Tuesday, January 30, 2007

Makan malam yang ...

Sarapan


Melanjutkan cerita sebelumnya, di salah-satu malam dari ketiga hari itu kami menyempatkan diri untuk santap malam bersama. Restoran yang terpilih adalah salah satu restoran ternama di daerah Raden Saleh. Restoran yang sudah cukup tua namun tetap terkenal karena sajian rijsttafel-nya ini baru saja diulas olah harian Kompas awal tahun ini.

Berangkat ke sana dari kantor jam 5.30 sore, di tengah-tengah hujan deras, kami baru sampai menjelang jam 7. Suatu usaha yang luar biasa hanya untuk suatu makan malam ... :-P

Seusai sholat magrib, saya sempat melihat-lihat dekor restoran sebelum memasuki ruang makan. Banyak sekali patung dan koleksi barang-barang seperti senjata, suvenir, lukisan dan lain-lain. Untung agak terang suasananya karena terus terang nggak nyaman. Kalau gelap, banyak patung, senjata, lukisan, hmmm ......

Duduk bersama-sama dengan yang lain, kami pun beramah-tamah. Meski dalam hati sebenarnya kepingin banget mandi dan ganti kaos oblong dan sarung hehehe ....

Seusai acara makan dibuka dengan pidato, eh rupanya ada sajian tari-tarian. Tepatnya Tari Piring Minangkabau di awal acara, hiburan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Trio penyanyi dengan gitar dan ulosnya, serta ditutup dengan Tarian Selendang Betawi.

Pada saat Tari Piring Minangkabau, mendadak saya seperti ditampar. Ya ditampar, ditabok, ditempeleng. Saya kaget dan tiba-tiba sadar kalau saya nggak cocok ada di situ. Yang terbayang langsung adalah acara-acara pejabat di tengah-tengah kesulitan masyarakat saat ini. Tukang ojek, tukang parkir yang mungkin saat itu sibuk mencari sesuap nasi di tengah-tengah hujan. Para peminta-minta di pinggir jalan. Berita-berita yang menyedihkan di koran-koran. Kecelakaan, tabrakan, tenggelam. Jadi kepingin banget berdiri dan meninggalkan acara ini. Sayang sungguh sayang, malam ini bak sebuah babak dari suatu sandiwara dan saya adalah salah satu pemainnya yang harus bermain ... suka tak suka ...

Akhirnya acara usai. Semua orang (?) senang dan pulang. Untunglah, jadi bisa keluar dari 'panggung'. 'Melepas' semua kostum dan skenario yang harus digunakan ....

Sebelum sampai rumah saya mampir di tukang nasi goreng langganan ... :) Lidah nggak cocok dengan makanan di restoran itu yang notabene sudah disesuaikan dengan lidah Barat ...

Kalo kata Phil Collins, Another Day in Paradise ... :-P

5 comments:

Anonymous said...

Beruntunglah bagi yang masih punya pilihan....Tidak milihpun masih sebuah pilihan kok...Jadi enjoy bang..... TJ.

Fitra Irawan said...

Sometimes I felt the same way ketika harus memesan sandwiches utk meeting yang mahalnya ga ketulungan, 1 sandwich bisa hampir seharga 20 litter beras...*sedihh*

silverring said...

salah satu ngga enaknya bekerja di "corporate" environment... :(

antoni said...

Canggung, kaku dan kadang terasa menggelikan :) sering teringat banyak cerita komedi yang melukiskan ini ...tapi pengalaman yang menarik ...

Hery Martono said...

Memang kadang apa yang kita lakukan tidak sesuai dengan nurani kita. Sampai sekarangpun saya juga masih susah memisahkan antara nurani dan profesionalisme.

Oh ya om, lalu lintas di India semrawut, disiplin drivernya jelek banget :), masih bagus Indonesia