Monday, September 05, 2005

The Social Mirror

Judul di atas adalah judul sub-bab dari buku Stephen Covey, 7 Habits. Covey memulai bahasan sub-bab ini dengan mengatakan bahwa sering kali kita memahami diri kita berdasarkan orang-orang di sekeliling kita dan perilaku/kebudayaan yang ada melingkupi hidup kita. Fenomena ini disebutnya sebagai The Social Mirror. Apa akibatnya? Kita akan sulit 'menemukan' diri kita karena sibuk terombang-ambing dari pendapat si A ke pendapat si B dan seterusnya.

"Kamu selalu terlambat"
"Kenapa pekerjaan itu bisa tidak selesai?"
"Kamu makan banyak sekali"
"Ah, saya tidak percaya kamu bisa melakukannya. Ini pasti keajaiban"
Berbagai pendapat ini umumnya hanyalah berdasarkan pengamatan sesaat, lebih banyak berupa pendapat orang mengenai kita, dan tentunya tidaklah akurat untuk menggambarkan diri kita.

Saya jadi ingat cerita ayah dan anaknya yang menunggang seekor kuda (unta?) dan menempuh suatu perjalanan. Sepanjang perjalanan mereka mengalami masalah mengenai bagaimana cara mereka mengendarai kuda tersebut.
Jika sang anak yang mengendarai, orang berkomentar, "Anak tak tahu diri, orangnya dibiarkan berjalan"
Jika sang ayah yang mengendarai, "Ayah sombong, anaknya sendiri dibiarkan berjalan"
Jika berdua naik ke atas kuda, "Benar-benar manusia keparat .. tidak punya rasa keperi-binatang-an"
Jika kudanya dibiarkan berjalan tanpa penunggang, "Manusia-manusia bodoh, ada kuda kok dibiarkan tidak ditunggangi"
Inti cerita ini adalah bahwa komentar-komentar orang hampir semuanya hanyalah berdasarkan pengamatan sesaat dan sulit dijadikan sebagai dasar untuk bertindak dengan tepat dan benar.

Menurut Covey (yang saya setuju juga hehehe), fenomena cermin sosial ini menunjukkan bahwa perilaku kita banyak bertalian dengan lingkungan sekeliling kita. Namun seberapa banyak perilaku kita harus mengikuti fenomena ini atau tidak, itulah hal yang harus kita cermati dengan hati-hati.

Kalau kita ingat dulu di SMA (atau kuliah ya?) kita pernah diajari mengenai eksperimen Pavlov (mata pelajaran apa yak? Biologi? Sosial? IPA? Udah lupa oi ...) mengenai respons dan stimulus. Menurut eksperimen ini (mudah-mudahan bener, soalnya beneran udah lupa) jika makhluk hidup mendapat stimulus (rangsangan), ia akan memberikan respons sesuai dengan rangsangan tersebut.

Covey membawa contoh hidup Victor Frankl dalam membahas perilaku stimulus-respons ini.

Singkat cerita (biar cepet hehehe), Victor Frankl adalah salah seorang tahanan Nazi Jerman semasa perang dunia. Hidupnya sangat tersiksa di dalam kamp tahanan itu dan hampir seluruh anggota keluarganya telah tewas dalam kamp itu. Frankl hidup dalam bayang-bayang kengerian bahwa suatu saat hidupnya akan berakhir dengan mengerikan.

Hingga suatu hari, ketika ia sedang merenung sendirian, ia perlahan-lahan sadar akan satu hal yang kemudian ia namakan the last of the human freedom, satu-satunya kebebasan yang tidak bisa Nazi renggut dari dirinya. Mereka bisa mengontrol lingkungan hidupnya, memperlakukan badannya sesuka hati mereka, namun mereka tidak bisa mengatur fikirannya. Hanya ia, Victor Frankl, yang bisa menentukan apakah ia akan larut dalam situasi ini atau tidak.
Antara semua yang menimpa dirinya - dalam hal ini berarti stimulus - dan apa yang yang akan ia lakukan - respons - terdapat ruang tempat ia memiliki seluruh kekuatan dan kebebasan untuk menentukan responsnya.

Frankl kemudian memproyeksikan dirinya dalam berbagai situasi seperti menjadi seorang pengajar setelah lepas dari kamp Nazi ini. Ia menggambarkan dirinya dalam fikirannya, mengajari murid-muridnya berbagai hal yang ia pelajari dalam hidupnya.

Semakin lama ia melakukan hal ini, berbagai proyeksi ini semakin 'besar' dan membebaskan dirinya dari pengaruh lingkungan. Ia menjadi inspirasi bagi setiap orang dalam bagaimana menghadapi hidup penuh kekejaman itu dengan rasa optimis.
Inilah yang menurut Covey merupakan salah satu prinsip mendasar dari seorang insan manusia: Between stimulus dan response, man has freedom to choose.

Covey juga menjelaskan bahwa dalam kebebasan (freedom) ini terdapat hal-hal seperti self awareness, imagination - kemampuan 'menciptakan' sesuatu di dalam fikiran kita -, conscience - hati nurani -, dan independent will - kemampuan untuk bertindak, terlepas dari seluruh pengaruh.

===
Dalam menghadapi hidup ini, inilah yang harus kita lakukan. Kita bisa saja 'terjebak' dan mengikuti pola yang ditunjukkan oleh cermin sosial yang kita miliki. Kita bisa saja menyalahkan lingkungan kita, lingkungan yang membentuk kita menjadi manusia yang malas, manusia yang pasif, manusia yang 'kalah'. Kita bisa setuju dan mengikuti hasil eksperimen Pavlov, pola hidup kita semata-mata mengikuti pola rangsangan yang kita dapati sepanjang hidup ini.

Namun kita harus ingat, bahwa kita sebenarnya memiliki kemampuan (dan kewajiban?) untuk menciptakan kebebasan dalam menghadapi lingkungan kita, dalam menghadapi stimulus hidup ini. Kita memiliki kesadaran diri sepenuhnya, kita memiliki imajinasi, memiliki hati nurani dan prinsip-prinsip hidup, dan kemampuan bertindak yang bebas dari segala pengaruh. Dengan ini semua, kita akan terbebas dan sanggup menentukan sendiri respons kita. Seberapa buruknya lingkungan kita, kita akan tetap tumbuh menjadi manusia yang rajin, pro-aktif, senantiasa cerah dan tegar.

Kita tidak akan menjadi manusia yang 'kalah'. Kita adalah pemenang, dan kita akan selalu memenangi setiap babak hidup ini!

No comments: