Monday, July 17, 2006

Catatan Wisata Kuala Lumpur (bagian 2)



Transportasi ... taksi, kereta, atau jalan kaki?

Melanjutkan tulisan kemarin, pemikiran saya membandingkan AirAsia dengan penerbangan lain (seperti Singapore Airlines) sama salahnya dengan membandingkan transportasi Kuala Lumpur dengan Singapore ... :). Mengapa? Mari kita simak sama-sama ...

===
Tarif taksi Kuala Lumpur menurut saya cukup murah. Pergi ke satu tempat di Kuala Lumpur tidak akan menghabiskan uang lebih dari 10 ringgit (25 ribu rupiah), dengan asumsi jalan tidak macet tentunya. Namun yang membedakan dengan Singapore ialah di KL taksi harus ditawar! Dan nawarnya harus tega!!

Beberapa kali pertama saya pasrah saja ketika naik ke taksi. Namun lama-lama saya perhatikan, "Wah ini sama saja dengan di Indonesia." Akhirnya sejak itu setiap kali mau naik taksi, saya menawar dengan kejam ala Indonesia hehehe ... habis kalau nggak begitu, kita akan dikerjain dan sang supir taksi akan meminta tarif (tidak pakai argo/meter) yang ajaib.

Satu lagi yang menarik dari pengalaman naik taksi di KL ialah 'keramah-tamahannya'. Karena kami naik 1 keluarga, selalu dikira turis (padahal emang iya hehehe). Ditanya mau kemana, sudah kemana saja, ke sini sudah belum, ke situ sudah belum, di sana bagus lho, di sono juga bagus. Buntut-buntutnya nawarin taksinya dengan (seperti biasa) tarif yang ajaib ...
Lama-lama saya paham dengan gaya ini. Akhirnya begitu naik taksi, saya nggak mau kalah ngomong. Kami sudah ke sini, yang ini bagus, yang itu nggak usahlah, di sono juga ada. Tempat itu? Ah lebih bagus ke tempat ini aja dan seterusnya dan seterusnya. Hingga akhirnya sang supir taksi kalah suara dan diam ... :-P


Gambar dari http://www.malaxi.com


Bagaimana dengan kereta? Di KL ada beberapa jalur kereta seperti terlihat di gambar di atas. Mirip banget dengan Singapore. Yang berbeda adalah efisiensi berpindah antar kereta. Di Singapore, meski kita berpindah kereta, kita cukup beli satu karcis, harganya pun lebih murah karena dihitung posisi awal dan akhir saja.
Di KL, berpindah kereta artinya kita harus keluar dulu, beli karcis lagi dan baru bisa masuk kembali. Mesin otomatis untuk pembelian karcis pun sebagian tidak berfungsi sehingga akibatnya kita harus antri ke loket. Ini ditambah pula kadang berpindah kereta artinya kita harus jalan dan tidak sekedar berganti lorong. Di KL Central misalnya untuk berpindah ke LRT, kita harus keluar dari statiun dan menyeberang jalan. Lama-lama pegel en kesel juga hehehehe ...

Kalau soal jalan kaki saya kira cukup enak. Hari terakhir kami sempat jalan kaki, mengikuti jalur walking tour dari buku Lonely Planet. Cukup asyik, dan banyak obyek menarik. Kemarin kami berangkat dari stasiun Mesjid Jamek, bergerak ke arah jalan Petaling, Central Market, dan berakhir di kuil Sri Mahamariaman.


Mesjid Jamek



Gedung bersejarah di daerah stasiun Mesjid Jamek



Gedung bersejarah dekat Central Market



Kuil Sri Mahamariaman


Jalan kaki ini yang rasanya paling berkesan. Lebih santai, tidak perlu ngotot-ngototan dengan supir taksi atau harus naik turun tangga dan membayar ekstra jika naik kereta.

===
So, kalau ada kesempatan lain ke KL, pertama, saya akan siapkan diri untuk merubah mental naik kereta. Kedua, kalau naik taksi, harus siap mental juga untuk menawar harga dan menolak semua tawaran. Serta ketiga, tidak akan melewatkan kesempatan untuk berjalan kaki seputar KL, sambil membawa kamera tentunya ... :)

2 comments:

alia said...

wah, asyiik banged, kapan nih ke melbourne mumpung tour guide nya blum pulang. ayolahhhhh

zuki said...

@alia: susah nggak sih ngelewatin imigrasinya? bener nih ... penginapan dan transportasi ditanggung yakh ... :-P