di dekat kami, kala kapal merapat ke sebuah pulau bernama Santa Maria. Sebuah pulaukah ini? Kebiruan yang melingkupi kami seperti menghapus batas antara kenyataan dan khayalan. Segalanya nisbi. Bahkan yang disebut pulau dan dihuni orang-orang Uros itu bukanlah danau. Mereka menumpuk-numpuk buluh totora di air danau, dan jadilah sebuah pulau terapung tempat mereka tinggal. Tiap dua-tiga minggu ditumpukkan buluh baru, karena buluh di bagian bawah telah membusuk dan hancur.

Seorang lelaki pulau kecil itu menawarkan berkeliling danau dengan perahu totora-nya. Dua gadis Jepang dalam rombongan kami mengajakku bergabung mencoba perahu itu. Seorang bocah perempuan dua tahun juga ingin ikut. Orlando, lelaki pemilik perahu itu membawanya naik bersama kami.

Bocah bernama Edith itu putrinya, anak pertamanya, kata Orlando itu sambil mengayuh. Istrinya berjualan cendera mata di depan rumah mereka. Dia sendiri kadang mengantar turis - yang datang melihat pulau ajaib mereka - berkeliling pulau berpenduduk tujuh keluarga itu selama bebeberapa menit di perahu buatan dia dan pamannya itu. Pekerjaannya sehari-hari menangkap ikan. Seminggu sekali dia ke Puno di daratan untuk membeli sayur dan bahan makanan lain. Mengapa dia bertahan hidup di pulang terapung di tengah danau itu? "Ini adalah cara nenek moyang kami. Inilah cara kami. Di sini lebih tenang. Saya tak bisa tinggal di daratan," katanya.

Dia menunjuk sebuah pulau yang juga terbuat dari buluh totora. Itulah rumahnya, katanya. Di dekat pondok itu ada panel surya, yang membuat mereka bisa menikmati televisi dalam rumah sederhana itu. Konon panel surya itu atas perintah Presiden Fujimori setelah dia mengunjungi pulau-pulau itu. Teknologi modern telah merangkak masuk ke dalam tradisi nenek moyang orang-orang Uros dan Aymara itu.

Masih dalam satu "kayuhan dayung", kapal membawa kami ke pulau Taquile. Pulau itu hanya 1 km lebarnya, sedang panjangnya 6 km. Karena saat itu sulit mendarat di bagian pulau yang bertangga batu, kami merapat di bagian lain pulau, yang juga curam dan harus kami daki tanpa bantuan tangga. Nafas yang hampir putus kala kami mencapai daratan pulau ini bagai disambung kembali oleh keindahan yang terbentang. Hidangan ikan danau yang lezat mengembalikan energi, sebelum kami menuju alun-alun desa, tempat toko koperasi cendera mata.

Satu dua penduduk pulau lewat ke arah yang berlawanan dari kami. Walau tersenyum ramah, tampaknya orang-orang yang berbahasa Quechua dan Spanyol itu menjaga jarak. Mereka memakai pakaian tradisional yang menunjukkan status perkawinan: warna merah untuk pria yang sudah menikah dan putih untuk bujangan. Perempuannya mengenakan rok yang bertumpuk-tumpuk dan syal hitam menutup kepala mereka. Konon pakaian mereka itu merupakan pengaruh Semenanjung Siberia.

Menuju dermaga perahu, kami lewat di bawah dua lengkungan batu, lalu menuruni 533 tangga batu. Sebagian besar dari kami tampak enggan meninggalkan pulau ini, membayangkan betapa penuh keajaiban malam di pulau yang seperti begitu terpencil ini.

"Dayung" perahu motor membawa kami ke pulau terakhir dalam perjalanan ini, pulau Amantani. Di sini kami dibagi-bagikan pada perempuan-perempuan yang membawa anak-anak mereka. Mereka akan menjadi nyonya rumah kami semalam. Dua gadis Jepang temanku ditempatkan di keluarga yang sama. Mereka mengajakku bergabung. Tapi mana tega aku meninggalkan ibu muda yang akan menjadi nyonya rumahku dan yang memandangku denga khawatir karena mungkin akan kehilangan tambahan sedikit uang itu.

Perempuan itu punya tiga anak, yang terbesar lima tahun. Suaminya pergi ke Lima, menjadi tukang bangunan. Menerima turis di rumahnya, di kamar yang sengaja dibangun di atas dapur, membantu meringankan hidup yang sulit itu.

Sebagai tamu istimewa, aku mendapat kamar terbaik dari rumah itu. Ada sebuah tempat tidur kayu reyot, serta setumpuk selimut dari wol yang usah dan tidak terlalu bersih. Untunglah aku membawa kantung tidur yang melindungi dari dinginnya malam Titicaca yang menusuk tulang itu. Dari dalam kantung tidur itu, bisa kulihat langit lewat jendela yang tak berdaun, dan lamat-lamat terdengar suara seseorang mendendangkan sebuah lagu tradisional, membawaku mendayungi danau mimpi.

Ketika esok sorenya tiba saat kami pergi, nyonya rumahku mengantar sampai ke kapal. Putrinya yang seharian memperkenalkanku pada dunianya juga ingin ikut, tapi dia harus tinggal di rumah menjaga dua adiknya.

Kami berangkat pulang ke Puno. Seorang dari anak-anak muda tinggal untuk lebih lama menikmati pulau itu. Seandainya saja aku juga bisa.

Kapal motor kami bergerak meninggalkan tepian. Perempuan-perempuan para nyonya rumah kami melambaikan tangan. Juga anak-anak yang berjajar di tepian Antamani. Kami balas melambai, walau terasa berat meninggalkan pulau bersahaja itu.

Suatu hari, aku akan "berdayung" lagi ke sana.

Kajian 2 September 2007

Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya. QS Al Furqaan