Monday, November 27, 2006

Dengan 'SmackDown', Bocah Bergadai Nyawa

A Church


Dengan 'SmackDown', Bocah Bergadai Nyawa
Harian Republika

Tubuh pria kekar itu dihiasi tato. Panggilannya, The Undertaker. Lawannya tak kalah kekar. Otot-otot menyembul di hampir seluruh bagian tubuhnya. Lelaki yang memiliki sebutan Triple H itu bergumul dengan si Undertaker.

Adu jotos, saling banting dilakukan kedua pegulat itu di atas ring. Tiba-tiba, tangan Undertaker menggenggam leher lawannya. Bak kapas, badan Triple H diangkat dengan satu tangan. Tak lama kemudian, tubuh Triple H dihempaskan ke atas kanvas ring. Penonton pun bersorak riang.

Kekerasan memang sarat dalam setiap adegan tayangan gulat luar negeri yang biasa disebut SmackDown itu. Bahkan, bisa dibilang, kekerasan yang dilakukan kerap bernuansa ekstrem. Sang lawan memang terlihat kesakitan. Tapi, dia tak apa-apa --tak ada tandu yang diperlukan untuk melarikannya ke rumah sakit. Tak jarang pula, beberapa alat seperti kursi, kayu, hingga palu juga digunakan oleh petarung untuk segera memenangkan pertandingan. Banyak penonton tidak menyadari bahwa semua ini hanyalah trik pertunjukan televisi untuk meraih rating tinggi.

Hal itu pula yang tidak disadari oleh Restu, Iyo, dan Ii, warga Kompleks Banda Asri, Desa Banda Asri, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung. Adegan-adegan dalam SmackDown itu oleh siswa-siwa SMP ini ditiru dan dipraktikkan.

Sebagai lawan, mereka memilih Reza Ikhsan Fadillah (9 tahun), tetangga mereka. Tubuh kecil siswa kelas III SD Cincin I itu mereka banting. Kepalanya dihujamkan ke atas lantai. Tangannya ditekuk, meski Reza mengaduh kesakitan.

''Karena menirukan adegan SmackDown, anak saya meninggal,'' kata Herman Suratman (53). Menurut Herman, satu pekan sebelum Hari Raya Idul Fitri lalu, Reza mengeluhkan tangan kirinya terasa sakit hingga sulit digerakkan. Tapi, Reza tidak mengaku penyebab sakit itu.

Tapi, selama satu pekan, rasa sakit itu semakin menjadi. Pada Rabu (25/10), satu hari setelah Idul Fitri, Herman melarikan anaknya ke Rumah Sakit Daerah (RSD) Soreang. Tapi, RSD Soreang mengaku tidak memiliki peralatan memadai.

Reza dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS). Dari hasil rontgen, diketahui tulang pangkal lengan kiri Reza terpisah. Urat di tangan kirinya pun diketahui terjepit tulang. Selain itu, Reza juga mengalami cedera di bagian dalam kepala.

Reza lalu dirawat di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) sebelum dipindahkan ke ruang ICU RSHS. Selama sepekan hingga Kamis (2/11). ''Tapi, karena tidak sembuh juga, saya memaksa membawa Reza ke Cianjur, ke tukang urut tulang,'' ujar Herman.

Kondisi Reza mulai membaik. Tapi, itu tidak lama. beberapa hari kemudian, kondisi Reza kembali parah. Saat teman-teman Reza menengok ke rumah, Herman baru mengetahui bahwa penyebab sakitnya Reza adalah adegan SmackDown yang dipraktikkan Restu, Iyo, dan Ii.

Menurut Herman, ketiga anak itu sudah mengakuinya. Pada hari itu juga, Rabu (15/11), Herman langsung melaporkan ketiga anak itu ke polisi. Tapi, dia tak bisa terlalu memerhatikan hasil penyelidikan polisi. Pada Kamis (16/11), kondisi Reza bertambah parah. ''Reza meninggal dalam pangkuan saya,'' ujar pria ini dengan berlinang air mata.

Atas kejadian ini, Herman telah meminta kepada Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Agus Yasmin, dan Bupati Bandung, Obar Sobarna, untuk menyurati Lativi, yang menayangkan tayangan SmackDown ini.

Dia mengaku enggan jika harus menuntut Lativi. Pasalnya, kalaupun gugatannya dimenangkan pengadilan, dia hanya memperoleh ganti rugi. ''Sedangkan yang saya khawatirkan, jangan sampai anak-anak yang lain mengalami nasib serupa seperti Reza,'' kata dia.

Trauma tak hanya dialami Herman. Para pengajar di SD Cincin I langsung melarang siswa didiknya untuk menirukan adegan-adegan SmackDown. ''Seruan itu kami sampaikan setiap pagi di setiap kelas,'' kata Kepala Sekolah Cincin I, Nendi Rohendi.

Untuk menghapus gambaran mengenai SmackDown, pihak sekolah juga merazia pedagang yang kerap menjual gambar-gambar yang ada sangkut pautnya dengan acara itu.

Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Bandung, Denni Rukada, mengatakan, program acara SmackDown tidak layak ditayangkan lagi. Selain Reza, masih banyak anak-anak di Kabupaten Bandung yang menjadi korban. ''Hampir setiap dua hari sekali, tukang urut yang ahli membetulkan tulang, selalu mendapat pasien anak-anak. Mereka juga menjadi korban karena bermain SmackDown,'' ujar dia.

Selain menuntut tayangan SmackDown itu dihentikan, Denni juga meminta petugas kepolisian untuk menyita seluruh VCD ataupun DVD, serta CD playstation SmackDown.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat, Dadang Rahmat Hidayat, mengaku sudah memberikan surat teguran keras kepada Lativi. ''Kami akan berusaha lebih intensif lagi supaya tayangan ini dihentikan,'' ujar dia.

Menurut dia, secara substansi acara ini memperlihatkan tayangan yang sadis. Sedangkan secara isi, tayangan yang penuh dengan muatan entertainment ini ditayangkan pada pukul 21.00 WIB. Harusnya, kata dia, acara yang hanya layak ditonton orang dewasa, ditayangkan lebih malam lagi.

Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Sinansari ecip, mengaku sudah mendengar perihal peristiwa menyedihkan itu. Untuk itulah, kata dia, KPI akan memanggil pihak Lativi pekan depan.

Merujuk pada Undang-Undang Penyiaran, Ecip menyatakan, tayangan SmackDown sebenarnya sudah melanggar pasal 36 tentang penayangan kekerasan di layar televisi. ''Dalam tayangan tersebut terlihat darah, aksi menendang, hingga menghantam lawan dengan kursi. Menurut saya semua itu sudah tergolong pada penayangan kekerasan secara terbuka di TV,'' paparnya.

Manajer Humas Lativi, Raldy Doy, belum mendengar rencana pemanggilan KPI. Namun, ia mengaku sudah mendengar kabar tewasnya bocah di Bandung yang diduga tewas terkait dengan tayangan SmackDown itu. Menurut dia, Lativi pun berencana mengecek kebenaran kabar tersebut. ''Kita akan melakukan investigasi bersama juga.''

Sementara itu berdasarkan keterangan tertulis melalui surat elektronik yang dikirimkan Raldy kepada Republika, tayangan SmackDown merupakan murni program hiburan. Selanjutnya lagi, layaknya film atau telenovela, SmackDown ini dilakukan sesuai skrip. Semua omongan dan gerakan, kata dia juga, berdasarkan skrip yang mesti dihafal. ''Sedangkan gerakan-gerakan 'kasar' yang diperlihatkan dilaksanakan terlebih dahulu oleh para profesional yang sudah berlatih lama.''

Kemudian juga, Raldy mengatakan, sebagai tindakan preventif agar adegan di SmackDown tidak diikuti maka host selalu menyampaikan agar jangan menirukan semua adegan di rumah. ''Begitu juga kami menampilkan running text serta logo 'Bimbingan Orang tua (BO)' agar orang tua selalu mendampingi anak-anaknya saat menonton tayangan ini,'' ujarnya.

2 comments:

Lili said...

Insya Allah, saya akan di wawancarai TV swasta dari Prancis mengenai tayang2an TV di Indoneia sekarang ini, dan bahan ini akan jadi masukan berguna buat wawancra nanti..

Tapi sayang hasil wawancaranya hanya di siarkan di prancis...

silverring said...

pak....ngasih labelnya gimana sih?