Wednesday, January 09, 2008

Menyepi

the world in black and white


Istilah berhenti yang sering saya pakai ketika bepergian ternyata mempunyai perspektif lain. Dalam kajian yang saya ikuti, perhentian ini biasanya dimulai dari kegelisahan kita. Biasanya berasal dari ketidakpuasan terhadap apa yang terjadi dan apa yang kita terima. Kita lantas berhenti dan merenung, kenapa ini semua ini terjadi ...

Dalam perenungan kita, kita bisa memaki-maki dunia. Menyalahkan seluruh orang dan dunia ini, kecuali kita sendiri. Kita bisa pula mengatakan bahwa hidup ini tidak adil. Namun kita bisa pula mengambil sikap yang lain.

Dalam perenungan kita, kita memulai dengan menghitung diri. Siapa diri kita sebenarnya? Apa tujuan hidup kita? Kebaikan-kebaikan apa yang sudah kita lakukan? Keburukan-keburukan apa yang tak mampu kita hindari? Sudah benarkah niat kita selama ini? Apa yang telah kita lakukan dan belum lakukan kepada orang-orang yang kita cintai? Apa kesan orang-orang tentang kita sesudah kita mati? Sudahkah kita siap untuk mati?

Kita berhenti. Kita merenung. Bagaimana hubungan kita selama ini dengan Sang Pencipta? Apakah kita mampu dengan rendah hati mengakui keterbatasan diri kita? Mengakui kita adalah makhluk yang lemah? Mengakui betapa kita tak bisa hidup tanpaNya? Mengakui bahwa kita ridho dengan setiap keputusanNya? Mengakui bahwa cinta kepadaNya yang bisa menyelamatkan kita.

Kita berhenti dan merenung. Kita perlu waktu dan tempat untuk menyepi dan menyendiri. Kita memerlukan ketenangan, terhindar dari ketergesaan dan kesibukan. Kesendirian ini akan membawa kita untuk bisa lebih membebaskan diri dari hikuk pikuk dunia.

Dalam kesepian kita mengasah hati kita, mempertajam kepekaan jiwa ini dengan menghitung diri kita serta pencarian hubungan kita pada Sang Pencipta. Menangislah ... biarkan air mata itu keluar, biarkan hati nurani kita bicara ... Menangislah, untuk dosa-dosa yang kita perbuat, kesalahan kita kepadaNya, kepada orang-orang yang kita cintai, kepada pasangan kita, kepada anak-anak kita, kepada teman kita, kepada tetangga kita, kepada orang orang yang kita temui di jalan, di kantor ... Mohon ampun betapa tidak bersyukurnya kita selama ini ... betapa begitu kita melalaikan tugas kita di muka bumi ini ... Mohon diberikan kesempatan untuk memperbaiki ini semua ...

Buat saya, sholat sunnat, sholat tahajud, sholat dhuha alhamdulillah memberikan kesempatan buat saya untuk berhenti dan berhitung. Dan percaya atau tidak, mendengarkan suara diri sendiri mengaji Al Qur’an di mesjid yang sepi dan tenang sungguh akan membantu menenangkan hati ini.

Semoga dengan terus menegakkan kebiasaan yang baik ini hati kita senantiasa peka, baik kepadaNya maupun kepada ciptaanNya, dunia serta isinya yang fana ini.

No comments: