Saturday, July 19, 2008

Kehidupan beragama di Bali

praying


Sebelum ke Bali kemarin, yang terbayang ialah sesaji dimana-mana, berbagai upacara yang tidak bisa kami elakkan, sampai urusan makanan yang susah ...

Hari pertama, itu yang terasa. Makan pagi, kami lihat seorang wanita berjins ria, sibuk menaruh sesaji di pojok-pojok cafenya. Di pantai, sesaji terhampar di pasar. Anjing berlarian di pantai, mengendus, bahkan menyalak saya ...

Hari kedua, kami membelah daratan Bali. Dari Sanur ke Utara, lewat Ubud, terus ke Tampak Siring, Batur, Bedugul, terus turun lagi Selatan, menyusuri Ubud kembali tuk mengakhiri hari di Sanur. Sepanjang perjalanan banyak pura. Di kiri kanan jalan. Banyak. Sepanjang perjalanan.

Namun dengan semakin jauhnya dari Sanur, kami perlahan menemukan suasana Bali yang tenang, damai. Jalan-jalan yang tidak besar, suasana teduh, tiada ketergesaan, terasa sangat intim. Kami pun menemui para wanita yang sibuk dengan sesajinya. Namun berbeda dengan di Sanur, mereka berpakaian kebaya lengkap. Ada seorang, ada beberapa orang. Ada yang membawa sesaji ringkas, ada pula yang membawa kotak (bakul?) bertingkat-tingkat di kepalanya.

Setiap kami bisa melihat wajah mereka, rata-rata yang tergambar adalah suasana ketenangan dan kegembiraan. Dan ... rasa takzim penuh hormat, rasa yang muncul ketika kita akan beribadat ...

Dalam perjalanan pulang di sore hari, kami masuk suatu daerah sebelum mencapai Ubud. Banyak wanita, berbondong-bondong ke satu pura. Berkebaya, membawa kotak di kepalanya, suasana ceria di antara mereka. Sungguh menakjubkan ...

Kami sempatkan berhenti di depan pura itu. Minta izin kepada seorang bapak yang kelihatannya tetua di situ. "Boleh ke dalam pak? Boleh foto?"

"Oh boleh-boleh ...", jawabnya penuh ramah.

Rupanya mereka sedang sembahyang bersama-sama. Suasana di dalam sangat rame, sangat sibuk. Yang baru datang membereskan bawaannya terlebih dahulu, baru dibawa ke depan. Banyak yang sedang jongkok, dengan tangan di atas, berdoa. Di depan, ada yang sibuk mengatur barang-barang yang dibawa orang. Senyum terhampar di udara, di antara mereka, dan untuk mereka. Dan lagi-lagi, saya menemukan suasana penuh hormat, takzim, dan keseriusan ... keseriusan beragama.

Kami pulang dengan rasa bahagia. Lucu juga ya ... :) Mungkin karena kami senang, bahwa Bali bukan seperti kami yang bayangkan. Bahwa orang Bali, seperti kita semua, adalah orang-orang yang tekun, serius, dan yakin akan keberagamaannya. Bahwa kita semua bisa belajar mengenai nilai-nilai hidup yang luhur dari mereka ...

Subhanalloh ... Maha Besar Engkau ya Tuhan, Engkau senantiasa bukakan pintu hikmah, dimana saja kami berada, jika kami mau membuka mata kami ...

No comments: