Sunday, February 17, 2008

Si tembolok


Yang pasti, ini bukan foto si tembolok :-P


Si tembolok, begitu kita memanggilnya. Sebetulnya ia hanya seekor ayam jantan milik tetangga. Setiap malam entah kenapa ia selalu tidur di pagar sang tetangga. Akibatnya jelas, setiap saya dan keluarga mendapatkan kesempatan sholat berjamaah di mesjid, kami selalu menyempatkan diri untuk mampir untuk mengganggu si tembolok ini ... :-P

Seperti halnya ayam, pada saat magrib si tembolok masih mengenali ketika ada manusia mendekatinya. Namun pada saat isya, ia sudah benar-benar tidak bisa melihat dan hanya bisa bersuara rendah ketika kami memegangnya. Alhamdulillah, anak-anak jadi bisa mengerti apa artinya rabun senja. Menurut mata kita, tidak ada perbedaan yang nyata (terlebih pagar tetangga ini cukup diterangi cahaya lampu), namun bagi seekor ayam, praktis mereka sudah buta pada sekitar pukul 7.30 malam.

Kebetulan waktu kecil saya cukup akrab (akrab nih yeee ... :) ) dengan ayam, jadi saya bisa mengajari anak-anak, bagaimana memegang ayam. Mulai dari memegang temboloknya yang kadang penuh dan kadang kosong, namun hangat. Bagaimana mengelus kepala dan menggaruk bagian atas kepala agar si ayam tertidur. Bagaimana mengelus tubuh ayam dan sekaligus merasa takjub atas bulu dan bentuk tubuh ayam. Bagaimana memegang paruh ayam tanpa rasa takut dipatuk. Sampai bagaimana memindahkan ayam sedang bertengger ke telunjuk kita ... :)

Anak laki-laki saya sangat menikmati upacara rutin kami ini, yakni setiap pulang sholat isya mengelus-ngelus si tembolok ... meski kalau ditanya mending mana ayam atau kucing, tetap pilihannya kucing ... :)

Buat saya sendiri, setidaknya ini mengingatkan akan nikmat mata dari sekian banyak nikmat dariNya. Kalau mata saya seperti mata si tembolok, jangankan mengendara mobil/sepeda di malam hari, untuk jalan saja susah kelihatannya ... :)

Si tembolok, juga lagi-lagi mengingatkan akan betapa besar nikmat yang tiada putus dikucurkanNya kepada kita. Si tembolok menjadi jalan belajar untuk menghargai dan mengagumi ciptaanNya. Si tembolok juga menjadi jalan buat saya dan keluarga berinteraksi dan bersama-sama menikmati setiap detik kehidupan kami ....

Alhamdulillah, sampai saat ini, setiap kali melangkah pergi dan pulang ke mesjid, si tembolok selalu berada pada tempat yang sama. Siap menerima tamu-tamu dengan badannya yang kokoh, dengan bulu-bulunya yang halus, dengan kokok lembutnya, dan tentunya dengan temboloknya yang hangat ... :)

2 comments:

Anonymous said...

Subhanallah... betul sekali. Kita bisa belajar dan mengambil hikmah dari seekor ayam sekalipun. Beruntunglah orang-orang yang bisa mengambil pelajaran. Insya Allah.

Diana said...

Betul sekali, dari seekor ayam saja kita sudah belajar banyak ttg nikmat-Nya, subhanallah... kalau saja tiap manusia mau berfikir dan merenung...