Thursday, June 08, 2006

Hikmah Bencana



Luar biasa ... Vaye dan Cak Min asyik betul bercanda 'di rumah' ini .. sampe tuan rumah bingung melayani tamunya ... :-P. Dikau Vaye en Cak Min, jangan lupa kalau udah kelar bantuin nyapu, ngepel dan nyuci piring ya ... :)

Kali ini saya ingin membahas komentar Cak Min berikut, "Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang tapi sekali mbunuh orang Indonesia kok yah ribuan gitu lho. Hampir 2 tahun lalu malah puluhan ribu. Kontradiktif emang yah :))".

Kenapa lama sekali baru dibahas sekarang? Menurut saya karena kita perlu menyamakan persepsi terlebih dahulu, yaitu dengan tulisan saya mengenai dogmatis dan Konsep Penciptaan. Kalau anda tidak sependapat dengan kedua tulisan ini, pembahasan selanjutnya ini mungkin kurang menarik ... :)

Dalam kedua tulisan di atas saya sudah singgung betapa ternyata ilmu Tuhan itu sangat jauh melebihi ilmu kita. Kalau orang Betawi bilang, "Lu mah ... cetek banget ... ." Kalau mau dianalogikan secara sederhana, mungkin seperti anak balita yang menangis meminta permen. Ia sudah mendapat permen cukup banyak untuk hari itu, namun masih ingin lagi. Sementara sang orang tua berfikir kalau permen terlalu banyak efeknya sakit gigi dan selera makan rusak. Namun bagi si anak, seperti apa pun penjelasannya, tetap ia tak mengerti. Ia ingin permen ... dan itulah keinginannya.

Menurut saya amatlah salah jika kita mencoba mendudukkan Tuhan sejajar dengan kita dan mencoba memahami keputusanNya dengan ilmu kita yang sangat amat terbatas. Kalau mau dianalogikan lagi seperti anak SD (yang normal tentunya ya ... bukan yang jenius) yang mencoba perhitungan kalkulus, teori relativitas, dan teori ketidakpastian. Yang terjadi tentunya ia akan menyalahkan perhitungan.

Contoh lain ialah ternyata ternyata Hukum Newton itu tidak berlaku pada saat-saat tertentu, misalnya ketika kecepatan mendekati kecepatan cahaya (kalau nggak salah yaaaaa ... udah lama banget nggak megang fisika nih ...). Yang berlaku adalah teori relativitasnya Einstein. Jika kita memaksakan hukum Newton pada situasi itu, jelas kita melakukan kesalahan.

Jadi kembali lagi, janganlah sekali-kali kita berani maupun memberanikan diri untuk mensejajarkan diri denganNya ataupun mencoba menafsirkan kehendakNya dengan ilmu kita. Tulisan saya sebelumnya menyebut diri kita sebagai makhluk yang lemah. Ya ... memang kita makhluk yang lemah ... ilmu, panca indera, otak kita sangat terbatas ... sangat terbatas.

Jadi bagaimana kita menyikapi bencana yang tak kunjung reda menimpa negeri kita ini? Minggu lalu dalam perjalanan kantor saya mendengarkan diskusi di radio soal ini (harusnya ini jadi satu topik blog nih ... :) tapi ya sudahlah he3x).
Ada 3 hikmah, yang pertama, kembali lagi kita diingatkan kalau dunia ini fana. Kecintaan yang berlebihan pada dunia tanpa penghambaan padaNya akan membuat kita sangat tergantung pada dunia ini. Kita lupa kalau harta, jabatan, rumah, mobil, istri/suami, anak, semua hanya titipan dariNya dan Ia dapat mengambilnya kapan saja.
Yang kedua, bahwa kita ini lemah. Kita boleh sombong (dan mungkin inilah yang menghinggapi masyarakat negeri ini) dengan ilmu kita, membangun bangunan megah, menimbun harta, bersenang-senang dengan kekayaan, berdiri di atas hukum dan kesengsaraan orang lain dan lain sebagainya. Namun jika Tuhan menghendaki, tidak perlu waktu lama, dalam sekejap hilanglah itu semua .... (Cak Min, kalau Ia menghendaki, tidak perlu waktu lama-lama, jadilah ... dan terjadi ...)
Yang ketiga, kita yang selamat diberikan kesempatan untuk membersihkan nurani kita, membantu sesama. Selama ini hati kita yang kalau diibaratkan cermin mungkin sudah saat berdebu dan kotor sehingga sulit untuk bercermin. Inilah saatnya untuk membersihkan cermin itu dan berkaca, karena mungkin selama ini kita sudah lupa akan penderitaan saudara-saudara sebangsa.

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang menderita dan meninggal? Seperti saya utarakan di atas, ilmu kita tidak mencukupi untuk menafsirkan ini. Kita bisa berburuk sangka padaNya, namun kita juga bisa berbaik sangka padaNya ... saya misalnya, bisa menelurkan berbagai teori di sini ... tapi terus terang saya nggak berani ... tidak punya ilmu ...

Masih ingat soal circle of influence dan circle of concernnya Stephen Covey? Kalau lupa mungkin bisa ngintip ini dan ini .. :). Dari sudut ini jelas kalau keputusanNya adalah circle of concern, sesuatu yang di luar kuasa kita. Tidak ada gunanya kita menghabiskan energi kita di sini, lebih baik kita berfokus pada circle of influence, seperti ketiga hikmah di atas.

Buat saya pribadi, kalau saya tertimpa musibah, sedikit apapun, biasanya saya berusaha refleksi. Lupa bayar zakat? Tadi nyerempet orang di jalan? Muka terlalu tegang? Suara terlalu keras ke anak? Dari pada meributkan musibah itu dan apakah kita layak menerimanya atau tidak, lebih baik kita gunakan kejadian itu untuk melakukan refleksi terhadap diri dan perbuatan kita.

Panjang juga tulisan ini ... semoga bermanfaat. Seperti biasa kalau ada komentar silahkan .... :)

6 comments:

Minarwan (Min) said...

Pak Terima kasih untuk tulisannya.
Saya tak hendak mendebat Pak Zuki, cuman mau memberikan contoh seperti ini:
1. Gempa bumi kuat di Jakarta yang populasinya padat, gedung-gedungnya runtuh, banyak korban, masuk tivi dan media massa
2. Gempa bumi yang sama kuat di hutan belantara Papua Barat, tidak ada manusia yang tinggal di sana, tidak ada rumah/gedung bertingkat, bahkan tidak ada yang tahu karena gak ada yang merasakan, atau yang merasakan udah di luar lingkaran rambatan gelombangnya, cuman kecil katanya (karena ujung gempa yang mereka rasakan), tentu saja tidak masuk tivi karena jauh dari jakarta, cuman gempanya tertangkap di seismograf milik USGS.

Manakah yang merupakan bencana? Tentu saja yang no 1. Manakah yang bisa diambil hikmahnya? Juga no 1 karena ada korban.

Sedangkan no 2, cuma kejadian biasa, itu doang :).

Ini posting saya terakhir setelah diskusi 2 hari belakangan, terima kasih untuk ijin yang diberikan pada saya untuk numpang ngobrol :).

Anonymous said...

Waaahh.. ketinggalan diskusi.. Seru juga mbaca 'becandaan' Vaye dan Cak Min.

Saya justru menemukan jawaban yang Insya Allah memuaskan atas pertanyaan "KENAPA?" yang terkait dengan para korban gempa Jogja.. : Jawabnya TIDAK TAHU! Karena ilmu kita belum sampai..

Tapi alhamdulillah, Tuhan memberikan ilmu lain untuk menghadapi berbagai pertanyaan di benak kita: IKHLAS !

Ikhlas bahwa DIA tahu yang terbaik buat kita, meskipun kadang hikmahnya baru kita lihat jauuuuuh dari sekarang..

Menanggapi pertanyaan Cak Min di atas:

Saya pikir nomor 1 dan 2 adalah bencana. Toh persepektif bencana itu bukan hanya pada orang-orang di kota atau manusia..

Mana yang bisa diambil hikmahnya? Keduanya..

Semua tergantung dari mana kita mau melihatnya, toh?

Makasih Pak.. :-)

zuki said...

@jaf: terima kasih pak ... cak min, komentarnya nggak saya komentarin ya, udah dikomentarin dengan lugas oleh pak JaF ... :)

Fitra Irawan said...

Saya sangat meyakini adakalanya Tuhan itu bekerja dengan sangat misterius...dimana Human's logic tidak mampu menggapai God's Logic (setuju, manusia tidak pernah sejajar tinggi dengan Tuhannya)...

begitupula mengenai kenapa korban bencana ini justru terjadi di indonesia?? berdosakan orang2 indonesia ini dibanding orang2 di Inggris misalnya? terguran kah ini? tau bahkan adzabkah ini? atau mungkinkah inikah salah satu cara Allah bekerja menyelamatkan orang2 yang meninggal tsb? (kita mungkin selalu berpikiran 'meninggal dunia' itu adalah bencana)

Semuanya itu masih menjadi rahasia yang adalah Hak Allah...manusia hanya masih bisa menerka-nerka kemungkinannya...

Setuju dengan Pak Jaff...IKHLAS adalah ilmu yang sangat berguna dalam menghadapi segala bencana spt ini, karena dari situlah hikmah akan muncul (sementar ini kita masih menyebutnya bencana...karena kita belum tahu bagi yang telah meninggal apakah betul2 menjadi bencana buat mereka)

Wallahualam...

Fitra Irawan said...

Oh iya maap Bang Zuki...numpang ikutan bertamu...cuma jangan pake disuruh nyapu, ngepel dan nyupir (nyuci piring) yahhh..., ada kopi atau teh? hehehe

Vaye said...

karna udah janji mo bantu 'beberes' saya ga byk komen ah, cuman, alhamdulillah ada blog ini yang inspiratif dan membuka pandangan saya yg sempit tentang konsep penghambaan yang sebenar benarnya, insyaaloh ga hanya sekedar membaca dan ikutan komen saja, amin :)
hayu ah 'beberes' lagi, sabun cuci sama karbolnya di mana Pak Zuki? :)