Thursday, June 01, 2006

Kuat Tapi Lemah



Dalam salah satu pelatihan motivasi yang saya ikuti (sebenarnya baru 2 kali saya ikut pelatihan motivasi he3x) salah satu prinsip dasar yang diajarkan ialah konsep bahwa kita semua ini adalah sang juara. Kita semuanya sebenarnya punya kekuatan dan ketahanan mental yang hebat untuk menghadapi hidup ini.

Kali ini saya tidak membahas mengenai pelatihan itu, tetapi bagaimana kalau kita tilik prinsip ini dengan memasukkan unsur Sang Maha Pencipta?

Ketika ruh kita dihembuskan, Tuhan pasti sudah punya rencana pada kita. Jika tidak, buat apa kita dijadikan .. diwujudkan. Dalam Islam jelas disebutkan bahwa tujuan manusia adalah menjadi pemimpin di muka bumi sekaligus sebagai hamba Tuhan. Juga dijelaskan bahwa semua masalah yang kita hadapi tidak di luar batas kemampuan kita, semua sudah ditakar dan kita seharusnya sanggup mengatasi itu semua.

Kita dijadikan sebagai pemimpin. Kita dibekali segala sesuatu yang kita perlukan untuk mengarungi, memimpin, dan memenangkan hidup ini. Itulah kenapa sejak di kandungan kita berjuang. Kita berjuang dalam kandungan, berjuang untuk lahir, berjuang untuk menangis. Berjuang dengan belajar di TK, SD, SMP, SMA dan seterusnya dengan segala kelebihan dan kekurangan kita. Kita berjuang menjadi manusia. Kita berjuang ketika menjadi pegawai atau pengusaha. Kita berjuang ketika menjadi anak, suami/istri, ayah/ibu. Kita jatuh, jatuh, dan jatuh. Tapi kita bangun, bangun, dan bangun ... tanpa kita sadari. Kita nikmati kelebihan kita dan kita ikhlaskan kekurangan kita.

Sebagai seorang insan manusia, kita adalah pemimpin dan pemenang hidup ini.

Namun, ternyata di balik kekuatan itu, kita sebenarnya adalah makhluk yang lemah. Tiada daya usaha kita yang akan berhasil tanpa ridhoNya. Kita berusaha, tapi Ia-lah yang menentukan hasilnya.

Naluri kita pun menyatakan bahwa kita memerlukan suatu zat, suatu kekuatan tempat kita bersandar, baik di kala senang apalagi di kala susah. Zat tempat kita ’melampiaskan’ kesenangan, tempat kita merendahkan diri memohon, tempat kita menangis ketika kesulitan tak kunjung reda.

Sebagian orang mencari pada tempat yang salah, pada hal-hal yang fana. Sehingga ketika hal yang fana itu sirna, mereka pun tergagap dan berusaha mencari pegangan yang lain. Sementara sesungguhnya tempat bersandar yang sebaik-baiknya ialah Tuhan Yang Maha Kekal.

Kita adalah pemimpin dan pemenang hidup ini, sekaligus kita adalah makhluk yang menghambakan diri pada Tuhan Yang Pengasih lagi Maha Penyayang.

Sangat kontradiktif namun harmonis, kekuatan saling bersahutan dengan kelemahan ...

Ya Tuhan ... hanya kepadaMu-lah aku berlindung dan memohon pertolongan ...

8 comments:

cerberus said...

uhm.... so kontradiktif yah.... tapi kalo perbandingannya di samain pasti enggak kontradiktif deh... abisnya... lemah itu kan bandingannya ma penciptanya... sedangkan kuat, bandingannya ma makhluk 4JJI yang lain....

Minarwan (Min) said...

Kita adalah pemimpin dan pemenang hidup ini, sekaligus kita adalah makhluk yang menghambakan diri pada Tuhan Yang Pengasih lagi Maha Penyayang.
+++

Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang tapi sekali mbunuh orang Indonesia kok yah ribuan gitu lho. Hampir 2 tahun lalu malah puluhan ribu. Kontradiktif emang yah :))

zuki said...

Cak Min: menarik sekali komentarnya. Kalau boleh saya menganalogikannya, ini seperti komentar anak-anak yang habis diomeli habis-habisan oleh orang tuanya :)

Minarwan (Min) said...

Pak Zuki, bisa saja sih menggunakan analogi demikian. Diomelin habis-habisan sih gak masalah Pak Zuki. Tapi ini dibunuh gitu lho.
Apakah kita (saya) begitu berharganya sehingga 6000 ribu, puluhan ribu dan ratusan ribu manusia lain yang tidak bersalah pada "saya" dibunuh hanya untuk mengingatkan kita?

zuki said...

Cak Min, pertanyaan menarik, kita coba jadikan sat artikel ya ... :)

Minarwan (Min) said...

Hehe..jadi diskusi nih. Oke Pak silahkan jadi satu artikel.

Vaye said...

Jadi ngomentarin komen cak min, mungkin bukan karena "kita terlalu berharga" tapi keterlaluan bandelnya. Dan ga mesti "membunuh" itu berarti kejam, bisa jadi Tuhan sayang betul dengan mereka. Klise, tapi begitulah yang saya coba yakini he he he

Minarwan (Min) said...

Vaye,

Apa kabar?

Tentang komen, seperti itulah "cara" kita "menerima" sesuatu yang "tidak masuk akal" bagi sisi otak kita yang "rasional".

Masih ada kalimat pamungkas dari bagaimana kita bisa memahami kejadian ini dan pengertian kita akan Allah, yaitu "Allah pasti tahu apa Ia perbuat, kita aja yang tidak paham". :)

Akhirnya jadi dogmatis yah. Begitulah... :))