Memasuki musim haji tahun ini, saya kembali terkenang masa-masa naik haji beberapa tahun yang lalu. Salah satu kenangan termanis hidup ini ... berikut adalah tulisan saya yang ditulis bertahun-tahun yang lampau ... aduh, kangen banget kembali ke sana ....
===
Haji merupakan salah satu rukun Islam. Pelaksanaannya menuntut pengorbanan yang tidak sedikit. Mulai dari harta, waktu, dan bahkan segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia dan sifat keduniawiannya. Sebagai suatu bentuk ibadah yang cukup rumit, haji memiliki aspek pembersihan diri yang luar biasa.
Saat berihram dimulai, yaitu dengan berpakaian dua helai kain tidak berjahit bagi laki-laki, dan dimulainya larangan-larangan ihram, hatipun mulai berdegup lebih cepat, rasa gelisah, takut, cemas, dan rindu bercampur menjadi satu. Fikiran pada dunia, pada pekerjaan, pada rumahpun perlahan-lahan lenyap seiring dengan seruan Labbaik Allahumma labbaik, labbaik laa syariika laka labbaik, innal hamda wan-ni’mata laka wal mulka laa syarika laka labbaik. Aku datang memenuhi panggilanMu ya Allah … aku datang memenuhi panggilanMu duhai Kekasih Tercinta … Tak terasa airmata pun perlahan-lahan menggenang di pelupuk mata.
Ketika pertama kali kaki menjejak di masjidil Haram dan mata pun terpancak pada sosok batu hitam di tengahnya airmata pun tak sanggup ditahan. Berlinang membasahi kain ihram .. Ya Allah perkenankanlah aku yang hina, penuh dosa, penuh khilaf datang dan meminta ampunanMu. Pusaran orang yang tengah bertawafpun dengan serta merta menyedot badan dan jiwa untuk tenggelam dalam gerakan memutar yang seakan-akan menyerupai suatu garis yang tiada putusnya. Dengan mata berlinang, kaki gemetar, mulut tak henti melafazkan zikir padaNya, hati pun berbisik, berkata, menangis, menjerit “Ya Allah, sungguh aku hanya hambaMu yang tak bernilai. Hingga untuk memintapun aku tak sanggup, Ya Allah .. Ya Allah”.
Saat berdoa di multazam, desakan orang, himpitan, dorongan, tidak terdengar sedikitpun. Yang ada hanyalah keheningan, kebeningan, dan kelezatan tiada terkira. Seakan-akan yang ada hanyalah diri sendiri dan IA, Sang Maha Penyayang dan Pengasih. Do’a, harapan, pinta, permohonan ma’af, rasa rindu, terpancar dalam kebeningan dan keheningan itu. Air matapun kembali berlinang “Ya Allah, sungguh aku telah mendustai nikmatMu selama ini”.
Ketika saat wukuf tiba, suasana padang Arafah yang panas, terik, debu, kering kerontang, seakan-akan berubah menjadi suatu surga. Begitu syahdu, begitu indah, begitu nikmat. Waktu yang berjalan sejak siang hingga matahari terbenam seakan-akan tidak terasa. Orang-orang yang lalu lalang, orang-orang yang asyik mengobrol, orang-orang yang asyik berfoto-foto seakan-akan hanya suatu fatamorgana. Yang betul-betul nampak hanyalah hati yang haus dan rindu, sajadah yang terbentang, dan IA, Sang Maha Pemberi. Air mata pun kembali dan kembali berlinang, jiwa yang haus, hati yang rindu, dijawabNya dengan usapan, belaian, tepukan, pelukan, yang makin membuat air mata semakin deras membasahi sajadah dan pasir Arafah. “Duhai Kekasihku, sungguh aku adalah orang yang beruntung”.
Haji, merupakan perjalanan ibadah yang sungguh menakjubkan. Berbagai tulisan telah dibuat, berbagai orang telah membahasnya, namun, sungguh manusia itu sangat terbatas. Haji adalah untuk dilaksanakan, bukan untuk diceritakan. Haji adalah suatu obat mujarab bagi hati yang gelisah, hati yang sedih, hati yang susah, hati yang sibuk. Haji merupakan charger yang sangat mujarab dalam menghadapi hidup dan kehidupan ini. Sungguh beruntung orang-orang yang diberikan kesempatan dan menyempatkan dirinya untuk memenuhi panggilanNya.
Semoga rekan-rekan muslim kita yang berangkat haji tahun ini dapat memperoleh karunia, nikmat, dan ampunanNya. Semoga rekan-rekan kita yang telah berangkat, di hatinya telah terukir rasa cinta dan rindu kepadaNya yang kian hari kian dalam dan menebal di sanubarinya. Semoga rekan-rekan kita yang belum berangkat dimudahkan rezekinya dan dikuatkan hatinya untuk memenuhi panggilan yang memiliki kenikmatan yang sungguh sukar dilukiskan.
No comments:
Post a Comment