Tuesday, September 05, 2006

Ambil Keputusan!!

Termenung bersama Teh Sosro


Keputusan ... satu kata yang sering menggentayangi benak kita, apalagi pada masa-masa ketidakpastian, masa-masa sulit. Ikut atau tidak? Terus atau berhenti? Kiri atau kanan? Di depan atau di belakang? Jadi pemimpin atau dipimpin? Berikut adalah kutipan (yang sudah saya 'campur' dengan lamunan-sejenak saya hehehe) dengan judul yang sama dari harian Kompas, 2 September 2006 kemarin.

Keputusan = building blocks pengayaan pribadi dan karakter
Para eksekutif yang kerap harus membuat keputusan tidak jarang mengalami pertentangan dalam hatinya. Semua arah, semua keputusan (termasuk tidak membuat keputusan) memiliki resiko masing-masing. Ia pun belajar untuk menimbang semua hal secara masak-masak, mencari keputusan yang terbaik dengan resiko yang masih bisa ditangani.
Bukan hal yang enak, namun yang patut kita ketahui, semakin sering kita membuat keputusan, semakin terasah kemampuan kita. Baik dalam menganalisa masalah, mencermati resiko-resiko yang muncul, dan kesediaan memikul resiko tersebut. Makin jauh, pribadi dan karakter kita akan semakin kuat dan kokoh.

Kuatkan nyali
Salah satu aspek penting pengambilan keputusan adalah masalah keberanian. Berani nggak lu? Chicken aaah .... :-P Kembali ke paragraf di atas, semakin sering kita mengambil keputusan, naluri atau intuisi akan semakin terasah, demikian pula keberanian kita untuk memutuskan sesuatu.
Bagaimana rasanya suasana yang optimal dalam mengambil suatu keputusan? Ialah jika anda tetap bisa rileks dan berfikir positif, meski dalam keadaan sulit maupun dalam tekanan. Kemampuan rileks dan berfikir positif ini hanya bisa tercapai jika anda terus belajar dan menguatkan nyali.

Berteman dengan sense of urgency
Bila kita masih saja kesulitan dalam menguatkan nyali kita, kita perlu ingat satu hal lagi dalam hidup ini. Waktu. Waktu yang tak pernah berhenti dan terus mengalir. Banyak contoh kehidupan sehari-hari ketika kita akhirnya bisa mengambil keputusan, namun sayangnya sudah basi. Seperti apa? Coba bayangkan sendiri ... :)

Tidak harus perfect, tapi efektif dan tepat waktu
Dalam menganalisis suatu masalah, yang terbaik ialah memang ketika kita memiliki seluruh data di atas meja, mempunyai waktu yang cukup, dan mempunyai seluruh tenaga ahli untuk membantu menganalisisnya. Sayang sekali, situasi ini jarang sekali terjadi. Yang biasanya tiba-tiba 'menghantam' kehidupan kita adalah hal-hal yang jauh dari situasi di atas.
Kita harus bisa menentukan kapan harus berhenti menganalisis dan membuat keputusan. Berhenti dan membuat keputusan. Berhenti dan membuat keputusan.

Pikirkan akibat terburuk
Mengambil suatu keputusan jelas menimbulkan suatu resiko baru. Namun yang sering kita lupa ialah TIDAK mengambil keputusan juga memiliki suatu resiko. Yang harus kita siapkan ialah kesiapan diri dan mental menghadapi kemungkinan terburuk.
Renungkan, pikirkan kemungkinan terburuk dari keputusan yang akan kita ambil. Ambil keputusan itu dan siapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk. Sulit memang. Seperti halnya hidup ini, sulit ... :)
Namun jika anda terus berlatih dengan tahapan-tahapan di atas, saya kira kita semua perlahan-lahan akan memiliki syaraf dan mental baja, siap menghadapi hidup ini ....

2 comments:

silverring said...

apa mungkin idealisme kadang gak sama dengan "yang terbaik"?

zuki said...

Tergantung ukurannya dulu kali ya. Idealisme berdasarkan maunya kita sementara "yang terbaik" menurut pendapat khalayak ramai? Sangat mungkin tidak akan sama ...

Paling bagus sih pakai ukuran yang pasti, dari Yang Maha Kuasa. Idealisme yang kita anut berdasarkan ajaranNya dan ukuran "yang terbaik" juga dariNya. Dengan begitu seharusnya cocok dan kita tidak salah jalan ....

Nyambung nggak ya? :)