Tuesday, June 06, 2006

Apakah Kita Dogmatis?



Apa ya dogmatis itu? Mudah-mudahan ini artinya .. mempercayai secara membabi-buta, tanpa dasar (akal) yang valid. Ini menyangkut pernyataan Cak Min (nama beliau Minarwan, tapi berhubung udah kenal lama di dunia nyata, panggilan akrab beliau adalah Cak Min .. :) ) mengenai keterbatasan otak kita dalam menyikapi hidup ini. Contoh paling gress ialah musibah gempa di Yogya.

Saya kurang tahu persis, tapi rasanya para ilmuawan besar (pake contoh ilmuawan soale Cak Min lagi asyik menuai ilmu lagi di kampus) di dunia ini juga akhirnya menyadari kebatasan otaknya dalam menyikapi hidup ini. Saya sendiri dulu pernah kuliah di Fisika (entah kenapa sekarang sekarang terdampar di belantara blog hehehe) jadi sedikit banyak pernah bergelut dengan hal-hal yang teoritis, yang bikin puyeng ... :-P

Ketika kita telusuri alam ini, semakin dalam kita di dalamnya, semakin takjub kita pada kerumitan dan pesonanya. Semakin kita kaji, semakin kita terpukau pada penciptaan alam ini, bagaimana segala sesuatu yang diatur sedemikian rupa. Sebagian pengaturan ini menghasilkan sesuatu yang (menurut otak kita) cocok seperti peredaran planet-planet mengelilingi matahari. Namun sebagian pengaturan ini pun membentuk sesuatu yang nalar kita tak sanggup memahaminya seperti apakah alam semesta itu diciptakan oleh satu letusan besar (Big Bang) atau bagaimana?

Semakin kita pelajari, semakin banyak faktor-faktor ketidakpastian dalam hal-hal yang menurut otak kita, nalar kita pasti sifatnya. Seperti contoh istilah benda padat, apakah sesungguhnya itu benda padat? Cahaya, apakah itu cahaya? Bagaimana dengan teori relativitas Einstein yang jelas-jelas menggugurkan teori dan hukum-hukum alam yang sebelumnya sudah berlaku?
Pernah melihat ilustrasi gambar-gambar dari teori relativitas? Kalau ya, tentunya kita sepaham bahwa mata dan otak kita ternyata menipu kita.

Kalau tidak salah Einstein pernah berkata, "Science without religion is blind, religion without science is lame" (Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh). Menurut saya ini adalah pengakuan Einstein bahwa otak ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penciptaan alam semesta ini.

So, dengan uraian yang disederhanakan di atas, apakah kita masih meyakini bahwa otak kita sanggup mencerna semua hal di hidup ini? Apakah kita masih percaya bahwa otak kita ini merupakan satu-satunya sumber kita dalam mempercayai sesuatu?

Bersambung ....

17 comments:

Minarwan (Min) said...

Mo nanggapin soal kerumitan bumi ini Pak Zuki. Prima causa diperlukan karena manusia tidak percaya bahwa segala sesuatu yang rumit di bumi ini dapat tersusun "secara alamiah" tanpa perlu ada proses penciptaan (miracle). Tapi ada pula yang berpendapat, yang manusia anggap proses alamiah itulah sebenarnya hukum-hukum yang dibuat Allah.

Sebenarnya saya tidak ingin membuktikan bahwa Tuhan/Allah itu enggak ada, karena proses dari "abiogenesis" ke "biogenesis" ini masih belum mendapatkan penjelasan yang memuaskan dari sisi keilmuan. Bisakah bumi yang awalnya kosong tanpa ada kehidupan tiba-tiba muncul satu sel titik awal kehidupan tanpa ada miracle?

Lalu bagaimana dengan manusia? DNA manusia sebagian besar sama dengan DNA simpanse, sehingga katanya masih kerabat dekat. Manusia sendiri baru hidup di bumi sejak 200 rb tahun lalu, padahal umur bumi sendiri berdasarkan radioactive dating adalah 4.6 milyar tahun. Semua "proses alamiah" yang terjadi di bumi juga "lambat", artinya walaupun kita bilang Allah Maha Kuasa, I tidak serta merta langsung membuat bumi "Jadi! Maka jadilah!".

Apakah Yang ingin saya tunjukkan adalah:
1. Kontradiktif pengakuan kita atas sifat-sifat Allah dengan bencana-bencana di muka bumi
2. Proses-proses perubahan di muka bumi yang tidak terjadi hanya dalam sekejap mata dan sangat lambat
3. Perbedaan penafsiran masing-masing orang atas sebuah kejadian berbeda sesuai dengan "keyakinan" atau mungkin "kenekadannya" untuk mengambil kesimpulan bahwa ini adalah kehendak Allah.

No 3 ini yang paling menakutkan saya. Kalau saya ngobrol dengan Pak Zuki seperti ini sih gak masalah karena kita sudah kenal baik dan tahu karakter masing-masing, tapi kalau ketemu orang yang "shortsighted", wah bisa-bisa dirajam :))

T A T A R I said...

kok bersambung sih....???
lamunannya keren deh bisa bersambung gini..
>_^

zuki said...

@minarwan: asyik nih .. :).

No 1. Ini nanti saya bahas ... belum sampai situ ..
No 2. Soal DNA, radioactive dating yakin tuh itu adalah kebenaran yang hakiki? Atau itu 'kebenaran' berdasarkan nalar dan alat-alat yang kita miliki saat ini? :)
No 3. Soal penafsiran masing-masing .. ya itu kan keyakinan masing-masing ... kita tidak bisa 'memaksa' orang meyakini sesuatu yang kita percayai ...

Minarwan (Min) said...

Soal no 2, betul itu adalah kebenaran versi "sains". Tapi soal proses dan waktu ini bukan hanya ditunjukkan oleh radioactive dating saja. Ada yang namanya fosil. Fosil-fosil berbentuk aneh yang sekarang sudah punah. Adapula fosil-fosil yang "mestinya" hidup di laut tapi sekarang berada di darat, padahal ada tempat yang sejak jaman "baheula" sudah jadi darat (kata nenek moyang kita yang lahir di tempat itu).

Contoh lain bagaimana kita melihat proses perubahan permukaan bumi ini berjalan lambat tentu saja adalah pergerakan lempeng benua Australia yang menunjam dan membentuk palung di barat Sumatera dan selatan Jawa. Pergerakannya hanya bisa ditangkap/dihitung dari posisi GPS, cuma sekitar 6 cm per tahun (kalo gak salah), tapi tiba-tiba bisa menghasilkan gempa yang memporak-porandakan Sumatera-Jawa (tapi tidak di Kalimantan).

Betul semua memang berdasarkan nalar "sains" yang kita ketahui saat ini. Ada yang bilang kira-kira seperti ini: ketika hal yang dulu dianggap mukjijat bisa dijelaskan oleh sains, sifat miracle-nya hilang.

zuki said...

@minarwan: wah ... ini mau diskusi soal teori evolusi yakh? :)

@tatari: kali seperti mimpi yang bersambung hehehe ...

@sandy: ada membabi buta yang baik, penghambaan kepada Yang Maha Kuasa ... :)

Minarwan (Min) said...

Pak zuki, entah itu evolusi atau bukan, yang ingin saya tekankan adalah waktu yang lama dan proses yang lambat.

Satu hal lagi, apa pendapat pak zuki mengenai ras manusia yang berbeda-beda pada jaman sekarang, bagaimana kemungkinan skenario mulai dari adanya manusia pertama (dari tidak ada manusia sampai ada manusia pertama) kemudian berkembang ke 6.6 milyar manusia di bumi dengan warna kulit, wajah dan bahasa berbeda, apakah semua manusia berasal dari 1 pasang manusia atau dari banyak pasang manusia?

Bisa jadi satu artikel lagi tuh Pak Zuki :)) Selamat melamun :D

Vaye said...

Klu dilihat dari 'kulit'nya saja, sangat mungkin org beranggapan bahwa suatu kepercayaan pada suatu yg 'tidak mungkin' adalah dogmatis.
Tapi klu ditelusuri lebih dalam, tentunya dapat dipahami jika suatu keyakinan seseorang terhadap 'sesuatu hal yg muskil tersebut' melalu proses perenungan dan pemikiran yang dalam dan panjaaaang. Suatu hal yang wajar jika seseorang tidak bisa mengakui sesuatu kalu blum memahami apa yg harus diyakininya. Tapi, adakalanya kepercayaan yg bersifat dogmatis, justeru menjadi langkah awal untuk seseorang menelusuri lebih lanjut mengenai apa yg diyakininya..pokonya bisa bgt dibolak balik deh.
Sederhananya, percaya dulu baru diuraikan kenapa percaya, atau ditelusuri dulu baru mau percaya..kurang lebih getho kale...:-)

Vaye said...

nambah lagi aaah
"dan Alloh menciptakan bagi orang orang yang berfikir"
salah satu ayat qur'an tapi lupa ayat dan suratnya;p
kurang lebih Allloh juga memerintah hambanya untuk berfikir bukan hanya percaya dan melaksanankan hal yg bersifat dogmatis tanpa di telusuri sebab musabab dan akibatnya..

Minarwan (Min) said...

vaye, saya beri satu ilustrasi sederhana seperti ini.

misalkan saya percaya bencana alam sebagai sebuah teguran. tentu sisi rasional kita akan bertanya, ini teguran untuk siapa? seluruh manusia? atau sebagian?

kalau seluruh manusia, okelah, asumsikanlah ini terjadi untuk menegur seluruh manusia di muka bumi. lha yah mbok kejadiannya di inggris sana yang jelas-jelas banyak yang berzinah, mabok-mabokan, dll. gereja saja kosong melompong di sana. masih lumayan di aussie sini lumayan penuh. kenapa ini kok kejadiannya di Indonesia, yang terkenal agamis. lantas mengapa "menegur saja perlu pake membunuh?" dan ini bukan cuman sekali, berkali-kali lho.

kalau cuman sebagian kecil, lalu sebagian kecil ini siapa? kelompok A? atau kelompok B? sekarang jika kelompok A dan B saling bersaing dan masing-masing merasa benar, tentu yang pro-A akan bilang ini teguran untuk yang pro-B, sedangkan yang pro-B akan bilang ini untuk yang pro-A. jadi mana yang benar?

eh vaye pernah belajar biologi juga juga kan? gimana vaye soal asal usul manusia? manusia pertama ada berapa orang? :))

zuki said...

jadi seru begini ya ... padahal tulisan saya masih bersambung lho ... belum sampai pada komentar cak Min berikut:

===
Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang tapi sekali mbunuh orang Indonesia kok yah ribuan gitu lho. Hampir 2 tahun lalu malah puluhan ribu. Kontradiktif emang yah :))
===

Belum sampai ... belum ... tapi silahkan lanjutkan diskusinya ... :)

Vaye said...

he he cak min
intinya saya mah ga mua ngatur Yang Maha. Mempertanyakan mungkin, tapi ga sampe mengatur Dia seharusnya berbuat apa, menegur siapa dan caranya harus begimana..
inti yang kedua inimah sekedar pendapat pribadi yang saya coba tekankan apda saya pribadi tanpa meminta org lain untuk mengerti apa yg saya yakini dan coba pahami apalagi maksa :))

soal manusia pertama?? kayaknya di plajaran agama kali ya bukan biologi, namanya juga pertama ya satu ;-p
trus baru deh di ciptakan yg kedua, selanjutnya beranak pinak..
logis aja sih lha wong dari kake nenk kita ja bisa ngasilin suatu keluarga besar yg cukup byk apalagi klu di kalikan, dipangkatkan dikalikan lagi teruuus teruuus jadi deh kita yg sekarang...keep it simple aje, yg gampang ya dibikin gampang getho kale :)

Minarwan (Min) said...

vaye,
kalo manusia pertama berasal dari satu keluarga kenapa kita sekarang memiliki ras-ras yang berbeda?

zuki said...

@Cak Min: Selama ini kan Cak Min memerankan posisi penanya. Gimana kalau berimbang Cak Min gantian bagian yang memberikan penjelasan dan saya dan yang lainnya memerankan posisi penanya? Mungkin khusus soal evolusi ...

:)

Minarwan (Min) said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Minarwan (Min) said...

Sorry ada yang perlu diedit:

Pak Zuki,
Saya mulai jawab dari mana yah?

Dari asal usul manusia dulu deh.
Kalau kita mengasumsikan bahwa A dan B adalah manusia modern pertama dan kita semua (termasuk ras-ras yang berbeda) adalah keturunan mereka, maka tentu telah terjadi perubahan mulai dari keluarga si A ini sampai sekarang faktanya ada berbagai ras mulai dari Afrika, Kaukasus, Mongoloid, sampe ke Polinesia yang berbeda jauh sekali bentuk fisiknya.

Kalau kita berpedoman semua manusia mulai terbentuk dari 1 keluarga saja, A dan B, besannya A dan B ini lantas siapa Pak? Tidak mungkin dong anaknya A dan B tiba-tiba melahirkan anak sehingga A dan B bercucu-cicit.

Dengan demikian kemungkinannya adalah A dan B memiliki anak, misal C dan D atau mungkin ada 40 anak yang kemudian saling besilangan sehingga beranak pinak terus menerus.

Apa yang terjadi jika sebuah keluarga saling menikah di sebuah lokasi yang terisolir, keturunan mereka akan berwajah sama, maka muncullah 1 ras. Orang Jawa yang hanya menikah dengan orang Jawa anak-anaknya juga akan Jawa tulen. Demikian pula orang-orang yang berasal dari Sumatera Utara, kalau hanya menikah dengan sesama orang Sumatera tentu saja saja wajahnya bisa langsung dikenali, ah ini orang Sumut (to the point deh, Batak, hehe maaf Pak Zuki).

Jika sekarang kita memiliki banyak ras, maka kemungkinannya adalah:
1. Ada banyak keluarga/pasangan yang muncul bersamaan di banyak tempat
2. Evolusi terjadi pada manusia selama kurun waktu beberapa puluh raibu sampe 1-2 ratusan ribu tahun terakhir.

Jika 1 yang terjadi, berarti ada banyak "keluarga" manusia pertama.

Jika 2 yang terjadi maka evolusi terjadi pada manusia. Jika evolusi terjadi pada manusia, tentu evolusi juga bisa terjadi pada makhluk hidup lain. Dengan demikian teori ini tidak bisa disingkirkan begitu saja.

Saya ingin mengatakan sekali lagi, saya tidak hendak menertawakan/mencibir iman siapapun, mohon jangan salah paham. Dan saya tidak pula hendak memperdebatkan eksistensi dan menantang Allah. Mati aku nanti kualat :) Ini cuman diskusi untuk eksplorasi pikiran saja (bukan minyak).

zuki said...

@Cak Min: rileks aja ... cuma mungkin kalau nanggapin yang lain perlu lebih rileks lagi ... kalau saya kan udah kebal sama Cak Min hehehe ...

Soal evolusi, udah pernah baca buku Harun Yahya soal ini? Meski beliau penulis Islam, tulisannya sangat logis dan bisa dibaca oleh siapa saja.

Saya dulu udah baca, menarik sekali, dan memberikan perspektif yang berbeda. Sayang waktu itu bukunya buku pinjaman (punya mertua). Sempat juga nyari di toko buku, tapi pas habis melulu. Sayang juga waktu itu belum kenal blog ... jadi catatannya cuma ada di kepala yang sekarang sudah menguap ... :-P

Ntar coba cari lagi deh ...

Minarwan (Min) said...

Oh iya mohon maaf kalo ternyata ada yang tersinggung sewaktu membaca tanggapan saya, itu bukan ditujukan untuk menyerang iman lho. Serius.

Untuk Vaye terutama, maafin kalo kayaknya pertanyaanku tadi terbaca seperti bernada "menyerang".

Pak Zuki nanti saya coba cari bukunya Harun Yahya, ada judulnya Pak?