Monday, November 21, 2005

Mang Endan

Dikutip dari Harian Republika, Minggu, 20 November 2005. Menyentuh hati ...

Mang Endan
Oleh : KH Didin Hafidhuddin

Mang Endan, demikian ia biasa dipanggil, adalah sosok yang mungkin tidak Anda kenal. Bahkan saya secara pribadi pun tidak terlalu mengenalnya secara dekat, hingga wajahnya muncul dalam sebuah acara reality show di sebuah stasiun televisi swasta pada bulan Ramadhan lalu. Ia mendapatkan kesempatan untuk menunaikan ibadah haji secara gratis pada tahun 2007 yang akan datang. Kemudian ia pun mendapatkan pula ''hadiah'' uang tunai dalam acara reality show lain yang diselenggarakan oleh stasiun televisi yang berbeda. Mungkin banyak yang bertanya-tanya, siapakah Mang Endan itu? Hal apa yang telah dilakukannya sehingga ia layak mendapat perhatian kita semua?

Satu hal pokok yang membuat saya sangat kagum terhadapnya adalah faktor kepribadiannya. Ternyata, berbagai hadiah yang diterimanya secara mendadak tersebut, bukanlah sesuatu yang "tiba-tiba" jatuh dari langit tanpa ada penyebabnya. Hadiah-hadiah tersebut sesungguhnya merupakan karunia dan rahmat dari Allah SWT sebagai balasan atas ketakwaan yang tercermin dalam akhlak dan perilaku hamba-hamba-Nya. Allah telah berjanji untuk memberikan rezeki kepada siapa saja yang Ia kehendaki, melalui pintu yang tidak diduga sebelumnya, sebagaimana firman-Nya dalam QS At-Thalaq:2-3.

Mang Endan adalah sosok pribadi sederhana, yang tinggal di sebuah kampung di daerah Kabupaten Bogor. Sosok yang memiliki nama asli Toyibal Ardani ini hidup di tengah-tengah kampung yang 90 persen masyarakatnya terkategorikan sebagai warga miskin yang layak mendapatkan dana kompensasi BBM. Ia dikenal oleh masyarakat di kampungnya sebagai ustadz yang terbiasa mengajar ngaji anak-anak dan membimbing pengajian majelis taklim ibu-ibu. Yang menarik adalah ia tidak pernah meminta bayaran tertentu kepada mereka yang ia bimbing, semuanya diserahkan kepada kemampuan masing-masing binaannya. Bahkan tidak sedikit yang tidak mampu memberikan apa pun dalam bentuk materi kepadanya.

Jiwa sosialnya pun luar biasa. Ia tidak segan-segan untuk membantu tetangganya yang sakit. Jika ada yang meninggal, dialah yang pertama mengurus jenazahnya hingga ke pemakaman, termasuk ikut menggali kubur. Sungguh, ini adalah fenomena yang sangat jarang. Seorang da'i sederhana yang keihklasannya mampu mengayomi masyarakatnya.

Hal lain yang membuat saya sangat respek kepadanya adalah ia tidak merasa takut terhadap rezeki yang didapatnya. Ia selalu merasa yakin akan kebesaran Allah, dan selalu merasa cukup atas apa yang telah Allah berikan kepadanya, meskipun untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, ia hanya berjualan bubur, yang dilakukannya selepas shalat subuh hingga menjelang waktu dzuhur setiap harinya. Sedangkan sisa harinya, ia habiskan untuk berdakwah kepada masyarakatnya. Yang mengagumkan juga, setiap hari ia selalu menabung sebesar 5 ribu rupiah, dengan tujuan agar pada bulan Ramadhan ia tidak perlu berjualan bubur, sehingga bisa berkonsentrasi penuh untuk ibadah.

Merasa cukup, itulah sikap mental yang dimilikinya, yang patut untuk dijadikan contoh. Sebuah sikap mental yang sangat langka dalam kehidupan yang serba materialistis seperti saat ini. Seorang tukang bubur, dengan seorang istri dan empat orang anak, memiliki perasaan yang demikian luhur. Inilah sesungguhnya makna "kaya" yang hakiki dalam ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda : "yang dikatakan kaya itu bukanlah semata-mata pada banyaknya harta, akan tetapi pada kekayaan batin (merasa cukup dengan haknya)" (HR Bukhari-Muslim).

Yang tidak kalah penting, Mang Endan pun mengembalikan kartu kompensasi BBM yang diterimanya. Alasannya sederhana, ia melihat banyak yang lebih miskin darinya yang tidak mendapatkan kartu tersebut, sehingga ia merasa tidak layak dan tidak patut untuk memanfaatkannya. Padahal, menurut petugas BPS yang melakukan survei, ia termasuk yang berhak menerimanya. Luar biasa! Apalagi hal tersebut ia lakukan di tengah-tengah kondisi masyarakat yang berebut untuk mendapatkan dana kompensasi BBM, yang bahkan di beberapa daerah sampai menimbulkan konflik berdarah. Kerelaan untuk mendahulukan orang lain (itsar), merupakan salah satu akhlak yang selalu dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya, sebagaimana dinyatakan dalam QS Al-Hasyr:9.

Di tengah-tengah situasi bangsa dan negara yang semakin sulit dan terpuruk, kita membutuhkan Mang Endan-Mang Endan dalam seluruh level kehidupan. Kita yakin, apabila para pejabat, birokrat, politisi, alim ulama, cendekiawan, tokoh masyarakat, dan rakyat secara keseluruhan memiliki mental dan jiwa seperti Mang Endan, maka berbagai problematika tersebut, insya Allah, akan dapat diatasi, karena sesungguhnya esensi persoalan bangsa sekarang ini terletak pada rusaknya sikap mental yang tercermin dalam perilaku keseharian yang destruktif. Wallahu'alam bi ash-shawab.

4 comments:

dinasony said...

Duh ... jadi malu sama mang endan yg qona'ah nich ...

alia said...

waduuuh....kapan bisa kayak si mang ini ya ?

Anonymous said...

setelah membaca posting ini, saya iseng2 klik di google dg keyword "mang endan" anehnya saya menemukan artikel yg sama di http://www.kotasantri.com/beranda.php?aksi=Cetak&sid=334
tetapi penulisnya berbeda. saya jd bingung... penulis yg sebenarnya yg mana? apakah ini hanya kurang / salah melengkapi informasi mengenai penulisnya, atau plagiarism... don't know.. mgkn ada yg punya info lain?

zuki said...

mas/mbak anonymous ..

Maksud penulisnya beda apa ya? Maaf kurang mafhum nih :) Yang pasti saya bukan penulis artikel ini. Ini tulisan KH Didin Hafidhuddin, dan saya kutip sepenuhnya dari Harian Republika, Minggu, 20 November 2005.

Saya udah lihat artikel di kotasantri, di situ ditulis penulisnya KH Didin Hafidhuddin ... jadi klop kan? Atau saya ada yang kelewatan ya ... maaf, bingung ... :)