Thursday, June 29, 2006

Radio Rusak



Pencerahan ini saya dapatkan ketika mendengarkan radio dalam perjalanan pulang. Lupa saya nama radio, yang pasti gelombang FM ...

Sebagian besar dari anda tentunya punya radio sejak dahulu. Mulai dari yang ukurannya gede (en tebal en berat) sampai radio saku. Pada jaman waktu kaset atau CD (apalagi DVD en teman-temannya) belum populer, radio adalah salah satu teman kita dalam kehidupan sehari-hari.

Apa yang biasa kita lakukan ketika radio kita mulai kresek-kresek, suaranya mengecil tiba-tiba, atau suaranya jadi tidak jelas? Biasanya kita tepuk-tepuk kan? Biasanya di awal, dengan tepukan halus di bagian belakang radio, suaranya jadi membaik lagi. Kadang di bagian belakang, kadang pula bagian atas, kadang radionya kita angkat dan goyang-goyang dst dst ....

Semakin parah kondisi radio itu, semakin keras tepukan atau goyangan kita. Kalau perlu digebrak biar bunyi ... hehehe. Kenapa kita lakukan itu padahal kita tahu makin lama style ini akan menyebabkan radio kita makin rusak. Alasannya biasanya sederhana, malas ....

Ketimbang mencari obeng, membuka radio, kemudian mencoba mencari sumber kerusakan, jauh lebih mudah menepuknya. Tokh habis itu bunyi kembali! Apalagi kalau kita termasuk orang yang tidak menyukai mengutak-ngutik elektronik. Udah ... gebuk ... eh tepuk aja ... :)

Makin lama makin rusak, makin lama tepukan menjadi gebukan gemas campur kesal. Dan akhirnya ... rusaklah sang radio itu. Apa yang kita lakukan? Ya biasanya masuk keranjang sampah dan siap-siap beli yang baru ...

===

Apa maksud cerita di atas? Secara tidak sadar mungkin sebagian kita melakukan hal yang sama terhadap anak-anak kita. Ketimbang sibuk mendidik, kita lebih senang memarahi mereka. Lebih praktis dan hasilnya langsung kelihatan.

Namun lambat laun, mereka makin bandel dan kita semakin keras memarahi mereka. Akhirnya? Ya seperti cerita-cerita di sinetron lah, broken home, orang tua berantem terus, rumah seperti neraka, penyesalan yang tak ada gunanya ...... :(

Hikmah cerita di atas ialah kita harus bisa meluangkan waktu bagi anak-anak kita. Memarahi sangat mudah sekali, namun itu sama sekali tidak mendidik. Seperti memelihara radio agar awet, kita harus belajar dan sabar dalam mendidik anak. Jika tidak, situasi kita akan berakhir dengan rusaknya 'sang radio'. Jika radio bisa dibeli lagi, bagaimana dengan anak kita?

Satu pelajaran buat saya sendiri ....

Kajian 29 Juni 2006

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. QS An Nahl 90.

Wednesday, June 28, 2006

8 Besar Piala Dunia


Gambar dari Wikipedia


Akhirnya Piala Dunia memasuki babak 8 besar. Jerman vs Argentina, Italia vs Ukrania, Inggris vs Portugal, dan Brazil vs Perancis. Yang di luar perkiraan saya adalah Spanyol bisa tersingkir ... akhirnya Perancis menunjukkan giginya ya ... :)

Bagaimana dengan anda, apakah anda tetap menunjukkan gigi anda? Hehehe ... maksud saya tetap setia mengikuti dan menonton hiruk-pikuk ini? :)

Kemarin malam saya tidak menyelesaikan menonton Brazil vs Ghana. Kenapa? Badan sudah mulai nggak enak. Biasanya tidur cepat, ini hampir setiap malam sibuk nongkrong di depan TV. Akhirnya semalam saya putuskan untuk tidur setelah babak pertama usai. Daripada besoknya sakit en nggak bisa ke kantor maupun beraktivitas ... harus tahu dirilah ....

Ghana permainannya sangat cantik. Punya ketrampilan di atas rata-rata, mereka dengan nyaman mengontrol bola di daerah pinalti Brazil tanpa rasa ragu dan cemas akan 'dirampas' oleh lawan. Sayang penyelesaian akhirnya kurang tajam. So, Brazil juga yang menang. Meski menurut saya masih kurang maksimal tapi Brazil sudah jauh lebih tajam dari pertandingan sebelumnya. But .... kok kaya'nya gol pertama dan kedua itu berbau offside ya?

Anyhow ... masih 1 1/2 minggu lagi harus (harus nih yeee ...) begadang demi pesta yang cuma 4 tahun sekali ini ... ;-P

Kajian 28 Juni 2006

Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmatNya atasmu agar kamu berserah diri (kepadaNya). QS An Nahl 81.

Tuesday, June 27, 2006



Telinga Pemimpin
Andrias Harefa - Pembelajar.com

Pemimpin seharusnya orang yang bertelinga
Ia bukan saja harus dapat mendengar (hearing),
tetapi mampu mendengarkan (listening)


Salah satu rahasia kepemimpinan Mary Kay Ash adalah kemampuannya dalam mendengarkan orang lain. Ia pernah mengatakan bahwa pada saat ia sedang berusaha mendengarkan orang lain, “Saya akan menutup mata dan telinga terhadap hal-hal lain. Saya langsung memandang orang yang berbicara kepada saya. Bahkan andai ada seekor gorila yang berjalan memasuki ruangan, barangkali saya tidak akan memperhatikannya”.

Mary Kay Ash mungkin mendramatisir soal seni mendengarkan ini. Namun, ia agaknya benar-benar meyakini bahwa kemampuan mendengarkan merupakan suatu kemampuan yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinannya. Ketika beberapa konsultan kecantikan (beauty consultant) yang bekerja di perusahaannya datang untuk minta nasihat, ia seringkali merasa bahwa yang perlu dilakukannya hanyalah mendengarkan cukup lama, sampai pihak yang meminta nasihatnya itu menemukan sendiri cara penyelesaian masalah yang mereka hadapi.

Mendengarkan adalah seni, sama halnya dengan kepemimpinan. Dan seni tidaklah sepenuhnya bertalian dengan soal-soal kecerdasan intelektual. Kalau toh seni mendengarkan ingin dikaitkan dengan soal kecerdasan, maka mungkin ia merupakan bagian dari kecerdasan emosional (emotional intelligence) atau bahkan kecerdasan spiritual (spiritual intelligence). Artinya, mendengarkan lebih berurusan dengan telinga hati ketimbang telinga fisik. Itu sebabnya mendengarkan harus dibedakan dengan sekadar mendengar. Jika orang memiliki masalah dengan pendengaran fisiknya, maka ia memerlukan hearing aid, alat bantu mendengar yang bisa dibeli di beberapa toko. Namun jika orang tidak mampu mendengarkan orang lain, ia tidak bisa membeli alat bantu apapun di toko manapun. Ia hanya perlu menata hati dan pikirannya agar tidak melanglang buana ketika orang lain sedang berbicara kepadanya.

Dalam berbagai program pelatihan kepemimpinan, perihal mendengarkan ini juga sering dilatihkan. Sejumlah teknik diajarkan untuk dipraktekkan berulang-ulang. Namun saya kira mendengarkan sebagai seni tidaklah bisa dilatihkan. Sebab seni bukan cara, bukan teknik. Namun tidak berarti latihan mendengarkan tidak perlu. Latihan dan bahkan disiplin untuk mendengarkan tetaplah perlu, bahkan penting. Yang ingin saya tegaskan adalah bahwa mendengarkan hanya bisa dilakukan bila hal itu merupakan keputusan hati.

Sebagai teknik, mendengarkan hanyalah soal menciptakan kesan. Dan mereka yang terlatih untuk bersikap dan berpenampilan “seperti” orang yang mendengarkan, memang dapat dilatih. Mata kita dapat dilatih untuk memandang lawan bicara kita. Tubuh kita dapat diatur posisinya agar terkesan sungguh-sungguh memperhatikan orang lain. Namun pikiran dan hati kita tidak bisa dipaksa untuk mengikuti penampilan fisik kita, kecuali bila penampilan fisik itu benar-benar merupakan ekspresi yang jujur dan tulus dari hati kita.

Sejumlah pakar ilmu komunikasi dan kepemimpinan sering membedakan soal kemampuan mendengarkan ini dalam berbagai tingkatan. Pertama, kita dapat mendengar (hearing), tetapi sama sekali tidak mendengarkan (listening). Ini hanya berarti bahwa secara fisik telinga kita normal (tidak tuli). Misalnya, saat ada demonstrasi di Bundaran Hotel Indonesia, sejumlah orang memberikan semacam orasi dan yang lain mendengar tapi tidak sampai mendengarkan. Buktinya, banyak orang sibuk sendiri dengan obrolan dan kegiatan lainnya yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan orasi yang sedang disampaikan. Jadi, secara fisik mereka mendengar, tapi dalam hati mereka berkata “emangnya gue pikirin”. Juga bila orang sedang mengunjungi berbagai pameran, ikut sekatenan atau pasar malam, dan sejenisnya. Pada saat itu ada banyak suara disana sini, termasuk suara radio, televisi, atau peralatan multi media yang sedang didemonstrasikan penggunaannya. Namun, kebanyakan orang yang mendengar tidak pernah mendengarkan, tidak memberikan perhatian penuh. Apa yang mereka dengar tidak mempengaruhi pikiran dan perilaku mereka.

Kedua, kita dapat mendengar tapi tidak sampai mendengarkan ketika kita memberikan kesan seolah-olah mendengarkan tetapi sesungguhnya tidak. Artinya, kita cuma pura-pura mendengarkan, cuma basa basi sosial untuk tidak membuat orang lain tersinggung. Pada tahap ini apa yang masuk dari telinga kanan, langsung keluar dari telinga kiri. Informasi, keluhan, nasihat, kritik, atau apapun yang disampaikan lawan bicara kita tidak sampai menetap di otak, apalagi sampai ke dalam hati. Jadi, pada tahap ini pun keterlibatan pikiran dan hati belum terjadi. Biasanya inilah yang terjadi saat seorang pegawai mendengarkan atasannya memberikan pengarahan yang membosankan. Para penatar P-4 di masa Orde Baru, mungkin banyak didengarkan dalam arti ini juga.

Ketiga, kita dapat mendengarkan secara amat selektif. Kita mendengarkan juga, tetapi tidak sampai memahami secara utuh apa yang sebenarnya ingin disampaikan lawan bicara. Kita hanya sibuk mencari cara untuk memberikan tanggapan balik kepada lawan bicaranya, entah dengan maksud untuk menyenangkan ataupun dengan maksud untuk mencari kelemahan dari kata-kata yang disampaikan lawan bicara kita. Misalnya, dalam diskusi yang sarat dengan adu argumentasi. Pihak-pihak yang setuju dan pihak-pihak yang berpendapat sebaliknya hanya mendengarkan pihak lain dalam rangka mencari-cari alasan untuk “memukul balik”. Tidak ada kejujuran dan ketulusan untuk memahami secara sungguh-sungguh. Kita berusaha mencari pembenaran dari pendapat kita sendiri.

Keempat, kita dapat mendengarkan secara logika. Pada tahap ini kita sudah melangkah lebih jauh dari sekadar hearing. Kita mendengarkan dengan “otak”, mampu mengingat/menghafal apa yang dikatakan oleh lawan bicara kita. Jika kita diminta mengulangi apa yang telah dikatakannya secara verbal, maka kita dengan mudah akan dapat melakukannya. Sebagian besar mahasiswa, saya kira, mendengarkan kuliah-kuliah dikampus dalam arti ini. Mereka ikut kuliah dan bisa menjawab soal ujian semester persis seperti yang dikuliahkan dosen sebelumnya. Masalahnya, apakah mereka sungguh-sungguh mengerti (understanding) atau baru sekadar tahu (knowing)?

Kelima, kita dapat mendengarkan sampai benar-benar memahami apa yang sesungguhnya ingin disampaikan lawan bicara kita. Pada tahap ini kita mendengarkan dengan tujuan untuk memahami sepenuhnya. Dan ini tidak saja menuntut keterlibatan pikiran, tetapi juga ketulusan hati. Sebagian orang menyebut tahap ini sebagai empathic listening.

Jika Mary Kay Ash mengatakan bahwa mendengarkan adalah seni, saya kira ia bicara soal empathic listening di atas. Dan dalam pengertian ini mendengarkan tidak saja menyangkut soal apa yang didengar secara verbal (kata-kata) atau fisik (mimik muka yang bisa dibuat-buat), tetapi juga pesan yang disampaikan secara nonverbal, yakni lewat bahasa tubuh, intonasi, dan kecepatan suara. Lebih jauh, empathic listening dapat dikatakan upaya mendengarkan dari hati ke hati, bukan sekadar dari telinga ke telinga atau dari pikiran ke pikiran. Jadi ada keterlibatan diri secara total.

Mendengarkan dengan melibatan diri secara total (telinga, pikiran, dan hati) mengandung sedikitnya dua konsekuensi. Pertama, kita harus bersedia membuat pikiran kita terbuka (open mind) untuk dipengaruhi. Kedua, karena kita bersedia dipengaruhi, maka kita dimungkinkan untuk mengubah persepsi awal kita yang mungkin keliru. Dengan kata lain, empathic listening membantu kita untuk memahami kerangka pikiran dan perasaan lawan bicara kita, dan dengan pemahaman itu kita diperhadapkan pada kemungkinan mengubah persepsi awal kita. Bila persepsi kita berubah, maka kemungkinan sikap dan perilaku kita pun akan berubah. Inilah, hemat saya, yang tidak disukai banyak orang. Kita, khususnya orang berusia dewasa, tidak suka berubah. Kita cenderung mempertahankan apa yang kita miliki, termasuk pandangan dan sikap dasar kita terhadap persoalan-persoalan hidup. Kita sudah merasa benar, merasa tahu, merasa mengerti persoalan, dan sikap dasar gede rasa ini menutup telinga pikiran dan hati kita.

Saya kira, proses reformasi yang sedang kita jalani di negeri ini terhambat oleh ketidakmampuan banyak pihak, terutama para pemimpin formal (baca: pejabat) di lembaga tertinggi dan tinggi negara untuk mendengarkan aspirasi rakyat banyak secara empatik. Dari hari ke hari sangat sulit mencari tanda-tanda bahwa para pejabat itu benar-benar mendengarkan pandangan pihak-pihak yang berbeda dengan dirinya. Demonstrasi buruh yang sering marak juga mengindikasikan bahwa eksekutif puncak perusahaan, baik milik negara maupun swasta murni, juga tidak mendengarkan aspirasi para buruh yang ketakutan karena merasa periuk nasi satu-satunya selalu terancam hilang dalam hitungan detik. Sangat sulit mengusahakan adanya kesepahaman, sekalipun ada begitu banyak forum “dialog” yang dibuat. Akar masalahnya adalah karena masing-masing atau salah satu pihak tidak pernah sungguh-sungguh mendengarkan secara empatik. Para pejabat dan eksekutif perusahaan cenderung merasa paling benar, sudah tahu, sudah mengerti dan tidak mau mendengarkan. Pada sisi lain, rakyat banyak dan kaum buruh merasa tetap tidak dimengerti, tidak dipahami, tidak didengarkan sungguh-sungguh. Akibatnya buntu, mandeg, not going anywhere. Kebuntuan ini memicu berbagai bentuk tindak kekerasan sebagai cara menyatakan dan memaksakan kehendak.

Mungkin baik jika setiap pemangku jabatan kepemimpinan di berbagai organisasi politik maupun ekonomi/bisnis, belajar kembali ilmu psikologi komunikasi. Kita perlu mengingatkan para pejabat itu bahwa perasaan “didengarkan” ibarat oksigen bagi jiwa. Pihak-pihak yang merasa tidak didengarkan berada dalam posisi sesak nafas, kekurangan oksigen. Jiwanya meronta-ronta. Ekspresi dari jiwa yangsekarat ini bisa macam-macam. Mulai dari diam, apatis, sampai demonstratif atau bahkan beringas tak karuan. Yang dibutuhkan mungkin bukan sekadar alternatif solusi yang rasional, tetapi perasaan “didengarkan” secara empatik, dimengerti, dipahami apa adanya. Apabila rakyat banyak atau kaum buruh merasa bahwa para pemimpin formal itu sungguh-sungguh mendengarkan jeritan hatinya, maka solusi alternatif yang rasional tentu banyak gunanya. Namun tidak sebaliknya. Banyaknya solusi yang rasional tidak dengan sendirinya membuat rakyat dan buruh pabrik merasa didengarkan. Jadi, dengarkanlah lebih dulu, berusahalah mengerti lebih dalam, bukalah pikiran, rendahkanlah hati untuk menerima kemungkinan bahwa anda keliru mempersepsi persoalan.

Sejauh yang saya pahami, di dunia ini tidak ada hal yang lebih mengerikan daripada pemimpin yang merasa dirinya paling benar, paling tahu/pintar, paling mengerti dan karenanya tidak bersedia berubah sama sekali. Sebab bila pemimpin merasa dirinya serba super, maka ia telah kehilangan kemanusiawiannya dan tak lagi mampu mendengarkan dengan pikiran hatinya.

Sekali lagi, mendengarkan sebagai salah satu atribut penting kepemimpinan, adalah seni dalam mengelola perubahan. Dan mengelola perubahan di tengah paradok globalisasi versus otonomi daerah, pertama-tama dan terutama memang merupakan tanggung jawab para pemimpin. Pemimpinlah yang harus mengambil inisiatif untuk lebih banyak mendengarkan, dalam arti membuka pikiran dan menyediakan hati untuk mengubah salah persepsi yang mungkin dimilikinya. Pemimpinlah yang pertama-tama harus mentransformasikan dirinya untuk menjadi lebih manusiawi. Dengan cara itu ia dapat benar-benar memimpin proses transformasi masyarakat dan organisasi dimana ia dipercaya untuk kurun waktu tertentu.

Haruskah kita mengundang Mary Kay Ash untuk memberikan “pelatihan” kepemimpinan kepada para pemimpin kita? Mudah-mudahan tidak.

Kajian 27 Juni 2006

Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. QS An Nahl 79.

Monday, June 26, 2006

Racun Piala Dunia 2006


Gambar dari http://www.football.fr


Harus saya akui, piala dunia kali ini benar-benar menyihir saya. Urusan blog jadi mundur prioritasnya hehehehe .... bagaimana dengan anda? Yang pasti pekerjaan saya setiap pagi adalah memasukkan hasil pertandingan ke aplikasi di PDA saya dan setiap sore mengecek apa jadwal pertandingan hari ini. Sehabis magrib kalau perlu tidur dulu agar bisa bangun untuk menonton sepak terjang 22 orang dalam mengolah sang kulit bundar dan memasukkannya ke gawang lawan .... dengan jadwal yang sangat ketat ... :-P

Siapa favorit anda? Sedari dulu favorit saya adalah tim Jerman. Kenapa? Karena mereka melambangkan kerjasama suatu tim, disiplin, kemauan keras, dan semangat pantang menyerah. Mereka juga biasanya tidak bergantung pada 1-2 pemain bintang, tapi mengutamakan kekuatan tim. Dan mereka biasanya memiliki semangat turnamen.

Namun kali ini awalnya saya ragu menjagokan Jerman pada piala dunia kali ini. Penampilan mereka yang tidak menggembirakan di masa-masa penyisihan, uji coba. Tim mereka pun merupakan kombinasi pemain muda miskin pengalaman internasional dengan pemain-pemain yang sudah berumur.

Namun rupanya saya salah. Sejauh ini, permainan mereka semakin lama semakin menarik. Ruh semangat turnamen sudah merasuki mereka. Duet Klose dan Podolski merupakan duet maut yang menurut saya duet terbaik hingga saat ini. Yang paling utama ialah Klose yang sangat kreatif dalam menciptakan peluang maupun menciptakan goal.

Klose sendiri menurut saya pemain yang sangat menarik. Dia tidak punya ’bakat’ jadi bintang. Orangnya biasa saja, penampilannya pun sangat ’Jerman’. Tidak pernah mengeluarkan pernyataan kontraversial, dan hidupnya pun tidak ada yang tidak lazim. Sulit untuk jadi bahan gunjingan pers ... :)

Harus diakui memang lapis belakang Jerman masih perlu pembenahan. Namun keberhasilan mereka hingga saat ini buat saya sudah menunjukkan bahwa dengan semangat kerjasama, displin, kemauan keras, dan pantang menyerah ini mereka bisa bersaing dengan tim-tim yang bertaburan bintang-bintang dunia.

So ... kali sampai piala dunia berakhir ini blog lebih banyak berisi ulasan bola ... setidaknya untuk mengkritik habis Inggris dan Perancis ... hehehe

Kajian 26 Juni 2006

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. QS An Nahl 78.

Thursday, June 22, 2006

Berada di Sini, Saat Ini


Berada di Sini, Saat Ini
Arvan Pradiansyah - Majalah Swa

Dua astronot mendapatkan tugas melakukan penelitian di bulan. Ketika kembali ke bumi, salah seorang di antaranya menceritakan bagaimana ia harus menekan naluri seninya ketika sampai di sana.

Ia ingat ketika ia melihat kembali ke bumi dan tertegun oleh pemandangan itu. Beberapa saat ia berdiri terpaku dan berpikir, “Bukan main, sungguh indah!”

Namun, kawannya segera menyadarkannya dan berkata, “Jangan buang-buang waktu. Mari segera mengumpulkan batu!”

Cerita tadi sebenarnya menggambarkan apa yang kita alami sebagai manusia modern. Kita harus berpikir cepat dan bergerak cepat, bahkan kadang kita bergerak tanpa banyak berpikir. Moto kita adalah “lebih cepat, lebih murah, lebih baik”. Karena itu, berpikir, belajar, merenung, berkontemplasi dan rekreasi sering dianggap sebagai kegiatan yang menghabiskan waktu dan tidak produktif.

Hal ini akan menjadi berlipat ganda bagi para pengusaha, mereka yang terlibat dalam bisnis inti serta mereka yang menangani penjualan. Bisnis memang sering membuat kita berorientasi pada kegiatan. Kita berusaha sedapat mungkin supaya jangan ada sedikit pun waktu terbuang tanpa melakukan kegiatan. Kita terus berjalan, bergerak, mencari peluang, menembus pasar, mengalahkan pesaing dengan kecepatan yang bertambah dari hari ke hari.

Apakah semua itu memberikan hasil yang kita inginkan? Secara jangka pendek, mungkin ya. Namun, secara jangka panjang, Anda harus membayar harganya sangat mahal. Beberapa di antara Anda barangkali akan membantah keras pernyataan saya ini. Namun tunggu dulu, saya jelaskan apa yang saya maksud.

Harga pertama yang harus kita bayar adalah berkurangnya kemampuan kreativitas dan inovasi. Ini risiko yang terkait langsung dengan kegiatan bisnis itu sendiri. Kegiatan bisnis yang bertubi-tubi telah menyandera pemikiran kita. Kita jadi lupa meluangkan waktu sejenak untuk berpikir dan merefleksikan tindakan kita. Kita akhirnya hanya menjadi robot dari target-target kita. Kita hanya melakukan business as usual. Benar, kita menjadi sangat tangguh, disiplin dan memiliki motivasi yang tinggi. Akan tetapi, lama- kelamaan produk kita menjadi aus dan ketinggalan zaman. Makin cepat tidaklah akan menjadi makin baik kalau kita bergerak ke arah yang salah. Bisnis sering hanya memikirkan jam dan lupa memikirkan kompas.

Harga kedua yang harus Anda bayar adalah berkurangnya kebahagiaan dan kenikmatan dalam hidup Anda. Padahal, apa yang Anda cari di dunia ini: pekerjaan ataukah kebahagiaan? Di sini juga ada rumus menarik. Sementara bisnis identik dengan kecepatan, kebahagiaan justru identik dengan kelambatan. Jangan salah, yang dimaksud bukanlah kelambatan yang berarti lamban, lelet atau telmi. Kelambatan di sini adalah sikap hidup yang mantap, penuh dan tidak tergesa-gesa. Kelambatan adalah sesuatu yang sangat bermakna spiritual dan berkaitan dengan kebahagiaan hidup.

Agar bisa berbahagia, yang harus kita lakukan sebenarnya bukanlah berjalan lebih cepat, tapi justru berjalan lebih lambat. Di kantor-kantor yang sangat sibuk sekarang sudah ada kebiasaan melakukan lunch meeting, yaitu makan siang sambil rapat. Pertanyaannya, dapatkah mereka menikmati makan siang? Boleh saja Anda mengatakan bahwa yang penting perut Anda sudah terisi, tapi sebetulnya Anda kehilangan kenikmatannya. Yang Anda lakukan bukanlah menikmati makan siang, melainkan hanya menelan makanan.

Ritme hidup yang selalu tergesa-gesa ini juga menghalangi Anda menikmati hubungan yang berkualitas dengan rekan kerja. Hubungan yang berkualitas tidaklah dibangun dengan kecepatan, tetapi dengan kelambatan. Anda harus membangun kepercayaan secara perlahan, bersabar untuk mendengarkan apa yang mereka inginkan, dan menjelaskan apa yang ada di dalam pikiran Anda secara perlahan. Hubungan yang berkualitas adalah hubungan yang didasari kesabaran. Dan kesabaran identik dengan kelambatan, bukan kecepatan.

Inilah cara hidup yang berkualitas. Inilah hidup dengan penuh kesabaran. Yang terpenting, kesabaran bukanlah berarti mengurut dada seperti yang selama ini sering dikatakan orang. Kesabaran adalah rahasia terpenting menikmati hidup yang berkualitas. Hidup yang benar-benar hidup adalah hidup yang menikmati detik demi detik. Hidup yang berkualitas adalah hidup yang mengalir perlahan, bukannya hidup yang senantiasa dilanda ketergesa-gesaan. Inilah hidup yang dijalankan dengan sabar. Sabar adalah kenikmatan luar biasa. Sabar bahkan merupakan kunci utama memasuki spiritualitas. Kita memang perlu memberikan makna baru pada kata “sabar”. Inilah yang sedang saya tulis dalam buku The 7 Laws of Happiness yang segera terbit. Dalam buku tersebut, saya menuliskan 8 makna baru kesabaran.

Untuk dapat menikmati hidup, Anda harus hidup di masa kini. Anda harus menjadi human being, Anda harus merasakan kekinian. Mengapa? Hanya masa kinilah yang nyata, yang sungguh-sungguh ada. Bagaimana dengan masa depan? Saya akan mengatakannya dengan sungguh-sungguh kepada Anda bahwa masa depan itu tidaklah nyata. Masa depan hanyalah ada dalam pikiran kita. Hal ini juga sama dengan masa lalu. Masa lalu juga tidak nyata.

Dari sini kita dapat membedakan tiga jenis manusia. Pertama, orang yang hidup di masa lalu. Orang ini tak akan pernah maju karena telah mengikat pikirannya dengan hal-hal yang telah usang. Kebalikan dari tipe ini adalah pebisnis dan profesional yang selalu tergesa-gesa dalam hidupnya. Mereka memang terus maju, tapi persoalannya, mereka tak pernah berada di masa kini. Mereka senantiasa hidup di masa depan yang juga tidak nyata. Kedua tipe ini tidak akan pernah mencapai kebahagiaan. Kita hanya akan menikmati kebahagiaan kalau kita mengikat pikiran kita dengan masa kini dan menikmati segala yang mengalir dengan penuh keindahan.

Kajian 22 Juni 2006

Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit dan di bumi. Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. QS An Nahl 77.

Wednesday, June 21, 2006

Foto Perkemahan Bambu Apus - Ciwedey



Duh .. seneng banget foto ini dapat komentar positif dari peserta Forum Kamera ... Akhirnya ... hehehe.

Bagaimana menurut anda? :-P

Saung Angklung Mang Udjo (bagian III-habis)



Selain menonton pertunjukan kita pun belajar main angklung! Mulai dari pelajaran sederhana sampai baca not-not seperti di bawah. Untung nggak disuruh baca not balok ya ... bisa 'kriting' beneran ... :)


Pertunjukan diakhiri dengan acara menari bersama ...


Waktu 2 jam tidak terasa mengalir begitu saja. Pertunjukan silih berganti, interaksi yang hidup dengan penonton, tata lampu yang semarak, belajar main angklung, hingga rasa senang bermain dengan anak-anak yang lincah dan riang gembira. Kami sekeluarga pulang dengan rasa puas dan senang ... :)

Saya merekomendasikan anda untuk ikut menonton pertunjukan ini. Dapat hiburan yang meriah dan turut mempertahankan seni angklung sebagai budaya kita. Psst jangan lupa ... bisa beli berbagai souvenir juga lho ... :-P

Kajian 21 Juni 2006

Maka janganla kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. QS An Nahl 74.

Tuesday, June 20, 2006

Saung Angklung Mang Udjo (bagian II)

Ngelanjutin cerita ... :). Ternyata dalam rentang 2 jam pertunjukan (15.30-17.30) cukup banyak yang dipertunjukkan. Mulai dari:

Wayang

yang diiringi oleh musik:


Setelah itu ada contoh prosesi pengantin sunat:


Ketrampilan anak-anak bermain silat ...


Dan permainan angklung dan teman-temannya oleh anak-anak yang memang masih anak-anak ... :)


Lanjut lagi besok ya ... :)

Kajian 20 Juni 2006

Allah menjadikan bgi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah? QS An Nahl 72.

Monday, June 19, 2006

Saung Angklung Mang Udjo (bagian I)



Buat yang belum pernah dengar, padepokan ini ada di Bandung Utara, daerah Suci. Berdiri sejak tahun 1967, salah satu tujuan utama padepokan ini adalah untuk melestarikan angklung sebagai salah satu ciri khas budaya bangsa ini.

Jum’at siang kemarin, seusai training, saya dan keluarga berkesempatan mampir ke Saung ini. Mereka mengadakan acara untuk umum setiap hari pukul 15.30-17.30. Orang dewasa dipungut biaya 35 ribu rupiah, sementara anak-anak di atas 5 tahun setengah harga.


Kami sampai di sana sekitar 15 menit sebelum acara dimulai. Setelah membayar, kami pun dipersilahkan masuk ke ruang pameran/toko mereka. Cukup menarik koleksinya. Berbagai jenis angklung, besar hingga kecil, wayang golek, dll dll.

Terus terang saya sudah mulai tidak konsen (-trasi), maklum bawa kamera dan tripod dengan obyektif untuk mengambil foto-foto. Jadi ketimbang melihat-lihat isi pameran, saya sibuk mencari obyek yang menarik, sudut pengambilan yang fantastis (maunya hehehe), sampai pada urusan kutak-katik kamera untuk mendapatkan pencahayaan yang optimal.

Selesai urusan toko, saya pun beranjak masuk ke ruang acara, semacam stadiun mini. Yang bikin langsung frustasi ialah karena suasananya gelap! Bagaimana bisa ngambil foto ... :(.

Akhirnya pasang tripod, dan coba ambil beberapa foto, sebelum acara dimulai. Untuk benda tak bergerak seperti wayang, gendang, angklung ... bisa diambil pakai tripod. Tapi giliran orang bergerak .... ndak bisa eh ... panik dan agak frustasi hehehe.


Untung punya banyak teman jago foto. SMS, langsung dapat tips yang ketika dipraktekkan hasilnya tidak buruk ... :)

(bersambung)

Apakah Brazil Pantas Jadi Juara Dunia?


Gambar dari http://www.theage.com.au


Pertanyaan di atas memenuhi benak saya ketika menunggu pertandingan Brazil kemarin malam pukul 11 melawan Australia. Memang sih keesokan harinya itu harus masuk kantor, Cuma godaan Piala Dunia ini sungguh menyiksa ... hehehe.

Alhamdulillah bisa nonton .... persis seperti saya baca mengenai pertandingan Brazil yang pertama, di pertandingan kedua ini mereka tidak kalah menjemukan. Tidak jelas mau main atau tidak. Yang agak rajin Keke (ganteng juga ya orangnya ... menurut saya Beckham kalah hehehe), dan malah back sekaligus sayap Roberto Carlos. Ronaldinho lumayan, tapi nggak jelas mau ngapain. Keke sibuk lari sana-sini, ada di mana-mana, kadang di sayap kiri, di kanan, kadang di tengah, tetapi tidak pernah penetrasi ke daerah pinalti Australia. Yang mengherankan juga, Brazil sibuk mengangkat bola dari sisi lapangan ke kotak pinalti ... ya jelas kalah sama Australia yang jangkung-jangkung. Bukannya harusnya menari Samba alias gocek sana-sini?

Yang jelas, Ronaldo adalah kartu mati. Boleh saja dia mengelak dan mengatakan dia tidak gemuk. Cuma kenyataan di lapangan bicara lain. Jarang sekali kelihatan berlari, hanya berjalan saja. Kalau mendapat kesempatan, sentuhan dan keakuratannya nyaris hilang. Belum lagi kalau mengolah bola, kelihatan jelas kalau perutnya menghalangi kelincahannya. Maaf ya Ronaldo ... but, that is the fact ... :(

Menurut saya, gara-gara Ronaldo, permainan tim Brazil makin pincang.

Baru babak kedua setelah Ronaldo diganti oleh Robinho, permainan menjadi hidup. Robinho sibuk berkeliaran dan membahayakan gawang lawan. Sedap menontonnya .... :)

Secara keseluruhan, maaf, sementara ini Argentina masih lebih pantas menjadi juara dunia.

Kajian 19 Juni 2006

Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan pada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. QS Al An Nahl 70.

Sunday, June 18, 2006

Sihir Piala Dunia ...


Gambar dari http://imgsrv.1010wins.com


Hehehe ... iya, Piala Dunia telah seminggu-an ini menyihir kegiatan saya. Setiap malam nongkrong di depan TV, melihat bagaimana kelihaian para pemain kelas dunia dalam mengendalikan sang bola bundar ... :)

Bagaimana penampilan tim favorit menurut versi saya? Berikut analisis saya, meski datanya terbatas ... :)

Jerman, nonton pertandingan pertamanya. Menyerangnya boleh, tapi pertahanannya parah banget. Dirigen lapangan juga kurang, sehingga arah serangan kurang bervariasi. Katanya sih pertandingan kedua lebih baik, meski baru memasukkan gol pada menit terakhir ...

Inggris, penuh bintang, tapi buruk banget! Maaf buat penggemar Inggris. Saya juga suka tim ini, Lampard, Gerrard, Owen, Beckham, Ferdinand. Cuma buruk banget. Saya lihat di depan Crouch dan Owen harus diganti oleh pemain lain yang tajam dan bisa saling mengisi. Sering banget ada umpan ke mulut gawang lawan, tapi tidak ada yang menyambut. Di tengah, menurut saya kalau Gerrard dimajukan supaya jadi gelandang serang, mungkin pertandingan akan lebih semarak. Tokh di belakang ada Ferdinand yang cukup dingin mengendalikan ujung tombak lawan.
Sayang Roney masih belum fit. Di pertandingan kedua dia sempat main sebentar, tapi belum all out.

Belanda, baru nonton pertandingan pertamanya. Kurang pantas sebagai tim dunia menurut saya. Untung ada Robben dengan aksi individunya. Sayang setelah mencetak gol pertama dia jadi kebablasan, asyik gocek sendiri dan lupa kalau dia bermain dalam satu tim. Yang parahnya juga, asal ada umpan dari belakang/tengah, pasti arahnya ke Robben juga .. :(

Australia cukup ganas, nonton pertandingan ini karena mengharapkan Jepang yang menang ... sayang. Pertandingan malam ini melawan Brazil akan membuktikan apakah mereka pantas masuk tim kelas dunia atau belum.

Perancis? Saya nonton waktu melawan Swiss. Menyedihkan ya ... Henry tendangannya lembek banget. Kalau di Indonesia pasti sudah dituding kena suap. Untung ada Zidane yang cukup efektif mengkoordinir timnya. Cuma jelek banget mainnya. Tidak pantas disebut tim kelas dunia.

Spanyol pertandingan keduanya luar biasa ... aksi individu plus permainan tim yang menggairahkan. Ini baru tontonan yang menarik. Tapi mungkin ditopang oleh permainan Ukraina yang buruk ....

Argentina di pertandingan kedua penampilannya sangat fenomenal! Gocekan para pemainnya benar-benar menyihir! Asyik banget ... ini baru pertandingan kelas dunia. Gol-golnya rata-rata sangat asyik. Yang sangat menarik memang Messi. Meski cuma main beberapa menit, tapi gerakan, kecepatan, dan aksi individunya sangat nikmat ditonton ... mirip Maradona ya .. meski tidak segempal kawan yang satu itu .. hehehe

Portugal, saya sempat melihat pertandingan keduanya melawan Iran. Figo cukup pantas disejajarkan dengan Zidane. Meski sudah cukup berumur, tapi tetap fit untuk bermain 90 menit. Secara keseluruhan tim cukup bagus, meski belum kelas dunia. Ini ditunjang oleh permainan Iran yang buruk (sayang ya ...). C. Ronaldo sebetulnya pemain yang potensial menurut saya. Tinggi, akselerasi hebat, keahlian mengolah bola, kemampuan menendang dari sudut sempit dll. Sayang lama-lama saya lihat dia asyik sendiri, sibuk memamerkan keahliannya, dan tidak berfikir bagaimana menjaringkan bola ke gawang lawan.

Terakhir, Brazil. Belum sempat nonton oi ... malam ini, insya Allah ... :)

Saturday, June 10, 2006

Libur Dulu ... ??



Minggu depan insya Allah saya mau training ke luar kota. Nggak jauh-jauh amat sih ... cuma nggak tahu di sana seberapa mudah/sulit koneksi internet. So, kalau ternyata sulit, libur dulu ya blog ... :)



En karena semalam sempat nonton Jerman vs Costa Rica ... selamat datang Piala Dunia Sepakbola!!

:)

Thursday, June 08, 2006

Hikmah Bencana



Luar biasa ... Vaye dan Cak Min asyik betul bercanda 'di rumah' ini .. sampe tuan rumah bingung melayani tamunya ... :-P. Dikau Vaye en Cak Min, jangan lupa kalau udah kelar bantuin nyapu, ngepel dan nyuci piring ya ... :)

Kali ini saya ingin membahas komentar Cak Min berikut, "Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang tapi sekali mbunuh orang Indonesia kok yah ribuan gitu lho. Hampir 2 tahun lalu malah puluhan ribu. Kontradiktif emang yah :))".

Kenapa lama sekali baru dibahas sekarang? Menurut saya karena kita perlu menyamakan persepsi terlebih dahulu, yaitu dengan tulisan saya mengenai dogmatis dan Konsep Penciptaan. Kalau anda tidak sependapat dengan kedua tulisan ini, pembahasan selanjutnya ini mungkin kurang menarik ... :)

Dalam kedua tulisan di atas saya sudah singgung betapa ternyata ilmu Tuhan itu sangat jauh melebihi ilmu kita. Kalau orang Betawi bilang, "Lu mah ... cetek banget ... ." Kalau mau dianalogikan secara sederhana, mungkin seperti anak balita yang menangis meminta permen. Ia sudah mendapat permen cukup banyak untuk hari itu, namun masih ingin lagi. Sementara sang orang tua berfikir kalau permen terlalu banyak efeknya sakit gigi dan selera makan rusak. Namun bagi si anak, seperti apa pun penjelasannya, tetap ia tak mengerti. Ia ingin permen ... dan itulah keinginannya.

Menurut saya amatlah salah jika kita mencoba mendudukkan Tuhan sejajar dengan kita dan mencoba memahami keputusanNya dengan ilmu kita yang sangat amat terbatas. Kalau mau dianalogikan lagi seperti anak SD (yang normal tentunya ya ... bukan yang jenius) yang mencoba perhitungan kalkulus, teori relativitas, dan teori ketidakpastian. Yang terjadi tentunya ia akan menyalahkan perhitungan.

Contoh lain ialah ternyata ternyata Hukum Newton itu tidak berlaku pada saat-saat tertentu, misalnya ketika kecepatan mendekati kecepatan cahaya (kalau nggak salah yaaaaa ... udah lama banget nggak megang fisika nih ...). Yang berlaku adalah teori relativitasnya Einstein. Jika kita memaksakan hukum Newton pada situasi itu, jelas kita melakukan kesalahan.

Jadi kembali lagi, janganlah sekali-kali kita berani maupun memberanikan diri untuk mensejajarkan diri denganNya ataupun mencoba menafsirkan kehendakNya dengan ilmu kita. Tulisan saya sebelumnya menyebut diri kita sebagai makhluk yang lemah. Ya ... memang kita makhluk yang lemah ... ilmu, panca indera, otak kita sangat terbatas ... sangat terbatas.

Jadi bagaimana kita menyikapi bencana yang tak kunjung reda menimpa negeri kita ini? Minggu lalu dalam perjalanan kantor saya mendengarkan diskusi di radio soal ini (harusnya ini jadi satu topik blog nih ... :) tapi ya sudahlah he3x).
Ada 3 hikmah, yang pertama, kembali lagi kita diingatkan kalau dunia ini fana. Kecintaan yang berlebihan pada dunia tanpa penghambaan padaNya akan membuat kita sangat tergantung pada dunia ini. Kita lupa kalau harta, jabatan, rumah, mobil, istri/suami, anak, semua hanya titipan dariNya dan Ia dapat mengambilnya kapan saja.
Yang kedua, bahwa kita ini lemah. Kita boleh sombong (dan mungkin inilah yang menghinggapi masyarakat negeri ini) dengan ilmu kita, membangun bangunan megah, menimbun harta, bersenang-senang dengan kekayaan, berdiri di atas hukum dan kesengsaraan orang lain dan lain sebagainya. Namun jika Tuhan menghendaki, tidak perlu waktu lama, dalam sekejap hilanglah itu semua .... (Cak Min, kalau Ia menghendaki, tidak perlu waktu lama-lama, jadilah ... dan terjadi ...)
Yang ketiga, kita yang selamat diberikan kesempatan untuk membersihkan nurani kita, membantu sesama. Selama ini hati kita yang kalau diibaratkan cermin mungkin sudah saat berdebu dan kotor sehingga sulit untuk bercermin. Inilah saatnya untuk membersihkan cermin itu dan berkaca, karena mungkin selama ini kita sudah lupa akan penderitaan saudara-saudara sebangsa.

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang menderita dan meninggal? Seperti saya utarakan di atas, ilmu kita tidak mencukupi untuk menafsirkan ini. Kita bisa berburuk sangka padaNya, namun kita juga bisa berbaik sangka padaNya ... saya misalnya, bisa menelurkan berbagai teori di sini ... tapi terus terang saya nggak berani ... tidak punya ilmu ...

Masih ingat soal circle of influence dan circle of concernnya Stephen Covey? Kalau lupa mungkin bisa ngintip ini dan ini .. :). Dari sudut ini jelas kalau keputusanNya adalah circle of concern, sesuatu yang di luar kuasa kita. Tidak ada gunanya kita menghabiskan energi kita di sini, lebih baik kita berfokus pada circle of influence, seperti ketiga hikmah di atas.

Buat saya pribadi, kalau saya tertimpa musibah, sedikit apapun, biasanya saya berusaha refleksi. Lupa bayar zakat? Tadi nyerempet orang di jalan? Muka terlalu tegang? Suara terlalu keras ke anak? Dari pada meributkan musibah itu dan apakah kita layak menerimanya atau tidak, lebih baik kita gunakan kejadian itu untuk melakukan refleksi terhadap diri dan perbuatan kita.

Panjang juga tulisan ini ... semoga bermanfaat. Seperti biasa kalau ada komentar silahkan .... :)

Kajian 8 Juni 2006

Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. QS An Nahl 69.

Wednesday, June 07, 2006

Konsep Penciptaan



Jika anda seorang IT-man, apa yang yang muncul di benak anda melihat suatu sistem IT yang solid? Rasanya anda akan mengagumi, bertanya siapa yang membuatnya dan memberikan pujian pada sang pembuat. Jika anda penggemar makanan, bagaimana sikap anda terhadap makanan yang luar biasa lezat dan indah penampilannya? Rasa-rasanya kekaguman akan muncul, pada benda tersebut dan tentu terlebih-lebih pada pembuatnya.

Melihat meja, rumah, mobil, hasil lukisan, dan berbagai benda di dalam hidup ini yang indah, cantik, serasi, tidak salah lagi jika timbul rasa kekaguman dan rasa hormat kepada pembuatnya.

Namun sayang sering kita lupa mencermati alam ini sendiri. Cara pepohonan tumbuh, matahari yang bersinar, air danau dan langit yang biru (seperti foto saya di atas hehehe), bintang-bintang, desiran angin, dan lain sebagainya sampai pada penciptaan tubuh kita sendiri. Kalau sebuah meja saja ada pembuatnya, apakah sistem yang kompleks seperti aliran darah di dalam tubuh, sistem alam surya, mengalirnya air dari posisi tinggi ke posisi rendah, dan lain-lain - ini semua muncul begitu saja, tanpa ada yang menciptakannya?

Kita mengagumi dan mengakui kehebatan para ahli pembuat chip komputer. Namun kenapa ya kita tidak pernah berfikir apakah otak manusia yang jauh lebih rumit dan ruwet itu muncul begitu saja ... plong ...! Atau ada Zat yang menciptakannya?

Dari logika kita, jelas tidak mungkin suatu meja tiba-tiba muncul begitu saja tanpa ada yang membuatnya(kecuali tentunya di Hogwarts hehehe). Namun entah kenapa, kita tidak mau bersusah-payah berpikir dan mau begitu saja menerima kalau alam ini muncul tanpa ada yang membuat dan mengelolanya.

Jika membuat suatu pesawat ruang angkasa membutuhkan waktu bertahun-tahun, berapa waktu yang dibutuhkan oleh kumpulan otak manusia untuk menciptakan dan mengelola seluruh isi alam semesta ini? Jelas otak kita dan manusia tidak mampu melakukannya. Ada suatu Zat Yang Maha Besar, Maha Tahu, Maha Kuat yang berada di balik ini semua.

Ditarik balik ke tulisan mengenai dogmatis, menurut saya seharusnya kita bisa melihat bahwa kedua sisi pemikiran ini ujung-ujungnya berakhir pada suatu titik yang sama.
Dari sisi pemikiran otak melihat alam ini, kita sadar kalau otak kita sangat terbatas.
Dan jika dibalik dari sisi alam ini sendiri, mau tak mau kita menyadari adanya pencipta yang luar biasa, Sang Pencipta, the one and only one ...

Kesimpulan lebih lanjut buat saya pribadi ialah bahwa kita adalah makhluk yang sangat lemah dan adanya suatu Zat Yang Maha Besar yang mengatur ini semua.

Akhirnya - buat saya - menerima kesimpulan di atas adalah sangat penting dalam perjalanan hidup kita. Dengan menerimanya kita bisa mendudukkan diri kita pada posisi yang tepat dan bertindak sesuai dengan kapasitas dan kemampuan kita ... sesuai takarannya ... tidak kurang ... tidak lebih ...

Ada komentar? Monggo ... Ini pemikiran sederhana 30 menit seusai pulang kerja ... :). Bersambung? So pasti ... lagi banyak ide nih, thanks to Cak Min ...

Kajian 8 Juni 2006

Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkannya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran). QS An Nahl 65.

Tuesday, June 06, 2006

Apakah Kita Dogmatis?



Apa ya dogmatis itu? Mudah-mudahan ini artinya .. mempercayai secara membabi-buta, tanpa dasar (akal) yang valid. Ini menyangkut pernyataan Cak Min (nama beliau Minarwan, tapi berhubung udah kenal lama di dunia nyata, panggilan akrab beliau adalah Cak Min .. :) ) mengenai keterbatasan otak kita dalam menyikapi hidup ini. Contoh paling gress ialah musibah gempa di Yogya.

Saya kurang tahu persis, tapi rasanya para ilmuawan besar (pake contoh ilmuawan soale Cak Min lagi asyik menuai ilmu lagi di kampus) di dunia ini juga akhirnya menyadari kebatasan otaknya dalam menyikapi hidup ini. Saya sendiri dulu pernah kuliah di Fisika (entah kenapa sekarang sekarang terdampar di belantara blog hehehe) jadi sedikit banyak pernah bergelut dengan hal-hal yang teoritis, yang bikin puyeng ... :-P

Ketika kita telusuri alam ini, semakin dalam kita di dalamnya, semakin takjub kita pada kerumitan dan pesonanya. Semakin kita kaji, semakin kita terpukau pada penciptaan alam ini, bagaimana segala sesuatu yang diatur sedemikian rupa. Sebagian pengaturan ini menghasilkan sesuatu yang (menurut otak kita) cocok seperti peredaran planet-planet mengelilingi matahari. Namun sebagian pengaturan ini pun membentuk sesuatu yang nalar kita tak sanggup memahaminya seperti apakah alam semesta itu diciptakan oleh satu letusan besar (Big Bang) atau bagaimana?

Semakin kita pelajari, semakin banyak faktor-faktor ketidakpastian dalam hal-hal yang menurut otak kita, nalar kita pasti sifatnya. Seperti contoh istilah benda padat, apakah sesungguhnya itu benda padat? Cahaya, apakah itu cahaya? Bagaimana dengan teori relativitas Einstein yang jelas-jelas menggugurkan teori dan hukum-hukum alam yang sebelumnya sudah berlaku?
Pernah melihat ilustrasi gambar-gambar dari teori relativitas? Kalau ya, tentunya kita sepaham bahwa mata dan otak kita ternyata menipu kita.

Kalau tidak salah Einstein pernah berkata, "Science without religion is blind, religion without science is lame" (Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh). Menurut saya ini adalah pengakuan Einstein bahwa otak ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penciptaan alam semesta ini.

So, dengan uraian yang disederhanakan di atas, apakah kita masih meyakini bahwa otak kita sanggup mencerna semua hal di hidup ini? Apakah kita masih percaya bahwa otak kita ini merupakan satu-satunya sumber kita dalam mempercayai sesuatu?

Bersambung ....

Kajian 6 Juni 2006

Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Qur'an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. QS An Nahl 64.

Thursday, June 01, 2006

Kuat Tapi Lemah



Dalam salah satu pelatihan motivasi yang saya ikuti (sebenarnya baru 2 kali saya ikut pelatihan motivasi he3x) salah satu prinsip dasar yang diajarkan ialah konsep bahwa kita semua ini adalah sang juara. Kita semuanya sebenarnya punya kekuatan dan ketahanan mental yang hebat untuk menghadapi hidup ini.

Kali ini saya tidak membahas mengenai pelatihan itu, tetapi bagaimana kalau kita tilik prinsip ini dengan memasukkan unsur Sang Maha Pencipta?

Ketika ruh kita dihembuskan, Tuhan pasti sudah punya rencana pada kita. Jika tidak, buat apa kita dijadikan .. diwujudkan. Dalam Islam jelas disebutkan bahwa tujuan manusia adalah menjadi pemimpin di muka bumi sekaligus sebagai hamba Tuhan. Juga dijelaskan bahwa semua masalah yang kita hadapi tidak di luar batas kemampuan kita, semua sudah ditakar dan kita seharusnya sanggup mengatasi itu semua.

Kita dijadikan sebagai pemimpin. Kita dibekali segala sesuatu yang kita perlukan untuk mengarungi, memimpin, dan memenangkan hidup ini. Itulah kenapa sejak di kandungan kita berjuang. Kita berjuang dalam kandungan, berjuang untuk lahir, berjuang untuk menangis. Berjuang dengan belajar di TK, SD, SMP, SMA dan seterusnya dengan segala kelebihan dan kekurangan kita. Kita berjuang menjadi manusia. Kita berjuang ketika menjadi pegawai atau pengusaha. Kita berjuang ketika menjadi anak, suami/istri, ayah/ibu. Kita jatuh, jatuh, dan jatuh. Tapi kita bangun, bangun, dan bangun ... tanpa kita sadari. Kita nikmati kelebihan kita dan kita ikhlaskan kekurangan kita.

Sebagai seorang insan manusia, kita adalah pemimpin dan pemenang hidup ini.

Namun, ternyata di balik kekuatan itu, kita sebenarnya adalah makhluk yang lemah. Tiada daya usaha kita yang akan berhasil tanpa ridhoNya. Kita berusaha, tapi Ia-lah yang menentukan hasilnya.

Naluri kita pun menyatakan bahwa kita memerlukan suatu zat, suatu kekuatan tempat kita bersandar, baik di kala senang apalagi di kala susah. Zat tempat kita ’melampiaskan’ kesenangan, tempat kita merendahkan diri memohon, tempat kita menangis ketika kesulitan tak kunjung reda.

Sebagian orang mencari pada tempat yang salah, pada hal-hal yang fana. Sehingga ketika hal yang fana itu sirna, mereka pun tergagap dan berusaha mencari pegangan yang lain. Sementara sesungguhnya tempat bersandar yang sebaik-baiknya ialah Tuhan Yang Maha Kekal.

Kita adalah pemimpin dan pemenang hidup ini, sekaligus kita adalah makhluk yang menghambakan diri pada Tuhan Yang Pengasih lagi Maha Penyayang.

Sangat kontradiktif namun harmonis, kekuatan saling bersahutan dengan kelemahan ...

Ya Tuhan ... hanya kepadaMu-lah aku berlindung dan memohon pertolongan ...

Kajian 1 Juni 2006

Biarlah mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepda mereka; maka bersenang-senanglah kamu. Kelak kamu akan mengetahui (akibatnya). QS An Nahl 55.