Ini dikutip dari kata-kata Kiki Fatmala di Kompas kemarin. Lengkapnya, "Di Eropa panci bekas yang digunakan pada Perang Dunia saja menarik dilihat." Ini komentarnya mengenai perbandingan museum di Eropa dengan di Indonesia.
Saya setuju banget. Pernah berkesempatan melihat-lihat isi museum di Malaysia dan Singapore (nggak usah ngomong yang jauhan kaya' Eropah atau Amrik gitu ...), rasanya sedih banget melihat museum kita.
Dua minggu yang lalu sempat melongok museum Bahari di Sunda Kelapa, dan kemudian minggu lalu museum Fatahillah dan museum Keramik. Koleksi lengkap, bahkan bisa dibilang fantastis. Tapi gelap, kotor, berdebu. Sepi pengunjung. Tidak ada usaha mengemas koleksi yang luar biasa ini agar menarik perhatian.
Di museum Fatahillah karcis masuk dewasa dua ribu rupiah sementara anak-anak enam ratus rupiah. Total kami sekeluarga biayanya lima ribu dua ratus rupiah. Padahal waktu di Malaysia biayanya berempat hampir seratus ribu rupiah. Belum lagi dibandingkan sama museum Eropa. Misalnya museum di London biayanya sekitar 10-15 pounds, 150 ribu lebih seorang!!
Sedih memang. Apalagi kalau mau dikaitkan dengan peringatan kemerdekaan negeri ini ....
3 comments:
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai sejarahnya
Topik yang menarik menjelang 17-an pak :)
waah wisata museum yaa asyik bgt deh, udah lama kepingin tp blum kesampean :p
itu mungkin karna kurang promosi, jd museum dirasa bukan tempat yg tll komersil, pengunjungnya dikit. pdhl bnyk benda2 unik ya, yg menyimpan cerita dan jadi saksi sejarah :)
Kayaknya emang mesti bikin 'aksi', karena nggak akan ada reaksi tanpa aksi. 'Mimpi' kita tentang museum yang indah, menarik, dsb dsb tak akan terwujud kalo kita cuma sekedar ngomong (apalagi 'cuma' di blog. hehe...) Mungkin, kebetulan saja orang-orang yang peduli dan bisa meluangkan waktu dan tenaganya untuk mengelola museum itu ya kemampuannya segitu itu, nggak punya cukup duit juga buat jalan-jalan studi banding ke museum-museum di luar neferi. Jadinya ya... segitu aja mampunya. Apa dong ya aksi yang bisa kita lakukan?
Post a Comment