Monday, October 17, 2005

Kemandirian

Emha Ainun Najib

Kereta Purbaya mbludag penumpangnya. Ketika itu 'bau' lebaran memang belum usai. Orang tumpah-ruah sampai ke daerah pintu masuk. Namun Tuhan Maha Baik. Saya dapat tempat duduk.

Ada toilet yang tak beres. Air luber sampai keluar sehingga tempat sekitar sebuah pintu masuk jadi becek dan menjijikkan. Belum lagi 'aromanya'. Disitulah saya berdiri sambil berpegangan daun pintu. Sendirian. sebab orang lain memilih berdesakan ditempat lain dari pada 'berdomisili' di tempat seperti itu.

Tetapi pada dasarnya saya tak bersedia untuk terpaksa berdiri selama '6 jam' dari Yogja ke Jombang. Saya mau berdiri sepanjang perjalanan, tetapi tak mau terpaksa. Maka saya harus mencari semacam makna atau alasan kenapa 'perjuangan berdiri' ini mesti saya lakukan. Dengan demikian 'kalau saya lelah' itu bukanlah kelelahan oleh keterpepetan keadaan, melaikan karena perjuangan.
Tapi apa makna ? Melatih otot dan ketahanan kaki ? Belajar sabar ? Menguji stamina ? Memakai keadaan itu untuk mengolah pemikiran tentang sesuatu hal, misalkan kenapa khalayak ramai jarang yang ingat bahwa negara kita punya utang yang luar biasa banyaknya.

Nah, sampai Prambanan, perjuangan saya adalah menentukan apa tema perjuangan yang sebaiknya saya lakukan.

Kemudian Klatenpun menjelang. Dan saya diperintah oleh seorang Ibu tua untuk pindah tempat agak ke dalam menjauhi pintu. Kaget saya, tentu saja. Sedang Bupati Jombang pun belum tentu memerintahkan sesuatu pada saya.

Rupanya Ibu itu mempersiapkan sesuatu. Ia, tampaknya, seorang bakul. Mungkin ia 'mracang', dan kulakan macam-macam di pasar Beringharjo atau entah dimana. Ada tiga paruh karung entah berisi apa disandingnya. Beberapa onggok kayu bakar. Dua tumpukan kardus. Belum lagi semacam tenggok yang, saya lihat, segera digendongnya dengan jarit di punggung. Tentulah ia akan turun di Klaten.

Saya bilang saya tak usah pindah, nanti saya bantu menurunkan itu semua dari kereta. Tapi sang Ibu, atau lebih tepat Nenek, begitu acuh tak acuh terhadap tawaran saya. Ia bersikeras agar meminta saya bergeser ke tengah. Dan sebelum kereta berhenti, ia lemparkan karung itu satu persatu, juga kardus dan kayu.

Sedemikian rupa sehingga satu karung sudah tertinggal di sebuah gerbong terakhir, karung kedua di gerbong tengah dan seterusnya. Baru ketika kemudian kereta berhenti, ia turun dengan tenggoknya, lantas berjalan menyusuri rel sebelah menghampiri barang-barangnnya yang tertinggal.

Jelaslah bagi saya, nenek itu sedang menerapkan kemandirian, disetiap detik dan jengkal ruang kehidupannya. Mripatnya yang acuh kepada saya tentulah sebenarnya berkata, "Kalau memang mau membantu, kenapa cuma menurunkan barang-barang ini dari kereta ?"

Nenek udik itu memang lebih rasional dan independen dibanding seorang dekan yang ketika pagi-pagi ia sampai di kantor kerjanya berkata kepada bawahannya: "Ambil kan tas saya di mobil, ini kuncinya!"

Ia juga lebih tinggi derajatnya dibanding sementara pejuang rakyat yang canggih membikin proposal tentang orang-orang semacam Nenek ini, untuk diajukan dan ditukar dengan dana milyaran rupiah, dan untuk itu ia peroleh persentase untuk beli mobil atau peralatan rumah dengan segala kenikmatannya.

Tapi nenek itu tak akan pernah berkata, "Tak usah menolong saya,. Mulailah saja selenggarakan keadilan ekonomi sehingga di negeri kaya raya ini tak usah ada seorang nenek bekerja seperti saya .."

Nenek itu tak akan pernah berkata demikian, meskipun para cendekiawan atau para pejuang yang mewakili nasibnya juga belum tentu akan berkata demikian.

4 comments:

Dini said...

ihik...sedangkan di sini kakek nenek bisa dengan mesranya menikmati hari tua...semua fasilitas tersedia, tinggal kemauannya gimana menjalani sisa hidup...
bang, Ramadhanku lewat begitu aja nih, sedih...

wawa said...

Hi Mr. Zuki,
ternyata dari jombang yah? Biarpun sekarang berdomisili di Surabaya, saya asalnya dari Tulungagung. Jadi ketika lagi balik dari Surabaya ke Tulungagung, pasti selalu lewat Jombang.
Saya juga punya satu teman baik yang asalnya dari Jombang, anak dari pemilik toko serba ada Comodore kalau engga salah namanya.
Saya juga jadi ingat kalau tempo hari waktu smp pernah ikut camp di Peterongan (pengalaman masuk ke desa-desa terunik yang pernah saya alami :p)

Anyway, saya setuju sih kalau nenek itu memang mandiri, dan saya juga setuju mungkin “[penye]lenggarakan keadilan ekonomi” adalah solusi yang pantas untuk menghindari keadaan-keadaan seperti yang dialami rata-rata rakyat miskin Indonesia.

Yah, mungkin kalau mengambil sisi positif dari kejadian ini; kita bisa sedikit yakin kalau nenek tua itu pastilah lebih sehat dibandingkan nenek tua seusianya pada umumnya, karena nenek tua itu sering bekerja keras (bisa dibilang olah-raga); abis denger-denger orang tua yang sudah kehilangan purpose (mungkin karena pensiun) malah jadi gampang sakit-sakitan.

:) have a nice holiday in Jombang.
Hi Mr. Zuki, ternyata dari jombang yah? Biarpun sekarang berdomisili di Surabaya, saya asalnya dari Tulunagung. Jadi ketika lagi balik dari Surabaya ke Tulungagung, pasti selalu lewat Jombang. Saya juga punya satu teman baik yang asalnya dari Jombang, anak dari pemilik toko serba ada Comodore kalau engga salah namanya. Saya juga jadi ingat kalau tempo hari waktu smp pernah ikut camp di Peterongan (pengalaman masuk ke desa-desa terunik yang pernah saya alami :p)

Anyway, ceritanya menarik banget (seriously). Kayanya natural banget, hingga gua bacanya engga sadar dalam sekejap udah nyampe the end of the line, padahal kan lumayan panjang.

Tentang suasana kereta: mungkin kurang lebih saya bisa membayangkan, karena waktu kecil pernah beberapa kali naik kereta (termasuk yang waktu ke peterongan).

Saya setuju sih kalau nenek itu memang mandiri, dan saya juga setuju mungkin “[penye]lenggarakan keadilan ekonomi” adalah solusi yang pantas untuk menghindari keadaan-keadaan seperti yang dialami rata-rata rakyat miskin Indonesia.

Yah, mungkin kalau mengambil sisi positif dari kejadian ini; kita bisa sedikit yakin kalau nenek tua itu pastilah lebih sehat dibandingkan nenek tua seusianya pada umumnya, karena nenek tua itu sering bekerja keras (bisa dibilang olah-raga); abis denger-denger orang tua yang sudah kehilangan purpose (mungkin karena pensiun) malah jadi gampang sakit-sakitan.

 have a nice holiday in Jombang.

zuki said...

Kabul, horas! Hehehe ... saya orang Batak. Kebetulan suka dengan tulisannya Emha saja ... :)

Fitra Irawan said...

pppffff...wahahahaha.....makanya Bang, cobalah tampil sedikit Batak...kalo nggak akhirnya banyak yang ngirain jawa kan....