Alhamdulillah bisa kembali mengudara setelah 'lenyap' hampir 2 minggu. Apa kabar semua? :) Semoga dalam keadaan sehat selalu ... alhamdulillah saya sendiri baru mendarat sore ini. Cuma berhubung tulisan mengenai perjalanan ini agak banyak (ceile ...), mau nggak mau harus buru-buru mulai naik cetak ... :).
Oce lah ... badan masih capek, jadi langsung aja dah ... :-P
Umroh I - Madinah
Akhirnya perjalanan ini terlaksana. Setelah hitung bujet bolak-balik, hati saya yang sibuk meluncur antara umroh, AirAsia, Malaysia, Singapore, Thailand, Padang, Menado, Bali, Danau Toba, akhirnya berakhir meyakinkan dirinya sendiri untuk kembali pada sasaran yang sudah sekian tahun tidak berhasil ditembak dengan sukses.
Mungkin karena hati masih juga sibuk ngitung sana-sini, banyak hikmah yang saya dapat dari perjalanan kali ini, meski pada saat tulisan ini dibuat, belum genap saya dan keluarga berada 24 jam di Saudi Arabia.
Hikmah pertama adalah ketika naik pesawat. Saya udah terlalu lama dimanja oleh perusahaan kalau naik kapal terbang jarak jauh. Selalu
business class, makanan berlimpah, tempat duduk luas,
service tak kunjung reda, hingga kemudahan
boarding maupun
departure dan imigrasi.
Kemaren, saya naik kelas ekonomi. 9 jam di udara. Tempat duduk pas, kemiringan kursi kalau mau selonjoran terbatas, makanan pas (tanpa makanan ringan di antara 2 jadwal makan), bahan bacaan pas (alias bawa sendiri), tv dan
entertaintment pas juga (ada layar besar untuk ditonton berjamaah dan kebanyakan isinya iklan).
Udztad dari biro perjalanan yang mengurus keberangkatan kami bolak-balik mengingatkan ... Jaga niat ... Jaga niat ... Jadi penerbangan itu saya nikmati sambil tetap berjuang sekuat hati untuk mengusir setan dan iblis yang berulang kali membisikkan saran dan petuah supaya saya merasa kesal dan kesal dengan situasi ini ... :)
Alhamdulillah, pesawat mendarat tepat waktu di Jeddah. Kami sempat tidak boleh turun dari pesawat sekitar 10 menit untuk kemudian disuruh menunggu di suatu ruang tunggu, berjamaah 1 pesawat.
Rupanya ada jamaah dari Iran yang sedang melalui proses imigrasi. Sambil menunggu, orang mulai menyalakan rokok sambil ngobrol pelan-pelan. Kebanyakan lelaki berdiri, sementara kaum wanita dan anak-anak duduk. Saya sendiri sibuk mengusir bau dan asap rokok, juga mengusir si setan yg sibuk berbisik, "Payah ya ... masa' disuruh menunggu nggak jelas begini .... nggak tahu apa kalau kita udah terbang 9 jam ... Ini orang merokokpun ngak peduli dengan sekitar dst dst dst ..."
Butuh 45 menit untuk menyelesaikan urusan jamaah Iran. Setelah kumplit, kamipun, berjamaah, disuruh pindah ke satu ruang tunggu lagi. Lalu, entah kenapa, petugas imigrasi yang bagian periksa, tanya, ngecap, tinggal 2 orang, sementara yang ngatur-ngatur kami - tempat duduk, siapa yang boleh dulu, teriak
family first! dan banyak lagi - ada sekitar 4 orang.
Yang bikin tambah seru, rupanya si maskapai yg nerbangin kami ke sini ngasih formulir imigrasi yang salah. Jadi sambil berjuang supaya bisa dapat antrian di depan, kami - berjamaah tentunya seperti biasa - sibuk mengisi formulir baru ... Dan tentunya, saya pun sibuk mengusir si iblis yang masih asyik aja mengisi hati saya dengan berbagai ide cemerlangnya ...
Karena petugas imigrasi hanya 2, akhirnya tim ngatur-ngatur memutuskan agar yang berangkat dengan
family harus didadulukan. Sayang dia tidak tahu, kalau di Indonesia yang namanya
family tafsirannya macam-macam. Jadi tidak heran ketika sang pemimpin keluarga diperbolehkan ikutan ngantri, dia pun membawa semua orang, kalau boleh malah kami sepesawat adalah
familynya. Balik-balik lagi saya sibuk mengenyahkan sang iblis yang makin pesta pora saja ...
Akhirnya saya berhasil membulatkan tekad - sambil menggempur si iblis habis-habisan - untuk berjuang agar saya dan keluarga - istri, anak 2, ibu - bisa masuk dalam antrian sambil sebisa mungkin tidak melanggar hak-hak jamaah yang lain. Singkatnya, kalau kami masuk dan duduk di ruang tunggu pukul 4.30, akhirnya kami bisa duduk di bis yang akan berangkat ke Jeddah pada pukul 8.30 ... 4 jam hehehe ...
Kami sampai di Jeddah dan
check-in di hotel jam 2.30 pagi. Udztad pembimbing mengingatkan, kita berangkat subuh jam 3.30 ya ... Dihitung, berarti kita punya waktu 1 jam untuk beberes, mandi dan siap-siap ke mesjid ...
Urusan satu datang silih berganti dengan yang lain. Itulah yang terasa ketika duduk di shaf ketiga sholat subuh di masjid Madinah. Orang sibuk hilir mudik, kaki yang menyenggol sajadah, punggung, mata-mata yang menyelidik adakah ruang kosong di antara tempat duduk saya dan anak saya yang laki-laki, deru perjalanan yang belum mereda, yang ditambah pula dengan lalu lalang orang melangkahi kepala-kepala yang sedang bersujud.
Gelisah, masgul, tidak nyaman. Saya dan Yusuf (anak saya) sempat sholat dan berdo'a di Raudah. Tapi masih saja derap keramaian mengusik hati ini. Belum lagi cerita teman satu rombongan yang sepertinya sangat menikmati sholatnya di Raudah. Cemas ... takut ... sedih ... Apakah perjalanan ini bakal sia-sia? Kenapa ini? Apa karena saya terlalu mencemaskan keselamatan keluarga - seperti yang biasa saya lakukan di Jakarta - sehingga tak lagi percaya padaNya? Belenggu dunia ternyata sudah demikian mencengkram diri? Saya merasa seperti sedang berontak tak berdaya ....
Pulang dari Raudah dengan hati gelisah, saya menukar uang riyal. Urusan dunia lagi ... lagi lagi urusan dunia .... Sampai hotel, badan capek, pasang weker, bummm ... Hilang waktu itu sampai pukul 11.30. Weker berbunyi, badan yang masih pegal minta istirahat saya seret ke kamar mandi, bebersih, mandi dan wudhu ...
Ternyata keluarga semua tumbang kecapean. Saya pun ke mesjid sendirian. Saya masuk mesjid, mencari shaf di belakang. Ketentraman mulai muncul. Kesendirian, tiang-tiang raksasa yang tersusun rapi, lampu-lampu besar, ornamen indah dimana-mana, kubah, ukiran di sana-sini yang menurut mata saya jauh lebih indah dan magis dibanding segala macam ukiran di belantara Eropa. Belum lagi banjir Al Qur'an di setiap tiang, air zam-zam, juga di setiap tiang, hingga sampe pada kebutuhan dasar manusia seperti tempat penyimpanan sandal pun ada di setiap tiang.
Sholat. Allahu Akbar ... Al Fatihah, ruku', sujud, berdoa dalam sujud ..... Subhanalloh, perlahan rasa itu muncul. Nikmat sekali. Maha Besar Engkau ya Allah. Berbagai doa yang bersliweran akhirnya tergantikan dengan 1 permintaan, ampuni aku ya Allah .... ampuni aku .... aku hanyalah hambaMu yang hina ... ampuni aku ....
Sujud panjang tak terasa panjang. Terlalu pendek. Ingin sujud lagi. Lagi. Lagi. Permadani merah seperti memeluk setiap kali saya taruh kepala, tangan, kaki .... Perlahan-lahan sekitar pun mengabur ... hanya sosokNya yang terpancang ... ampuni aku ya Allah .... ampuni aku ....
*ditulis sebelum dan sesudah sholat Dhuhur hari pertama di Madinah, 12 Juli 2007*