Kuil Hindu di Kuala Lumpur
Tadi saya mampir ke salah satu kedubes asing di Jakarta untuk mengurus visa. Seperti biasa sebelumnya harus mengisi formulir, foto dengan latar belakang warna tertentu, surat pengantar, surat sponsor, surat asuransi, dan berbagai hal lainnya.
Sesampai di sana, suasana kedubes sepi. Setelah menyerahkan KTP tanda pengenal, petugas keamanan meminta saya untuk mematikan HP. Kaget juga, baru kali ini masuk kedubes asing harus sampai pakai acara mematikan HP segala (belakangan saya baru dengar kalau kedubes yang satu yang dekat Monas itu peraturannya juga sama).
Lalu terbayang perlakuan petugas-petugas bandara asing yang biasanya ekstra ketat. Laptop harus dinyalakan, ikat pinggang dibuka, sepatu diperiksa, kantong dikosongkan, sampai pemeriksaan dengan berdiri dan tangan terlentang.
Setiap orang punya pendapat sendiri mengenai dunia saat ini dan bagaimana menjadikannya menjadi tempat yang lebih baik. Saya cuma berpikir, kenapa selalu api dibalas dengan api? Perang adalah jawaban dari perang. Ancaman akan dilanjutkan dengan ancaman. Yang terjadi ialah tekanan yang makin tinggi dan akhirnya meledak. Tumpah ruah kemana-mana.
Akhirnya yang menerima akibatnya ialah manusia-manusia biasa. Kita.
Sementara para penguasa memberikan berbagai alasan atas tindakan-tindakan yang dilakukannya. Sementara bukan dia yang menerima akibatnya. Tapi Kita.
Jadi ingat lagunya John Lennon, Imagine. Memang sih lagu itu mencoba memvisualisasikan keadaan ideal tanpa mencoba menggali jawaban yang sebenarnya dari permasalahan dunia ini.
Jadi mikir, apa bisa ya kita sedunia ini hidup atas dasar saling menghargai, saling menghormati, dan bersahabat. Rasanya sederhana sekali bukan?
5 comments:
setudjuh. katanya di uk ada 'no handbag' policy, diganti plastik transparan buat taro pasport aja. lainnya di taro di bagasi.
Mungkin semua ini ditimbulkan oleh manusia yang ingin menguasai manusia (dan sumberdaya negara) lain, manusia yang merasa terancam oleh nilai-nilai sosial tertentu (barat vs timur, sekuler vs relijius) dan manusia yang memiliki dendam.
Omong-omong soal tidak menggunakan HP di Kedubes, di Kedubes Jerman di London dulu th 2001 juga gak diperbolehkan menelpon pake HP, tapi emang enggak disuruh matiin sih.
Kalau itu mungkin supaya tidak mengganggu ketenangan pengunjung lain karena kalau semua nelpon pasti akan bising.
Beberapa waktu lalu teman saya pergi ke Amrik, turut suaminya yang juga migran, muslim. Ngurus visa-nya, magically, gampang banget, prosedural, 4 hari. Too good to be true, deh. Padahal, denger-denger kabar sih, urusan ke Amrik buat muslim/muslimah, bakalan susah banget. Keluar visa-nya gampang, belum tentu diperbolehkan masuk di sana. Jangan-jangan ketahan di bandara seperti Tom Hanks di film "Terminal". Makanya, ketika beberapa hari, 2 minggu berlalu, nggak ada kabar dari dia, e-mail tak berbalas, telefon nggak diangkat, sms nggak di-reply, wah... udah berpikir buruk. Jangan-jangan dia nggak nyampe sana. Tapi alhamdulillah, dua hari yll dia nelfon, ngabarin bahwa dia udah nyampe sana, safe, healthy but rather lonely. hehe... setidaknya, saya bisa berhenti cemas tentang dia. Just wish her good luck!
"One friend in a lifetime is much, two are many, three are hardly possible"
Itu quote dari mana ya? Menyedihkan sekali...
Post a Comment