Wednesday, February 01, 2006

Stasiun Kereta Api Pekalongan



Kemarin saya dengan teman-teman kantor berpesiar ke Pekalongan, mengunjungi teman yang menikah di sana. Prosesi acaranya menarik, khas Arab, yang belum pernah saya temui selama ini. Namun yang paling menarik ialah kepulangan kami kembali ke Jakarta Sabtu paginya.

Sabtu pagi itu jam 5.45 pagi kami sudah di stasiun kereta, menunggu Anggrok Muria yang dijadwalkan melewati Pekalongan pada pukul 6.20. Apa yang terjadi? Karena hujan yang terus-menerus mengguyur Jawa sejak awal minggu, jadwal kereta mengalami keterlambatan, baik yang dari arah Barat (Jakarta) maupun timur (Semarang atau Surabaya).

Pukul 6 diumumkan kalau kereta baru akan sampai jam 7.30 (terlambat satu jam). Namun pada pukul 7 diumumkan bahwa belum pasti kapan kereta akan tiba dan penumpang dianjurkan mengembalikan karcisnya untuk ditukar dengan uang.

Wah! Bagaimana nih, kami bertiga sudah check-out dari hotel. Disuruh mengembalikan karcis, terus habis itu mau kemana? Hujan pun masih terus mengguyur Pekalongan, sehingga mau tak mau kami hanya bisa bertahan di stasiun.

Banyak orang mulai resah gelisah. Jelas resah, karena bisa saja sang kereta tidak akan pernah sampai dan mungkin kami masih harus melewatkan satu malam lagi di Pekalongan. Lalu bagaimana nih???

Saya teringat tulisan saya sendiri soal Bersabarlah Tapi Jangan Mengurut Data. Benar juga, ini kesempatan saya untuk mempraktekkan 'ilmu' yang satu ini ...

Alhamdulillah saya bisa melewatkan waktu menungggu kereta ini dengan menyenangkan. Saya asyik mengambil foto-foto berbagai sudut stasiun ini, melihat alangkah indahnya jika kebersihannya dijaga, 'mencicipi' kamar mandi, mengintip kios batik (ehm ... belum cukup tuh belanja), beli tabloid aneh-aneh (tabloid gosip itu banyak banget yak!), dan melihat kehidupan orang di stasiun itu, yang berjualan koran, makanan, pedagang asongan, jualan kopi, Pop Mie (ngiler juga hehehe), telur asin. Sempat mikir juga bagaimana para penjual itu bisa hidup mengandalkan kehidupan di stasiun ini ...

Tahu buku The Alchemist dari Paulo Coelho? Alhamdulillah saya bisa tamatkan di stasiun ini hehehe ... mungkin sekitar 3 jam tenggelam di buku ini, tidak menghiraukan suasana sekeliling ... jarang-jarang bisa 3 jam duduk tenang membaca buku.

Capek membaca buku, saya pun putuskan untuk keluar dari stasiun untuk mencari makan siang. Dari pada pusing memikirkan kereta yang entah di mana, lebih baik keluar nyoba makanan Pekalongan ya ... :). Emang sih berhubung hujan, petualangan saya berakhir di kios soto tidak jauh dari stasiun ... :)

Pulang makan siang, badanpun minta tidur. Ditemani iPod, kepala pun mulai terantuk-antuk ... perlahan-lahan terbang ke dunia mimpi .... eh, tahu-tahu keretanya tiba. Alhamdulillah ... bisa memanfaatkan waktu dengan optimal dan menyenangkan. Kami pun meninggalkan Pekalongan pukul 13.50 (8 jam menunggu ...) dan sampai di Gambir pukul 18.45.

Menunggu 8 jam ternyata sangat mengasyikkan jika kita bisa memanfaatkannya. Rasanya seperti pesiar kemana gitu ... asyik hehehe ...

PS. Sempat bikin puisi pendek segala ... :)

Ku nikmati saat ini
Di stasiun kereta Pekalongan
Sejak jam 5.45 pagi
Menunggu kereta
yang akan membawaku
pulang

Banjir
Macet
Mogok
Berhenti


Nikmati saja yang ada saat ini
Lupakan yang sudah lewat
Tidak cemaskan yang akan terjadi
Hidup ini indah kok ... :)

4 comments:

Apey said...

Alhamdulilah sampai juga di Jkt dgn selamat khan? prihatin juga tuh denger berita banjir dimana2. Menambah caruk marutnya masalah di negeri kita nih :(
Ngomong2 ttg the alchemist, aku udah nyari lama tuh buku gak dapet2 yakk..bagus ya ?

zuki said...

bagus ... mau saya review di blog ini .. :)

kalo susah nyarinya coba ke www.inibuku.com. Ada dua buku, penerbitnya beda. Yang saya baca terbitan Gramedia.

Anonymous said...

kapan main lagi?

Anonymous said...

Walah Mas Zuki, baca tulisan anda ttg Stasiun Pekalongan saya jadi sentimentil, saya jadi tambah rindu dg stasiun itu.
Sayang Pekalongan sekarang sudah jadi hutan Ruko. Dulu betapa indahnya Pekalongan. Ada taman kotanya yg disebut Kebon Raja, yg jadi paru2 kota. Sekarang ?.... sudahlah.