Thursday, September 22, 2005

Hidup Ada di Tangan Kita

Judul di atas adalah judul tulisan Arvan. Ya ... saya setuju, hidup kita adalah tergantung kita, bukan tergantung perusahaan kita bekerja, bukan lingkungan kita, bukan orang-orang di sekitar kita, bukan nasib negeri ini. Tentunya dengan bersandarkan kepadaNya, kita harus yakin bahwa hidup kita ada di tangan kita ...

Menurut Arvan, ada beberapa paradigma yang perlu kita rubah agar kita benar-benar bisa 'memegang' hidup kita.

Yang pertama, dalam menghadapi persoalan hidup ini, memulainya dengan kata "Apa" dan bukan "Mengapa". Kata "apa" membuat kita lebih memiliki rasa kontrol dibandingkan kata "mengapa" yang sudah mendudukkan diri kita sendiri sebagai obyek. Seperti jika ada sistem kantor yang down, pertanyaan "Mengapa ini terjadi?" lebih mengarah pada menyesali hal yang sudah terjadi ini sekaligus mencari sumber kesalahan atau lebih buruk lagi kambing hitamnya. Sementara pertanyaan "Apa yang bisa kita lakukan dalam situasi ini?" segera merubah posisi kita sebagai man-in-action, berperan aktif untuk menyelesaikan masalah ini.

Yang kedua, situasi biasanya menjadi benar-benar buruk bukan karena situasi itu sendiri tapi lebih karena respons kita terhadap situasi itu. Kita sering lihat ini setidaknya digambarkan dalam sinetron-sinetron di TV. Hanya karena masalah sedikit, sang aktor/aktris mengamuk nggak ketulungan ... atau histeris nggak ketulungan ... atau kalap nggak ketulungan. Akibatnya ya masalah sedikit jadi membesar nggak ketulungan (hehehe ... raja ketulungan nih).

Yang ketiga, kita harus sadar bahwa meski kita tidak bisa memilih lingkungan kita, kita memiliki kebebasan untuk memilih respons dan tindakan kita. Seperti Pavlov, kita harus sadar bahwa kita punya kekuatan yang jauh melebihi segala 'tekanan' hidup ini.

Yang keempat, walaupun kita bisa memilih tindakan/respons apa yang akan kita lakukan, kita tidak dapat mengontrol akibat dan konsekuensi pilihan kita itu. Ada hukum alam yang berlaku bagi siapa saja, kapan saja. Misalnya hukum pertumbuhan dan perkembangan ....

Yang kelima, kita harus mampu memisahkan stimulus hidup ini dengan responsnya. Kita harus bisa mengontrol dan memiliki kebebasan untuk memilih respons yang akan kita berikan.

Yang keenam, kita perlu merubah paradigma kita dari "Memiliki" menjadi "Menjadi". Memiliki adalah sesuatu yang fana, sesuatu yang dengan mudah hilang dan muncul dalam hidup kita. Sementara konsep menjadi adalah menggantungkan dan memulai diri dari dalam. Stephen Covey menyebut ini sebagai konsep inside-out.

===
Satu tambahan dari saya, yang ketujuh, kita harus seyakin-yakinnya bahwa ada Yang Maha Kuasa di atas segala-galanya. Adalah tugas kita untuk senantiasa berusaha dan senantiasa yakin bahwa Ia akan memberikan yang sebaik-baiknya bagi hambaNya yang berusaha.

1 comment:

Anonymous said...

Waaaah Bang Zuki, tulisannya bagus bangeeetttthhh :)