Selamt Idul Fitri 1429 H.
Taqabbalallah minnaa waminkum shaalihal a'maal, semoga Allah SWT menerima amal ibadah kita dan semoga kita senantiasa dalam kebaikan selama setahun ke depan.
Aaah ... tempat 'berhenti' sejenak ntuk mikir-mikir mau dibawa kemana sih hidup ini ... :-)
Tuesday, September 30, 2008
Mesjid (3)
Satu yang tak pernah terlupa
wajah ikhlas para pengurus mesjid
sibuk kian kemari mengurus jamaah
selalu ada, dari tengah malam sampai tengah hari
ya Rabb, berikanlah mereka balasan yang sebaik-baiknya, amiiin
Di mesjid ini
hari-hari akhir ramadhan menjelang
di karpet merah
tumpahkan segala doa dan minta ampunan
Akankah kita bertemu ramadhan kembali?
===
Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fa'fu annii
Ya Allah, Engkau Maha Pengampun, cinta ampunan, maka ampunilah saya
===
...; maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). (QS Yusuf 12:18)
*ba'da magrib, mesjid Elnusa, 29 September 2008*
Sunday, September 28, 2008
Andakah Alumni Universitas Ramadhan?
Andakah Alumni Universitas Ramadhan?
Ulis Tofa, LC
dakwatuna.com - Ramadhan sebentar lagi memisahkan dirinya dengan kita, tinggal hitungan hari saja. Rasanya begitu cepat hari-hari Ramadhan berlalu, tak terasa. Perlombaan amal kebaikan kita dengan Ramadhan kayaknya tidak seimbang. Ramadhan menghadirkan beragam kemuliaan, keistimewaan dan keutamaan belum bisa terkejar secara optimal, karena kekurangan dan kesibukan duniawi kita, sehingga Ramadhan belum bisa kita taklukkan. Hari-hari akhir Ramadhan ini semoga bisa kita tebus dengan kesungguhan berlipat, konsentrasi ibadah, i’tikaf qalbu, fisik, pikiran hanya kepada Allah swt.
Sehingga ketika Ramadhan memisahkan dirinya dengan kita, kita berbahagia, sekaligus haru, karena kita telah memanfaatkannya dengan sekuat kemampuan kita. Kita keluar menjadi “Alumni Universitas Ramadhan”. Bagaimana model Alumni Unversitas Ramadhan? Sebelum menjawab pertanyaan ini ada baiknya kita renungkan beberapa model alumni “shaum” binatang di sekitar kita. Sebagai contoh: ular, ayam dan ulat.
Binatang ular mempunyai keunikan, merubah diri menjadi muda lagi, berkulit baru lagi, dan semua serba baru. Ternyata perubahan itu di awali dari proses panjang “shaum” alias tidak makan selama hampir satu tahun. Dalam rentang waktu yang panjang itu, ular tidak makan sama sekali, sehingga tubuhnya mengecil, mengecil dan akhirnya ular keluar dari kulit lamanya, mencelma ular baru, serba baru.
Ayam, ketika bertelur dan mau memiliki anak, ia mengeram. Dalam rentang waktu tiga pekan kurang lebih, ayam mengeram telurnya, tanpa makan dan minum. Sampai-sampai mulut ayam selalu menganga dan mengeluarkan suara. Apa yang terjadi setelah tiga pekan? Telur-telur itu menetas, dan subhanallah! Lahir anak-anak ayam yang lucu-lucu, dan warna-warni.
Binatang ulat, boleh jadi binatang ulat adalah binatang yang paling rakus di dunia ini. Ulat hidup hanya untuk makan, bukan makan untuk hidup. Tidurnya pun makan. Sehingga warna tubuhnya nyaris menyatu dengan warna yang ia makan. Semua orang geli bahkan takut sama ulat, terutama kaum perempuan. Namun, apa yang terjadi ketika si ulat memutuskan “shaum” berdiam diri, dalam beberapa minggu, bulu-bulunya mulai rontok, berubah menjadi kepompong. Dari kepompong menjelma seekor kupu-kupu yang cantik nan menawan. Praktis semua orang, terutama kaum perempuan suka yang namanya kupu-kupun.
Itulah model alumni “shaum” binatang, melahirkan sosok baru, yang lebih baik, mempesona dan membawa manfaat. Subhanallah!
Tentu, “Universitas Ramadhan” mampu melahirkan dan meluluskan alumni-alumni manusia yang jauh lebih baik dari makhluk-makhluk lainnya.
“Universitas Ramadhan” menggembleng kita untuk totalitas taat aturan, bayangkan makanan kita sendiri, halal, namun di siang hari haram untuk kita santap, dan kita taat itu. Bagaimana dengan makanan yang jelas-jelas haram atau syubuhat yang berseliweran di sekitar kita di luar Ramadhan? Ada sebuah pesan menarik untuk direnungkan: “Ramadhan, perangi korupsi.” Atau “Ramadhan, jauhi korupsi” bukan berarti di luar Ramadhan praktek korupsi tetap merajalela!?
“Universitas Ramadhan” mengkondisikan kita untuk menjaga telinga, mata dan hati. Menjaga telinga dari mendengarkan gosip, fitnah, dan sesuatu yang tiada guna. Menjaga mata untuk tidak melirik yang tidak dihalalkan, melihat yang tidak diperbolehkan. Menjaga hari untuk tidak dendam, dengki, berprasangka buruk, dan gundah gulana, apalagi putus asa. Menjaga lisan untuk tidak mengumbar fitnah murahan, adu domba, menjelekkan orang lain. Karena Ramadhan mengajarkan kepada kita agar tidak shaum dari makan-minum dan hubungan suami-istri di siang hari saja, jauh lebih dari itu, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits berikut ini:
“Kalian berpuasa maka janganlah berkata kotor dan jangan berteriak, dan jika ada salah seorang yang mencelanya atau mengajaknya bertengkar (berkelahi) maka katakanlah; sesungguhnya aku sedang berpuasa…” (Bukhari)
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرْبِ فَقَطْ. إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ. فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ فَقَلْ : إِنِّى صَائِمٌ
“Bukanlah puasa itu menahan diri dari makan dan minum saja, namun puasa itu adalah menahan diri dari senda gurau dan kata-kata kotor, jika ada seseorang mencelamu atau menyakitimu, maka katakanlah kepadanya: Saya sedang berpuasa, saya sedang berpuasa.” (Hakim dan disahihkan oleh Al-Albani).
“Barangsiapa yang tidak mampu meninggalkan perkataan dosa dan dia melakukannya, maka Allah tidak membutuhkan dia untuk meninggalkan makan dan minum.” (Bukhari)
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الظَّمَأُ ، وَكَمْ مِنْ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلاَّ السَّهَر
“Betapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapatkan pahala dari puasa kecuali hanya dahaga, dan betapa banyak orang yang melakukan qiyam (shalat tarawih) tidak mendapatkan pahala qiyam kecuali letih saja.” (Ad-Darimi, dan Al-Albani berkata: Isnadnya Jayyid)
Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa shaum tidak diterima jika dibarengi dengan perkataan dan tindakan dosa.
Sadarilah, bahwa kerugian besar bagi orang yang tidak mampu membawa jiwanya berpuasa dari dosa-dosa. Ingatlah jika kita merasa haus saat berpuasa, maka haus yang sebenarnya adalah rasa dahaga pada hari kiamat, pada saat itu orang merasa rugi dan menyesal.
Oleh karena itu hendaknya kita menjaga tubuh kita dari kemaksiatan, mengkondisikan akal untuk tidak berfikir kecuali taat kepada Allah, tidak membawa hati kecuali pada kabaikan kaum muslimin dan muslimat, dan mengkondisikan kedua mata atau kedua telinga atau lisan dengan apa yang dicintai Allah swt.
Ramadhan menggembleng kita untuk menjadi manusia baru. Karena mata, telinga, lisan, hati dan perut serta anggota tubuh kita yang lain menjelma menjadi fitri, suci dan lebih taat kepada pemiliknya, Allah swt.
Muttaqin, itulah predikat “Alumni Universitas Ramadhan”, predikat tertinggi dan paling terhormat. Sebuah predikat yang Allah swt. sematkan kepada orang-orang yang benar shaumnya.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Al Baqarah:183
Karena kita tidak boleh menjadi hamba Ramadhani, namun harus menjadi hamba Rabbani, sudah barang tentu ciri-ciri muttaqin harus melekat dalam diri kita, di dalam Ramadhan dan di luar Ramadhan.
Di antara ciri itu adalah sebagaimana yang difirmankan Allah swt.:
“Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” Al Baqarah:2-5
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” Ali Imran:133-136
“Negeri akhirat itu, kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” Al Qashash:83
“Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) syurga-syurga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya.” Al Qalam:34
Semoga kita menjadi bagian “Alumni Universitas Ramadhan” yang sukses, yaitu menjadi pribadi yang ciri-ciri taqwa melekat dalam diri kita, menjadi lebih baik, di bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan, Amin. Allahu a’lam
Mesjid (2)
Di hari-hari biasa
tidak pernah sepi dan tak juga ramai sekali
selalu ada orang di mesjid ini
ada yang tafakur, duduk-duduk, sibuk bersih-bersih
sampai tertidur melepas lelah
Namun di hari-hari akhir ramadhan
wajah-wajah letih kurang tidur
penuh keikhlasan silih berganti
mengisi relung-relung mesjid ini
wajah-wajah penuh persaudaraan
senantiasa sibuk dengan Al Qur'an dan tafakur
antri makan dan mandi dalam ketenangan
berbaur dalam kegelapan qiyamul lail
lenyap dalam tangis mohon ampunanNya
wajah-wajah bercahaya bersih
penuh dengan hasrat hanya padaNya
selalu ingin dan rindu tuk merapatkan barisan
dalam kemesraan iman
dan islam
siang itu, sholat dhuhur
seorang anak tertidur pulas di shaf pertama
tak ada yang merasa perlu memindahkannya
kami pun merapatkan barisan
dengan sang anak menghiasi shaf kami
*ba'da dhuhur, mesjid Elnusa, 27 September 2008*
Saturday, September 27, 2008
Mesjid
Ada sebuah mesjid
Tidak besar pula kecil
Tingkat dua, karpet merah di lantai dasar
Dan pepohonan yang menghiasi pelataran
Ada sebuah mesjid
Pemberi penawar bagi yang penat
Bagi yang kelelahan, bagi musafir
Musafir dalam perjalanan hidup ini
Di mesjid ini
Aku, engkau, kami, kita, mereka
Hanya sosok yang hina dimataNya
Hanya sosok manusia di antara sosok yang lain
Berbaur, bersatu, dalam jamaah sederhana
Di mesjid ini
Kutemukan diriku
Lenyap dari diriku
Bahwa ku tak lebih
dari sekedar titik kecil di alam semesta
yang ada hanya untuk satu tujuan
menyembah dan
mengharap ridhoNya
*menjelang dhuhur, 27 September 2008, mesjid Elnusa*
Sunday, September 21, 2008
Puasa dan sabar ...
Diambil dari bab I buku Mukjizat Puasa - Yusuf Qardhawi ...
Puasa adalah proses mendidik kehendak diri dan jihad jiwa, membiasakan sabar, dan revolusi atas kebiasaan diri. Bukakankah manusia itu tidak ada kecuali dengan kehendak? Adakah kebaikan selain pasti mengandung kehendak? Adakah agama selain sabar untuk taat atau sabar menghadapi kemaksiatan? Puasa mewakili dua kesabaran tersebut.
Oleh karena itu, tidak aneh jika Rasulullah menamakan bulan Ramadhan dengan syahr al-shabr (bulan kesabaran), sebagaimana dalam hadis, "Puasa adalah bulan kesabaran. Tiga hari dari setiap bulan akan mengusir kedengkian dalam data."
Nabi juga mengibaratkan puasa sebagai perisai atau pakaian baja yang melindungi diri dari dosa di dunia dan dari neraka di akhirat kelak. Rasulullah bersabda, "Puasa adalah perisai dari api neraka seperti perisainya salah seorang dari kalian dari peperangan."
Dalam riwayat lain Nabi SAW bersabda, "Puasa itu perisai, dan ia merupakan benteng pertahanan seorang muslim."
===
Semalam, kami sekeluarga melaksanakan iktikaf bersama-sama, alhamdulillah. Sungguh luar biasa kekuatan iman itu. Anak-anak bisa dengan semangat mengurangi tidur, penuh semangat mengenai makanan yang berbeda maupun tempat tidur yang lain dari biasanya. Bahkan mereka bisa berdiri tegak selama qiyamul lail ... subhanalloh ... :)
Saturday, September 20, 2008
I'tikaf
Kemarin masukkan uang ke kencleng mesjid, terus teringat kata ustad, niatkan untuk menghapus dosa. Ketika uang mulai dimasukkan ... perlahan-lahan ada yang mulai meleleh, kesedihan bercampur dengan keikhlasan dan rasa ridho .... amiiiin.
Ini saatnya, kita memasuki 10 malam terakhir ramadhan. Sang udstad berujar, kalau merubah hidup, inilah saatnya! Kencangkan ikat pinggang, lupakan yang namanya keinginan makan ini dan itu. Hidupkan malam, isi malam-malam dengan ibadah, dengan munajat, dengan doa. Bangunkan keluarga, ajak untuk menghiasi 10 malam terakhir ini. Sang ustad bercerita tentang perang Badar, perang yang dilakukan orang umat muslim pada tahun pertama turunnya kewajiban berpuasa. Dengan jumlah kaum muslimin yang jauh lebih kecil dari musuh, apa yang bisa diharapkan? PertolonganNya, hanya pertolonganNya. Dan subhanalloh ... pertolongan itu sungguh dekat ... sungguh dekat.
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS 2.214)
Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS 2.153)
I’tikaf
Dakwatuna.com
I’tikaf, secara bahasa, berarti tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik. Jadi, i’tikaf adalah tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Beri’tikaf bisa dilakukan kapan saja. Namun, Rasulullah saw. sangat menganjurkan di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Inilah waktu yang baik bagi kita untuk bermuhasabah dan taqarub secara penuh kepada Allah swt. guna mengingat kembali tujuan diciptakannya kita sebagai manusia. “Sesungguhnya tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu,” begitu firman Allah di QS. Az-Zariyat (51): 56.
Para ulama sepakat bahwa i’tikaf, khususnya 10 hari terakhir di bulan Ramadhan, adalah ibadah yang disunnahkan oleh Rasulullah saw. Beliau sendiri melakukanya 10 hari penuh di bulan Ramadhan. Aisyah, Umar bin Khattab, dan Anas bin Malik menegaskan hal itu, “Adalah Rasulullah saw. beri’tikaf pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bahkan, pada tahun wafatnya Rasulullah saw. beri’tikaf selama 20 hari. Para sahabat, bahkan istri-istri Rasulullah saw., selalu melaksanakan ibadah ini. Sehingga Imam Ahmad berkata, “Sepengetahuan saya tak seorang ulama pun mengatakan i’tikaf bukan sunnah.”
“I’tikaf disyariatkan dengan tujuan agar hati beri’tikaf dan bersimpuh di hadapan Allah, berkhalwat dengan-Nya, serta memutuskan hubungan sementara dengan sesama makhluk dan berkonsentrasi sepenuhnya kepada Allah,” begitu kata Ibnu Qayyim.
Itulah urgensi i’tikaf. Ruh kita memerlukan waktu berhenti sejenak untuk disucikan. Hati kita butuh waktu khusus untuk bisa berkonsentrasi secara penuh beribadah dan bertaqarub kepada Allah saw. Kita perlu menjauh dari rutinitas kehidupan dunia untuk mendekatkan diri seutuhnya kepada Allah saw., bermunajat dalam doa dan istighfar serta membulatkan iltizam dengan syariat sehingga ketika kembali beraktivitas sehari-hari kita menjadi manusia baru yang lebih bernilai.
I’tikaf yang disyariatkan ada dua macam, yaitu:
1. I’tikaf sunnah, yaitu i’tikaf yang dilakukan secara sukarela semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Alah. Contohnya i’tikaf 10 hari di akhir bulan Ramadhan.
2. I’tikaf wajib, yaitu i’tikaf yang didahului oleh nadzar. Seseorang yang berjanji, “Jika Allah swt. menakdirkan saya mendapat proyek itu, saya akan i’tikaf di masjid 3 hari,” maka i’tikaf-nya menjadi wajib.
Karena itu, berapa lama waktu beri’tikaf, ya tergantung macam i’tikafnya. Jika i’tikaf wajib, ya sebanyak waktu yang diperjanjikan. Sedangkan untuk i’tikaf sunnah, tidak ada batas waktu tertentu. Kapan saja. Bisa malam, bisa siang. Bisa lama, bisa sebentar. Seminimal-minimalnya adalah sekejab. Menurut mazhab Hanafi, sekejab tanpa batas waktu tertentu, sekedar berdiam diri dengan niat. Menurut mazhab Syafi’i, sesaat, sejenak berdiam diri. Dan menurut mazhab Hambali, satu jam saja. Tetapi i’tikaf di bulan Ramadhan yang dicontohkan Rasulullah saw. adalah selama 10 hari penuh di 10 hari terakhir.
Syarat dan Rukun I’tikaf
Ada tiga syarat orang yang beri’tikaf, yaitu muslim, berakal, dan suci dari janabah, haid dan nifas. Artinya, i’tikaf tidak sah jika dilakukan oleh orang kafir, anak yang belum bisa membedakan (mumayiz), orang yang junub, wanita haid dan nifas.
Sedangkan rukunya ada dua, yaitu, pertama, niat yang ikhlas. Sebab, semua amal sangat tergantung pada niatnya. Kedua, berdiam di masjid. Dalilnya QS. Al-Baqarah (2): 187, “Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu sedang kamu beri’tikaf di masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia supaya mereka bertakwa.”
Masjid yang mana? Imam Malik membolehkan i’tikaf di setiap masjid. Sedangkan Imam Hanbali membatasi hanya di masjid yang dipakai untuk shalat berjama’ah atau shalat jum’at. Alasannya, ini agar orang yang beri’tikaf bisa selalu shalat berjama’ah dan tidak perlu meninggalkan tempat i’tikaf menuju ke masjid lain untuk shalat berjama’ah atau shalat jum’at. Pendapat ini diperkuat oleh ulama dari kalangan Syafi’i. Alasannya, Rasulullah saw. beri’tikaf di masjid jami’. Bahkan kalau kita punya rezeki, lebih utama kita melakukannya di Masjid Haram, Masjid Nabawi, atau di Masjid Aqsha.
Rasulullah memulai i’tikaf dengan masuk ke masjid sebelum matahari terbenam memasuki malam ke-21. Ini sesuai dengan sabdanya, “Barangsiapa yang ingin i’tikaf denganku, hendaklah ia i’tikaf pada 10 hari terakhir.”
I’tikaf selesai setelah matahari terbenam di hari terakhir bulan Ramadhan. Tetapi, beberapa kalangan ulama lebih menyukai menunggu hingga dilaksanakannya shalat Ied.
Ketika Anda i’tikaf, ada hal-hal sunnah yang bisa Anda laksanakan. Perbanyaklah ibadah dan taqarub kepada Allah. Misalnya, shalat sunnah, tilawah, bertasbih, tahmid, dan tahlil. Beristighfar yang banyak, bershalawat kepada Rasulullah saw., dan berdoa. Sampai-sampai Imam Malik meninggalkan aktivitas ilmiahnya. Beliau memprioritaskan menunaikan ibadah mahdhah dalam i’tikafnya.
Meski begitu, orang yang beri’tikaf bukan berarti tidak boleh melakukan aktivitas keduniaan. Rasulullah saw. pernah keluar dari tempat i’tikaf karena mengantar istrinya, Shafiyah, ke suatu tempat. Orang yang beri’tikaf juga boleh keluar masjid untuk keperluan yang diperlukan seperti buang hajat, makan, minum, dan semua kegiatan yang tidak mungkin dilakukan di dalam masjid. Tapi setelah selesai urutan itu, segera kembali ke masjid. Orang yang beri’tikaf juga boleh menyisir, bercukur, memotong kuku, membersihkan diri dari kotoran dan bau. Bahkan, membersihkan masjid. Masjid harus dijaga kebersihan dan kesuciannya ketika orang-orang yang beri’tikaf makan, minum, dan tidur di masjid.
I’tikaf dikatakan batal jika orang yang beri’tikaf meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan, meski sebentar. Sebab, ia telah mengabaikan satu rukun, yaitu berdiam di masjid. Atau, orang yang beri’tikaf murtad, hilang akal karena gila atau mabuk. I’tikaf juga batal jika wanita yang beri’tikaf haid atau nifas. I’tikaf juga batal kalau yang melakukannya berjima’ dengan istrinya. Begitu juga kalau ia pergi shalat Jum’at ke masjid lain karena tempatnya beri’tikaf tidak dipakai untuk melaksanakan shalat jum’at.
I’tikaf bagi muslimah
I’tikaf disunnahkan bagi pria, begitu juga wanita. Tapi, bagi wanita ada syarat tambahan selain syarat-syarat secara umum di atas, yaitu, pertama, harus mendapat izin suami atau orang tua. Apabila izin telah dikeluarkan, tidak boleh ditarik lagi.
Kedua, tempat dan pelaksanaan i’tikaf wanita sesuai dengan tujuan syariah. Para ulama berbeda pendapat tentang masjid untuk i’tikaf kaum wanita. Tapi, sebagian menganggap afdhal jika wanita beri’tikaf di masjid tempat shalat di rumahnya. Tapi, jika ia akan mendapat manfaat yang banyak dengan i’tikaf di masjid, ya tidak masalah.
Terakhir, agar i’tikaf kita berhasil memperkokoh keislaman dan ketakwaan kita, tidak ada salahnya jika dalam beri’tikaf kita dibimbing oleh orang-orang yang ahli dan mampu mengarahkan kita dalam membersihkan diri dari dosa dan cela.
Contoh Agenda I’tikaf
Magrib: ifthar dan shalat magrib
Isya: Shalat Isya dan tarawih berjamaah, ceramah tarawih, tadarus Al-Qur’an, dan kajian akhlak. Tidur hingga jam 02.00. Qiyamullail, muhasabah, dzikir, dan doa. Sahur.
Subuh: shalat Subuh, dzikir dengan bacaan-bacaan yang ma’tsur (al-ma’tsurat), tadarus Al-Qur’an.
Pagi: istirahat, mandi, cuci, dan melaksanakan hajat yang lain.
Dhuha: shalat Dhuha, tadzkiyatun nafs, dan kuliah dhuha.
Zhuhur: shalat Zhuhur, kuliah zhuhur, dan tahsin tilawah.
Ashar: shalat Ashar dan kuliah ashar, dzikir dengan bacaan-bacaa yang ma’tsur (al-ma’tsurat).
Friday, September 19, 2008
Panah Yang Tak Pernah Melesat
Panah Yang Tak Pernah Melesat
(Al Fikrah No.17 Thn VIII/6 Dzulqa'dah 1428 H)
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS 2:186)
Tanyakan kepada semua orang, adakah manusia yang tidak memiliki persoalan hidup? Siapa di antara kita yang sepanjang hidupnya diliputi kesenangan? Siapa pula di antara kita yang tidak memiliki obsesi yang tak kunjung terealisasi? Adakah di antara kita yang merasa tenang karena yakin bahwa dosa-dosanya tidak akan menyeretnya ke dalam neraka?
Mereka tentu akan menjawab, "Tidak ada!"
Kita semua memiliki beragam persoalan. Kita pun sering diliputi kesedihan dan duka. Cita-cita dan harapan yang masih tertunda. Bayangan-bayangan dosa pun senantiasa menghantui. Lalu kemana hendak mengadu?
Mengapa Ragu Berdoa
Seorang lelaki datang kepada Rasulullah dan mengatakan, "Wahai Rasulullah, apakah Tuhan kita itu jauh sehingga kita menyeru-Nya, ataukah Dia dekat, sehingga kita cukup berbisik kepada-Nya?" Maka turunlah firman Allah "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, ….." (QS. Al Baqarah: 186).
Pertanyaan yang ditanyakan oleh lelaki tersebut adalah pertanyaan yang begitu mudah. Tapi Rasulullah tidak menjawabnya. Apakah Rasulullah tidak mengetahui jawabannya? Tentu saja Rasulullah tahu.
Marilah kita cermati kembali firman Allah di atas, "Apabila ia memohon kepada-Ku". Ayat ini mengandung konsekuensi berdoa terlebih dahulu sebelum berharap pengabulannya. Ya, Allah akan mengabulkan permintaan Anda, tapi dengan syarat, Anda mesti berdoa terlebih dahulu.
Perhatikanlah pertanyaan-pertanyaan Allah dalam ayat-ayat berikut ini, dan perhatikan pula jawabannya. Allah berfirman, "Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah, "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji." (QS. Al Baqarah: 189).
"Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar." (QS. Al Baqarah: 217).
"Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, "Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul." (QS. Al Anfâl: 1).
Setiap pertanyaan dalam ayat-ayat di atas jawabannya selalu didahului dengan kata "qul" (katakanlah). Berbeda dengan ayat berikut ini, "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku." (QS. Al Baqarah: 186).
Dalam ayat ini, Allah yang langsung menjawabnya tanpa menggunakan kata "qul" (katakanlah), sebab hubungan yang ada adalah hubungan langsung, kontak terbuka antara kita dengan Allah kapan dan di mana saja, tanpa ada perantara antara kita dengan-Nya. Apalagi yang menghalangi tangan kita untuk tengadah berdoa kepada-Nya? Bukankah Allah Yang Mahakaya lagi Mahakuasa atas segala sesuatu telah berkata kepada kita, "Mintalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan permohonanmu"?
Allah yang Mahakaya, Pemilik segala sesuatu, menyuruh Anda untuk meminta kepada-Nya. Tapi mengapa ketika kita ditimpa musibah, atau didera cobaan dan kesulitan, kita lebih memilih untuk meminta dan mengadu kepada sesama makhluk? Masuk akalkah seorang yang sedang tenggelam, memohon pertolongan dari orang yang juga tenggelam? Masuk akalkah, seseorang yang sedang membutuhkan, meminta pertolongan kepada orang yang juga membutuhkan?
Allah berfirman, "Hai manusia, kamulah yang berhajat kepada Allah; dan Allah Dialah yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Mahaterpuji." (QS. Fâthir: 15).
Alangkah dalam pengertian ayat ini! Setiap kita membutuhkan Allah! Orang kaya di antara kita adalah fakir. Penguasa kita adalah fakir. Rakyat jelata kita pun fakir. Setiap kita adalah hamba-hamba Allah yang fakir! DAn Allahlah yang Mahakaya, Al Ghaniy Al Hamîd. Kata-kata Al Ghaniy ini disebutkan dalam bentuk ma'rifah, agar kita tahu bahwa kekayaan ini adalah kekayaan (ketidakbutuhan) yang sifatnya mutlak dan absolut.
Anda bertanya, "Siapakah sebenarnya Sang Pemberi yang begitu Dermawan itu?" Dialah Allah! Salah satu nama-Nya adalah "Al Karîm", yang berarti Zat Yang Mahamemberi tanpa diminta. Subhanallah! Maka apalagi jika diminta!
Keutamaan Doa
Pernahkah Anda memperhatikan susunan surah-surah dalam Al Qur'an? Ternyata Kitabullah dimulai dengan doa, surah Al Fatihah. Bukankah surah ini berisi doa agar kita ditunjuki jalan yang lurus? Lalu surah An-Nâs, surah penutup dalam Al Qur'an. Surah ini pun berisi doa perlindungan dari kejahatan bisikan setan, jin maupun manusia.
Maka Al Qur'an dibuka dengan doa lalu ditutup dengan doa pula, menunjukkan keutamaan yang agung dari doa ini.
1. Yang Paling Mulia di Sisi Allah
Rasulullah bersabda, "Tidak ada yang lebih mulia di sisi Allah melebihi doa." (HR. Tirmidzi & Ibnu Majah).
2. Karenanya Allah C
Rasulullah bersabda, "Siapa yang tidak berdoa kepada Allah I, maka Allah akan murka kepadanya." (HR. HR. Ahmad dan selainnya, dinyatakan hasan oleh Al Albani).
Dari hadits ini, kita bisa pahami bahwa doa adalah ibadah yang dicintai oleh Allah. Demikian pula orang yang berdoa dicintai oleh Allah. Mengapa demikian? Karena Allah murka kepada hamba-Nya yang tidak mau berdoa.
Nah, sekarang Anda dihadapkan pada dua pilihan, Anda tetap enggan dan malas berdoa lalu Allah murka kepada Anda, atau Anda berdoa dan Allah pun cinta kepada Anda? Jiwa-jiwa yang sehat tentu akan memilih pilihan kedua, seperti halnya Anda. Bukan begitu?
3. Ibadah yang Paling Utama
Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma berkata, "Ibadah yang paling afdhal adalah doa." (HR. Hâkim, juga diriwayatkan secara marfu’ dan dinyatakan hasan oleh Al Albânî).
Bentuk-bentuk Pengabulan Doa
Sekian banyak kenikmatan yang telah Allah karuniakan kepada Anda merupakan jawaban atas doa-doa Anda kepadaNya. Anda bertanya, "Bagaimana bisa seperti itu?"
Ternyata, doa yang kita panjatkan tidak ada yang sia-sia, karena bisa jadi doa yang kita panjatkan itu dikabulkan dalam bentuk lain.
Di antara bentuk pengabulan doa adalah:
Pertama: Doa Anda dikabulkan di dunia.
Kedua: Ditangguhkan sampai hari kiamat.
Ketiga: Sebagai penangkal kejelekan yang mungkin akan menimpa Anda.
Inilah rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya, di mana Dia tak pernah menyia-nyiakan kebaikan yang kita lakukan.
Tapi mungkin Anda tidak tertarik dengan hal ini. Dan Anda berkata, misalnya ketika Anda sedang butuh uang untuk suatu keperluan dan Anda telah berdoa kepada Allah agar diberi rezeki, "Allah Maha Mengabulkan doa, dan saya menginginkan doa saya dikabulkan di dunia. Saya hanya ingin uang, bukan dalam bentuk lain."
Ini adalah hal yang wajar. Tapi apakah Anda yakin bahwa setiap doa Anda akan mendatangkan kebaikan? Sebab bisa jadi, sebagian doa Anda justru akan mendatangkan kejelekan bagi Anda. Anda mungkin telah berdoa agar bisa lulus di perguruan tinggi favorit di kota Anda. Anda betul-betul menghiba bahkan sampai meneteskan air mata dalam berdoa.
Namun Anda ternyata tidak diterima di perguruan tinggi itu. Apa yang akan Anda katakan? "Allah tidak mengabulkan doaku!".
Namun sebenarnya Allah telah mengabulkannya! Yaitu dengan menghalangi kejelekan yang hampir menimpa Anda tanpa Anda sadari jika Anda diterima kuliah di tempat tersebut. Bisa jadi di PT itu Anda akan dipertemukan dengan teman-teman yang buruk akhlak dan perangainya, yang justru akan menggelincirkan Anda dalam kebinasaan dunia dan
akhirat.
Atau, Allah menangguhkan jawaban doa tersebut di akhirat dalam bentuk pahala yang tidak pernah Anda sangka-sangka sebelumnya. Demikian menakjubkannya pahala itu, sampai-sampai Anda berharap agar doa-doa Anda tidak dikabulkan di dunia. Semua untuk simpanan akhirat saja.
Wednesday, September 17, 2008
Tersenyum ... :)
Dalam hidup ini begitu banyak hal yang silih berganti mengisi hidup kita. Mulai dari urusan serius sampai yang kita rasa remeh-remeh. Misalnya kita mau dipromosi di kantor, motor kita yang menyerempet orang yang mau menyeberang jalan, senyuman bos di kantor sewaktu bertemu, anak kita yang cerita soal ulangannya yang bagus, harga telur yang naik, keinginan ibu untuk naik haji, mobil yang mogok ketika mau dipakai, menu berbuka nanti sore, dan banyak lagi ....
Begitu banyak yang lewat, sibuk silih berganti. Begitu banyaknya sampai sering kali kita melihatnya sebagai sesuatu yang rutin. Sesuatu yang memang pantas kita terima, tanpa perlu pusing memikirkannya. Udara pagi, matahari pagi, kendaraan yang berfungsi, rutinitas di kantor, situasi rumah yang kondusif, segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya, dan kita menerimanya dengan anggapan bahwa ini semua adalah hak kita, kita pantas menerimanya.
Kita mengucapkan rasa syukur karena diberikan kesehatan, kekuatan, kelapangan, iman, dan islam. Namun apakah kita benar-benar merasakan itu? Merasakan dan mensyukuri ketika kita bangun untuk sahur tadi badan kita sehat? Kita bisa bangun dari tempat tidur, mengambil wudhu, lalu melangkah ke meja makan. Mensyukuri kita masih bisa mengangkat tangan kita, mengambil sendok. Mensyukuri kita masih bisa mengunyah dengan baik, meminum dengan mudah.
Menelusuri apa-apa yang kita lakukan sejak bangun saja tadi, kita temukan begitu banyak kejadian – sesederhana apapun itu – yang seharusnya membuat kita tersadar dan menyadari betapa banyak nikmat ya Allah curahkan untuk kita.
Apa yang terjadi kalau kita tadi tidak bisa bangkit? Kalau kita merasakan kesakitan yang amat sangat? Kalau ketika wudhu kita terpleset? Kalau tenggorokan kita tercekat dan kita tak bisa menelan apapun. Subhanalloh ....
Firman Allah:
Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur. (QS Al A’raaf 7:10)
Katakanlah: "Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (QS Al Mulk 67:23)
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS Ibrahim 14:7)
Jadi bagaimana kita bisa meresapi setiap kejadian yang menimpa diri kita dan senantiasa mensyukurinya, setiap detik darinya?
Ada resep sederhana. Kita mulai dan kita senantiasa dalam keadaan tersenyum. Kita sunggingkan senyum, meski ketika mobil kita mogok, karena kita ingat bahwa keluarga melepas kita berangkat dengan senyum. Kita tersenyum ketika harga telur naik, karena kita masih bisa beli telur meski mungkin jumlahnya harus dikurangi. Dan seterusnya ...
Yang mungkin kita sering lupa bahwa ternyata tersenyum itu sangat menyenangkan. Sangat menyenangkan :) Bukan hanya tersenyum itu, tapi seluruh prosesnya. Mulai dari proses belajarnya, bagaimana otot-otot pipi yang tadinya kaku ini rileks dan secara alamiah bisa menarik pipi dan bibir ini untuk tersenyum. Lalu bagaimana otot ini secara perlahan-lahan mendesak dan mendorong hati ini untuk turut tersenyum dan memancarkannya di wajah kita.
Proses lain ialah bagaimana kita melemparkan senyum itu. Kita belajar tersenyum pada tukang parkir, pada petugas saat bayar parkir, pada keamanan yang mau memeriksa mobil, pada supir angkot, pada tukang ojek, pada tukang yang sedang bekerja di rumah tetangga, pada tukang nasi goreng cek-cek, pada teman kantor, pada orang yang kita temui di lift, pada kasir dan pelayan tempat saya makan siang, pada istri, pada anak-anak, pada tetangga, pada para bapak-bapak di mesjid ...
Lebih jauh lagi, mudah-mudahan – Insya Allah – kita akan mulai menikmati reaksi balik dari orang-orang yang kita temui. Ada yang segera membalas dengan tulus, ada yang heran (siapa sih ini orang, kok senyam-senyum), ada yang ragu-ragu (eng ... ini bapak kerja di sini kaya'nya deh), sampai ada yang diam saja (kaya'nya karena bingung ....).
Namun, itu tak sepenting kenyataan bahwa kita perlu dan senantiasa tersenyum. Tersenyum untuk menghargai setiap detik kita dan setiap butiran rezeki yang senantiasa dilimpahkanNya ...
Mari ... sejak sekarang, sejak saat ini, kita biasakan diri untuk tersenyum ...
Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam dalam suatu kesempatan pernah bersabda, ”Tersenyum ketika bertemu dengan saudara kalian adalah termasuk ibadah”. (Riwayat At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Al-Baihaqi)
Abdullah bin Al-Harist Radliyallahu’anhu menuturkan, yang artinya,”Tidak pernah aku melihat seseorang yang lebuh banyak tersenyum daripada Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam “. (Riwayat At-Tirmidzi)
Tuesday, September 16, 2008
Cobaan
Monyet, menjadi contoh sang ustad ketika bercerita tentang cobaan. Beliau bercerita tentang seekor monyet yang naik pohon. Ketika angin menerjang pohon itu, sang monyet tidak jatuh karena ia berpegang dengan erat ke pohon itu. Begitu juga ketika angin itu berubah menjadi badai. Si monyet makin mengencangkan pegangannya ke pohon itu, sehingga ia tak terjatuh. Namun ketika badai telah usai dan berganti dengan kesejukan dan angin sepoi-sepoi, sang monyet pun pelan-pelan terlena. Sampai pada akhirnya ia terjatuh ... bukan karena angin keras, tapi karena angin sejuk yang meninabobokan ...
Apakah sang monyet bisa naik kembali ke atas pohon? Apakah sang monyet lantas memetik pelajaran dari kejadian yang baru ia alami?
Sang ustad mengingatkan bahwa kesulitan itu murid kehidupan. Kita memerlukan itu agar kita bisa menghargai pegangan kita pada iman, taqwa, islam(buat si monyet - pohon), baik saat kita sulit, terlebih lagi ketika hidup kita dalam kemudahan.
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS 3:14)
Apa hikmah dari suatu kesulitan/cobaan?
Yang pertama, itu semua terjadi karena izinNya. Tiada sesuatu di alam ini yang terjadi tanpa izinNya
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz). (QS 6:59)
Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS 64.11)
Yang kedua, kita harus ridho pada takdirNya, keputusanNya
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (QS 2:286)
Minta tolonglah kepada Allah dan janganlah merasa payah. Bila suatu perkara menimpamu, maka katakanlah "Allah telah mentakdirkan. Dan apa saja yg Dia kehendaki, terjadilah." Dan janganlah kamu mengatakan "Kalau aku melakukan ini, tentulah seperti ini." Karena mengatakan kata 'kalau saja' akan membuka usaha setan (hadits)
Yang ketiga, meyakini sepenuhnya bahwa kesulitan yang kita terima itu sudah diukur, sesuai dengan kekuatan iman kita. Jalani, karena bersama kesulitan ada kemudahan
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS 94:5-6)
Monday, September 15, 2008
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Siapa saja yang mempersekutukan Allah, maka ia sungguh telah berbuat dosa yang besar. (QS an-Nisa 4:48)
Berlomba-lombalah kalian mendapatkan ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah memiliki karunia yang agung. (QS al-Hadid 57:21)
Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS At Tahriim 66:8)
Allah Berfirman:
"Wahai anak manusia, setiap kali engkau meminta kepada-Ku dan mengharap dari-Ku, maka Aku akan ampunkan bagimu apa yang telah lalu dan Aku tidak peduli betapapun besar dan banyaknya dosamu. Wahai anak manusia, seandainya dosa-dosamu mencapai setinggi langit, kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku, maka Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak manusia, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa setumpuk dosa sebesar bumi, kemudian engkau berjumpa dengan-Ku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, maka Aku akan memberikan ampunan sebesar bumi itu pula" (Hadits Qudsi Riwayat Turmudzi)
Saturday, September 13, 2008
Ramadhan
Sang ustad bercerita tentang penyakit rohani seperti munafik, dengki, sombong, riya, cinta dunia, tidak ikhlas, menuhankan selain dJJ, dan banyak lagi. Beliau mengingatkan, bahwa persoalannya tidak selesai ketika kita meninggal. Kita akan ditanya, dan astagfirullah begitu banyak ayat-ayat Al Qur’an yang mengingatkan kita tentang ini ...
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat (QS. 1:5-7)
Untuk itu, mari kita isi ramadhan ini dengan mencuci diri kita, rohani kita, iman kita. Bersihkan niat kita. Apa niat hidup kita? Untuk apa kita hidup, kenapa kita hidup, mau kemana hidup kita?
(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (QS :88-89)
Sungguh, Allah sayang pada kita. Dosa bertumpuk, tapi kita terus diberikan kesempatan utk minta ampun. Jika kita ridho padaNya, keputusanNya, takdirNya, Allah akan ridho dgn keadaan kita yang compang-camping, sholat tidak khusyu, ibadah yang ikhlas, dosa yg senantiasa menggunung, insya Allah.
Pintu taubat selalu terbuka bagi yang dengan ikhlas menginginkannya. Mintalah padaNya, dan hanya padaNya ...
Mari kita isi bulan yang istimewa ini dengan belajar melatih diri untuk mengenyampingkan nafsu duniawi dan mengoptimalkan rohani kita.
Kemarin pas sholat Jum’at, subhanalloh ... serasa di Madinah. Suasana khidmat, ramai tapi khusyu, dan semua orang sibuk mencariNya. Pas sholat sunnat air mata sempat bergulir, terharu karena masih dikasih umur untuk sholat dan meminta ampunanNya. Dan ketika ayat-ayat Al Qur’an mulai dilafazkan, subhanalloh nikmat sekali ...
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (55:13)
Subscribe to:
Posts (Atom)