Sunday, April 27, 2008

Filosofi Sedekah

always look for hope ...


Alhamdulillah ... masih bisa menulis di blog ini. Kegiatan hidup yang terus saja bertambah, seakan mengingatkan saya pada apa yang penting dan tidak penting dalam hidup ini. Tetap semangat! :)

Eh apa kabar semuanya? :)

Filosofi Sedekah
Lihan - Republika

Dia pernah merasakan hidup yang paling pahit. Sebagai guru bahasa Arab dan bahasa Inggris di Pondok Pesantren Darul Hijrah Putri di Martapura, Kalimantan Selatan, Lihan hidup kembang-kempis. Gajinya hanya Rp 1.500 perhari, sedang ongkos menuju tempat kerjanya Rp 2.200. “Saya langganan berutang, karena punya tanggungan seorang istri dan dua anak yang juga butuh makan,” ujar suami Jumratul Adawiyah ini.

Desakan ekonomi membuat otaknya berpikir untuk mencari pekerjaan lain. Pria kelahiran Lianganggang, Kalimantan Selantan, 9 Juli 1974 ini mencoba menjadi makelar mobil di luar tugasnya sebagai guru pesantren. ''Saya bertemu dengan seorang bos penjual intan yang memberi modal,” ujarnya.

Badai krisis ekonomi 1998 memukul usahanya. Mitra bisnisnya menguras uang dan melarikan diri. Ia memulai hidup dari nol lagi.

Namun ia belum putus asa. Pinjaman temannya sebesar Rp 5 juta dimanfaatkannya untuk memulai usaha. Namun kali ini ia mengubah haluan. Sedekah dilakukannya tanpa berpikir, juga membantu orang lain yang kesusahan, terutama para karyawannya.

Tak perlu menunggu lama, roda bisnisnya kembali berputar. Dari puluhan juta rupiah, omzet usahanya kini mencapai miliaran rupiah. Ia juga merambah bisnis perkebunan nilam di Lampung, menjadi importir mesin dari Cina, hingga rumah makan dan kursus bahasa Inggris yang tersebar di seluruh Indonesia.

Soal “Keajaiban” sedeha, ia punya cerita menarik. Saat itu ia hendak menyelenggarakan halal bihalal dengan1428 anak yatim dan panti asuhan di Banjarmasin. Ustadz Yusuf Mansur dan Snada dari Jakarta diundangnya untuk memeriahkan acara. Namun sampai menjelang hari H, uang belum tersedia.

Hatinya makin galau ketika pihak event organizer meminta kepastian. Iseng-iseng, ia pergi ke bank mengecek rekeningnya. Ajaib, ada uang Rp 1 miliar di dalamnya. Ia mengecek ke petugas bank kalau-kalau ada yang salah transfer, ternyata tidak. Namun nama pengirimnya “gelap”.

Tak hanya sekali saja. Keesokan harinya, uangnya bertambah Rp 1 miliar lagi. ''Sampai saat ini orang yang mengirim uang ke rekening saya tidak tahu,” ujarnya. Padahal untuk membiayai acaranya, ia hanya butuh uang Rp 200 juta.

Lihan sendiri mengaku senang dengan anak yatim dan acara-acara Islam. Kegiatan yang disponsori tak hanya terbatas di wilayah Kalimantan Selatan. Belum lama ini, ketika Festival Maulid Nusantara yang digelar di Jakarta Islamic Center (JIC) Jakarta, ia pun tercatat sebagai sponsor utama. ''Ya, senang saja menyelenggarakannya. Buktinya, saya harus mengeluarkan dana Rp 200 juta, eh dana yang masuk ke rekening dari orang yang tidak jelas hingga kini jumlahnya mencapai Rp 2 miliar,'' ungkap Lihan.

Lantas, apa filosofi sedekah buat pria yang sering dianggap sebagai sopir oleh kebanyakan orang ini? ''Sedekah itu seperti kita mandi Bukankah badan menjadi tidak enak kalau seharian tidak mandi?” ujarnya. Maka, ia konsisten untuk bersedekah setiap hari.

2 comments:

T A T A R I said...

makasih bang zuki..udah ngingetin tentang sedekah
muakasiiiihhh

Anonymous said...

Sedekah memang membawa berkah. Alqur'an dan hadis banyak meriwayatkan dan tentunya kita harus percaya akan janjiNYA, jadi tidak ada yang ajaib, memang BERKAH akan datang. Alhamdulillah.