Wednesday, December 31, 2008

a portrait

a portrait

a portrait would tell thousand stories
about someone and her life
a portrait of you
what it will tell to the world?

Picture taken during Idul adha celebration, Jakarta

Thursday, December 25, 2008

Agungkan Allah, Semua Jadi Kecil

ied mubarak 1429H

Agungkan Allah, Semua Jadi Kecil
Ulis Tofa, Lc - dakwatuna.com

“Hasbunallah wa ni’mal wakiil, Cukuplah bagi kami Allah, dan Dia sebaik-baik penolong”. Ungkapan diatas disenandungkan oleh kekasih Allah swt, Ibrahim as, saat penguasa dan pengikutnya mengeroyok dan menceburkan dirinya dalam bara api, namun Ibrahim selamat dan menjadi pemenang.

Ungkapan itu juga yang dilantunkan oleh nabiyullah Muhammad saw. tatkala mendapat pengkroyokan dan penganiayaan dari pasukan Ahzab. Rasul pun keluar sebagai pemenang. HR. Bukhari.

“(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka perkataan itu justru menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. QS. Ali Imran: 173

Sudah menjadi sunnatullah dalam dakwah, bahwa jalan dakwah tidaklah bertabur kenikmatan, kesenangan dan kemewahan. Dakwah diusung menghadapi penentangan, konspirasi, persekongkolan, isolasi, pengkroyokan, bahkan ancaman pembunuhan. Oleh karenanya dakwah hanya bisa diemban oleh mereka yang mewakafkan diri dan hidupnya untuk Allah swt semata. Dakwah tidak mungkin akan dipikul oleh mereka yang mengharapkan kemewahan dunia, bersantai dengan kesenangan materi.

Rasulullah saw didalam memulai perjuangan menyeru kerabat dan kaumnya, mendapatkan taujihat Robbaniyyah – arahan Allah swt - agar menguatkan keimanan, kepribadian dan kesabaran: yaitu arahan untuk senantiasa mengagungkan Allah, membersihkan jiwa, mejauhkan diri dari maksiat, mengikhlaskan kerja, dan sabar dalam perjuangan.

Berikut taujihat rabbaniyyah dalam surat Al Muddatstsir ayat 1-7 untuk Muhammad saw dan tentunya untuk umatnya semua. Allah swt berfirman:

”Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan!. Dan Tuhanmu agungkanlah!. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” QS. Al Muddatstsir: 1-7.

Bekal pertama, Agungkan Allah.
Allah swt menanamkan dalam persepsi dan keyakinan Muhammad agar hanya mengagungkan Allah swt semata, selain-nya kecil tiada berarti. Baik dalam konteks tawaran kenikmatan duniawi, pun dalam konteks siksaan, penolakan dan pembunuhan di dunia yang dilakukan musuh-musuh dakwah, maka jika dibandingkan dengan pemberian, keridloan dan surga Allah swt sungguh tiada ada artinya.

Pengagungan Allah swt dalam qalbu, lisan, fikiran dan perilaku. Dalam setiap kesempatan dan kondisi Rasulullah saw selalu berdzikir dan mengagungkan Allah swt, sehingga inilah rahasia do’a Nabi saw ketika kelur dari buang hajat: “Ghufranaka: Aku mohon ampunan-Mu Ya Allah.”. Hasil penelitian para ahli hadits menyimpulkan bahwa Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan dzikir dan pengagungan Allah swt, namun karena tidak diperkenankannya berdzikir di saat buang hajat, maka ungkapan pertama saat keluar dari buang hajat adalah, mohon ampun karena beliau tidak melakukan dzikir pada saat buang hajat.

Dengan sikap inilah, ma’iyatullah –kebersamaan Allah- dalam bentuk pertolongan-Nya selalu datang pada saat dibutuhkan.

Inilah rahasia dikumandangkannya kalimat takbir “Allahu Akbar wa lilLahil Hamd, Allah Maha Besar dan bagi-Nya segala pujian”.

Bekal kedua, Bersihkan Hati.
Dalam upaya mengagungkan Allah swt dalam setiap kesempatan, maka dibutuhkan hati yang bersih dan jiwa yang suci. Hati adalah panglima dalam tubuh seorang manusia. Jika panglima itu baik, sudah barang tentu tentaranya akan menjadi baik, sebaliknya jika panglima buruk, maka buruklah semua tentaranya.

Mayoritas ahli tafsir sepakat bahwa perintah mensucikan pakaian disini kinayah atau kiasan, bukan makna dzahir. Artinya perintah pembersihan hati dan pensucian jiwa. Penampilan fisik tidak akan berarti, apabila apa yang dibalik fisik itu busuk.

Hati senantiasa dijaga kefitrahannya dan dibersihkan dari beragam penyakit hati, seperti sombong, iri, riya, adu domba, meremehkan orang, dan yang paling berbahaya adalah syirik, menyekutukan Allah swt dengan makhluk-Nya.

“…..dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kamu sedikitpun….” (QS. At Taubah : 25-26).

Bekal ketiga, Jahui Maksiat.
Agar keagungan Allah swt menghiasi diri, maka diri harus menjauhkan dari dosa dan maksiat. Begitu pun sebaliknya, meninggalkan maksiat akan mewariskan ma’iyyatullah.

Allah swt hanya akan turut campur kepada orang beriman dengan menurunkan pertolongan-Nya, jika orang beriman itu dekat dan taat kepada-Nya. Sebaliknya jika mereka berbuat maksiat dan dosa, maka apa bedanya mereka dengan orang lain? Bedanya orang lain lebih canggih perlengkapannya dan lebih besar jumlahnya. Sehingga secara hitungan rasio manusiawi orang lain mampu mengalahkan orang beriman.

Ada kisah menarik, dalam sebuah peperangan melawan kaum kuffar, kaum muslimin beberapa kali mengalami kekalahan. Sang panglima segera mengevaluasi pasukannya, mengapa kekalahan demi kekalahan bisa terjadi? Tak ada yang kurang. Semua perlengkapan lengkap, pun ibadah-ibadah dilakukan dengan baik. Namun saat pagi menjelang, sang panglima mengamati pasukannya dan baru menyadari bahwa ternyata pasukannya melupakan satu sunah Rasul, yaitu bersiwak! Panglima segera memerintahkan menggosok gigi dengan siwak (sejenis kayu) kepada seluruh pasukannya. Pasukan pengintai dari pihak musuh menjadi takut karena melihat para tentara muslim tengah menggosok-gosok giginya dengan kayu, dan mengira pasukan kaum muslimin tengah menajamkan gigi-giginya untuk menyerang musuh. Pihak musuh menjadi gentar dan segera menarik mundur pasukannya.

Sepele, lupa bersiwak, namun besar dampaknya. Inilah rahasia pertolongan Allah swt.

Bekal keempat, Ikhlaskan dalam Berjuang.
Hidup seorang mukmin adalah untuk prestasi amal dan kontribusi manfaat untuk umat manusia. Kesemuanya itu dilakukan semata-mata dilandasi mencari keredloan Allah swt semata. Balasan Allah swt jauh lebih baik dan lebih mulya, dibandingkan dengan kemewahan dunia berikut kemegahannya. Seorang mukmin akan selalu mengejar mimpinya, yaitu keridloan Allah swt, di dunia dan di akhirat kelak.

Menarik disini seruan Allah swt dalam bentuk ”larangan”, sedangkan yang lainya menggunakan bentuk ”perintah”. ”Jangan kamu memberi untuk mengharapkan mendapat imbalan yang lebih”. Artinya, peringatan keras dari Allah swt agar manusia senantiasa mengikhlaskan amal perbuatan dan perjuangan. Tidak merasa paling berjasa dan juga tidak meremehkan andil orang lain.

Bekal kelima, Sabar Di Jalan Allah.
Sabar dalam kesunyian pengikut, sabar dalam penolakan ajakan, sabar dalam kekalahan, dan sabar dalam kemenangan dan kemewahan.

Ketika Rasulullah saw mengetahui kondisi keluarga sahabatnya, Yasir yang mendapat siksaan berat dan pembunuhan keji, Rasulullah saw langsung memberi kabar gembira kepada mereka:

“Sabar wahai keluarga Yasir, Sungguh surga buat kalian kelak!.”

Sabar dalam berdakwah mencakup segala hal yang positif, seperti banyak ide, solusi, perencanaan, kerja keras, kerja sama, pendelegasian, pemanfaatan sarana dan adanya evaluasi. Sabar bukan dikonotasikan negatif seperti pasrah, nerimo, malas, menunggu dan tidak berusaha.

Dengan bekalan itu terbukti dalam sejarah, Rasulullah saw mampu melewati dua masa sulit sekaligus: Masa sulit mendapatkan tawaran kemewahan, jabatan, pengikut, bahkan wanita. Dan masa sulit tatkala beliau harus berdarah-darah menerima pengkroyokan dan penganiayaan dari kaumnya.

“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”.

Inilah bekalan bagi penyeru kebajikan dan penerus perubahan dari masa ke masa.

Allahu A’lam.

Tuesday, December 23, 2008

Monkey business ...

Monkey business ...

Would you mind us? She asked
We have serious things high up here ...
It's monkey business, nothing to do with you
Take pictures somewhere else, please ...

Taken @ Telaga Warna, Puncak, Jawa Barat, Indonesia

Sunday, December 21, 2008

HIS painting

HIS painting


Behold! In the creation of the heavens and the earth; in the alternation of the Night and the Day; in the sailing of the ships through the Ocean for the profit of mankind; in the rain which Allah sends down from the skies, and the life which He gives therewith to an earth that is dead; in the beasts of all kinds that He scatters through the earth; in the change of the winds and the clouds which they trail like their slaves between the sky and the earth, (here) indeed are Signs for a people that are wise. (QS Al Baqarah 2:164)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS Al Baqarah 2:164)

Photo taken @ Golden City, Colorado

Wednesday, December 17, 2008

Jakarta

Jakarta ... one

In one of those rare clear days in Jakarta ....

Monday, December 15, 2008

La vie est belle

La vie est belle

Natural places can do wonders for your spirit - they can put your mind at ease, inspire inner peace, make you forget about the mundane drudgery that makes up so much of our lives and give you a chance to be transported into a simpler, more beautiful world where things just make sense.

Keindahan alam bisa membawa kita kepada kedamaian hati, ketenangan jiwa, dan memberikan kesempatan yang tulus untuk melihat hidup ini dengan lebih sederhana dan jauh lebih indah.

qouted from article Six Silver Bullets: For Big Impact Scenics! - Outdoor Photography

Sunday, December 14, 2008

Bersihkan jendela anda!

the sweet one


Kalau Anda merasa kurang bahagia, pasti ada yang salah dengan 'jendela' Anda. Solusinya sederhana saja, bersihkan jendela Anda dan ubahlah posisinya menjadi lebih baik. Anda akan langsung merasakan kehidupan yang indah, bahagia dan penuh dengan berbagai keajaiban.

Dikutip dari buku Life is Beautiful - Arvan Pradiansyah

Thursday, December 11, 2008

it's a beautiful day!

it's a beautiful day!

one of those lovely saturday ...

Photo taken @ Depok, Indonesia

3 Langkah Menjadi Manusia Terbaik

can you feel it

3 Langkah Menjadi Manusia Terbaik
Mochamad Bugi - dakwatuna.com

Ada hadits pendek namun sarat makna dikutip Imam Suyuthi dalam bukunya Al-Jami’ush Shaghir. Bunyinya, "Khairun naasi anfa’uhum linnaas." Terjemahan bebasnya: sebaik-baik manusia adalah siapa yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain.

Derajat hadits ini ini menurut Imam Suyuthi tergolong hadits hasan. Syeikh Nasiruddin Al-Bani dalam bukunya Shahihul Jami’ush Shagir sependapat dengan penilaian Suyuthi.

Adalah aksioma bahwa manusia itu makhluk sosial. Tak ada yang bisa membantah. Tidak ada satu orangpun yang bisa hidup sendiri. Semua saling berketergantungan. Saling membutuhkan.

Karena saling membutuhkan, pola hubungan seseorang dengan orang lain adalah untuk saling mengambil manfaat. Ada yang memberi jasa dan ada yang mendapat jasa. Si pemberi jasa mendapat imbalan dan penerima jasa mendapat manfaat. Itulah pola hubungan yang lazim. Adil.

Jika ada orang yang mengambil terlalu banyak manfaat dari orang lain dengan pengorbanan yang amat minim, naluri kita akan mengatakan itu tidak adil. Orang itu telah berlaku curang. Dan kita akan mengatakan seseorang berbuat jahat ketika mengambil banyak manfaat untuk dirinya sendiri dengan cara yang curang dan melanggar hak orang lain.

Begitulah hati sanubari kita, selalu menginginkan pola hubungan yang saling ridho dalam mengambil manfaat dari satu sama lain. Jiwa kita akan senang dengan orang yang mengambil manfaat bagi dirinya dengan cara yang baik. Kita anggap seburuk-buruk manusia orang yang mengambil manfaat banyak dari diri kita dengan cara yang salah. Apakah itu menipu, mencuri, dan mengambil paksa, bahkan dengan kekerasan.

Namun yang luar biasa adalah orang lebih banyak memberi dari mengambil manfaat dalam berhubungan dengan orang lain. Orang yang seperti ini kita sebut orang yang terbaik di antara kita. Dermawan. Ikhlas. Tanpa pamrih. Tidak punya vested interes.

Orang yang selalu menebar kebaikan dan memberi manfaat bagi orang lain adalah sebaik-baik manusia. Kenapa Rasulullah saw. menyebut seperti itu? Setidaknya ada empat alasan. Pertama, karena ia dicintai Allah swt. Rasulullah saw. pernah bersabda yang bunyinya kurang lebih, orang yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Siapakah yang lebih baik dari orang yang dicintai Allah?

Alasan kedua, karena ia melakukan amal yang terbaik. Kaidah usul fiqih menyebutkan bahwa kebaikan yang amalnya dirasakan orang lain lebih bermanfaat ketimbang yang manfaatnya dirasakan oleh diri sendiri. Apalagi jika spektrumnya lebih luas lagi. Amal itu bisa menyebabkan orang seluruh negeri merasakan manfaatnya. Karena itu tak heran jika para sahabat ketika ingin melakukan suatu kebaikan bertanya kepada Rasulullah, amal apa yang paling afdhol untuk dikerjakan. Ketika musim kemarau dan masyarakat kesulitan air, Rasulullah berkata membuat sumur adalah amal yang paling utama. Saat seseorang ingin berjihad sementara ia punya ibu yang sudah sepuh dan tidak ada yang merawat, Rasulullah menyebut berbakti kepada si ibu adalah amal yang paling utama bagi orang itu.

Ketiga, karena ia melakukan kebaikan yang sangat besar pahalanya. Berbuat sesuatu untuk orang lain besar pahalanya. Bahkan Rasulullah saw. berkata, "Seandainya aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi suatu kebutuhannya, maka itu lebih aku cintai daripada Iktikaf sebulan di masjidku ini." (Thabrani). Subhanallah.

Keempat, memberi manfaat kepada orang lain tanpa pamrih, mengundang kesaksian dan pujian orang yang beriman. Allah swt. mengikuti persangkaan hambanya. Ketika orang menilai diri kita adalah orang yang baik, maka Allah swt. menggolongkan kita ke dalam golongan hambanya yang baik-baik.

Pernah suatu ketika lewat orang membawa jenazah untuk diantar ke kuburnya. Para sahabat menyebut-nyebut orang itu sebagai orang yang tidak baik. Kemudian lewat lagi orang-orang membawa jenazah lain untuk diantar ke kuburnya. Para sahabat menyebut-nyebut kebaikan si mayit. Rasulullah saw. membenarkan. Seperti itu jugalah Allah swt. Karena itu di surat At-Taubah ayat 105, Allah swt. menyuruh Rasulullah saw. untuk memerintahkan kita, orang beriman, untuk beramal sebaik-baiknya amal agar Allah, Rasul, dan orang beriman menilai amal-amal kita. Di hari akhir, Rasul dan orang-orang beriman akan menjadi saksi di hadapan Allah bahwa kita seperti yang mereka saksikan di dunia.

Untuk bisa menjadi orang yang banyak memberi manfaat kepada orang lain, kita perlu menyiapkan beberapa hal dalam diri kita. Pertama, tingkatkan derajat keimanan kita kepada Allah swt. Sebab, amal tanpa pamrih adalah amal yang hanya mengharap ridho kepada Allah. Kita tidak meminta balasan dari manusia, cukup dari Allah swt. saja balasannya. Ketika iman kita tipis terkikis, tak mungkin kita akan bisa beramal ikhlas Lillahi Ta’ala.

Ketika iman kita memuncak kepada Allah swt., segala amal untuk memberi manfaat bagi orang lain menjadi ringan dilakukan. Bilal bin Rabah bukanlah orang kaya. Ia hidup miskin. Namun kepadanya, Rasulullah saw. memerintahkan untuk bersedekah. Sebab, sedekah tidak membuat rezeki berkurang. Begitu kata Rasulullah saw. Bilal mengimani janji Rasulullah saw. itu. Ia tidak ragu untuk bersedekah dengan apa yang dimiliki dalam keadaan sesulit apapun.

Kedua, untuk bisa memberi manfaat yang banyak kepada orang lain tanpa pamrih, kita harus mengikis habis sifat egois dan rasa serakah terhadap materi dari diri kita. Allah swt. memberi contoh kaum Anshor. Lihat surat Al-Hasyr ayat 9. Merekalah sebaik-baik manusia. Memberikan semua yang mereka butuhkan untuk saudara mereka kaum Muhajirin. Bahkan, ketika kaum Muhajirin telah mapan secara financial, tidak terbetik di hati mereka untuk meminta kembali apa yang pernah mereka beri.

Yang ketiga, tanamkan dalam diri kita logika bahwa sisa harta yang ada pada diri kita adalah yang telah diberikan kepada orang lain. Bukan yang ada dalam genggaman kita. Logika ini diajarkan oleh Rasulullah saw. kepada kita. Suatu ketika Rasulullah saw. menyembelih kambing. Beliau memerintahkan seoran sahabat untuk menyedekahkan daging kambing itu. Setelah dibagi-bagi, Rasulullah saw. bertanya, berapa yang tersisa. Sahabat itu menjawab, hanya tinggal sepotong paha. Rasulullah saw. mengoreksi jawaban sahabat itu. Yang tersisa bagi kita adalah apa yang telah dibagikan.

Begitulah. Yang tersisa adalah yang telah dibagikan. Itulah milik kita yang hakiki karena kekal menjadi tabungan kita di akhirat. Sementara, daging paha yang belum dibagikan hanya akan menjadi sampah jika busuk tidak sempat kita manfaatkan, atau menjadi kotoran ketika kita makan. Begitulah harta kita. Jika kita tidak memanfaatkannya untuk beramal, maka tidak akan menjadi milik kita selamanya. Harta itu akan habis lapuk karena waktu, hilang karena kematian kita, dan selalu menjadi intaian ahli waris kita. Maka tak heran jika dalam sejarah kita melihat bahwa para sahabat dan salafussaleh enteng saja menginfakkan uang yang mereka miliki. Sampai sampai tidak terpikirkan untuk menyisakan barang sedirham pun untuk diri mereka sendiri.

Keempat, kita akan mudah memberi manfaat tanpa pamrih kepada orang lain jika dibenak kita ada pemahaman bahwa sebagaimana kita memperlakukan seperti itu jugalah kita akan diperlakukan. Jika kita memuliakan tamu, maka seperti itu jugalah yang akan kita dapat ketika bertamu. Ketika kita pelit ke tetangga, maka sikap seperti itu jugalah yang kita dari tetangga kita.

Kelima, untuk bisa memberi, tentu Anda harus memiliki sesuatu untuk diberi. Kumpulkan bekal apapun bentuknya, apakah itu finansial, pikiran, tenaga, waktu, dan perhatian. Jika kita punya air, kita bisa memberi minum orang yang harus. Jika punya ilmu, kita bisa mengajarkan orang yang tidak tahu. Ketika kita sehat, kita bisa membantu beban seorang nenek yang menjinjing tak besar. Luangkan waktu untuk bersosialisasi, dengan begitu kita bisa hadir untuk orang-orang di sekitar kita.

Mudah-muhan yang sedikit ini bisa menginspirasi.

Tuesday, December 09, 2008

fresh air

fresh air

imagine you are there
standing right here
and taking a deep breath
of mountain's fresh air

Photo taken somewhere @ Puncak, West Java, Indonesia

Monday, December 08, 2008

Happy Eid Adha 1429H

ied mubarak 1429H


Pada khutbah Idul Adha pagi ini, sang ustad mengingatkan, bahwa jemaah haji yang sedang wukuf di arafah, sebenarnya seperti kita saat ini. Hanya mampir sebentar untuk terus melanjutkan perjalanan. Subhanalloh ... jadi ingat posting tulisan lama pak Nadirsyah Hosen ... Semoga kita bisa memanfaatkan waktu kita yang sebentar, yang hanya mampir, di dunia ini ... semata mencari dan berharap ridhoNya ... amiiin.

Dan Umarpun menangis
Nadirsyah Hosen

Pernahkah anda membaca dalam riwayat akan Umar bin Khatab menangis? Umar bin Khatab terkenal gagah perkasa sehingga disegani lawan maupun kawan. Bahkan konon, dalam satu riwayat, Nabi menyebutkan kalau Syeitan pun amat segan dengan Umar sehingga kalau Umar lewat di suatu jalan, maka Syeitan pun menghindar lewat jalan yang lain. Terlepas dari kebenaran riwayat terakhir ini, yang jelas keperkasaan Umar sudah menjadi buah bibir di kalangan umat Islam. Karena itu kalau Umar sampai menangis tentulah itu menjadi peristiwa yang menakjubkan.

Mengapa "singa padang pasir" ini sampai menangis?

Umar pernah meminta izin menemui rasulullah. Ia mendapatkan beliau sedang berbaring di atas tikar yang sangat kasar. Sebagian tubuh beliau berada di atas tanah. Beliau hanya berbantal pelepah kurma yang keras. Aku ucapkan salam kepadanya dan duduk di dekatnya. Aku tidak sanggup menahan tangisku.

Rasul yang mulia bertanya, "mengapa engkau menangis ya Umar?" Umar menjawab, "bagaimana aku tidak menangis. Tikar ini telah menimbulkan bekas pada tubuh engkau, padahal Engkau ini Nabi Allah dan kekasih-Nya. Kekayaanmu hanya yang aku lihat sekarang ini. Sedangkan Kisra dan kaisar duduk di singgasana emas dan berbantalkan sutera".

Nabi berkata, "mereka telah menyegerakan kesenangannya sekarang juga; sebuah kesenangan yang akan cepat berakhir. Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang yang bepergian pada musim panas. Ia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian berangkat dan meninggalkannya."

Indah nian perumpamaan Nabi akan hubungan beliau dengan dunia ini. Dunia ini hanyalah tempat pemberhentian sementara; hanyalah tempat berteduh sejenak, untuk kemudian kita meneruskan perjalanan yang sesungguhnya.

Ketika anda pergi ke Belanda, biasanya pesawat akan transit di Singapura. Atau anda pulang dari Saudi Arabia, biasanya pesawat anda mampir sejenak di Abu Dhabi. Anggap saja tempat transit itu, Singapura dan Abu Dhabi, merupakan dunia ini. Apakah ketika transit anda akan habiskan segala perbekalan anda? Apakah anda akan selamanya tinggal di tempat transit itu?

Ketika anda sibuk shopping ternyata pesawat telah memanggil anda untuk segera meneruskan perjalanan anda. Ketika anda sedang terlena dan sibuk dengan dunia ini, tiba-tiba Allah memanggil anda pulang kembali ke sisi-Nya. Perbekalan anda sudah habis, tangan anda penuh dengan bungkusan dosa anda, lalu apa yang akan anda bawa nanti di padang Mahsyar.

Sisakan kesenangan anda di dunia ini untuk bekal anda di akherat. Dalam tujuh hari seminggu, mengapa tak anda tahan segala nafsu, rasa lapar dan rasa haus paling tidak dua hari dalam seminggu. Lakukan ibadah puasa senin-kamis. Dalam dua puluh empat jam sehari, mengapa tak anda sisakan waktu barang satu-dua jam untuk sholat dan membaca al-Qur'an. Delapan jam waktu tidur kita....mengapa tak kita buang 15 menit saja untuk sholat tahajud.

"Celupkan tanganmu ke dalam lautan," saran Nabi ketika ada sahabat yang bertanya tentang perbedaan dunia dan akherat, "air yang ada di jarimu itulah dunia, sedangkan sisanya adalah akherat"

Bersiaplah, untuk menyelam di "lautan akherat". Siapa tahu Allah sebentar lagi akan memanggil kita,dan bila saat panggilan itu tiba, jangankan untuk beribadah, menangis pun kita tak akan punya waktu lagi.

Friday, December 05, 2008

pathway

pathway


although it was a cloudy day
yet the path was so cheerful ... :)

Photo taken @ a restaurant in Garut, West Java, Indonesia

Tuesday, December 02, 2008

6 Tips Penting untuk fotografi di luar ruangan

if ...


Pssst ini ringkasan dari artikel Six Silver Bullets for Big Impact Scenics di majalah Outdoor Photography edisi November 2008 .... : ) Bagus banget, jadi saya ringkas (dan dimodifikasi dikit-dikit hehehe) Mudah-mudahan bisa diingat-ingat kalau mau foto lagi ... :)

Apa ya hal-hal yang perlu kita perhatikan, camkan, dan resapi dalam 'perjalanan' kita di dunia fotografi? Kata sang penulis, ada 6 hal sebagai berikut:

1. Keluar dan carilah, lebih sering lagi
Sering kali kita merasa dengan melakukan satu perjalanan ke tempat, kita sudah merekam tempat itu. Padahal ini bukan jaminan. Kita tahu bahwa keadaan suatu tempat sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca (hujan, terang, gelap, kering, cerah, mendung, berawan, dsb), situasi tempat (kering, basah, embun, gugur, lebat, dsb), komponen pendukung (banyak orang, sepi, banyak binatang, kucing, sapi, burung, lebah, kupu-kupu, dsb), suasana hati (riang, sedih, gembira, lagi stress, dsb), teman (rame, sedikit, jago semua, lagi belajar semua, dsb), dan banyak lagi. Lalu bagaimana kita bisa yakin kalau kita sudah merekam tempat itu sebaik-baiknya lewat kamera kita?

Kita tidak bisa menentukan kapan hal yang unik akan terjadi, kita tidak bisa memesan suatu kondisi pencahayaan yang cantik, maupun menginstruksikan agar terjadinya langit yang dramatis, kata tulisan ini. Jadi, keluar dan carilah, lebih sering lagi ... temukan keunikan tempat itu, keunikan yang hanya ‘milik’ kita.

2. Serius yaaa ....
Temukan obyek anda dengan serius, gunakan kamera dengan serius, dan – yang paling penting – anda sendiri kudu’ serius! Percayailah diri anda, bahwa anda bisa membuat foto yang bagus, percayailah bahwa kamera yang anda pegang bisa menghasilkan foto yang bagus, dan percayailah bahwa anda akan menemukan obyek yang bagus.

Kalau kita menemukan obyek yang kita rasa bagus, tenanglah dan gunakan waktu anda untuk mempelajarinya. Tanyalah pada diri sendiri, “Foto apa yang bisa saya buat?” “Komposisi apa yang terbaik?” Dan percayalah, pertanyaan ini sama sekali tidak berhubungan dengan kamera apa yang sedang anda pakai. Juga tidak berhubungan apakah anda sudah berjalan 1 jam ke lokasi ini, atau obyek ini anda temukan di halaman rumah anda.

Kalau anda mau memfotonya, maka fotolah dengan baik! Tidak ada yang tahu, jangan-jangan dari situasi sederhana anda akan menghasilkan foto yang gemilang ... : )

PS. Tips dari editor alias saya, serius tapi fun ya ... :)

3. Riset, riset, riset
Di tips pertama kita dah lihat banyaknya faktor di luar kontrol kita. Namunnnnn ... masih banyak yang kita bisa lakukan agar lebih optimal dalam perburuan kita. Pengetahuan tempat (enaknya dikunjungi pagi atau sore, musim kemarau atau hujan, dsb), pengetahuan mengenai daerah tersebut (sejarahnya, pola cuaca, tanaman/bunga yang tumbuh, dst) akan sangat membantu. Persiapan logistik yang juga disesuaikan dengan kondisi tempat yang akan kita kunjungi akan sangat membantu kita untuk berkonsentrasi pada acara jepret dan bukan pada yang lainnya (makan dimana ya? Beli air minum deket ga? Eh, kita sholatnya di jalan atawa dimana? :) )

4. Peralatan bagus, sekedar peralatan bagus
Peralatan kita sangat mendukung kesiapan kita dalam mengambil foto. Namun, jangan lupa, peralatan itu hanya akan mendukung sampai titik tertentu. Peralatan bagus akan mendukung kita mengambil foto yang baik secara teknis. Namun dia tidak akan membuat foto kita menjadi suatu kenangan indah, dia tidak akan meningkatkan komposisi maupun pencahayaan. Dan tidak akan menjadikan foto kita menjadi lebih baik.

Jadi belilah peralatan yang cukup ... yang cukup ... saja ... :)

5. Jangan maksa cing ...
Cukup sering kita sudah sampai ke tempat yang kita tuju dan ternyata situasinya tidak seperti yang kita bayangkan dan impikan. Katakan saja, hujan ... atau mendung .. atau penuh sesak dengan orang ... atau ... atau ... hehehe. Kata tulisan ini, situasi ini jangan sampai membuat kita frustasi.

Ingatlah bahwa tujuan awal kita memfoto tempat ini karena keindahannya. Dan seharusnya situasi yang ada tidak menutupi keindahan ini.

Jadi bagaimana? Yang penting, kita harus melupakan niat kita untuk berusaha sekerasnya mencari keindahan itu lewat bidikan kita. Alih-alih, kita biarkan badan dan jiwa kita menyatu dengan alam. Temukan iramanya, biarkan alam itu bicara, biarkan keindahannya – baik secara landscape maupun makro/detil – perlahan menyentuh jiwa ... uhuuiiii ... hehehe.

Yakinlah, alam perlahan akan memperlihatkan wujudnya bagi jiwa yang sabar. Jiwa yang dengan santun menikmati hembusan angin, mendungnya langit, riuhnya keramaian, mata yang menelusuri garis-garis alam, lengkung dedaunan, corak awan, hati yang tersenyum dengan warna-warni kehidupan ... yang akhirnya pada titik tertentu memperlihatkan pada kita, bahwa menikmati ini semua jauh lebih penting dari mencoba menangkap ini semua lewat bidikan kamera itu.

Kata tulisan ini, pada akhirnya, sebuah foto akan sangat bertalian erat dengan emosi dan perasaan kita. Kalau kita tidak bisa menangkap emosi sebuah situasi, maka kemungkinan besar kita tidak akan bisa mengekspresikannya lewat foto kita. Dan akhirnya foto kita akan menjadi ‘kering’. Indah secara teknis mungkin, tetapi tak bercerita tentang perasaan dan emosi kita mencermati alam itu.

Keindahan alam bisa membawa kita kepada kedamaian hati, ketenangan jiwa, dan memberikan kesempatan yang tulus untuk melihat hidup ini dengan lebih sederhana dan jauh lebih indah. Kata orang bule, La vie est belle ... gitu loh kira-kira ... :D

Buatlah tujuan utama adalah untuk tenggelam dalam pengalaman ini. Jangan paksakan diri dengan pikiran bahwa kita harus menemukan sesuatu untuk difoto. Ingat, kita ada di tempat itu untuk menemukan pemandangan yang indah. Maka temukan itu dahulu, baru kita berfikir untuk ‘memindahkannya’ ke sebuah foto ...

6. Hidup tidak berakhir dengan bunyi shutter kita ... :)
Katakan kita sudah melakukan semuanya. Persiapan, perjalanan, pembentukan emosi, menuangkannya, dan yang lalu diakhiri dengan pencetan kita di shutter ... klik ... Apakah ‘hidup’ berakhir di sini? Tidak ... masih jauh dari selesai ...

Masih banyak sekali yang harus ditulis dan ‘ditulis’. Kita sering sekali gagal pada titik mempersembahkan foto kita kepada para penikmat foto. Padahal ini titik paling kritis, ketika seluruh usaha kita, mimpi kita, keahlian kita, peralatan kita yang mahal, dan keinginan kita berbagi dengan dunia ini, terfokus pada persembahan ini ...

Pekerjaan sampe klik! adalah seperti menyiapkan bahan-bahan mentah bagi masakan kita. Pekerjaan kita meja komputer, ruang gelap, adalah sama penting dengan menyiapkan bahan-bahan mentah. Terlepas dari apa yang mau kita bagi – entah keindahan, mimpi, visi, inspirasi, teori, apalah itu – adalah tugas kita untuk menyiapkannya sebaik-baiknya.

Don’t quit before the finish line.

Monday, December 01, 2008

Hardisk rusak

he


Semalam mendadak hardisk macet. Isinya ga banyak sih, cuma koleksi RAW foto-foto saya. Semuanya .... :D

Allah memberi, Allah mengambil ... Inna lillahi wa inna ilaihi ro'jiun ... lagi diusahakan, doakan bisa kembali ya semuanya ... amiiin ... :)