Menanamlah!
Zaim Uchrowi
Saya tidak tahu namanya, juga alamat persisnya Tinggalnya di wilayah selatan Sumatra. Yang membuat saya tertarik adalah prinsip yang dianutnya, yakni menanam satu pohon pisang setiap hari. Ia terus menjaga agar tiada hari tanpa menanam satu phon pisang.
Prinsip itu tampak sederhana. Prinsip itu tidak memerlukan kecanggihan berpikir, tidak menuntut kelihaian melobi, tanpa perlu uang pelicin, apalagi membodohi masyarakat. prinsip itu bahkan tidak banyak memerlukan waktu dan tidak pula mengharuskan adanya keahlian yang sangat khusus. Yang diperlukan hanyalah ketekunan kecil, serta keasyikan menggelutinya.
Hanya dengan menanam satu pohon pisang setiap hari, keperluan dapurnya sehari-hari telah tertutupi, tentu sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Di luar itu, ia masih punya banyak waktu tersisa untuk berbagai kegiatan lain, baik ekonomi maupun sosial. Dengan langkahnya itu, ia telah membuktikan kebenaran yang selama ini dianggap sekedar kata-kata ketimbang realitas; amal yang baik adalah yang teratur, meskipun sedikit.
Bayangkan, betapa teduh negeri ini jika seluruh bangsa kita berkarakter seperti dia. Bayangkan jika setiap kita saban hari menanam pohon, terutama pohon-pohon kemanfaatan di setiap bidang kehidupan masing-masing, atau malah pohon sebenarnya, serpti pohon pisang yang ditanam oleh orang itu. Bayangkan pula rangkaian buah ranum yang akan menjadi hasil kita semua. Hasilnya akan muncul sendirinya tanpa kita perlu merancangnya secara khusus.
Di dunia politik, sekarang adalah waktu yang tepat untuk menanam. Siap yang hari-hari ini rajin menanam, ia akan menuai buahnya dua tahun mendatang. Dalam politik, buah itu adalah kursi kekuasaan yang selama ini terus diperebutkan.
Berebut buah? Asyik memang. Ada ketegangan yang harus kita kelola. Ada pula kepuasan karena dapat menyalurkan naluri paling alami alias primitif, yakni mengalahkan pihak lain. yang kita lupa, buah itu sangat terbatas. Jika kita mampu merebutnya, mungkin kita dapat menyimpannya hingga beberapa waktu mendatang untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Tetapi, untuk itu, kita harus menyikut yang lain. yang tidak tersikut pun akan pedih hati pula karena tidak kebagian. Itu adalah bom waktu yang akan meledak suatu saat kelak.
Sekali lagi, sekarang saat tepan buat menanam. Masyarakat adalah ladang subur untuk ditanami. Sayang bila saat tepat dan ladang subur itu tidak dimanfaatkan. Pembahasan amendemen UUD 45 adalah kesempatan luar biasa bagi suatu partai untuk menunjukkan kepeloporan dan komitmen terhadap reformasi. Partai-partai politik semestinya berebut kesempatan itu. Partai-partai politik juga semestinya beradu cepat membuat program aksi di masyarakat. Itulah tanaman yang akan memberi buat lebat di masa mendatang.
Lelaki di Sumatra itu mengajari kita untuk tidak sibuk memikirkan hasil, apalagi merekayasanya. Sibuklah menanam dan menanam. Biarkan Tuhan menunaikan tugasNya, memberi hasil pada setiap hal yang kita tanam.
No comments:
Post a Comment