Mulai Sekarang, Berhentilah Bekerja!
Arvan Pradiansyah - Majalah Swa
Ernie J. Zelinski, seorang penulis Kanada menulis sebuah buku yang sangat provokatif. Judulnya, The Joy of Not Working. Sesuai dengan judulnya, buku ini mengajak para pembacanya untuk menikmati hidup secara lebih penuh. Ini diinspirasi oleh pengalaman Zelinski sendiri yang dipecat oleh bosnya gara-gara ia terlalu lama berlibur. Anda mau tahu berapa lama ia berlibur? Tidak tanggung-tanggung, 10 minggu! Hal ini ia lakukan setelah bekerja keras tanpa pernah mengambil cuti selama tiga tahun terakhir.
Sebagai penulis yang baik sudah tentu Zelinski menjalankan nasihatnya sendiri. Setelah dipecat ia bersenang-senang selama dua tahun penuh. Kemudian ia menghindari bekerja rutin sejak berusia 29 tahun, dan hanya bekerja 8 bulan dalam setahun. Ia mengisi hidupnya dengan membaca buku, bersepeda, berlari, bepergian dan membawa laptop ke kedai-kedai kopi. Pengalaman bersenang-senang inilah yang dituliskannya dalam buku yang diterjemahkan dalam bahasa Jepang sebagai The Zelinski Way.
Para pembaca yang budiman, inginkah Anda menikmati hidup seperti Zelinski? Tentu saja, siapa sih yang tak ingin menikmati hidup seperti itu. Namun sayangnya setelah menamatkan bukunya itu, saya sama sekali tidak menemukan bagaimana cara menyiasati hidup seperti ini. Zelinski memang banyak membahas mengenai bagaimana cara menikmati waktu luang termasuk dengan menggunakan pendekatan Zen yang telah lama saya praktikkan. Namun untuk berhenti dari pekerjaan dan menikmati hidup dengan bersenang-senang saja? Tunggu dulu. Dari mana kita dapat membiayai kehidupan kita? Bukankah biaya hidup kita menjadi sangat mahal akhir-akhir ini? Jadi, apa boleh buat, walaupun buku ini telah dipublikasi dalam 14 bahasa dan telah terjual lebih dari 150 ribu eksemplar di seluruh dunia, gagasan Zelinski terpaksa saya tinggalkan dulu, karena tidak praktis dan tidak aplikatif – paling tidak bagi saya sendiri.
Lagi pula siapa bilang Anda tak dapat bahagia dengan bekerja? Saya sudah membuktikannya. Saya telah bekerja setiap hari tanpa pernah merasa bahwa saya sedang bekerja. Ini saya rasakan sejak lima tahun lalu, apalagi setelah saya mendirikan perusahaan sendiri. Orang boleh saja mengatakan bahwa saya bekerja ekstra keras. Namun yang penting, saya tidak merasakan demikian. Saya membayangkan pekerjaan saya seperti para diva kita yang mendefinisikan pekerjaan seperti Abraham Maslow, "Work is not work. It’s a hobby you happen to get paid for."
Rahasianya saya temukan dalam buku Jim Collins berjudul "Good to Great". Menurut Collins, sebuah pekerjaan yang membahagiakan haruslah merupakan irisan dari tiga hal. Pertama: minat atau bakat. Sebuah pekerjaan haruslah pekerjaan yang kita sukai. Kedua: expertise. Sebuah pekerjaan haruslah sesuatu yang benar-benar kita kuasai, dan dapat kita lakukan dengan sangat baik. Ketiga: economic engine, yaitu pekerjaan yang dapat memungkinkan kita hidup secara layak.
Dalam banyak kesempatan, konsep ini sering saya sebut sebagai surga dunia. Akan tetapi mencapainya bukanlah hal yang mudah. Saya sering berjumpa dengan para profesional yang bekerja semata-mata untuk mencari nafkah. Mereka mungkin mempunyai kinerja yang lumayan, tapi mereka tak bisa menikmati pekerjaan karena mereka tak menyukainya. Pekerjaan mereka tidaklah sesuai dengan minat dan bakat mereka, tidak memberikan kesempatan pada mereka untuk menggali potensi yang terdalam, serta tidak memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi diri dan jiwa mereka sepenuhnya. Ini membuat mereka tak berbeda dari robot yang hanya menjalankan apa yang disuruh, yang tak mempunyai kehendak, keinginan dan aspirasi untuk maju.
Maslow -- ilmuwan brilian tapi sering disalahpahami orang -- mempunyai kritikan yang cukup keras terhadap orang-orang semacam ini. Ia menyebut mereka salvation seeker, orang-orang yang bekerja hanya untuk mencari makan. Menurut Maslow, orang-orang seperti ini sangat selfish dan tidak melakukan kontribusi apa pun untuk orang lain dan untuk dunia.
Orang yang tidak selfish, dalam pandangan Maslow, adalah orang yang memberikan kontribusi kepada orang lain dalam pekerjaannya. Ini baru dapat dicapai kalau seseorang benar-benar menyatu dengan pekerjaannya. Suatu kondisi di mana the world and the self are no longer different. Ini hanya bisa dicapai bila seseorang menyerahkan diri, pikiran dan hatinya secara total dalam pekerjaan. Namun tentunya ini sulit bahkan mustahil bisa dicapai kalau orang tidak merasa menyatu dengan pekerjaannya. Melalui pekerjaan kita seharusnya dapat menemukan diri kita yang terdalam. Inilah yang disebut Maslow sebagai aktualisasi diri (self actualization) – sebuah cara untuk melebur dalam pekerjaan, sehingga Anda dapat bekerja tanpa perlu merasa stres dan tertekan.
Jadi mulai sekarang, temukanlah sesuatu yang Anda cintai, dan Anda tak perlu bekerja walaupun hanya sehari. Sebagai penutup, marilah kita nikmati kata-kata indah dari Kahlil Gibran dalam bukunya The Prophet:
"Bila engkau bekerja dengan cinta. Itu berarti engkau menenun sutra dari jantungmu, seolah-olah kekasihmulah yang akan mengenakan kain itu. Kerja adalah cinta yang nyata. Dan jika engkau tiada sanggup bekerja dengan cinta, hanya dengan enggan, maka lebih baiklah jika engkau meninggalkannya, lalu duduk di pinggir jalan sambil meminta sedekah.
Sebab apabila engkau memasak roti dengan rasa tertekan, maka pahitlah jadinya dan tidak akan membuatmu kenyang. Bilamana engkau menggerutu ketika memeras anggur, maka gerutumu akan menjadi racun di dalam anggur itu. Dan walaupun engkau menyanyi seindah lagu bidadari, tetapi jika engkau berdendang tanpa cinta, maka nyanyianmu hanya akan membuat orang merasa bising."
2 comments:
bagus bangeeeetttttt tulisannya..
tengkyu ya pak !!
>_*
wah bagus pak... inspiring :)
Post a Comment